Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 63270 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dewi Agus Setyawati
"Tujuan: Studi ini merupakan studi MRI (Magnetic Resonance Imaging) untuk menilai hubungan asimetrisitas volume, hiperintensitas T2WI FLAIR dan nilai ADC hippokampus hubungannya dengan lateralisasi kejang. Pemeriksaan MRI sekuens rutin ditambah prosedur khusus pemeriksaan hipokampus yaitu sekuens T2WI Inversion Recovery dan T2WI Fluid-attenuated inversion recovery (FLAIR) dapat menilai volume hipokampus. Sekuens DWI (Diffusion Weighted Image) dan ADC (Appearent Difusion Coeffesient) merupakan pemeriksaan kuantitatif.
Metode: Penelitian potong lintang menggunakan data sekunder MRI kepala pasien dengan diagnosis epilepsi lobus temporal mesial. Dilakukan pengukuran volume pada potongan koronal sejajar sumbu hippokampus, mulai dari terlihat kepala hippokampus sebanyak 5 irisan. Melihat gambaran hiperintensitas T2WI FLAIR serta mengukur nilai ADC hippokampus dilakukan dengan meletakan ROI pada potongan aksial hippokampus terbesar pada ADC map. Analisis data dilakukan untuk menghitung nilai R Kappa hubungan masing masing variabel dan gabungan variabel.
Hasil: Jumlah subyek penelitian 54 orang, terdapat hubungan asosiasi yang cukup kuat (sedang) dan ipsilateral antara hiperintensitas T2WI FLAIR dan asimetrisitas volume dengan lateralisasi kejang dengan R Kappa sama sebesar + 0.52. Hubungan asosiasi yang lemah dan bersifat ipsi lateral dengan R Kappa + 0.37 antara nilai ADC dengan lateralisasi kejang. Hubungan asosiasi antara asimetrisitas volume dan asimetrisitas nilai ADC adalah kontralateral dengan hubungan asosiasi cukup kuat (sedang). Penentuan lateralisasi lesi dengan MRI pada masing masing variabel memiliki sensitivitas dan spesifisitas cukup tinggi. Hubungan asosiasi gabungan 2 dan 3 variabel adalah cukup kuat (sedang) dan bersifat ipsilateral, dengan nilai R Kappa, sensitifitas dan spesifisitanya yang lebih tinggi dibandingkan dengan hubungan masing masing variabel.
Kesimpulan: MRI memiliki peranan penting menentukan lateralisasi kejang. Menilai hubungan dari gabungan 2 dan 3 variabel didapatkan secara statistik lebih besar hubungannya dengan lateralisasi kejang dibandingkan dengan menghubungkan masing masing variabel secara terpisah, sehingga penilaian MRI yang dilakukan untuk ke 3 variabel ini akan lebih menguatkan diagnosis sisi hipokampus yang mengalami kelainan.

Objective: This study is MRI ( Magnetic Resonance Imaging ) to assess the relationship asymmetry volume, T2WI FLAIR hyperintensity and hippocampal ADC values its relationship with the lateralization of seizures. Routine MRI examination sequences plus a special procedure that hippocampal examination Inversion Recovery sequence T2WI and T2WI Fluid-attenuated inversion recovery ( FLAIR ) can assess hippocampal volume. Sequences DWI ( Diffusion Weighted Image ) and ADC ( Appearent Diffusion Coeffesient ) is a quantitative examination.
Methods: A cross-sectional study using secondary data MRI diagnosis of the patient's head with mesial temporal lobe epilepsy. Volume measurements performed on coronal slice axis parallel to the hippocampus, ranging from the visible head of the hippocampus as much as 5 slices. See picture T2WI FLAIR hyperintensity and measuring the ADC value hippocampus done by placing the ROI on axial cuts at the largest hippocampal ADC map. Data analysis was performed to calculate the value of R Kappa relationship each and combined variable.
Results: There is a fairly strong association relationship (medium) and ipsilateral between T2WI FLAIR hyperintensity volume and asymmetry with lateralization of seizures with R Kappa equal to + 0.52. A weak association relationship and are IPSI lateral with R Kappa + 0.37 between the ADC values with lateralization of seizures. Association relationship between volume and asymmetry value asymmetry ADC is contralateral to the association relationship is strong enough (medium). Determination of lateralization of lesions by MRI in each variable has a fairly high sensitivity and specificity. The combined association relationship 2 and 3 variables are strong enough (medium) and ipsilateral, with a value of R Kappa, sensitivity and spesifisitanya higher than the correlation of each variable.
Conclusion: MRI has an important role determining the lateralization of seizures. Assess the relationship of the combined second and third variables are statistically bigger obtained conjunction with lateralization of seizures compared to connecting each variable separately, so the MRI assessment carried out for 3 to this variable will further strengthen the diagnosis of hippocampal abnormalities.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gulshan Fahmi El Bayani
"Overtraining meningkatkan IL-1B sistemik akibat mikrotrauma otot sehinggga memengaruhi hipokampus yang penting dalam pembentukan konsolidasi memori spasial. Pemberian H. sabdariffa diharapkan menurunkan IL-1? dan meningkatkan IL-1ra sehingga berpotensi mencegah gangguan konsolidasi memori spasial. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental terhadap 20 tikus Wistar jantan Rattus norvegicus, 250-300 gram , terbagi ke dalam 4 kelompok yaitu kontrol C , kontrol H. sabdarifa C-Hib , latihan fisik overtraining OT dan latihan fisik overtraining yang diberi H. sabdarifa OT-Hib . Pemberian ekstrak metanol H. sabdariffa 500 mg/kgBB berpotensi sebagai antiinflamasi melalui peningkatan sitokin antiinflamasi IL-1ra plasma darah secara bermakna sehingga mencegah gangguan fungsi konsolidasi memori spasial tikus overtraining.

Overtraining lead to increase IL 1 systemically due to muscle mikrotrauma that affect hippocampus which was important in the formation of spatial memory consolidation. Administration H. Sabdariffa is expected to decrease IL 1 and increases IL 1ra thereby potentially preventing impairment of spatial memory consolidation. This research is an experimental study using 20 male Wistar rats Rattus norvegicus, 250 300 g were divided into 4 groups control C , H. sabdarifa control C Hib , physical exercise overtraining OT and physical exercise overtraining by H. sabdarifa OT Hib . Administration of the methanolic extract of H. Sabdariffa 500 mg kg body weight was a potential anti inflammatory by increase anti inflammatory cytokines IL 1ra in blood plasma so that prevent the impairment of spatial memory consolidation in overtraining Wistar rat.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Norma Mediciani
"ABSTRAK
Epilepsi lobus temporal mesial adalah sindrom epilepsi yang banyak diderita oleh dewasa yang sering mengalami refrakter dalam pengobatan. Atrofi hipokampus yang terlihat melalui MRI kepala dapat ditemukan sebanyak 87% pada pasien epilepsi lobus temporal mesial dan memiliki respon yang baik dengan operasi epilepsi. Salah satu syarat operasi epilepsi adalah EEG monitoring untuk mencari EEG iktal untuk mencari fokus epileptik, walaupun sudah didapatkan adanya gelombang interiktal sebelumnya.
Tujuan: Untuk mengetahui hubungan dan kesesuaian antara abnormalitas gelombang EEG dengan sisi atrofi hipokampus dan untuk mengetahui prevalensi atrofi hipokampus pada epilepsi lobus temporal mesial.
Metode: Penelitian ini adalah penelitian potong lintang dengan 37 subyek epilepsi lobus temporal mesial, yang terbukti secara klinis dan EEG. Dilakukan pemeriksaan MRI kepala 1,5T untuk melihat ada atau tidaknya atrofi hipokampus secara visual. Kemudian dibandingkan antara abnormalitas gelombang EEG interiktal dengan sisi atrofi hipokampus. Onset usia bangkitan, frekuensi bangkitan, riwayat kejang demam, lama menderita epilepsi dan penggunaan obat entiepilepsi dianalisis sebagai data demografi klinis.
Hasil: Prevalensi atrofi hipokampus sebesar 64,8% dengan 64,8% subyek ditemukan gambaran EEG berupa gelombang epileptiform dan 45,8% gelombang lambat. Didapatkan kesesuaian yang kuat antara lateralisasi EEG interiktal, yaitu gelombang epileptiform, dengan MRI (p 0,000; nilai kappa 1,00) dan didapatkan keseuaian yang lemah antara gelombang lambat dengan atrofi hipokampus (p 0,500; nilai kappa 0,689, p 0,008).
Simpulan: Pada penelitian ini, didapatkan keseuaian yang kuat antara lateralisasi gelombang epileptiform dengan sisi atrofi hipokampus dan kesesuaian yang lemah antara gelombang lambat dengan sisi atrofi hipokampus.

ABSTRACT
Mesial temporal lobe epilepsy (mTLE) is the most common epilepsy syndrome in adults and often refractory in medical treatment. The Magnetic resonance imaging (MRI) showed hippocampal atrophy present in 87% patients with mesial temporal lobe epilepsy and have good respons with surgery. EEG monitoring is needed to find ictal EEG although interictal EEG already obtained as one of the requirements of epilepsy surgery for localize the epileptic region.
Objective: To investigate the concordance between abnormalities EEG and side of hippocampal atrophy in patients with mesial temporal lobe epilepsy. To determine prevalance of hippocampal atrophy.
Methods: We reviewed 37 consecutive patients with mesial temporal lobe epilepsy defined by clinical and EEG criteria and had 1,5T MRI visually analyzed by radiologist. We compared the interictal EEG and side of hippocampal atrophy. Age of seizure onset, seizure frequency, history of febrile seizure, antiepileptic drug and duration of epilepsy were analyzed as clinical demographic data.
Results: The prevalence hippocampal atrophy was 64,8%. With 64,8% had epileptiform discharge and 45,8% had slow wave associated with hippocampal atrophy. There was significant concordance between MRI lateralization and interictal EEG (p 0,000, Kappa value 1,00). There was weak concordance between hippocampal atrophy and focal slow wave (p 0,500; Kappa value 0,689, p 0,008).
Conclusions: We found strong concordance between MRI lateralization and interictal EEG in patients with mTLE and weak concordance between hippocampal atrophy and interictal slow wave.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hadet Prisdhiany
"Latar belakang: Epilepsi lobus temporal (ELT) merupakan sindrom epilepsi paling banyak ditemukan pada orang dewasa, dimana sebanyak 2/3 berasal dari lobus temporal mesial. Penyebab umum yang sering ditemukan adalah sklerosis hippokampus (SH) dan kelainan ini seringkali refrakter terhadap pengobatan. Dengan anamnesis semiologi bangkitan epileptik yang baik dapat membantu mengetahui letak lesi dan bermanfaat untuk evaluasi persiapan bedah epilepsi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara semiologi bangkitan epileptik yang diperoleh melalui anamnesis dengan sisi lesi pada pasien ELT mesial-SH.
Metode: Desain penelitian adalah potong lintang pada pasien ELT mesial-SH di Poliklinik Epilepsi RSCM. Kriteria inklusi adalah pasien ELT mesial-SH yang menunjukkan lokasi yang sama antara aktivitas epileptiform interiktal pada elektroensefalografi (EEG) dan letak SH pada magnetic resonance imaging (MRI). Dilakukan anamnesis pada pasien dan keluarga, mengenai bentuk bangkitan epileptik, kemudian dinilai kesesuaian antara semiologi dan sisi lesi.
Hasil: Didapatkan 45 subjek ELT mesial-SH yang memenuhi kriteria inklusi. Sebanyak 26 (57,8%) subjek dengan sisi lesi kanan dan 19 (42,2%) subjek sisi lesi kiri. Gambaran semiologi secara umum adalah aura sakit kepala (62,2%), automatisme manual (62,2%), automatisme oral (57,8%), perputaran kepala akhir (48,9%), dystonic posture (48,9%), aura epigastrium (42,2%), perputaran kepala awal (33,3%), dan aura rasa takut (26,7%). Terdapat empat gambaran motorik yang sesuai lateralisasi semiologi bangkitan epileptik. Automatisme manual dan perputaran kepala awal menunjukkan ipsilateral sisi lesi, sedangkan perputaran kepala akhir dan dystonic posture menunjukkan kontralateral sisi lesi.
Kesimpulan: Terdapat kesesuaian antara semiologi bangkitan epileptik berupa automatisme manual, perputaran kepala awal, perputaran kepala awal, dan dystonic posture dengan sisi lesi. Sehingga penting untuk menanyakan 4 gambaran klinis tersebut pada saat anamnesis bangkitan epileptik.

Background: Temporal lobe epilepsy (TLE) is the most common epilepsy syndrome in adults which 2/3 originates from mesial temporal lobe. The most common etiology is hippocampal sclerosis (HS) and becoming drug resistant. Detail anamnesis on seizure semiology helps to know side of epileptogenic foci and evaluate pre epilepsy surgery. The objective of this study is to determine the concordance between seizure semiology based on anamnesis and side of lesion in mTLE-HS.
Methods: This was a cross sectional study involving patients with mTLE-HS in Epilepsy Clinic Cipto Mangunkusumo Hospital. Inclusion criterias were patients with mTLE-HS who have same side of interictal epileptiform activity based on electroencephalography (EEG) and HS based on Magnetic Resonance Imaging (MRI). Anamnesis were taken from patient and family member on seizure semiology. Then, concordance between semiology and side of lesion was analyzed.
Results: There were 45 eligible subjects of mTLE-HS patients. There were 26 (57.8%) subjects with left side lesions and 19 (42.2%) subjects were right side lesions. Semiology features commonly found are sefalic aura (62.2%), manual automatism (62.2%), oral automatism (57.8%), late head turning (48.9%), dystonic posture (48.9%), epigastric aura (42.2%), early head turning (33.3%), and fear aura (26.7%). Four clinical motoric features have concordance in seizure semiology lateralization. Manual automatism and early head turning showed ipsilateral with side of lesion, whereas late head turning and dystonic posture showed contralateral side of lesion.
Conclusion: We found concordance between seizure semiology features of manual automatism, early head turning, late head turning and dystonic posture with side of lesion. Therefore, it was important to ask these features on anamnesis of seizure semiology.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T58742
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adibah
"Penurunan fungsi memori merupakan salah satu karakteristik dari proses penuaan yang dapat menurunkan kualitas hidup seseorang. Hipokampus merupakan bagian otak yang paling rentan mengalami perubahan seiring dengan proses penuaan yakni dengan adanya penurunan fungsi memori ditandai dengan adanya perubahan plastisitas sinaps. Plastisitas sinaps merupakan mekanisme selular yang mendasari proses pembentukan memori. Terdapat dua protein yang penting dalam plastisitas sinaps dan sering dijadikan marker plastisitas sinaps yakni Synaptophysin SYP dan Postsynaptic density-95 PSD-95 . Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasi masalah penurunan fungsi memori, salah satunya melalui terapi herbal. Tanaman Centella asiatica memiliki kandungan triterpenoid dan flavonoid telah lama dikenal berperan dalam meningkatkan fungsi memori.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh ekstrak etanol Centella asiatica CeA terhadap ekspresi protein SYP dan PSD-95 di hipokampus tikus. Penelitian ini merupakan studi eksperimental in-vivo menggunakan 18 ekor tikus Wistar jantan usia 6 bulan yang dibagi secara acak menjadi 3 kelompok: 1 kelompok kontrol K 2 kelompok CA300 dan 3 kelompok CA600. Kelompok kontrol diberikan akuades, kelompok CA300 diberikan CeA dosis 300 mg/kg.BB dan kelompok CA600 diberikan CeA dosis 600 mg/kg.BB yang dilakukan selama 28 hari berturut-turut secara oral. Setelah 28 hari, tikus didekapitasi dan hipokampus diisolasi dari jaringan otak. Ekspresi protein SYP dan PSD-95 di jaringan hipokampus dianalisis menggunakan teknik imunohistokimia pada regio CA1 hipokampus.
Hasil penelitian menunjukkan, pemberian ekstrak etanol Centella asiatica dosis 600 mg/kg.BB dapat meningkatkan ekspresi protein SYP dan PSD-95 secara signifikan.

Decreased memory function is one of the characteristics of the aging process that can reduce the quality of life. Hippocampus is the most vulnerable part of the brain undergoing changes along with the aging process that is with the decline in memory function characterized by the change in synaptic plasticity. Synaptic plasticity is the cellular mechanism that underlies the process of memory formation. There are two important proteins in synaptic plasticity and are often used as synaptic plasticity markers Synaptophysin SYP and Postsynaptic density 95 PSD 95 . Various efforts have been made to overcome the problem of memory function decline, one of them through herbal therapy. Centella asiatica CeA plants contain triterpenoids and flavonoids have long been known to play a role in improving memory function.
The purpose of this study was to investigate the effect of Centella asiatica ethanol extract CeA on expression of SYP and PSD 95 protein in rats hippocampus. The study was an in vivo experimental study using 18 male Wistar rats aged 6 months randomly divided into 3 groups 1 control group K 2 CA300 group and 3 CA600 group. The control group was given aquadest, a group of CA300 given a 300 mg kg.BW CeA and a CA600 group administered a 600 mg kg.BW CeA administered for 28 consecutive days orally. After 28 days, rat were decapitated and the hippocampus were isolated from brain. The expression of the SYP and PSD 95 proteins in the hippocampal tissue was analyzed using immunohistochemical techniques in the hippocampal CA1 region.
The results showed, giving Centella asiatica ethanol extract with dose 600mg kg.BW can increase expression of SYP protein and PSD 95 significantly.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herliani Dwi Putri Halim
"Stroke merupakan manifestasi klinis gangguan sirkulasi darah di otak yang menyebabkan defisit neurologis. Delapan puluh persen stroke merupakan stroke non-hemoragik akibat oklusi pembuluh darah otak sehingga terjadi kerusakan sel saraf yang diinduksi oleh hipoksia. Kerusakan tersebut dapat dicegah oleh tanaman akar kucing (Acalypha indica Linn) yang mengandung antioksidan. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan efek neuroprotektif ekstrak akar Aindica L. terhadap hipokampus Sprague dawley pascahipoksia. Terdapat tiga kelompok yaitu (1) kontrol negatif dengan akuades, (2) kontrol positif dengan vitamin B1 dosis 30 mg/kgBB, dan (3) kelompok perlakuan dengan ekstrak akarA indica L.dosis 500 mg/kgBB. Setelah tujuh hari perlakuan, dilakukan ligasi arteri karotis komunis Sprague dawley selama satu jam untuk menciptakan kondisi hipoksia. Selanjutnya, dibuat sediaan hipokampus untuk menghitung jumlah sel normal.Penelitian ini menggunakan desain eksperimental dengan uji One Way Anova. Hasil uji One Way Anova menunjukkan rerata persentase jumlah sel normal tidak berbeda bermakna terhadap CA1 (p=0,343), CA3 (p=0,174), lapisan dalam girus dentatus (p=0,270), dan lapisan luar girus dentatus (p=0,422)pada ketiga kelompok. Namun secara kuantitatif, rerata persentase jumlah sel normal paling banyak ditemukan pada kelompok yang mendapatkan ekstrak akar A indica L.

Stroke is a clinical manifestation of brain circulatory disorders causing neurological deficits. Eighty percents are non-hemorrhagic stroke resulting from vascular occlusion thus advancing the damage-induced hypoxia of hippocampal neuron. This damage can be prevented by Acalypha indica Linn which contents antioxidant. The purpose of this study is to prove the neuroprotective effect of A indica L root extract to hippocampus of Sprague dawley post-hypoxia. There are three groups: (1) negative control with aquades, (2) positive control with vitamin B1 dose 30 mg/kgBW, and (3) treatment group with Aindica L root extract dose 500 mg/kgBW. After treatment for seven days, we administered the ligation of common carotids for an hour to expose hypoxia. Then, the brain was made into hippocampal slices in order to count the number of normal cells. This study usedan experimentaldesignwithOne WayAnovatest. The results of One Way Anova test analysis showed that there are no significant differences between the mean of normal cells percentage in CA1 (p=0,343), CA3 (p=0,174), inner (p=0,270) and outer(p=0,422) layer of dentate gyrus among three groups. However quantitavely, the highest mean of normal cells percentage is found in the group receiving A indica L root extract."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri
"ABSTRAK Bising merupakan dampak yang timbul mengikuti kemajuan industri yang dapat dirasakan termasuk oleh ibu hamil. Pajanan bising saat kehamilan diketahui dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan janin. Sebaliknya musik dapat memberikan efek positif dalam berbagai reaksi fisiologis, yaitu kognisi, emosi, dan imunitas. Akan tetapi, belum diketahui dampak gabungan pajanan keduanya saat prenatal, serta pengaruhnya terhadap fungsi otak, khususnya hippocampus yang berperan dalam kognisi dan memori spasial. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pajanan suara gabungan (musik dan bising) dapat mengkompensasi dampak negatif bising pada perkembangan hippocampus. Penelitian dilakukan dengan membandingkan pengaruh pajanan suara musik, bising dan kombinasinya selama perkembangan prenatal terhadap fungsi hippocampus neonatus Gallus gallus domesticus. Telur yang telah difertilisasi diinkubasi dalam mesin tetas yang dilengkapi pengeras suara untuk tiga jenis suara, yaitu musik, bising dan gabungan, serta sebuah kelompok kontrol. Pajanan suara diberikan sejak embrio berusia 10 hari sampai menetas. Selanjutnya dilakukan penilaian memori spasial menggunakan labirin T, penimbangan berat otak, penghitungan jumlah neuron dengan pewarnaan Hematoxylin eosin, serta penilaian ekspresi protein BDNF pada hippocampus dengan pewarnaan imunohistokimia. Hasil menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna berat otak pada masing-masing kelompok. Selain itu, pajanan musik dapat memfasilitasi pembentukkan memori spasial didukung dengan peningkatan jumlah neuron dan ekspresi protein BDNF pada hippocampus; sebaliknya pajanan bising menginhibisi konsolidasi memori spasial, menurunkan jumlah neuron dan ekspresi BDNF di hippocampus. Pajanan gabungan memberikan hasil yang tidak berbeda dengan kelompok kontrol pada tiap parameter. Disimpulkan bahwa pajanan gabungan dapat mengkompensasi

ABSTRACT
Noise has become a critical issue following industrial evolution, especially pregnant women. Noise exposure during prenatal period may disrupt fetal growth and development. Otherwise, music gives various positive physiological responses to the development of cognition, emotion, and immunity. However, the effect of combination of both sound during prenatal to brain, especially hippocampus that manage cognition and spatial memory has never been studied. This research aimed to know whether combination of music and noise exposures can compensate negative effect of noise in hippocampus development. Research conducted by comparing the effect of music, noise and combination of both exposures during prenatal development to the function of Gallus gallus domesticus neonate hippocampus. Fertilized eggs were incubated in hatchery machine equipped with a loud speaker for three exposures groups, i.e. music, noise and combination, and a control group; given from E10 until hatching. Data collected for evaluation were spatial memory assessment that was done using T-maze, brain weight, total hippocampus neuron number and BDNF expression in hippocampus. As result, there was no significant difference in brain weight among these groups. Furthermore, prenatal music stimulus enhanced spatial memory formation supported by the increasing number of total neuron and BDNF expression in hippocampus. Besides, prenatal noise stimulus elicited spatial memory inhibition, decreased of total neuron number and BDNF expression in hippocampus. Combination group showed no significant result compare to control group in each measurements. In conclusion, combination of both music and noise stimulus during prenatal period could compensate the negative effect of prenatal noise exposure.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinda Larastika Riyanto
"Latar Belakang. Epilepsi lobus temporal (ELT) merupakan salah satu sindrom epilepsi yang paling banyak ditemukan dengan proporsi mencapai 20% dari seluruh pasien dengan epilepsi. Sebanyak lebih dari 50% pasien ELT tidak berespon dengan pemberian obat anti bangkitan (OAB) monoterapi pertama kali, sehingga akan memerlukan penggantian bahkan hingga kombinasi dengan 2 atau lebih OAB. Tujuan dari pemberian OAB pada pasien ELT selain untuk mengontrol bangkitan dengan efek samping yang minimal adalah untuk memperbaiki kualitas hidup pada pasien. Berbagai faktor terkait dengan penggunaan OAB dapat berhubungan dengan kualitas hidup pasien dan tujuan dari studi ini adalah untuk menilai lebih lanjut hubungan tersebut.
Metode. Studi ini merupakan studi potong lintang yang dilakukan pada April hingga Desember 2023 di RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta. Kriteria inklusi pada penelitian ini meliputi pasien yang sudah terdiagnosis ELT oleh dokter spesialis neurologi, berusia 18 tahun atau lebih, dan telah menggunakan regimen OAB yang sama selama 1 bulan terakhir. Kriteria eksklusi penelitian ini meliputi pasien dengan epilepsi multifokal serta tidak dapat melengkapi pengisian instrumen penilaian kualitas hidup yaitu Quality of Life in Epilepsy Inventory-31 (QOLIE-31) secara mandiri. Penelitian ini telah mendapatkan ijin etik dari Komite Etik Kedokteran, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Hasil. Sebanyak total 100 subjek berpartisipasi pada studi ini dengan sebagian besar berjenis kelamin perempuan (58%) dengan median usia 30 (18-65) tahun. Mayoritas pasien ELT memiliki etiologi sklerosis hipokampus dan frekuensi bangkitan dalam 1 bulan yaitu dengan median 1 (0-34) kali. Sebanyak 70% subjek menggunakan regimen politerapi dengan kombinasi 2 jenis obat menempati proporsi terbanyak (41%). Penggunaan OAB generasi lama lebih banyak dibandingkan dengan generasi baru. Rerata skor kualitas hidup total pada subjek yaitu 61.46 (±1.63). Penggunaan karbamazepin diketahui secara independen berhubungan dengan skor kualitas hidup total yang lebih baik serta utamanya pada domain kekhawatiran akan bangkitan dan fungsi sosial. Penggunaan topiramat didapatkan berhubungan dengan rendahnya skor kualitas hidup pada domain kognitif, efek pengobatan, dan fungsi sosial. Didapatkan pula hubungan yang bermakna pada penggunaan levetirasetam dengan rendahnya skor kualitas hidup pada domain tingkat energi/kelelahan.
Kesimpulan. Penggunaan politerapi merupakan praktik yang sering didapatkan pada pasien dengan ELT. Beberapa faktor terkait pemilihan OAB pada pasien diketahui berhubungan dengan kualitas hidup secara keseluruhan maupun pada beberapa domain spesifik. Penting untuk klinisi dapat mempertimbangkan faktor kualitas hidup pasien sebelum menentukan pemberian OAB yang terbaik.

Background. Temporal lobe epilepsy (TLE) is one of the most common epilepsy syndrome encountered in daily clinical practice with more than 20% proportion out of all epilepsy population. More than 50% of TLE patients do not respond well with the first antiepileptic drug (AED) and required switching or even addition with two or even more drugs. The goal of AED administration should not only be focused on seizure control and minimizing the adverse drug reaction, rather also to consider patients’ quality of life. Multiple factors related to AED administration was known to affect patients’ quality of life, and so the purpose of this study is to assess that relationship in Indonesian ELT population.
Methods. This is a cross-sectional study conducted on April to December 2023 in Cipto Mangunkusumo National Referral Hospital. The inclusion criteria for this study were patient diagnosed with TLE by a neurologist, aged 18 or above, and had been using the same AED regimen for at least the last month. The exclusion criteria were multifocal epilepsy as well as patients who could not completed the quality of life questionnaire QOLIE-31 independently. This study had gain ethical approval form Ethical Commission, Faculty of Medicine, Universitas Indonesia
Result. A total of 100 subjects were recruited in this study, most of them were female (58%) with the median age of 30 (18-65) years old. The majority of patients had hippocampal sclerosis as the etiology and the seizure frequency during the last month had the median score of 1 (0-34) times. As many as 70% of the subjects were using polytherapy with most of them were using 2 kind of AED. The mean total score for QOLIE-31 was 61.46 (±1.63) out of 100. Several factors related to AED administration were known to be associated with the quality of life. The use of carbamazepine was independently associated with a better total score of QOLIE-31, especially in the seizure worry and social function domain. Topiramate administration was also associated with the lowering of quality of life score in cognitive, medication effect, and social effect domain. There is also a statistically significant association between levetiracetam consumption and the low score in energy domain.
Conclusion. The use of polytherapy was vastly encountered in the clinical practice for TLE patients. Several factors of AED selection were associated with the overall quality of life and to some extend in several specific domain. It is crucial for clinical to also consider the quality of life as determining factor for choosing the appropriate AED for every patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ratri Dianti
"Tujuan penelitian. Mengevaluasi gambaran morfologi otak serta menilai korelasi antara kelainan anatomi temuan tomografi komputer otak dan kelainan elektroensefalografi pada penderita epilepsi parsial dewasa.
Bahan dan cara Populasi target adalah penderita epilepsi parsial dengan usia onset 17 tahun keatas yang berobat di bagian Neurologi FKUI-RSUPNCM selama tahun 1996 1999. Jumlah percontoh yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sebanyak 24 penderita. Telah dilakukan pembacaan hasil tomografi komputer otak oleh 2 dokter ahli radiologi diagnostik dan pembacaan elektroensefalo-grafi oleh 1 dokter ahli neurologi. Penilai tidak saling mengkomunikasikan hasil pemeriksaannya.
Metodologi. Untuk menguji hipotesa korelasi kelainan temuan tomografi komputer otak dengan kelainan fokal elektroensefalografi dipakai analisa dengan uji statistik Chi-Square, Cohen Kappa maupun Rank Spearman.
Hasil. Tomografi Komputer mampu mendeteksi perubahan morfologi otak paling sedikit 25% pada penderita epilepsi parsial dewasa. Yang dapat dianggap penyebab epilepsi parsial pada penelitian ini adalah infark di frontal kanan, kista araknoid temporal kiri dan infark di frontotemporal kanan Secara kwantitatif tidak terdapat korelasi kelainan anatomi TK otak dengan kelainan fokal EEG pada penderita epilelsi parsial dengan serangan awal usia dewasa."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999
T57293
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Made Ridla Nilasanti Parwata
"Overtraining syndrome adalah menurunnya kapasitas fisik, emosi dan imunitas akibat pelatihan yang terlalu sering tanpa periode istrahat yang cukup. Overtraining berdampak pada penurunan kadar BDNF dan memori pada atlet. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh latihan fisik aerobik overtraining terhadap kadar brain derived neurotrophic factor (BDNF) dan memori pada tikus. Metode penelitian eksperimental dengan subjek penelitian tikus (Rattus norvegicus) galur Wistar jantan dewasa, 8-10 minggu, berat badan 200-250 gr. Terbagi atas kelompok kontrol, aerobik dan overtraining. Hasil pengukuran ditemukan kadar BDNF pada kelompok overtraining lebih rendah daripada kelompok aerobik dan kontrol. Terdapat perbedaan kadar BDNF pada kelompok Aerobik dan overtraining (p = 0,002). Hasil uji memori dengan water-E maze menunjukkan peningkatan durasi waktu dan jumlah kesalahan yang dilakukan oleh kelompok overtraining (p = 0.03). Dari penelitian ini disimpulkan latihan fisik aerobik overtraining dapat menurunkan kadar BDNF dan memori pada tikus.

Overtraining syndrome is the reduced capacity of the aspects of the physical work, emotions and immunity as a result of the type, intensity, duration and frequency of training too often without sufficient resting period. Overtraining impact on BDNF levels and memory decline in athletes. This study aimed to examine the effect of aerobic physical exercise overtraining on BDNF levels and memory in the rat brain. Experimental research methods to study. Subjects were rats (Rattus norvegicus) adult male Wistar strain, aged 8-10 weeks, initial body weight between 200-250g. Divided into 3 groups: control, aerobic and overtraining. The test results mean BDNF levels are the lowest seen in the group of overtraining. The results of statistical tests are the most significant differences in the mean levels of BDNF Aerobic and overtraining group with p = 0.002. The results of the memory test with a water-maze E showed increased duration and the number of errors made by the overtraining group (p = 0:03). This study suggests that overtraining can affect the decrease in BDNF levels and memory in mice.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>