Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 125228 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hasibuan, Sukry Asdar Putra
"Pendahuluan. Sel punca mesenkimal (SPM) sangat menjanjikan dalam bidang rekayasa jaringan karena sifatnya yang multipoten, cepat berproliferasi, dan berkemampuan tinggi untuk beregenerasi. SPM sumsum tulang dapat menjadi terapi pilihan nekrosis avaskular (AVN) kaput femur yang banyak diderita oleh pasien lupus eritematosus sistemik (LES) pada masa sekarang ini. SPM sumsum tulang penderita LES mengalami gangguan fenotip, proliferasi, diferensiasi. Terapi SPM pada AVN kaput femur dapat menggunakan donor otologus yang dilaporkan memberikan hasil luaran yang baik dan keamanan yang signifikan. Oleh karena itu, diperlukan penelitian untuk mengetahui potensi, karakteristik, dan diferensiasi SPM sumsum tulang pasien LES yang dihubungkan dengan usia.
Metode. Penelitian ini adalah penelitian in vitro yang meneliti 4 subjek penderita LES di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta. Aspirat SPM sumsum tulang dilakukan isolasi, ekspansi dan diferensiasi. Analisis statistik menggunakan uji korelasi spearman untuk melihat hubungan usia pasien LES dengan waktu konfluensi, jumlah sel konfluens dan waktu diferensiasi osteogenik, kondrogenik, dan adipogenik.
Hasil dan Diskusi. Rerata jumlah sel konfluens adalah 7.44 x 105 ± 3.06 x 105 sel/ml, rerata waktu konfluens adalah 20.75 ± 4.99 hari, median waktu diferensiasi adipogenik yaitu 17.5 hari (rentang 14-21), waktu diferensiasi osteogenik dan kondrogenik yaitu 21 hari. Terdapat korelasi positif bermakna antara usia penderita LES dengan waktu konfluens SPM (p<0.001) dan korelasi negatif bermakna antara usia penderita LES dengan jumlah sel konfluens SPM (p<0.001).
Simpulan. SPM sumsum tulang krista iliaka penderita LES mampu diisolasi, berproliferasi dan berdiferensiasi. SPM sumsum tulang penderita LES memiliki waktu konfluens dan waktu diferensiasi yang lebih lama dan jumlah sel konfluens yang lebih sedikit.

Introduction. Mesenchymal stem cells (MSC) is very promising in the field of tissue engineering because it is multipotent, rapidly proliferate, and high ability to regenerate bone marrow. BM-MSC may be treatment of choice of avascular necrosis (AVN) of femoral head that affects many systemic lupus erythematosus (SLE) patients at the present time. BM-MSC of SLE patients has impairment in phenotype, proliferation, and differentiation. Mesenchymal stem cell therapy on femoral head AVN which use autologous donors are reported deliver good outcomes and safety. Therefore, research is needed to determine the potency, characteristics, and differentiation of BM-MSC in patients with SLE and related with age.
Methods. This study is in vitro study that examined four subjects as SLE patients in Cipto Mangunkusumo Hospital. BM-MSC of SLE patients is performed isolation, expansion and differentiation. Statistical analysis using pearson and spearman correlation test to see the correlation of age of SLE patients with confluence time, the number of confluence cells and differentiation time.
Result and Discussion. Mean of confluent cell numbers is 7.44 x 105 ± 3.06 x 105cells/ml, mean of confluent time is 20.75 ± 4.99 days, median of adipogenic differentiation time is 17.5 days (range 14-21), osteogenic and chondrogenic differentiation time is 21 days. There is a positive correlation between patient?s age with confluence time (p <0.001) and negative correlation with MSC confluence cell count (p <0.001).
Conclusion. BM-MSC form iliac crest in patients with SLE can be isolated, proliferated and differentiated. BM-MSC of SLE patients has longer confluence time and differentiation time and lower confluence cell count.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
William Chandra
"Pendahuluan. Sel punca mesenkimal merupakan jawaban untuk berbagai penyakit, termasuk orthopedi. Meskipun jumlah terbatas, prosedur invasif, nyeri, dan sel yang relatif sedikit, sumsum tulang masih menjadi sumber utama. Adiposa menjadi alternatif menjanjikan dengan kemampuan sebanding. Dengan meningkatnya harapan hidup, jumlah pasien tua meningkat dan menjadi sangat potensial untuk aplikasi sel punca. Namun, timbul kontroversi mengenai kualitas sel punca pada penuaan.
Metode Penelitian. Penelitian dilakukan di Unit Pelayanan Terpadu Teknologi Kedokteran Sel Punca Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo-Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta sejak Oktober 2015 - Maret 2016. 12 subjek dibagi menjadi tiga kelompok usia; 15-30 tahun, 31-40 tahun, dan 41-55 tahun dan dilakukan pengambilan sumsum tulang krista iliaka posterior dan adiposa, kemudian dilakukan isolasi dan kultur sel punca mesenkimal. Peneliti melakukan analisis karakteristik biologis, waktu penggandaan populasi, diferensiasi osteogenik, dan pewarnaan Alizarin. Seluruh data dianalisis dengan SPSS 20.
Temuan Penelitian. Karakteristik biologis dan pewarnaan Alizarin Red menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna sel punca mesenkimal sumsum tulang dan adiposa pada kelompok usia sama(p>0,05). Waktu penggandaan populasi menunjukkan adanya perbedaan signifikan sel punca mesenkimal sumsum tulang dan adiposa pada kelompok 31-40 tahun(p=0,028) dan 41-55 tahun(p=0,035).
Kesimpulan. Sel punca mesenkimal adiposa menunjukkan karakteristik biologis, waktu penggandaan populasi, dan diferensiasi osteogenik yang konstan. Sel punca mesenkimal sumsum tulang menunjukkan waktu penggandaan populasi yang menurun seiring usia, berbeda dengan karakteristik biologis dan diferensiasi osteogenik. Adiposa dapat menjadi pilihan sumber sel punca mesenkimal pada setiap golongan usia.

Introduction. Mesenchymal stem cell is the answer of many medicine problems, including orthopaedic. Bone marrow is still the main source. Because of limited source, invasive procedure, pain, and relative less cell, adipose will be promising source with equal regenerating and differentiating ability. Along with increasing life expectancy, geriatric population is increasing as well as the potential need for stem cell application. Yet there is still controversy about stem cell quality in aging.
Methods. This study was conducted in Stem Cell Medical Technology Integrated Service Unit Cipto Mangunkusumo General Hospital-Faculty of Medicine Universitas Indonesia, Jakarta, October 2015 - March 2016. 12 patients were divided into 3 age group; 15-30 year, 31-40 year, and 41-55 year. Bone marrow from posterior iliac crest and adipose tissue were collected, mesenchymal stem cell isolation and culture were done subsequently. Biological characterization, Population Doubling Time, osteogenic differentiation, and alizarin red assay were carried out. All data was analyzed using SPSS 20.
Results. No significant difference was observed in biological characteristic and Alizrin red assay of bone marrow and adipose mesenchymal stem cell among age group (p>0.05). There is significant difference in Population Doubling time in 31- 40 year group(p=0.000) and 41-55 year group(p=0.000).
Conclusions. Adipose mesenchymal stem cell had steady biological characteristic, Population Doubling Time, and osteosteogenic differentiation. Bone marrow mesenchymal stem cell had increasing population doubling time in increasing age, apart from biological characteristic and osteogenic differentiation. Adipose could be the source of choice in harvesting mesenchymal stem cell at any age.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
William Chandra
"Pendahuluan. Sel punca mesenkimal merupakan jawaban untuk berbagai penyakit, termasuk orthopedi. Meskipun jumlah terbatas, prosedur invasif, nyeri, dan sel yang relatif sedikit, sumsum tulang masih menjadi sumber utama. Adiposa menjadi alternatif menjanjikan dengan kemampuan sebanding. Dengan meningkatnya harapan hidup, jumlah pasien tua meningkat dan menjadi sangat potensial untuk aplikasi sel punca. Namun, timbul kontroversi mengenai kualitas sel punca pada penuaan.
Metode Penelitian. Penelitian dilakukan di Unit Pelayanan Terpadu Teknologi Kedokteran Sel Punca Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo-Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta sejak Oktober 2015 - Maret 2016. 12 subjek dibagi menjadi tiga kelompok usia; 15-30 tahun, 31-40 tahun, dan 41-55 tahun dan dilakukan pengambilan sumsum tulang krista iliaka posterior dan adiposa, kemudian dilakukan isolasi dan kultur sel punca mesenkimal. Peneliti melakukan analisis karakteristik biologis, waktu penggandaan populasi, diferensiasi osteogenik, dan pewarnaan Alizarin. Seluruh data dianalisis dengan SPSS 20.
Temuan Penelitian. Karakteristik biologis dan pewarnaan Alizarin Red menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna sel punca mesenkimal sumsum tulang dan adiposa pada kelompok usia sama(p>0,05). Waktu penggandaan populasi menunjukkan adanya perbedaan signifikan sel punca mesenkimal sumsum tulang dan adiposa pada kelompok 31-40 tahun(p=0,028) dan 41-55 tahun(p=0,035).
Kesimpulan. Sel punca mesenkimal adiposa menunjukkan karakteristik biologis, waktu penggandaan populasi, dan diferensiasi osteogenik yang konstan. Sel punca mesenkimal sumsum tulang menunjukkan waktu penggandaan populasi yang menurun seiring usia, berbeda dengan karakteristik biologis dan diferensiasi osteogenik. Adiposa dapat menjadi pilihan sumber sel punca mesenkimal pada setiap golongan usia.

Introduction. Mesenchymal stem cell is the answer of many medicine problems, including orthopaedic. Bone marrow is still the main source. Because of limited source, invasive procedure, pain, and relative less cell, adipose will be promising source with equal regenerating and differentiating ability. Along with increasing life expectancy, geriatric population is increasing as well as the potential need for stem cell application. Yet there is still controversy about stem cell quality in aging.
Methods. This study was conducted in Stem Cell Medical Technology Integrated Service Unit Cipto Mangunkusumo General Hospital-Faculty of Medicine Universitas Indonesia, Jakarta, October 2015 - March 2016. 12 patients were divided into 3 age group; 15-30 year, 31-40 year, and 41-55 year. Bone marrow from posterior iliac crest and adipose tissue were collected, mesenchymal stem cell isolation and culture were done subsequently. Biological characterization, Population Doubling Time, osteogenic differentiation, and alizarin red assay were carried out. All data was analyzed using SPSS 20.
Results. No significant difference was observed in biological characteristic and Alizrin red assay of bone marrow and adipose mesenchymal stem cell among age group (p>0.05). There is significant difference in Population Doubling time in 31-40 year group(p=0.000) and 41-55 year group(p=0.000).
Conclusions. Adipose mesenchymal stem cell had steady biological characteristic, Population Doubling Time, and osteosteogenic differentiation. Bone marrow mesenchymal stem cell had increasing population doubling time in increasing age, apart from biological characteristic and osteogenic differentiation. Adipose could be the source of choice in harvesting mesenchymal stem cell at any age.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hansen Yonathan Firdaus
"Nekrosis avaskular adalah suatu kondisi di mana sel-sel tulang mati karena kurangnya aliran darah. Kondisi ini sering dijumpai pada pasien yang mengonsumsi kortikosteroid dosis tinggi. Sedangkan kortikosteroid dosis tinggi yang sering diberikan pada pasien Systemic Lupus Erythematosus (SLE) menunjukkan adanya hubungan antara AVN dan SLE karena regimen pengobatan itu sendiri. Hal ini memungkinkan untuk menyelidiki faktor mana pada pasien SLE yang dapat mempengaruhi perkembangan AVN.
Metode: Sebanyak 22 rekam medis pasien dari RSUPN Cipto Mangunkusumo dicatat dan dianalisis. Sampel yang diambil terdiri dari pasien yang didiagnosis dengan SLE dan kemudian berkembang menjadi AVN. Setiap faktor risiko kemudian dianalisis untuk mengetahui besarnya signifikansi masing-masing faktor risiko terhadap AVN.
Hasil: Dari semua faktor risiko yang dianalisis, hanya kortikosteroid dosis kumulatif (p <0,05) yang bermakna dengan terjadinya AVN. Faktor risiko lain tidak signifikan. SLEDAI dan antibodi antifosfolipid tidak dapat dianalisis karena kurangnya data.
Kesimpulan: Kortikosteroid dosis tinggi akan mempengaruhi AVN sekunder pada pasien SLE sedangkan tidak ada hubungan yang pasti antara skor SLEDAI dan antibodi antifosfolipid.

Avascular necrosis is a condition in which bone cells die due to a lack of blood flow. This condition is often seen in patients taking high doses of corticosteroids. Meanwhile, high doses of corticosteroids that are often given to patients with Systemic Lupus Erythematosus (SLE) indicate a relationship between AVN and SLE because of the treatment regimen itself. This made it possible to investigate which factors in SLE patients might influence AVN development.
Methods: A total of 22 patient medical records from RSUPN Cipto Mangunkusumo were recorded and analyzed. The sample taken consisted of patients who were diagnosed with SLE and later developed an AVN. Each risk factor was then analyzed to determine the significance of each risk factor for AVN.
Results: Of all the risk factors analyzed, only the cumulative dose of corticosteroid (p <0.05) was significant with the occurrence of AVN. Other risk factors are not significant. SLEDAI and antiphospholipid antibodies could not be analyzed due to lack of data.
Conclusion: High doses of corticosteroids will affect secondary AVN in SLE patients whereas there is no definite relationship between SLEDAI score and antiphospholipid antibodies.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ali Abdullah
"Isolasi sel punca mesenkimal (SPM) dari darah perifer (DP) menutupi kekurangan yang ditemukan pada isolasi dari sumsum tulang (ST). Jumlah darah yang banyak dapat diperoleh dari sirkulasi perifer dan teknik pengambilannya lebih tidak traumatik dibandingkan pengambilan dari sumsum tulang. Namun, jumlahnya sedikit di dalam darah. Diperlukan suatu kondisi untuk meningkatkan hasil isolasi dari darah perifer. Restriksi kalori meningkatkan kemampuan self-renewal dari sel punca intestinal, sel punca otot dan regenerasi saraf, menjaga kemampuan regenerasi jangka panjang pada sel punca hematopoetik. Belum terdapat penelitian yang mempelajari efek intermittent atau prolonged fasting pada SPM darah perifer dan sumsum tulang, maka diperlukan penelitian untuk mempelajari efek fasting terhadap kemampuan proliferasi dan diferensiasi SPM. Penelitian ini menggunakan kelinci (n=27) yang dibagi menjadi tiga kelompok; setiap kelompok terdiri dari 9 kelinci. Kelompok pertama sebagai kontrol diberikan makan dan minum ad lib. Kelompok kedua mendapat perlakuan intermittent fasting (7 siklus), dan kelompok ketiga mendapat perlakuan prolonged fasting (4 siklus). Sampel diambil dari darah perifer dan sumsum tulang femur. Dilakukan isolasi kultur untuk menilai kemampuan proliferasi (waktu konfluensi dan jumlah sel) dan diferensiasi (kualitatif dan kuantifikasi) dari masing-masing kelompok sampel. Sel punca mesenkimal pada ketiga kelompok penelitian mampu diisolasi, berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi osteoblas. Persentasi keberhasilan kultur primer dari kelompok kontrol: DP 14.28%, dan ST 28.57%; kelompok IF: DP 44.44% dan ST 33.33%; dan kelompok PF: DP 55.55%, dan ST 44.44%. Rerata waktu konfluensi kelompok kontrol: DP 17 hari dan ST 31 hari; kelompok IF: DP 15 hari dan ST 26 hari; dan kelompok PF: DP 15.6 hari dan ST 20 hari (DP p=0.592, dan ST p=0.408). Rerata jumlah sel konfluensi kelompok kontrol: DP 108 x103/mL dan ST 274 x103/mL; kelompok IF: DP 182 x103/mL dan ST 115.3 x103/mL ; dan kelompok PF: DP 65.6 x103/mL dan 139 x103/mL ST (DP p=0.282 dan ST p=0.502). Rerata kuantifikasi optik densitometri pada diferensiasi osteoblas kelompok kontrol: DP 0.154 OD dan ST 0.169 OD; kelompok IF: DP 0.240 OD dan ST 0.207 OD; dan, kelompok PF: DP 0.157 OD dan ST 0.167 OD (DP p=0.044 dan ST p=0.074). Uji posthoc kuantifikasi optik densitometri diferensiasi osteoblas didapatkan perbedaan bermakna pada kelompok IF DP (p=0.046). Perlakuan intermittent dan prolonged fasting memiliki efek dalam meningkatkan ekspansi SPM ke darah perifer. Kuantifikasi diferensiasi osteoblas SPM-DP perlakuan IF lebih tinggi dibandingkan kontrol. Diharapkan ada penelitian lanjutan yang mengevaluasi efek intermittent fasting pada sampel darah perifer manusia terhadap kemampuan SPM dalam hal ekspansi, proliferasi dan diferensiasi menjadi osteoblas.

Isolation of mesenchymal stem cells (MSC) from peripheral blood (PB) was considered giving more advantages compared to isolation from bone marrow (BM). Large amounts of blood can be taken from peripheral circulation by less invasive extraction technique than BM. However, MSC isolated from PB can only be achieved in a small amount. Some conditioning of the subjects are needed in order to improve the isolation products from PB. Calorie restriction increases the self-renewal ability of intestinal stem cells, muscle stem cells and nerve regeneration, and maintain the long-term regeneration ability of hematopoietic stem cells. There has not been any studies that explore the effects of intermittent or prolonged fasting on MSC of PB and BM. The aim of this study is investigating the effect of fasting on the ability of MSC proliferation and differentiation. This study used rabbits (n = 27) which were divided into three groups; each group consists of 9 rabbits. The first group as a control was given food and drink ad lib. The second group received intermittent fasting (7 cycles), and the third group received prolonged fasting (4 cycles). Samples were taken from the peripheral blood and femoral bone marrow. Culture isolation was performed to assess the proliferation (confluency time and cells number) and differentiation (qualitative and quantitative) abilities of each sample group. Mesenchymal stem cells in all groups were able to be isolated, proliferate and differentiate to osteoblast. The successful rate of primary culture from control group: PB 14.28% and BM 28.57%; IF group: PB 44.44% and BM 33.33%; and PF group: PB 55.55% and BM 44.44%. The mean of confluence time from control group: PB 17 days and BM 31 days; IF group: PB 15 days and BM 26 days; and PF group: DP 15.6 days and ST 20 days (PB p=0.592, and BM p=0.408). The mean of confluence cells number: PB 108 x103/mL and BM 274 x103/mL; IF group: PB 182 x103/mL and BM 115.3 x103/mL ; and PF group: PB 65.6 x103/mL and 139 x103/mL ST (PB p=0.282 and BM p=0.502). The mean of optical densitometry quantification from osteoblast differentiation in control group: : PB 0.154 OD and BM 0.169 OD; IF group: PB 0.240 OD and BM 0.207 OD; and, PF group: PB 0.157 OD and BM 0.167 OD (PB p=0.044 dan BM p=0.074). Posthoc analyis from optical densitometry quantification of osteoblast differentiation showed significant difference on IF PB group (p=0.046). Intermittent and prolonged fasting treatment gave increasing effect of MSC expansion into peripheral blood. MSC-PB osteoblast differentiation quantification was higher in IF treatment compared to control. It is hoped that further studies will evaluate the effect of intermittent fasting on human peripheral blood samples in the ability of SPM in terms of expansion, proliferation and differentiation into osteoblasts. We suggest that there will be further studies conducted to evaluate the effect of intermittent fasting on the ability of MSC's expansion, proliferation, and differentiation into osteoblasts from human peripheral blood samples."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Panjaitan, Ani Oranda
"Latar Belakang: Uji tube formation merupakan uji paling luas yang digunakan sebagai uji vaskulogenesis/ angiogenesis secara in vitro. Sel punca mesenkimal atau mesenchymal stem cell MSC merupakan sel punca dewasa yang multipoten. Efek parakrinnya terhadap neovaskularisasi sudah banyak diketahui. Secara umum MSC diketahui tidak mengekspresikan penanda permukaan hematopoetik CD34 namun ada pendapat yang menyatakan bahwa MSC secara in vivo mengekspresikan CD34 dan kehilangan ekspresinya saat dikultur secara in vitro. MSC asal lemak dianggap masih memiliki ekspresi CD34 pada kultur in vitro pada pasase awal oleh beberapa ahli. MSC yang paling banyak digunakan dalam uji tube formation adalah BM-MSC padahal ASC juga berpotensi bagi terapi dan rekayasa sel punca. Hingga saat ini potensi vaskulogenesis antara ASC dan BM-MSC masih belum jelas mana yang lebih baik dan apakah ekspresi CD34 mempengaruhi hal ini. Pada penelitian ini kami ingin membandingkan potensi vaskulogenesis antara MSC asal lipoaspirat dengan MSC asal sumsum tulang melalui uji tube formation dan ekspresi CD34.
Hasil: Pengukuran kualitas vaskulogenesis menunjukkan bahwa rerata panjang tube lebih tinggi pada BM-MSC, rerata jumlah loop lebih banyak pada BM-MSC dan rerata jumlah titik percabangan lebih banyak pada BM-MSC. Tidak ditemukan kadar CD34 yang tinggi pada ASC.
Kesimpulan: BM-MSC memiliki kemampuan lebih baik dalam membentuk tube formation dibandingkan dengan ASC. Tidak ditemukan hubungan antara kadar CD34 dengan kemampuan vaskulogenesis MSC.

Objective: Test tube formation is the most widely used method as an in vitro vasculogenesis test. Mesenchymal stem cells MSC is a multipotent adult cells known not expressing CD34 just like endothelial progenitor cells EPC that play a role in vasculogenesis. Adipose derived stem cells MSCs ASC is considered to still express CD34 2 in cultures. Bone Marrow BM MSCs is most widely used MSCs in vasculogensis research. ASC has great potential for stem cell therapy and engineering. The potential of vasculogenesis between ASC and BM MSC remains unclear which one is better and whether CD34 expression affects this. In this study we wanted to compare the potential of vasculogenesis between MSC of lipoaspiric origin and MSC from bone marrow through tube formation test and CD34 expression. Tube formation assay is the most widely used method as an in vitro vasculogenesis test. Mesenchymal stem cells MSCs are multipotent adult cells. known not to express CD34 surface marker which is expressed by haemapoietic stem cells, but according to some experts bone marrow mesenchymal stem cells BM MSCs express CD34 in vivo and lose its expression when they are cultured in vitro, while adipose derived stem cells ASCs still have CD34 expression in the early passages when cultured in vitro. BM MSCs are the most widely used MSC, but ASCs are also used in stem cell therapy and tissue engineering for angiogenesis purposes. Until now the potential of vasculogenesis between ASCs and BM MSCs is still unclear. Expression of CD34 is also unknown whether effecting the quality of tube formation. In this study we wanted to compare the potential of vasculogenesis between ASC and BM MSCs through tube formation test and CD34 expression.
Results: Measurements of vasculogenesis quality showed higher tube length, number of loops and mean number of branch points on BM MSC. Both BM MSCs and ASCs showed low CD34 levels.
Conclusion: BM MSCs showed better tube formation ability compared with ASCs. No association was found between CD34 levels and MSC vasculogenesis capability.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ariyani Noviantari
"Latar Belakang : Penyakit neurodegeneratif disebabkan oleh regenerasi neuron yang rendah. Pemberian sel punca mulai dikembangkan untuk meningkatkan regenerasi sistem saraf pusat. Sel Punca Mesenkim SPM mampu berdiferensiasi menjadi berbagai tipe sel sehingga dapat dimanfaatkan sebagai sel terapi. Proliferasi dan diferensiasi sel punca neuron diregulasi gen endogen dan faktor neurotrofik seperti nerve growth factor NGF , brain-derived neurotrophic factor BDNF dan neurotrophin-3 NT-3 . Namun, peran NT-3 sendiri dalam diferensiasi SPM belum banyak diketahui, sehingga penelitian ini dilakukan untuk mempelajari peran NT-3 pada diferensiasi SPM dari sumsum tulang tikus menjadi neuron pada tahap awal dan tahap lanjut.
Metode : SPM diisolasi dari sumsum tulang tikus, kemudian dikultur dan dipropagasi dalam Minimum Essential Medium Eagle MEM , 10 Fetal Bovine Serum FBS dan 1 antibiotic-antimycotic. Induksi neuron dilakukan pada SPM pasase keempat dalam MEM, 2 FBS, 1 insulin like growth factor N2 dan NT-3 dengan konsentrasi 20, 25, 30 ng/mL dan kontrol selama 7 hari. Dilakukan imunositokimia Nestin sebagai penanda tahap awal dan MAP-2 pada tahap lanjut diferensiasi neuron. Data yang didapat adalah rata-rata persentase jumlah sel Nestin positif dan sel microtubule associated protein-2 MAP-2 positif pada setiap konsentrasi. Analisis statistik menggunakan program SPSS dengan uji one-way ANOVA.
Hasil : Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna pada persentase jumlah sel Nestin positif pada SPM dengan penambahan NT-3 20, 25 dan 30 ng/mL selama 7 dan 14 hari dibandingkan dengan kontrol p

Background : Neurodegenerative diseases showed partial or limited regeneration process. Transplantation of stem cells has been improve regeneration of the central nervous system. The mesenchymal stem cells MSCs can differentiate into various cell types including neurons that can be used for cell therapy. Proliferation and differentiation of neural stem cells are regulated by endogenous gene and neurotrophic factors such as nerve growth factor NGF , brain derived neurotrophic factor BDNF and neurotrophin 3 NT 3 . The aim of this research is to investigate the role of NT 3 in differentiation of MSC into neurons at the early stage and at the late stage.
Methods : MSCs were isolated from rat bone marrow, cultured and propagated in Minimum Essential Medium Eagle MEM , 10 Fetal Bovine Serum FBS and 1 antibiotic antimycotic. MSCs were induced for neuron differentiation induction medium MEM, 2 FBS, 1 insulin like growth factor N2 and NT 3 20, 25, 30 ng mL for 7 and 14 days control induction medium without NT 3. The immunocytochemistry of Nestin was performed on day 7 and MAP 2 was performed on day 14. All experiment were done triplicated. Five random high power field was documented. The data obtained is the average percentage of the number of Nestin and MAP 2 positive cells at each concentration. Statistical analysis using SPSS with one way ANOVA test.
Results : The results showed a significant difference in the percentage of Nestin positive cells in MSCs with NT 3 20, 25 and 30 ng mL for 7 days compared to controls p
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T55613
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Starifulkani Arif
"Latar Belakang. Sumsung tulang merupakan sumber sel punca mesenkimal SPM yang paling banyak digunakan selain jaringan lemak sebagai sumber pengganti yang menjanjikan. Peningkatan penggunaan SPM membutuhkan kemampuan untuk melakukan subkultur pasase SPM. Untuk mengumpulkan dan menyimpan SPM dalam waktu tertentu tanpa mengubah karakter SPM maka dilakukan kriopreservasi.
Penelitian ini bertujuan meningkatkan pemahaman efek pasase terhadap penuaan sel punca mesenkimal sumsum tulang dan jaringan lemak yang dikriopreservasi.Metode. Penelitian ini merupakan studi analitik observasional yang dilaksanakan di UPT-TK Sel Punca RSCM FKUI April 2016 - September 2016. Sampel penelitian adalah sel punca mesenkimal sumsum tulang dan jaringan lemak pasase pertama yang dikriopreservasi 1 dan 2 kali. Dilakukan pengukuran terhadap ukuran sel, viabilitas sel, population doubling time PDT, colony forming unit dan penghitungan persentase sel yang menua. Data pasase dianalisis dengan multiple comparison ANOVA dengan Tukey HSD correction dan student t-test menggunakan program SPSS 23.
Hasil. Terdapat perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok kriopreservasi SPM sumsum tulang dalam PDT, viabilitas, dan ukuran sel pada P6 dengan p

Introduction. Bone marrow is still the gold standard source of MSC, but adipose tissue became a promising alternative source. Passage and cryopreservation are effective ways to multiply, pool and store MSC without altering its function.
The aim of this research was to enhance the knowledge of the effect of passage on senescence profile of cryopreserved human bone marrow and adipose derived MSC.Method. This research was an observational analytic study to analyze population doubling time PDT, cell size, viability, colony forming unit and percentage of senescent cells and done in UPT ndash TK Sel Punca RSCM FKUI, during April to September 2016. The samples were bone marrow and adipose MSC at passage one, which were cryopreserved for the first and second time. Cryopreservastion groups were analyzed using student t test while inter passage was analyzed using ANOVA test.
Result. There were significant differences between both cryopreserved bone marrow groups in PDT, viability and cell size in P6, p
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Bagus Anindito
"ABSTRAK
Latar Belakang:
Perkembangan dalam tatalaksana Lupus eritematosus sistemik (LES) telah meningkatkan
kesintasan pasien dengan LES. Kualitas hidup merupakan komponen evaluasi terapi LES dan
value based medicine. Salah satu kuesioner khusus untuk menilai kualitas hidup adalah
Lupus QoL. Saat ini di Indonesia belum ada kuesioner khusus penilaian kualitas hidup pada
pasien dengan LES. Penelitian ini bertujuan membuktikan Lupus QoL sahih dan andal dalam
menilai kualitas hidup pasien dengan LES di Indonesia.
Metode:
Penelitian ini merupakan studi potong lintang. Penelitian diawali dengan menerjemahkan
Lupus QoL ke dalam bahasa Indonesia kemudian diujicobakan pada 10 responden. Penelitian
kemudian dilanjutkan pada jumlah sampel yang lebih besar. Keandalan dievaluasi dengan
Intraclass Correlation Coefficient (ICC) pada tes dan tes ulang dan cronbach α pada
konsistensi internal. Kesahihan konstruksi dinilai dengan multi trait scaling analysis.
Kesahihan eksternal dinilai dengan menilai korelasi antara Short form 36 (SF36) dengan
Lupus QoL dan aktivitas penyakit.
Hasil:
Pengambilan data terhadap 65 pasien LES yang berobat di unit rawat jalan Ilmu Penyakit
Dalam RSCM selama bulan Oktober ? November 2015. Kesahihan eksternal Lupus QoL baik
dengan korelasi terhadap SF36 dengan r :0.38 ? 0.66 (p<0.05). Multi trait analysis scaling
menunjukkan korelasi yang baik antara nilai tiap domain dengan nilai total (r:0.46 ? 0.85)
dan antara skor tiap butir pertanyaan dan skor total domain (r:0.44 ? 0.93). Nilai ICC
(interval 7 hari) baik (ICC>0.7). Nilai cronbach α> 0.7 pada setiap domain. Korelasi Lupus
QoL terhadap aktivitas penyakit memiliki korelasi yang lemah dan tidak bermakna yang
sesuai dengan penelitian ? penelitian sebelumnya.
Simpulan:
Kuesioner Lupus QoL Indonesia sahih dan andal dalam menilai kualitas hidup pada pasien
dengan LES di Indonesia

ABSTRACT
Background:
The development in Systemic Lupus Erythematosus treatment has led into the increasment of survival.
Quality of life has become a component to evaluate therapy ini SLE and value based medicine. One
spesific questionnaire to asses quality of life is Lupus Quality of Life (Lupus QoL). Currently in
Indonesia there has not been spesific questionnaire to asses quality of life in SLE patients. This study
aims to prove that Lupus QoL is valid and reliable to asses the quality of life in SLE patients in
Indonesia.
Methods:
This study is cross sectional study. This study began with the translation the Lupus QoL into
indonesian language then tested in 10 respondents. After that,this study continued with a larger
sample size. The intraclass coefficient correlation was used to evaluate test and re test reliability, the
cronbach alpha was used to evaluate internal consistency. Construct validity evaluated using multi
trait scaling analysis and the extrenal validity evaluated using the correlation between domains in
short form 36 (SF 36) with Lupus QoL and with disease activity. Results:Data collection were done
on 65 SLE patients in Oktober ? November 2015 in RSCM. The external validity with SF 36 was good
with r:0.38-0.66(p<0.05). The construct validity is good with r > 0.4 (0.44 ? 0.93). The ICC value in
one week >0.7 and Cronbach α was >0.7 in each domain. The correlation with disease activity was
weak and consistent with another studies.
Conclusion:
Lupus QoL questionnaire is valid and reliable to asses quality of life in SLE patients in Indonesia."
2016
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Jessica Fiolin
"Defek tulang luas belum memiliki solusi memuaskan walaupun dengan kemajuan teknik operasi dan agen biologis terbaru. Penggunaan sel punca mesenkimal (SPM) menunjukkan proliferasi dan diferensiasi minimal pasca implantasi. Sekretom dapat menjadi alternatif SPM sebagai produk siap pakai dengan efek osteoinduktor yang poten. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek sekretom pada penyembuhan defek luas tulang panjang pada tikus Sprague Dawley (SD) secara radiologis dan histologis. Sebanyak 60 ekor tikus SD dibagi menjadi 5 kelompok yaitu kontrol, SPM, sekretom, SPM+sekretom, dan SPM+sekretom+BMP-2. Setelah 2 dan 4 minggu, dilakukan pemeriksaan radiologis dengan skor RUST (Radiographic Union Score for Tibial) dan histomorfometri dengan Image J (total kalus, area penulangan, tulang rawan, fibrosis, dan void). Pada berbagai pasase dan waktu, BMP-2 hanya terdapat dalam kadar yang sangat kecil di dalam sekretom. Pemberian sekretom lebih superior pada kelompok lain secara radiologis dan histomorfometris pada setiap waktu. Pemberian sekretom mengandung banyak faktor pertumbuhan dan sitokin yang dapat mempercepat dan meningkatkan penyembuhan tulang. Implantasi SPM xenogenik dapat memperpanjang proses inflamasi pada dan kombinasinya dengan sekretom memberikan efek toksistas terhadap penyembuhan tulang Sekretom, baik digunakan secara tunggal maupun kombinasi dengan SPM dan BMP-2 merupakan agen osteoinduktor baru yang poten dalam perbaikan tulang pada model tikus dengan defek tulang luas.

Critical sized defect (CSD) has been a problem despite advanced surgical techniques and new biologic agent. Recent literatures have shown that bone marrow derived Mesenchymal Stem Cell (BM-MSC) proliferate and differentiate only in a small amount upon implantation. Meanwhile secretome which previously was considered as waste product during MSC culture, may now presents considerable advantages over living cells in terms of potency, manufacturing, storage, cost, and potential as a ready-to-go osteoinductor agent. The study aimed to determine the effect of secretome in the healing of CSD SD (Sprague Dawley) rat by radiographic and histologic analysis. A total of 60 SD-rat were divided into 5 groups including, control (normal saline), MSC, secretome, MSC+secretome, MSC+secretome+BMP-2. After 2 and 4 weeks, RUST (Radiographic Union Score for Tibia) and histomorphometric (callus, osseous, cartilage, fibrous and void area) evaluation using Image J are compared. Secretome group is superior to other group significantly in all parameters at all time. Implantation of xenogenic MSC might prolong the inflammation phase of bone healing while the MSC+secretome group suggest the toxicity effect decreasing the bone formation area. Secretome, whether used solely or combined with BM-MSC and BMP-2, is a novel, potent bone-healing agent for CSD in rat models."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T59205
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>