Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 166349 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Candrarukmi Yogandari
"Beberapa studi di bidang akupunktur mengemukakan bahwa akupunktur merupakan salah satu modalitas terapi untuk mengurangi radikal bebas pada atlet yang menjalani latihan teratur dengan intensitas tinggi dan durasi lama. Latihan dasar kemiliteran merupakan latihan intensif yang dijalani oleh setiap calon prajurit yang memungkinkan terjadinya stres oksidatif. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan apakah modalitas akupunktur manual dan elektroakupunktur mempunyai pengaruh yang sama terhadap kadar malondialdehid pada calon prajurit saat latihan dasar kemiliteran. Metode penelitian menggunakan uji acak tersamar tunggal dengan kontrol. Penelitian ini dilakukan terhadap 34 calon prajurit saat latihan dasar kemiliteran dan dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok akupunktur manual dan kelompok elektroakupunktur yang masing-masing terdiri dari 17 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa selisih rerata kadar MDA plasma pada kelompok akupunktur manual 0,228 ± 0,441 dan selisih rerata kadar MDA plasma pada kelompok elektroakupunktur 0,409 ± 0,415.

Several studies in the field of acupuncture suggests that acupuncture is a treatment modality for reducing free radicals in athletes who undergo regular training with high intensity and long duration. Military basic training is intensive training undergone by each candidate that would allow soldiers to oxidative stress. The purpose of this study was to compare whether the manual acupuncture and electroacupuncture modalities have the same effect on levels of malondialdehyde in recruits during training military base. The research method uses a single-blind randomized trials with a control. This study was conducted on 34 recruits when basic military training and were divided into 2 groups: manual acupuncture and electroacupuncture group, each of which consists of 17 people. The results showed that the mean difference of plasma MDA concentration on manual acupuncture group 0.228 ± 0,441 and mean difference of plasma MDA concentration in electroacupuncture group 0.409 ± 0.415."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suzanna Juanieta
"Obesitas adalah suatu kondisi ketidaknormalan atau kelebihan akumulasi lemak pada jaringan adiposa. Tingkat prevalensi di Indonesia sebesar 44%, sehingga menyebabkan persoalan yang sangat serius karena berkaitan dengan peningkatan prevalensi penyakit kronis seperti diabetes melitus, hipertensi dan penyakit kardiovaskular. Beberapa penelitian di bidang kedokteran menyatakan bahwa Leptin memiliki peran yang sangat penting pada keadaan obesitas. Akupunktur diharapkan menjadi salah satu terapi yang dapat digunakan karena memiliki respon terapi yang baik, efisien dan relatif aman. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan apakah modalitas akupunktur manual dan elektroakupunktur mempunyai pengaruh yang sama terhadap kadar Leptin pasien obesitas. Penelitian ini menggunakan metode uji acak tersamar tunggal dengan kontrol. Penelitian ini dilakukan terhadap 38 pasien obesitas dan dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok akupunktur manual dan kelompok elektroakupunktur, yang masing-masing terdiri dari 19 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa selisih rerata kadar Leptin plasma pada kelompok akupunkur manual 6029,6 ± 2276,3 (p =0,016) dan selisih rerata kadar Leptin pada kelompok elektroakupunktur 8079,6 ± 1763,7 (p=0,000). Dapat disimpulkan bahwa kedua modalitas mempunyai pengaruh yang sama terhadap kadar leptin pasien obesitas (p>0,05).

Obesity is a condition of abnormal or excess accumulation of fat in adipose tissue. The prevalence rate itself in Indonesia has been gained 44%, resulting in a very complex issue, relating to the prevalence of chronic diseases such as diabetes mellitus, hypertension, cardiovascular disease and many other diseases. Several studies in the field of acupuncture, concludes that Leptin has a very important role in obesity. Acupuncture therapy is expected to be one that can be applied since it has a better response to therapy, efficient and without side effects. This study aims to compare whether the modalities of manual acupuncture and electro-acupuncture have the same effect for Leptin levels on obese patients. This study uses a single-blind randomized trials with a control. This study was conducted on 38 obese patients and were divided into 2 groups, namely the manual acupuncture and electroacupuncture group, each of which consists of 19 people. The results showed that the difference in mean plasma Leptin levels in the group of manual acupuncture is 6029,6±2276,3 (p=0,016) and the difference in mean levels of Leptin in the electro-acupuncture group is 8079,6±1763,7 (p=0,000). It can be conclude that both modalities have the same effect on leptin levels of obese patients."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
A. Lufty Setiawardhani
"Akupunktur sebagai suatu modalitas terapi semakin banyak digunakan dalam mengobati penyakit. Namun hingga saat ini mekanisme kerja akupunktur tetap belum jelas. Beberapa peneliti berpendapat akupunktur bekerja dengan merangsang penglepasan β-endorfin. Sementara peneliti lain berpendapat sebaliknya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah elektroakupunktur pada titik LI 4 Hegu dapat meningkatkan kadar β-endorfin plasma sebagai dasar dari mekanisme kerja akupunktur. Tiga puluh enam sukarelawan sehat terbagi atas dua kelompok secara acak yaitu kelompok intervensi n=18 dan kelompok kontrol n=18 . Pada kelompok intervensi dilakukan elektroakupunktur pada titik LI 4 Hegu dengan frekuensi rendah selama 30 menit. Sementara pada kelompok kontrol dilakukan elektroakupunktur sham pada titik bukan titik akupunktur selama 30 menit. Pemeriksaan β-endorfin plasma dilakukan sebelum dan sesudah intervensi dengan menggunakan metode ELISA. Terdapat perbedaan bermakna dalam peningkatan kadar β-endorfin plasma pada kelompok intervensi dibanding pada kelompok kontrol 9 50 vs 1 5,6 ; p=0,009 . Terdapat pula perbedaan bermakna kadar β-endorfin plasma antara kedua kelompok sesudah dilakukan intervensi 35,1 3,4 vs 10,3 1,8; p=0,003 . Elektroakupunktur pada titik LI 4 Hegu mempunyai efek meningkatkan kadar β-endorfin plasma pada subyek sehat.

Acupuncture as a therapy modality is becoming popular for treating disease. Nevertheless, acupuncture mechanism of action remains unclear until now. Some studies suggest that acupuncture works by stimulating endorphin release. Other studies have opposite. The purpose of this study is to determine whether Electroacupuncture at LI 4 Hegu Point could increase plasma endorphin level as a basic of acupuncture mechanism of action. Thirty six healthy subjects were involved and divided randomly into 2 groups which are intervention n 18 and control groups n 18 . In intervention group, electroacupuncture was applied at LI 4 Hegu Point with low frequency for 30 minutes. Meanwhile, in control group, sham electroacupuncture was applied at non acupoint for 30 minutes. Plasma endorphin was examined before and after intervention using ELISA method. There is significant difference between intervention and control groups in increasing plasma endorphin level 9 50 vs 1 5,6 p 0,009 . There is also significant difference in plasma endorphin level after intervention between two groups 35.1 3.4 vs 10.3 1.8 p 0.003 . Electroacupuncture at LI 4 Hegu Point has effect to increase plasma endorphin level in healthy subject."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T55590
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hanggoro Laka Bunawan
"Pendahuluan: Tukak lambung merupakan salah satu penyakit tersering pada saluran pencernaan yang mempunyai angka kekambuhan yang cukup tinggi. Penanganan tukak lambung seringkali sulit dan membutuhkan biaya mahal. Terapi farmakologi memiliki banyak efek samping. Akupunktur sebagai salah satu terapi non-farmakologi telah menunjukkan hasil yang baik dalam terapi dan sebagai protektif terhadap tukak lambung. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan efek protektif elektroakupunktur dengan akupunktur tanam benang terhadap indeks ulkus lambung dan kadar serum Malondialdehyde (MDA) pada tukak lambung.
Metode: Penelitian dilakukan pada bulan November - Desember 2021 di Puslitbangkes Biomedik, Kementerian kesehatan Republik Indonesia, Salemba, Jakarta Pusat. Desain penelitian adalah studi eksperimental dengan Randomized posttest design. 30 hewan coba tikus dibagi menjadi 5 kelompok: kelompok normal, kontrol tukak lambung (TL), omeprazole (OME), elektroakupunktur (EA) dan akupunktur tanam benang (ATB). Kelompok OME diberikan omeprazole oral 20 mg/kg dan EA pada ST36 Zusanli dan CV12 Zhongwan dengan frekuensi 2 Hz, intervensi pada OME dan EA dilakukan setiap 2 hari sekali selama 12 hari. Kelompok ATB 1 kali intervensi di hari pertama. Skor indeks ulkus lambung dan kadar serum MDA diukur setelah induksi tukak lambung dilakukan pasca 12 hari perlakuan. Semua hasil data diolah menggunakan SPSS versi 20.
Hasil: Skor indeks ulkus tidak berbeda bermakna antara kelompok EA dengan ATB (uji Mann Whitney, p = 0,523), namun skor indeks ulkus kelompok EA dan ATB lebih rendah bermakna dibandingkan kelompok TL (uji Mann Whitney, p < 0,05). Kadar serum MDA lebih rendah bermakna pada kelompok EA versus TL (uji post-hoc, p < 0,001) dan pada kelompok ATB versus TL (uji post-hoc, p < 0,05). Kelompok EA versus ATB, kadar MDA tidak berbeda bermakna (uji post-hoc, p = 1,000).
Kesimpulan: Elektroakupunktur dan akupunktur tanam benang memiliki efek protektif terhadap tukak lambung yang sama baiknya terhadap skor indeks ulkus lambung dan kadar serum MDA. Akan tetapi akupunktur tanam benang memiliki efisiensi waktu [sw1] dibandingkan dengan elektroakupunktur.

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Surya Supriyana
"Gagal jantung adalah sindrom progresif yang menyebabkan kualitas hidup yang buruk bagi pasien. Insidensi dan prevalensi gagal jantung terus meningkat. Saat ini, banyak bukti menunjukkan bahwa gagal jantung kronis dikarakteristikkan oleh aktivitas kompensasi neurohormonal yang berlebihan, termasuk overaktivitas simpatis yang kemudian menjadi landasan terapi. Diperlukan penatalaksanaan yang holistik dan komprehensif meliputi modifikasi gaya hidup, diet, serta intervensi farmakologi. Beberapa penelitian klinis menunjukkan bahwa akupunktur memiliki efek terapeutik dan modulatoris pada kondisi yang menjadi faktor risiko gagal jantung. Salah satu modalitas akupunktur adalah elektroakupunktur yang dapat menurunkan aktivitas simpatis dan menghambat respon reflek simpatoeksistoris kardiovaskuler. Penelitian ini merupakan uji klinis double blind randomized controlled trial (RCT), yang melibatkan 42 orang pasien gagal jantung dengan kriteria NYHA II-III, EF <40% terbagi dalam kelompok medikamentosa dan elektroakupunktur, medikamentosa dan elektroakupunktur sham, dan medikamentosa tanpa elektroakupunktur. Terapi dilakukan sebanyak 16 sesi selama 8 minggu. Pengukuran dilakukan pada awal terapi, pertengahan terapi, dan akhir terapi. Hasil menunjukkan pemberian elektroakupunktur pada terapi utama medikamentosa pada pasien gagal jantung mampu meningkatkan fraksi ejeksi, mean arterial pressure, dan menurunkan LVEDP lebih cepat, mempertahankan stabilitas dari heart rate variability, serta meningkatkan kualitas hidup yang diukur menggunakan uji jalan 6 menit secara signifikan.

Heart failure is a progressive syndrome that causes poor quality of life for patients. The incidence and prevalence of heart failure continues to increase. At present, much evidence shows that chronic heart failure is characterized by excessive neurohormonal compensatory activity, including sympathetic overactivity which later became the basis of therapy. Holistic and comprehensive management is needed including lifestyle modification, diet, and pharmacological interventions. Some clinical studies show that acupuncture has a therapeutic and modulator effect on conditions that are risk factors for heart failure. This study is a double blind clinical trial randomized controlled trial (RCT), involving 42 people with heart failure patients with NYHA II-III criteria, EF <40% divided into medical and electroacupuncture, medical and electroacupuncture sham, and medical without electroacupuncture groups. Therapy was done 16 sessions for 8 weeks. Measurements of the variables were carried out at the beginning of therapy, mid-therapy, and end of therapy. The results of showed that electroacupuncture in the top of guidlines medical therapy in heart failure patients were able to increase ejection fraction, mean arterial pressure, and to decrease LVEDP faster, maintain stability of heart rate variability, and improve quality of life measured using the 6 minute road test significantly."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58592
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eric Ferdinand
"Iron overload disebabkan oleh transfusi darah jangka panjang pada penderita hemoglobinopati. Iron overload menyebabkan stress oksidatif yang meningkatkan produksi malondialdehid (MDA) yang dapat menyebabkan penyakit paru obstruktif kronis. Mangiferin yang terkandung dalam buah Phaleria macrocarpa memiliki potensi sebagai kelator besi dan antioksidan. Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektivitas ekstrak etanol buah Phaleria macrocarpa dalam menurunkan kadar MDA paru tikus Sprague-Dawley. Sebanyak 30 tikus Sprague-Dawley menjadi kelompok normal, kontrol negatif, deferiprone 462,5 mg/kgBB, mangiferin 50 mg/kgBB, Phaleria macrocarpa 100 mg/kgBB (PM1) dan 200 mg/kgBB (PM2). Besi dekstran 15 mg diberikan dua kali seminggu secara intraperitoneal pada semua kelompok kecuali normal. Pada minggu ke-7, organ paru sampel diambil untuk dibuatkan homogenat. Homogenat direaksikan dengan TBA dan TCA untuk mengukur kadar MDA dan direaksikan dengan reagen Bradford untuk mengukur protein jaringan yang kemudian diukur dengan spektrofotometer. Hasil yang didapatkan adalah kadar MDA dibagi dengan protein jaringan dan kemudian dilakukan analisis dengan One-Way ANOVA. Kadar MDA paru pada seluruh kelompok yang diinduksi besi cenderung meningkat dibandingkan normal. Kadar MDA pada kelompok PM1 dan mangiferin lebih rendah (p < 0,05) dari deferiprone, sedangkan PM2 dan deferiprone cenderung lebih tinggi dari kontrol negatif. Kelompok PM1 menurunkan kadar MDA lebih baik dibandingkan PM2 dan deferiprone.

Iron overload is caused by long-term blood transfusion in hemoglobinopathies patients. Iron overload causes oxidative stress that increases malondialdehyde (MDA) production, which cause chronic obstructive pulmonary disease. Mangiferin contained in Phaleria macrocarpa fruit have potential as iron chelator and antioxidant. This study aimed to evaluate the effectiveness of Phaleria macrocarpa fruit ethanol extract in reducing lung MDA levels in Sprague-Dawley rats. Thirty Sprague-Dawley rats were divided into normal group, negative control, deferiprone 462.5 mg/kgBW, mangiferin 50 mg/kgBW, Phaleria macrocarpa 100 mg/kgBW (PM1) and 200 mg/kgBW (PM2). Iron dextran 15 mg was administered intraperitoneally twice a week in all groups except normal. At week 7, lung organs samples were taken to make homogenates. Homogenates were reacted with TBA and TCA to measure MDA levels and reacted with Bradford's reagent to measure tissue protein which was measured by spectrophotometer. Results obtained were MDA levels divided by tissue protein and then analyzed using One-Way ANOVA. Lung MDA levels in all iron-induced groups tended to increase compared to normal. MDA levels in the PM1 and mangiferin were lower (p < 0.05) than deferiprone, while PM2 and deferiprone tended to be higher than negative controls. PM1 group reduced MDA levels better than PM2 and deferiprone."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cindy Notonegoro
"Pendahuluan: Obesitas dinyatakan sebagai suatu epidemik dan prevalensinya masih meningkat di negara ekonomi berkembang.  Kondisi obesitas dapat mempengaruhi hampir seluruh fungsi fisiologis tubuh dan menyebabkan ancaman signifikan terhadap kesehatan masyarakat.  Penanganan obesitas seringkali sulit dan membutuhkan biaya mahal.  Terapi farmakologi banyak memiliki efek samping.  Akupunktur sebagai salah satu terapi non-farmakologi telah menunjukkan hasil yang menjanjikan dalam terapi obesitas.  Elektroakupunktur dan akupunktur tanam benang merupakan modalitas yang dapat digunakan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis efek terapi elektroakupunktur dengan akupunktur tanam benang PDO terhadap penurunan berat badan, lingkar pinggang, dan kadar leptin plasma pada pasien obesitas yang menjalani intervensi diet.
Metode: Desain penelitian ini adalah uji klinis acak tersamar tunggal.  Sebanyak 34 subjek dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok elektroakupunktur dengan intervensi diet (EA) dan kelompok akupunktur tanam benang dengan intervensi diet (ATB). Pada kelompok EA, akupunktur dilakukan 3 kali seminggu. Sedangkan pada kelompok ATB, akupunktur dilakukan hanya 1 kali.  Berat badan dan lingkar pinggang diukur sebelum terapi, hari ke-3, 7, 14, 21, dan ke-28.  Sedangkan kadar leptin plasma diukur sebelum terapi dan hari ke-28.
Hasil: Terdapat penurunan yang bermakna pada rerata berat badan dan lingkar pinggang pada kedua kelompok sebelum dan setelah terapi (p < 0,001), serta penurunan kadar leptin plasma pada kelompok EA (p = 0,012) dan pada kelompok ATB (p = 0,001).  Tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada kedua kelompok baik terhadap selisih penurunan berat badan (p = 0,342), penurunan lingkar pinggang (p = 0,826), dan penurunan kadar leptin plasma (p = 0,784).
Kesimpulan: Elektroakupunktur dan akupunktur tanam benang PDO yang disertai intervensi diet memiliki efektivitas yang sama baiknya terhadap penurunan berat badan, lingkar pinggang, dan kadar leptin plasma pada pasien obesitas.  Akupunktur tanam benang memiliki efisiensi waktu dibandingkan dengan elektroakupunktur karena hanya dilakukan satu kali.

Introduction: Obesity is declared as an epidemic and its prevalence is still increasing in developing countries.  Obesity can affect almost all physiological functions of the body and create a significant threat to public health.  Treatment of obesity is often difficult and expensive.  Pharmacological therapy has many side effects.  Acupuncture as a non-pharmacological therapy has shown promising results in the treatment of obesity.  Electroacupuncture and thread embedding acupuncture are modalities that can be used.  The aim of this study was to analyze therapeutic effects of electroacupuncture  with PDO thread embedding acupuncture on weight loss, waist circumference, and plasma leptin levels in obese patients with dietary intervention.
Methods: This study design was a single blind randomized clinical trial. A total of 34 subjects were divided into 2 groups: electroacupuncture with dietary intervention group (EA) and thread embedding acupuncture with dietary intervention group (TEA).  In EA group, acupuncture was performed 3 times a week.  While in TEA group, acupuncture was performed only once.  Body weight and waist circumference were measured before treatment, on the 3rd, 7th, 14th, 21st, and 28th days. Meanwhile, plasma leptin levels were measured before treatment and on the 28th day.
Results: There was a significant decrease in body weight and waist circumference in both groups before and after treatment (p < 0.001), and also a significant decrease in plasma leptin level in EA group (p = 0,012) and TEA group (p = 0,001).  There was no significant difference between the two groups in term of weight loss (p = 0.342), waist circumference (p = 0.826), and plasma leptin levels (p = 0,784).
Conclusion: Electroacupuncture and PDO thread embedding acupuncture with dietary intervention have the same effectiveness in reducing body weight, waist circumference, and plasma leptin levels in obese patients.  However, thread embedding acupuncture has better time efficiency than electroacupuncture.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Soni Hartono
"Penyakit ginjal kronik merupakan kerusakan fungsi ginjal yang ireversibel. Stres oksidatif merupakan salah satu faktor utama dalam perkembangan penyakit ginjal kronik. Terdapat beberapa agen terapeutik yang dapat digunakan untuk menekan stres oksidatif, diantaranya adalah antioksidan. Beberapa herbal telah menunjukkan efek antioksidan dan dapat digunakan sebagai agen terapeutik. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji efikasi pemberian kombinasi Acalypha indica Linn pada dosis 200mg∙kgBB-1 dan Centella asiatica pada dosis 150mg∙kgBB-1 selama 3 hari, 7 hari, dan 14 hari untuk menekan stres oksidatif pada ginjal tikus Sprague dawley yang telah mengalami kondisi hipoksik selama 7 hari.
Efek dari herbal ini akan dibandingkan dengan plasebo dan Pirasetam dengan dosis 50mg∙kgBB-1 selama 7 hari, serta tikus yang tidak mengalami hipoksia. Kadar malondialdehida (MDA) pada ginjal tikus tersebut digunakan untuk mengukur tingkat peroksidasi lipid. Hasil menunjukkan bahwa pemberian herbal ini menunjukkan perbedaan bermakna (P<0.05) antara tikus yang diberikan kombinasi herbal ini selama 7 hari dengan tikus yang tidak mengalami hipoksia, tetapi tidak terdapat perbedaan bermakna antara kelompok-kelompok tikus lain. Disimpulkan bahwa kombinasi Acalypha indica Linn dan Centella asiatica tidak mampu menurunkan kerusakan akibat peroksidasi lipid.

Chronic kidney disease is the irreversible damage on kidney function. Oxidative stress is a major factor on the progression of chronic kidney disease. A number of therapeutic agents could be used to supress oxidative stress, such as antioxidants. Some herbals have been shown to have antioxidant property and could be used as therapeutic agents. The aim of this study was to test the efficacy of a combined supplementation of Acalypha indica Linn at 200mg∙kgBW-1 and Centella asiatica at 150mg∙kgBW-1 for 3 days, 7 days, and 14 days to supress oxidative stress in the kidneys of Sprague dawley mice that have been exposed to hypoxic condition for 7 days.
The effect of these herbals was compared to placebo and Piracetam at 50mg∙kgBW-1 for 7 days, as well as mice not exposed to hypoxic condition. Malondialdehyde (MDA) concentration on the kidneys of these mice was used to measure the extent of lipid peroxidation. The result showed that supplementation of these herbals caused a significant difference (P<0.05) between mice given the herbals for 7 days vs mice not exposed to hypoxic condition, but no other significant difference is found among the mice. It is concluded that combined supplementation of Acalypha indica Linn and Centella asiatica did not manage to reduce lipid peroxidation.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Airin Kristiani
"ABSTRAK
Obesitas adalah akumulasi lemak yang berlebih yang dapat mengganggu kesehatan sebagai akibat ketidakseimbangan asupan dan pengeluaran energi. Obesitas merupakan penyakit kronis yang dapat menjadi faktor risiko penyakit metabolik kronis yang dapat menyebabkan kematian. Lingkar pinggang merupakan cara yang sederhana untuk menilai distribusi lemak tubuh dalam memprediksi morbiditas dan mortalitas yang disebabkan oleh obesitas. Adiponektin merupakan hormon protein yang disekresi oleh sel adiposit yang mempunyai efek anti diabetes, anti inflamasi, anti aterogenik, dan efek kardioprotektif. Untuk mendapatkan hasil optimal diperlukan tatalaksana interdisiplin. Beberapa studi menyimpulkan bahwa elektroakupunktur dapat meningkatkan kadar adiponektin dan menurunkan lingkar pinggang pada pasien obesitas. Pada penelitian ini dilakukan uji klinis tersamar tunggal terhadap 38 pasien obesitas yang secara acak dibagi kedalam 2 kelompok yaitu Elektroakupunktur dan intervensi diet dan kelompok elektroakupunktur sham dan intervensi diet untuk mengetahui pengaruh elektroakupunktur dan intervensi diet terhadap lingkar pinggang dan kadar adiponektin. Hasil penelitian menunjukkan penurunan lingkar pinggang yang bermakna sesudah perlakuan baik pada kelompok perlakuan p=0,000 maupun kelompok kontrol p=0,002 . Terdapat perbedaan bermakna terhadap selisih lingkar pinggang awal dan akhir antara kedua kelompok p=0,002 , namun pada pengukuran adiponektin tidak menunjukkan perubahan bermakna sebelum dan setelah perlakuan baik pada kelompok perlakuan p=0,409 maupun pada kelompok kontrol 0,306. Tidak terdapat perbedaan bermakna antara kedua kelompok p=0,638. Dalam penelitian ini disimpulkan bahwa terapi kombinasi elektroakupunktur dan intervensi diet memiliki pengaruh terhadap lingkar pinggang namun tidak berpengaruh terhadap perubahan kadar adiponektin pada pasien obesitas.

ABSTRACT<>br>
Obesity is the accumulation of excess fat that can interfere with health as a result of theimbalance of energy intake and expenditure. Obesity is a chronic disease that can be arisk factor for chronic metabolic disease that can lead to death. Waist circumference isa simple way to assess the distribution of body fat in predicting morbidity and mortalitycaused by obesity. Adiponectin is a protein hormone secreted by adipocyte cells thathave anti diabetic, anti inflammatory, anti atherogenic, and cardioprotective effects. Toobtain optimal results required interdisciplinary management. Several studies haveconcluded that electroacupuncture can increase adiponectin levels and decrease waistcircumference in obese patients. In this study a single blinded clinical trial of 38 obesepatients was randomly divided into 2 groups electroacupuncture and dietaryinterventions and electroacupuncture sham groups and dietary interventions todetermine the effectiveness of electroacupuncture and dietary intervention of waistcircumference and adiponectin levels. The results showed a significant decrease inwaist circumference after treatment in both treatment groups p 0,000 and controlgroup p 0.002 . There was a significant difference in waist circumference betweenthe two groups p 0.002 , but the measurement of adiponectin showed no significantchange before and after treatment in both treatment groups p 0.409 and in thecontrol group 0.306. There were no significant differences between the two groups p 0.638. In this study it was concluded that combination electroacupuncture anddietary intervention therapy had an effect on waist circumference in obese patients"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T58961
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dalimunthe, Rahmat Hidayat
"Hipoksia hipobarik merupakan kondisi ketika konsentrasi oksigen mengalami penurunan seiring bertambahnya ketinggian. Fenomena ini dapat memicu stres oksidatif melalui peningkatan produksi radikal bebas yang menyerang komponen molekuler. Pemaparan hipoksia hipobarik intermiten (HHI) disinyalir dapat melatih kemampuan adaptasi jaringan sehingga menjadi lebih toleran terhadap kondisi hipoksia. Penelitian eksperimental ini menggunakan 30 tikus Sprague-Dawley jantan yang dibagi menjadi 6 kelompok, yaitu kelompok kontrol dan kelompok yang mendapat perlakuan selama 1, 7, 14, 21, dan 28 hari. Pemberian pajanan hipoksia hipobarik setara 10.000 kaki (523 mmHg) dilakukan setiap hari selama satu jam dengan menggunakan hypobaric chamber. Kadar malondialdehid (MDA) setiap sampel kemudian diukur dengan melakukan metode Wills yang dibaca dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 530 nm. Rata-rata kadar MDA secara perlahan mengalami penurunan pada kelompok yang terpajan hipoksia hipobarik intermiten ketika dibandingkan dengan kelompok yang terpajan hipoksia hipobarik akut. Meskipun uji statistik menunjukkan bahwa perubahan ini tidak signifikan, pajanan hipoksia hipobarik intermiten setara 10.000 kaki selama satu jam per hari dapat memengaruhi kadar MDA di jaringan paru tikus Sprague-Dawley.

A condition known as hypobaric hypoxia occurs when the concentration of oxygen falls with increasing altitude. This phenomenon can trigger oxidative stress through increased production of free radicals, which damage molecules. It is believed that exposure to intermittent hypobaric hypoxia (IHH) can train tissue adaptation mechanisms, increasing the tissues' tolerance to hypoxic environments. Thirty male Sprague-Dawley rats were utilized in this experiment as they were split into six groups: the control group and the groups that were exposed to IHH for 1, 7, 14, 21, and 28 days. Using a hypobaric chamber, exposure to hypobaric hypoxia equal to 10,000 feet (523 mmHg) was done once a day for an hour. The malondialdehyde (MDA) levels of each sample were measured using the Wills method which was read using a spectrophotometer at a wavelength of 530 nm. Compared to the acutely exposed to hypobaric hypoxia group, the average MDA level gradually decreased in the group that was exposed to intermittent hypobaric hypoxia. Despite the insignificant result, exposure to intermittent hypobaric hypoxia equivalent to 10,000 feet for one hour per day can affect MDA levels in the lung tissue of Sprague-Dawley rats."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>