Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 214241 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tami Justisia
"[Tesis ini menganalisa mengenai penyelesaian sengketa wanprestrasi dalam perjanjian pemberian jaminan fidusia pada PT. Astra Sedaya Finance dan perlindungan hukum terhadap kreditur penerima jaminan fidusia. Permasalahan yang dibahas adalah mengenai lemahnya perlindungan bagi kreditur, yang memberikan kekuasaan atas barang jaminan atas dasar kepercayaan kepada debitur. Konstruksi jaminan fidusia merupakan jalan keluar bagi dunia usaha untuk mendapatkan fasilitas fidusia dengan tetap memanfaatkan barang jaminannya sebagai perangkat usaha, namun di sisi lain, dengan masih menguasai jaminan itu masyarakat umum menganggap bahwa benda jaminan tersebut adalah milik debitur. Hasil penelitian menyarankan perlunya
Departemen Hukum dan HAM Republik Indonesia, untuk melakukan penyuluhan hukum pada lembaga-lembaga pembiayaan, menyangkut perjanjian fidusia dan pihak perusahaan pembiayaan untuk menerapkan ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam UU No. 42 Tahun 1999 secara penuh.;The focus of this thesis is to analyze the dispute settlement provision in the breach fiduciary agreement on PT. Astra Sedaya Finance and legal protection against fiduciary receiver creditors. The main issues that would be discussed are in regards about the lack
of protection for creditors, which gives power over the collateral on the basis of trust to the debtor. Fiduciary Construction is a way out for businesses to obtain the fiduciary facilities while harnessing the guarantee as a business device, but on the other hand, with still controls the objects, they thinks that the object of the guarantee is the property of the debtor. Results of the study suggest the need for the Ministry of Justice and
Human Rights of the Republic of Indonesia, to conduct legal counseling on financing
institutions, regarding the fiduciary agreement and the financing company to fully apply
the provisions contained in Law No. 42 of 1999., The focus of this thesis is to analyze the dispute settlement provision in the breach
fiduciary agreement on PT. Astra Sedaya Finance and legal protection against fiduciary
receiver creditors. The main issues that would be discussed are in regards about the lack
of protection for creditors, which gives power over the collateral on the basis of trust to
the debtor. Fiduciary Construction is a way out for businesses to obtain the fiduciary
facilities while harnessing the guarantee as a business device, but on the other hand,
with still controls the objects, they thinks that the object of the guarantee is the property
of the debtor. Results of the study suggest the need for the Ministry of Justice and
Human Rights of the Republic of Indonesia, to conduct legal counseling on financing
institutions, regarding the fiduciary agreement and the financing company to fully apply
the provisions contained in Law No. 42 of 1999.]"
Universitas Indonesia, 2015
T44291
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Claudia Okta Rini
"ABSTRAK
Perampasan objek jaminan fidusia oleh negara mengakibatkan kepastian atas kedudukan dari objek jaminan fidusia serta kedudukan kreditor penerima jaminan untuk dapat mengeksekusi objek jaminan fidusia ketika debitor gagal melaksanakan kewajibannya menjadi tidak jelas. Hal inilah yang terjadi pada PT Astra Sedaya Finance dan PT Oto Multiartha, objek jaminan fidusia yang mereka terima dinyatakan dirampas untuk negara dalam suatu putusan pidana sehingga mereka pun akhirnya melakukan perlawanan. Penelitian dalam tesis ini menggunakan pendekatan perundang-undangan dengan penggunaan data sekunder. Jaminan fidusia mengakui adanya prinsip droit de suite yaitu jaminan fidusia tetap mengikuti benda yang menjadi objek jaminan fidusia dalam tangan siapapun benda tersebut berada, kecuali pengalihan atas benda persediaan yang menjadi objek jaminan fidusia. Hasil penelitian ini adalah bahwa dengan dianutnya prinsip droit de suite maka walaupun objek jaminan fidusia dirampas oleh negara, kreditor pemegang jaminan fidusia tetap memiliki hak untuk mengeksekusi objek fidusia. Kedudukan kreditor penerima fidusia tetaplah sebagai penerima fidusia yang memiliki hak untuk mengeksekusi objek fidusia ketika pemberi fidusia cedera janji dan benda yang dirampas tersebut tetaplah berkedudukan sebagai objek jaminan yang berfungsi sebagai agunan untuk menjamin pelunasan.

ABSTRACT
Deprivation of object of fiduciary by the state lead the certainty of the position of the object as well as the position of the creditor to execute the object when the debtor fails to carry out his obligations becomes unclear. It happened to PT Astra Sedaya Finance and PT Oto Multiartha, the object of fiduciary was declared deprived by the state in a criminal verdict so that they eventually took legal action. The research in this thesis uses the approach of legislation with the use of secondary data. Fiduciary acknowledges the principle of droit de suite. Although the object of fiduciary has been deprived by the state, the creditor who recipient of fiduciary still has the right to execute the object of fiduciary. The position of the creditor who is recipient of fiduciary remains a recipient who has the right to execute the object when the debtor fails to carry out his obligations and the object of the fiduciary remains as collateral to secure repayment."
2017
T48655
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Raihan Putra Safiandi
"Skripsi ini membahas anticipatory breach sebagai bentuk wanprestasi dalam perjanjian dengan fokus pada perbandingan hukum di Indonesia, Inggris, dan Singapura. Anticipatory breach adalah pelanggaran kontrak yang terjadi sebelum kewajiban kontraktual jatuh tempo atau dilanggar secara aktual, memberikan pihak yang dirugikan hak untuk segera mengambil tindakan hukum. Skripsi ini menggunakan metode penelitian yuridis-normatif, yang melakukan analisis terhadap peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan, serta literatur hukum terkait. Di Indonesia, anticipatory breach belum diatur secara eksplisit dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), yang mensyaratkan wanprestasi hanya dapat terjadi setelah kewajiban jatuh tempo. Sebaliknya, Singapura dan Inggris, yang menganut sistem common law, mengakui anticipatory breach sebagai prinsip hukum, memungkinkan pihak yang dirugikan untuk mengajukan tuntutan lebih awal. Penelitian ini menganalisis putusan pengadilan terkait di ketiga yurisdiksi untuk mengeksaminasi penerapan doktrin ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anticipatory breach telah sejak lama diterapkan di Inggris dan Singapura dan memberikan perlindungan lebih baik kepada pihak yang dirugikan dibandingkan sistem hukum Indonesia. Namun, adaptasi prinsip ini ke dalam hukum Indonesia terhambat karena keberadaan pasal 1238 jo. pasal 1243 jo. pasal 1269 KUHPerdata. Penelitian ini memberikan rekomendasi untuk menerapkan doktrin anticipatory breach dalam sistem hukum Indonesia guna mendukung perkembangan penyelesaian sengketa perjanjian yang semakin modern.

This thesis examines anticipatory breach as a form of default in contracts, focusing on a comparative legal study between Indonesia, England, and Singapore. Anticipatory breach refers to a contractual violation that occurs before the contractual obligations are due or breached in actuality, granting the aggrieved party the right to take immediate legal action. This study employs a normative-juridical research method, analyzing legislation, court decisions, and relevant legal literature. In Indonesia, anticipatory breach is not explicitly regulated in the Indonesian Civil Code (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata or KUHPerdata), which requires default to occur only after the obligation becomes due. In contrast, Singapore and England, which adhere to the common law system, recognize anticipatory breach as a legal principle, enabling the aggrieved party to file claims earlier. This research analyzes court decisions in the three jurisdictions to examine the application of this doctrine. The findings reveal that anticipatory breach has long been implemented in England and Singapore, offering better protection to the aggrieved parties compared to Indonesia’s legal system. However, the adaptation of this principle into Indonesian law faces challenges due to the provisions of Articles 1238, 1243, and 1269 of the Civil Code. This study provides recommendations to adopt the doctrine of anticipatory breach into the Indonesian legal system to support the evolving resolution of contractual disputes in modern times."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sheila Qurrotul Aini
"ABSTRAK
Kreditur Separatis adalah kreditur Pemegang hak jaminan kebendaan yang dapat bertindak sendiri dan didahulukan pembayaran haknya atas boedel pailit dibandingkan kreditur lainnya. Namun dalam kasus ini bahwa kreditur separatis tidak diberikan hak-haknya atas boedel pailit, seperti kasus PT. Perusahaan Pengelola Aset selaku Pemohon I dan PT. Bima Prima Persada selaku Pemohon II terhadap Tim Kurator PT. Texmaco Jaya selaku Termohon. Adapun Pemohon selaku Kreditor Separatis yang memegang jaminan kebendaan tidak didahulukan dan tidak mendapat penjualan pembayarannya atas pembagian boedel pailit. Disebabkan pengajuan tenggang waktu telah melampui batas berdasarkan Pasal 192 Undang-Undang Kepailitan dan mengenai daftar pembagian yang disusun oleh termohon untuk para Kreditor Preferen sudah sesuai dengan bagian masing-masing dan hukum yang berlaku. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif yang dilakukan dengan penelitian hukum kepustakaan terhadap peraturan perundang undangan yang berlaku serta dituangkan dalam bentuk tulisan preskriptif analitis yang memberikan jalan keluar berdasarkan teori hukum yang berkaitan dari suatu permasalahan yang terjadi. Dengan demikian kreditor separatis tidak diberikan haknya atas pembagian boedel pailit berdasarkan Pasal 192 dan Pasal 196 Ayat (4) Undang ? Undang kepailitan

ABSTRACT
Separation Creditors are creditors holding the property guarantee right who can act by themselves and whose payment right on the bankrupt estate has to be prioritized compared with other creditors. However, in this case, the separation creditors are not given their rights on the bankrupt estate, such as in the case of PT. Perusahaan Pengelola Aset as the Petitioner I and PT. Bima Prima Persada as the Petitioner II towards the Trustee Team of PT. Texmaco Jaya as the Petitionee. Nevertheless, the Petitioners as the Separation Creditors who hold the property guarantee are not prioritized and cannot obtain their payment sales on the bankrupt estate division.This is caused by submitting a grace period which has exceeded the limit based on Clause 192 ofthe Bankruptcy Law, and about the division list made by the petitionee for the Preferential Creditors, it is already suitable with each part and the prevailing law.This research uses the normative judicial approach method conducted by legal literature research towards the prevailing laws and regulations, and written in a form of analytical prescriptive writing which provides a solution based on the relevant legal theory towards the occuring issues. Thus Separation Creditors are not given rights on the bankrupt estate based on clause 192 and 196 paragraph (4) of the bankruptcy law"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T41745
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Melissa
"Kajian dan analisis hukum dalam tesis ini bertujuan untuk memahami dan mendalami definisi dan ruang lingkup tentang Hak Tanggungan dan pelaksanaan eksekusi Hak Tanggungan dalam prakteknya. Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang - Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang peraturan Dasar Pokok - Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda - benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan keadaan Kreditur tertentu terhadap Kreditur - Kreditur lain. Pada prinsipnya Undang - Undang Hak Tanggungan bertujuan untuk melindungi Kreditur dalam rangka pelunasan piutangnya, tetapi dalam kenyataannya Kreditur sangat sulit untuk mengakhiri pelunasan piutangnya dari Debitur. Asas sederhana, cepat dan mudah yang terkandung dalam Undang - Undang Hak Tanggungan belum dapat diwujudkan salah satu kendalanya antara lain adanya bantahan dari pihak ketiga maupun adanya -surat penangguhan dari Pengadilan atau Mahkamah Agung dan Kreditur seringkali sulit dalam mencari pembeli lelang. Dalam tesis ini juga membahas mengenai belum adanya ketidakpastian hukum yang diberikan oleh pengadilan, hal ini tercermin dari putusan hakim yang masih terdapat perbedaan penafsiran dalam merumuskan apakah Debitur telah melakukan wanprestasi atau dilihat dari jatuh tempo hutang, sehingga dalam hal ini kreditur memegang Hak Tanggungan yang menjadi pihak yang dirugikan."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16761
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kartika Rahmadayanti
"ABSTRAK
Penelitian ini disusun untuk melihat perlindungan hukum yang didapat oleh
debitur (nasabah pegadaian) dalam melakukan perjanjian dengan PT Pegadaian
melalui surat bukti kredit (SBK) yang didalamnya terdapat pencantuman klausula
baku apabila PT Pegadaian melakukan tindakan wanprestasi yang menyebabkan
hilang atau rusaknya barang yang digadaikan oleh debitur. Untuk melihat adanya
kesesuaian antara pengaturan dan praktek, dapat dilihat dari studi kasus Putusan
Mahkamah Agung No. 480 K/Pdt.Sus/2012 dan Putusan Pengadilan Negeri
Medan Nomor : 235/Pdt.G/2011/PN.Mdn terkait perlindungan hukum yang
didapat oleh debitur atau mengenai ganti rugi yang akan diterima debitur jika
barang yang digadaikan hilang atau rusak selama masih berada di PT Pegadaian.

ABSTRACT
This research is prepared to see the legal protection acquired by the debtors in
agreement between PT Pegadaian and the debtors. Viewing that there is a
standard clause in the mortgage agreement between PT Pegadaian with the
consumers that is contained in the Credit Evidence Letter (SBK) which could be
found that PT Pegadaian can do some breach of contract in case the mortgaged
goods are lost or damaged as long as the goods are still in PT Pegadaian. To see
the compatibility between the regulations and practice, it can be seen from case
study of Supreme Court’s Decision No. 480 K/Pdt.Sus/2012 and Court Decision
No. 235/Pdt.G/2011/PN.Mdn related to the legal protection obtained by the
debtors or concerning the indemnification that would be received by the debtors in
case the mortgaged goods are lost or damaged as long as the goods are still in PT
Pegadaian."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S56317
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reinatta Amelia Utami
"Sebuah perkawinan merupakan salah satu peristiwa penting dalam hidup manusia. Begitu banyak persiapan yang dilakukan agar perkawinan itu dapat terlaksana sesuai dengan yang diinginkan. Sebelum terlaksanya perkawinan, pada umumnya pasangan yang hendak melangsungkan perkawinan terlebih dahulu mengutarakan keseriusan niatnya dengan menjanjikan perkawinan atau menggelar acara peminangan atau yang dikenal pula dengan pertunangan. Akan tetapi tidak jarang janji-janji itu tidak dipenuhi dan menimbulkan kerugian bagi salah stau pihak sehingga membawanya ke muka pengadilan. Skripsi ini membahas sekaligus menganalisa beberapa putusan-putusan pengadilan berkaitan dengan pembatalan sepihak pelaksanaan perkawinan sebagai suatu pembuatan melawan hukum. Metode penelitian yang digunakan adalah metode peneltian normatif yuridis. Hasil penelitian dalam tulisan ini menunjukkan dalam mayoritas putusan hakim pengadilan menyatakan bahwa dibatalkannya pelaksanaan perkawinan secara sepihak merupakan sebuah perbuatan melawan hukum, namun Penulis juga menemukan perbedaan perdapat dalam putusan hakim yang mana menyatakan bahwa pembatalan secara sepihak atas pelaksanaan perkawinan adalah merupakan sebuah wanprestasi.

A marriage is one of the important events in human life. So many preparations were made so that the marriage itself could be carried out as desired. Before the marriage is carried out, in general, couples who want to get married first express the seriousness of their intention by promising marriage or holding a marriage ceremony or what is also known as engagement. However, it is not uncommon for these promises not to be fulfilled and cause harm to one of the parties, thus bringing them to court. This paper discusses as well as analyzes several court decisions relating to the cancellation of promise to marry by one of the party as the law of tort. The research method used is juridical-normative research method. The results of the research in this paper show that the majority of court judges' decisions stated that the cancellation of promise to marry is an act against the law, but the author also finds inconsistencies in the judge's decision which states that those same matter in some cases was categorized as a breach of contract."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gati Ayu Hapsari
"ABSTRAK
Debitor dan kreditor merupakan pihak-pihak yang terdapat dalam hukum kepaililitan. Permohonan pernyataan pailit merupakan upaya penyelesaian pelunasan utang kreditur yang tidak dapat dibayar oleh debitor. Dalam hal penyelesaian utang pajak, yang mempunyai kedudukan istimewa baik dalam peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan maupun kepailitan. Negara dalam hal ini mempunyai hak penyelesaian utang pajak tersebut sebagai kreditur preferen. Permasalahan dalam penulisan ini adalah bagaimana pengaturan hak mendahului negara sebagai kreditur preferen dalam peraturan perundang-undangan dan bagaimana penerapan hak mendahului tersebut pada putusan hakim dalam perkara kepailitan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif yang mengacu kepada peraturan perundang-undangan dan studi kepustakaan.Pajak merupakan salah satu pendapatan negara yang mempunyai peranan yang signifikan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara yang digunakan untuk membiayai kegiatan negara. Dalam kepailitan potensi kehilangan pendapatan negara melalui penyelesaian utang pajak besar karena dalam kepailitan dikenal dengan kreditur konkuren yang mempunyai hak atas pelunasan piutang berdasarkan pembagian secara proporsional oleh kurator. Hakim dalam perkara kepailitan harus mengedepankan asas keadilan dan keseimbangan, baik kepada debitor maupun kreditor sehingga pelaksanaan eksekusi terhadap harta pailit tidak dilakukan secara semena-mena. Oleh karena itu diperlukan pengaturan yang tegas dalam penyelesaian piutang pajak negara, namun dibalik kepentingan negara tersebut tidak dapat diabaikan hak-hak dari kreditor lainnya yang harus dipenuhi, sehingga asas keadilian dan keseimbangan menjadi asas yang sangat penting dalam penyelesaian perkara kepalitan.

ABSTRACT
Debtors and creditors are parties contained in bankruptcy law. Petition for a declaration of bankruptcy is the efforts to resolve the creditors debt settlement that can not be paid by the debtor. In the case of tax debt settlement, which has a special position in both the legislation in the field of taxation and bankruptcy. A country has the right in this case the tax debt settlement as a preferred creditor. The problem in this paper is how the arrangements of country?s preceded rights as a preferred creditor in the legislation and how the application of these precede rights to the judge's ruling in the case of bankruptcy. The method used in this study is a normative method referring to legislation and library research. Tax is one of national income has a significant role in the state budget to finance state activities. In bankruptcy, the potential loss of state revenue through tax debt settlement because the bankruptcy is known as concurrent creditors who have the right to settlement of accounts receivable based apportionment by the curator. The judge in the bankruptcy case should prioritize the principles of fairness and balance, both debtors and creditors so that execution against the bankruptcy estate is not done arbitrarily. Therefore we need tight regulation in the settlement of state tax receivables, but behind the interests of the country can not ignore the rights of other creditors that must be met, so that the justice and balance principle become a very important principle in the bankruptcy settlement"
2016
T46126
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kezia Shevania Therina Paenden
"Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) adalah suatu tindakan hukum yang memberikan hak kepada debitor yang menghadapi kesulitan dalam membayar utang yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih, untuk mengajukan rencana perdamaian. Rencana tersebut memungkinkan debitor untuk melakukan restrukturisasi utangnya. Awalnya, menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU (UUK & PKPU), tidak ada upaya hukum yang dapat diajukan terhadap putusan PKPU. Namun, seiring berjalannya waktu, terjadi pergeseran dalam aturan terkait upaya hukum terhadap putusan PKPU. Semula tidak diizinkannya upaya hukum apapun terhadap putusan PKPU, namun kemudian Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 23/PUU-XIX/2021 mengubah hal tersebut. Putusan ini memungkinkan pengajuan upaya hukum kasasi terbatas terhadap putusan PKPU. Adapun perubahan ini berlaku ke depan (prospektif) dan tidak berlaku surut (retroaktif), hal ini bertujuan untuk menghindari ketidakpastian hukum yang dapat timbul jika putusan tersebut diterapkan secara retroaktif. Lebih lanjut, meskipun Putusan MK No. 23/PUU-XIX/2021 memberikan izin untuk kasasi terbatas, namun belum ada regulasi yang secara khusus mengatur prosedur dan proses pengajuan kasasi terhadap permohonan PKPU. Hingga saat ini, pelaksanaan kasasi terhadap putusan PKPU juga belum diatur secara spesifik atau khusus oleh UUK & PKPU. Oleh karena itu, peraturan mengenai kedudukan hukum kreditor di luar perkara dalam mengajukan kasasi terhadap putusan PKPU juga masih berlaku mutatis mutandis terhadap ketentuan pengajuan kasasi atas putusan pailit.

Postponement of Debt Payment Obligations (PKPU)is alegal action that gives debtors who are facing difficulties in paying debts that are due and collectible the right to submit a peace plan. This plan allows debtors to restructure their debts. Initially, according to Law Number 37 of 2004 concerning Bankruptcy and PKPU (UUK & PKPU), no legal action could be filed against PKPU decisions. However, over time, there has been a shift in the rules regarding legal action against PKPU decisions. Initially no legal action was permitted against the PKPU decision, but then the Constitutional Court Decision Number 23/PUU-XIX/2021 changed this. This decision allows the filing of limited cassation efforts against PKPU decisions. This change applies in the future (prospective) and does not apply retroactively, this aims to avoid legal uncertainty that could arise if the decision is applied retroactively. Furthermore, even though MK Decision no. 23/PUU-XIX/2021 provides permission for limited cassation, but there are no regulations that specifically regulate the procedure and process for submitting cassation against PKPU applications. Until now, the implementation of cassation against PKPU rulings has also not been specifically regulated or specifically by UUK & PKPU. Therefore, the regulation regarding the legal position of creditors outside the case in filing cassation against the PKPU decision also still applies mutatis mutandis to the provisions for filing cassation for bankruptcy decisions."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sekar Anindita Candra Utami
"Permasalahan yang sering ditemui konsumen dalam membeli perumahan adalah wanprestasi terhadap perjanjian. Konsumen biasanya tergiur membeli rumah dengan penawaran harga murah dan juga pengembang menggunakan konsep syariah dalam menawarkan produk perumahannya. Salah satu perusahaan pengembang perumahan yang menggunakan konsep ini adalah PT Fimadani Graha Mandiri (FGM) yang terletak di Bekasi. Perjanjian yang digunakan adalah Perjanjian Pengikatan Jual Beli (Akad Istishna), Perjanjian Akad Jual Beli secara Kredit dan Angsuran (Al-Bay’ Bi Ad-Dayn Wa Bi At-Taqsith) dan Addendum Perjanjian. Perjanjian menjelaskan tentang hak dan kewajiban antara pengembang dan konsumen. Tujuan penulisan ini adalah menganalisis hak dan kewajiban pengembang dan konsumen yang tertuang dalam perjanjian, menganalisis perjanjian dalam penjualan tersebut dapat melindungi pembeli dan penjual dari wanprestasi para pihak, dan menganalisis hakim dalam menerapkan putusan hukum terhadap gugatan wanprestasi pembeli.. Penulisan ini menggunakan metode hukum doktrinal, yaitu memfokuskan untuk membedah sebuah sintesa dari aturan, asas, norma, panduan penilaian nilai-nilai.
Hasil pembahasan menunjukkan bahwa hak dan kewajiban telah tertuang di dalam perjanjian yang mengatur hak dan kewajiban konsumen dan pengembang. Penerapan perlindungan konsumen dalam perjanjian sudah menerapkan perlindungan konsumen terhadap hal berikut: perlindungan konsumen terhadap hak menerima informasi yang benar, perlindungan konsumen dalam memilih barang sesuai keinginan yang dikehendaki oleh konsumen, perlindungan konsumen agar mendapatkan kompensasi jika spesifikasi yang disepakati tidak sesuai dengan kesepakatan dalam perjanjian, dan perlindungan konsumen untuk menerima perumahan secara sempurna. Efektifitas perlindungan konsumen dalam putusan gugatan masih belum maksimal. Ganti kerugian dan pengembalian uang tidak diberikan PT FGM dengan alasan sudah tidak ada lagi uang dan aset perusahaan. Konsumen juga tidak dapat mengajukan eksekusi karena tidak dapat memastikan aset yang dimiliki oleh PT FGM.

The problem with consumers when buying housing is a breach of contract. Consumers buy houses with cheap deals. Developers use the Sharia concept in offering their housing products. One of the housing development companies that use this concept is PT Fimadani Graha Mandiri (FGM) located in Bekasi. The agreements used are the Sale and Purchase Binding Agreement (Istishna Contract), the Credit and Installment Sale and Purchase Agreement (Al-Bay’ Bi Ad-Dayn Wa Bi At-Taqsith), and the Addendum Agreement. The agreement explains the rights and obligations between the developer and the consumer. The purpose of this writing is to analyze the rights and obligations of the developer and consumer as outlined in the agreement, to analyze whether the agreement in the sale can protect the buyer and seller from breaches of contract by the parties, and to analyze the judge's application of legal decisions on breach of contract lawsuits by buyers. This writing uses the doctrinal legal method, which focuses on dissecting a synthesis of rules, principles, norms, and value assessment guidelines.
The results of the discussion show that the rights and obligations have been outlined in the agreement that regulates the rights and obligations of consumers and developers. The application of consumer protection in the agreement has implemented consumer protection against the following: protection of consumers' right to receive accurate information, protection of consumers in choosing goods according to their desired preferences, protection of consumers to receive compensation if the agreed specifications do not match the agreement, and protection of consumers to receive housing in perfect condition. The effectiveness of consumer protection in the lawsuit decision is still not optimal. Compensation and refunds were not provided by PT FGM on the grounds that there were no longer any funds and assets of the company. Consumers also cannot file for execution because they cannot ascertain the assets owned by PT FGM.
"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>