Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 112814 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Willy
"Latar Belakang: Pelepasan gelembung gas inert akibat supersaturasi jaringan dengan perubahan tekanan dipercaya sebagai penyebab decompression sickness. Gelembung gas dapat dideteksi melalui USG Doppler tetapi sensitivitas dan spesifisitas terhadap decompression sickness dipertanyakan. Perubahan fisiologis tubuh berupa peningkatan agregasi trombosit diduga berperan dalam terjadinya decompression sickness. Peningkatan agregasi trombosit terbukti pada penyelaman 60 msw.
Tujuan: untuk membuktikan penyelaman tunggal dekompresi 280 kPa dapat mengakibatkan peningkatan agregasi trombosit.
Metode: Penelitian eksperimental desain cross over dengan melibatkan delapan belas penyelam laki-laki dislambair. Semua penyelam akan melakukan penyelaman kering dengan udara pada tekanan 280 kPa selama 80 menit dengan kontrol masuk ke dalam RUBT tanpa ditekan pada periode pertama. Pada periode kedua kelompok perlakuan dan kontrol ditukar. Prosedur dekompresi disesuaikan dengan prosedur tabel dekompresi US Navy Revisi 6. Pengambilan darah dilakukan sebelum perlakuan, setelah periode pertama, dan setelah periode kedua. Pemeriksaan agregasi trombosit menggunakan induktor ADP, kolagen dan epinefrin.
Hasil: Setelah penyelaman tunggal dekompresi 280 kPa selama 80 menit secara signifikan meningkatkan persentase agregasi maksimal trombosit dengan induktor ADP dari 86.94 ± 4.11 menjadi 90.46 ± 3.41, dengan induktor kolagen dari 91.94 ± 2.62 menjadi 94.69 ± 2.25, dan induktor epinefrin dari 86.65 (22.10-93.8) menjadi 90.25 (31-95.9) pada kelompok sebelum perlakuan dan setelah perlakuan. Tidak ditemukan peningkatan signifikan persentase agregasi maksimal trombosit pada kelompok sebelum perlakuan dengan kontrol.
Kesimpulan: Penyelaman tunggal dekompresi 280 kPa selama 80 menit meningkatkan persentase agregasi maksimal trombosit dengan induktor ADP, kolagen, dan epinefrin.

Background: The release of inert gas bubbles due to changes in tissue?s supersaturating with pressure change is believed to be the cause of decompression sickness. Gas bubbles can be detected by Doppler ultrasonography but sensitivity and specificity is poorly defined. Increased of platelet aggregation is estimated have a role in DCS. Increasing platelet aggregation has been proved in dive with depth 60 MSW.
Aim: To prove that a single decompression dives 280 kPa can lead to increased platelet aggregation.
Methods: Experimental studies with a cross-over design involving eighteen male dislambair divers. All divers will dive in air compression chamber at a pressure of 280 kPa for 80 minutes with control entry into air compression chamber without pressure in the first period. In the second period, treatment and control group exchanged. Decompression procedures adapted to the US Navy decompression tables procedures 6th Revision. Taking blood performed before the intervention, after first period, and after second period. Examination of platelet aggregation using inductors ADP, collagen and epinephrine.
Result: A single decompression dive 280 kPa for 80 minutes significantly increased the percentage of maximal platelet aggregation with ADP inductor from 86.94±4.11 to 90.46±3.41, with a collagen inductor from 91.94±2.62 to 94.69±2.25, and epinephrine inductor from 86.65 (22.10-93.8) to 90.25 (31-95.9) in before and after treatment group. Increasing percentage of maximal platelet aggregation was not significant in the before treatment group and control group.
Conclusion: A single decompression dive 280 kPa for 80 minutes can lead to increase the percentage of maximal platelet aggregation with ADP, collagen, and epinephrine inductors.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Handoko H.
"Latar Belakang : Decompression sickness (DCS) masih menjadi masalah, walaupun dekompresi telah dilakukan sesuai dengan prosedur[1,2,3] Insiden pada recreational diving 2-4 per 10.000 penyelaman[1]. Patofisiologi terjadinya DCS tidak hanya terjadi akibat mekanisme obstruksi dari gelembung gas[3,4], namun dikaitkan dengan gangguan terhadap fungsi fisiologis NO[2,3,4,5].
Metode : Penelitian ini merupakan studi eksperimental dengan desain cross over pada 16 orang penyelam laki-laki Dislambair Koarmatim TNI AL. Data diperoleh melalui kuesioner, pemeriksaan fisik dan laboratorium ekspresi eNOS menggunakan teknik kuantitatif ELISA sandwich, yang diberi perlakuan penyelaman tunggal dekompresi US Navy 280 kPa dalam RUBT.
Hasil : Terdapat penurunan ekspresi eNOS yang bermakna pada kelompok hiperbarik (p<0,001) dan perbedaan selisih ekspresi eNOS antara kelompok normobarik dan hiperbarik yang bermakna (p=0,01). Korelasi IMT dengan ekspresi eNOS sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok hiperbarik dan sebelum perlakuan pada kelompok normobarik berlawanan arah. Korelasi antara kebiasaan merokok dengan ekspresi eNOS sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok normobarik adalah sedang.
Kesimpulan dan Saran: Penurunan ekspresi eNOS pada kelompok hiperbarik (p<0,001) dan selisih rerata ekspresi eNOS antara kelompok normobarik dan hiperbarik (p=0,001). Memperhatikan faktor individu, yaitu IMT dan kebiasaan merokok pada prosedur penyelaman dan diperlukan kajian medik langkah preconditioning sebelum penyelaman.

Background : Decompression sickness (DCS) is still a problem, even though decompression has been performed in accordance with the procedures[1,2,3] recreational diving incident at 2-4 per 10,000 dives[1]. Path physiology of DCS not only occur due to obstruction mechanism of gas bubbles[3,4], but is associated with disruption of physiological functions NO[2,3,4,5].
Methods : This study is an experimental study with cross-over design in 16 male divers Dislambair Koarmatim Navy. Data obtained through questionnaires , physical examination and laboratory eNOS expression using quantitative techniques sandwich ELISA, which treated single dive decompression US Navy 280 kPa in hyperbaric chamber.
Results : Significant reduction in eNOS expression in the hyperbaric group(p<0.001) and the difference in eNOS expression differences between groups normobaric and hyperbaric(p=0.01). IMT correlation with the eNOS expression before and after treatment in the hyperbaric group and before treatment in group normobaric opposite direction. The correlation between smoking and eNOS expression before and after treatment in group normobaric is being.
Conclusions and Recommendations : A reduction in eNOS expression in the hyperbaric group(p< 0.001) and the mean difference between groups normobaric eNOS expression and hyperbaric(p = 0.001) . Attention to individual factors , namely BMI and smoking habits on the procedures required dives and medical studies preconditioning step prior to the dive.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riny Riyanti
"Latar Belakang: Terbentuknya gelembung dari gas inert yang larut pada jaringan selama proses dekompresi merupakan penyebab penyakit dekompresi. Gelembung gas ini dapat menyebabkan disfungsi endotel yang akan mengakibatkan agregasi trombosit. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan pemberian latihan fisik submaksimal akut sebelum penyelaman dapat mencegah peningkatan kadar agregasi trombosit.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain true experimental dengan jumlah sampel 40 orang yang dibagi atas 2 kelompok. Kelompok perlakuan diberikan latihan fisik submaksimal akut 24 jam sebelum penyelaman tunggal dekompresi 280kPa dengan bottom time 80 menit. Kelompok kontrol melakukan penyelaman yang sama tanpa melakukan latihan fisik 24 jam sebelumnya. Pengambilan darah dilakukan sebanyak 3 kali yaitu diawal penelitian, sebelum penyelaman dan sesudah penyelaman.
Hasil: Pada kelompok perlakuan tidak ditemukan perbedaan yang bermakna p>0,05 pada kadar agregasi trombosit dengan induktor ADP, Kolagen dan Epinefrin setelah penyelaman, sedangkan pada kelompok kontrol didapat peningkatan yang bermakna p

Background: Bubbling created from an Inert Gas which is dissolved in tissue during a decompression process cause decompression sickness. This bubble can trigger endothelial activation and dysfunction leading to platelet aggregation. This research aims to prove that acute submaximal exercise during pre dive of decompression single dive can prevent platelet aggregation.
Method: This research used a true experimental design with samples of 40 people who are divided into 2 groups. The treatment group did submaximal exercise 24 hour before 280kPa decompression single dive with bottom time of 80 minutes. While the control group only did the dive, without previous exercise. Blood samples were taken 3 times, at the beginning of experiment, pre dive and after diving.
Result: The experimental group showed no significant difference p 0.05 on the aggregation indicated by ADP, Collagen and Epinephrine, in the control group showed a significant difference p
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T55604
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iin Dewi Astuty
"Penyakit Dekompresi (DCS) merupakan keadaan patologis yang mempengaruhi penyelam, astronot, pilot dan pekerja udara terkompresi akibat dari gelembung yang timbul dalam tubuh selama atau setelah penurunan tekanan ambien. Divers Alert Network melaporkan kasus DCS pada penyelam rekreasi sebanyak 651kejadian (23%) dari 2,866. Chichi Wahab, dkk melaporkan sebanyak 62 orang (53%) dari 117 menderita Penyakit Dekompresi pada penyelam tradisional. Reaksi Inflamasi merupakan salah satu penyebab DCS. Di Indonesia belum ada penelitian tentang pengaruh penyelaman dekompresi terhadap perubahan fungsi endotel sebagai pemicu terjadinya DCS.
Penelitian ini menggunakan desain eksperimental rancangan pola silang. Data subjek adalah data primer yang di dapat melalui kuesioner, pemeriksaan fisik dan laboratorium. Sampel dipilih dengan cara random sistematik, diambil 20 orang sebagai subjek penelitian dan dibagi menjadi dua kelompok secara random. Kelompok A diberi perlakuan dengan tekanan 280 kPa pada hari pertama dan pada hari kedua diberi perlakuan masuk RUBT tanpa tekanan. Kelompok B yang diberi perlakuan tanpa tekanan pada hari pertama dan diberi perlakuan dengan tekanan 280 kPa pada hari berikutnya. Tiap Subjek Penelitian dilakukan pemeriksaan Interleukin-1α dengan menggunakan ELISA sandwich teknik kuantitatif sebanyak 3x yaitu sebelum diberikan perlakuan, setelah diberikan perlakuan dengan tekanan 280 kPa dan setelah perlakuan tanpa tekanan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan ekspresi Interleukin-1α baik setelah mendapatkan perlakuan dengan tekanan, maupun perlakuan tanpa tekanan, namun kenaikan ekspresi Interleukin-1α lebih besar setelah mendapat perlakuan dengan tekanan. Rerata kenaikan ekspresi Interleukin-1α setelah diberikan perlakuan dengan tekanan sebesar 0.01±0.01 pg/ml.
Kesimpulan dan Saran: Dibuktikannya peningkatan ekspresi Interleukin-1α yang bermakna pada subjek penelitian setelah diberikan perlakuan dengan tekanan 280 kPa.

Decompression Illness (DCS) is a pathological condition that affects divers, astronauts, pilots and workers who work in compressed air, as a result of bubbles arising in the body during or after drop in ambient pressure. Divers Alert Network reported cases of DCS in recreational divers as many as 651 events (23%) of 2.8663. Chichi Wahab et al reported 62 people (53%) of 117 suffered from decompression illness in traditional divers. Inflammatory reaction is one of many causes of DCS. In Indonesia, there is no research on the effects of decompression dives to changes in endothelial function as a trigger of DCS.
This study used experimental study design with Cross Over. Primary data was collected through questionnaires, physical examination and laboratory. Samples were selected, systematic randomly 20 people as research subjects each for two groups. The subjects were randomly assigned to a group. Group A was treated with a pressure of 280 kPa on the first day and on the second day entered the RUBT without pressure. Group B were treated with no pressure on the first day and was treated with pressure of 280 kPa on the next day. Each study subject was examined Interleukin-1α using ELISA sandwich quantitative techniques 3 times: before the study, after being given treatment with a pressure of 280 kPa and after treatment without pressure.
The results showed that an increase expression of Interleukin-1α better after getting treatment with pressure, or treatment without pressure, but the increase expression of Interleukin-1α larger after being treated with pressure. The mean increase e expression of Interleukin-1α after being treated with pressure is 0:01 ± 0.01 pg/ml.
Conclusions and Recommendations : Good evidence increasing expression of Interleukin-1α meaningful research on the subject after being given treatment with pressure of 280 kPa.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Rozaimah Zain Hamid
"ABSTRAK
Ruang Lingkup dan Cara Penelitian: Kemampuan asam asetilsalisilat (ASA) dalam menghambat agregasi trombosit, sering dikaitkan dengan pencegahan infark jantung. Dewasa ini, dalam upaya menurunkan resiko terjadinya infark jantung, ada kecenderungan menggunakan ASA dengan dosis makin kecil. Sehubungan dengan itu, dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui berapa lama, dan apakah ada perbedaan yang bermakna antara intensitas antitrombotik beberapa tingkat dosis ASA (50 mg, 100 mg, 200 mg, dan 300 mg). Kemampuan agregasi trombosit diukur dengan metode baru yang berdasarkan intensitas transmisi cahaya. Hasil pemeriksaan tercermin sebagai suatu kurva agregasi trombosit. Disain yang dipakai adalah rancangan pola silang, dengan 11 orang sukarelawan sehat yang setelah diacak, masing-masing mendapat 4 tingkat dosis ASA dengan selang waktu 2 minggu. Bahan pemeriksaan terdiri dari 'platelet rich plasma', 'platelet poor plasma' dan adenosin difosfat yang berkadar akhir 10 uM, sebagai agregator. Parameter hambatan agregasi trombosit adalah berkurangnya nilai agregasi maksimal dan atau meningkatnya reversibilitas kurva agregasi trombosit, disbanding nilai sebelum mendapat ASA. Data dianalisis dengan ANOVA dua arah dan 'Planned comparison'. Untuk data dengan distribusi tidak normal, dipakai tes non parametrik (tes Friedman).
Hasil dan Kesimpulan: Bila berdasarkan adanya salah satu parameter hambatan agregasi trombosit, maka ASA 50 mg, 100 mg, dan 200 mg per oral dapat menghambat agregasi trombosit selama 4 hari, sedangkan ASA 300 mg selama 5 hari (p > 0,01). Namun bila berdasarkan adanya kedua parameter hambatan agregasi trombosit, maka ASA 50 mg dapat menghambat agregasi trombosit pada 3 jam sesudah pemberian obat, sedangkan ASA 100 mg dan 200 mg, sampai 4 hari sesudah pemberian ASA. Intensitas antitrombotik ke empat dosis ASA, pada hari yang sama setelah makan obat, tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna (p}0,07). Untuk menyatakan hambatan agregasi trombosit, kriteria peningkatan reversibilitas kurva agregasi lebih peka di-banding kriteria pengurangan nilai agregasi maksimal.

ABSTRACT
Scope and Method of Study: The ability of acetylsalicylic acid (ASA) to inhibit the platelet aggregation is related with its use to the prevention myocardial infarction. Currently there is a trend to use small doses of ASA for this purpose. In this context, the present trial was conducted to find out how long the antithrombotic effect persist after small oral doses of ASA, and also to observe whether in the same days different small doses of ASA exert significant difference in their anti-thrombotic intensity. The antithrombotic effect of ASA was measured according to the method described by Born which was based on light transmission. The results were recorded as platelet aggregation curve. Eleven healthy volunteers participated in this trial after giving their' informed consents. Each subject received single doses (i.e. 50, 100, 200 and 300 mg) of ASA in a randomized and cross-over design. Wash out period between doses was 2 weeks. Materials being tested included platelet rich plasma, platelet poor plasma and adenosine diphosphate (aggregating agent) with final concentration of 10 uM. Inhibition of platelet aggregation by ASA was evaluated using two parameters, i.e. decrease of maximal aggregation and/or increase of aggregation curve's reversibility (compared to their pre-ASA values). Data was analysed with two way ANOVA and planned comparison test. Friedman test was used for non-Gaussian data.
Results and conclusions: If criterion of platelet aggregation inhibition is based on one of the two criteria mention above, ASA 50, 100, and 200 mg inhibited platelet aggregation for four days; meanwhile the 300 mg dose did it for five days (p < 0,01). If criterion of platelet aggregation inhibition is based on both of the above mentioned criteria, however, ASA 50 mg inhibited plate-let aggregation at 3 hours after dosing; meanwhile the 100 and 200 mg doses did it for four days. There is no significant difference in antithrombotic intensity between the four doses in the same days after drug administrations (p > 0,01). In addition, reversibility of platelet aggregation curve is a more sensitive parameter than maximal aggregation for measuring platelet aggregation.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widodo Rahayu
"Latar Belakang : Decompression sickness merupakan masalah kesehatan yang penting bagi penyelam, angka kejadian Decompresion sickness (DCS) atau penyakit dekompresi terjadi pada sekitar 1.000 penyelam Amerika scuba setiap tahun yang dilaporkan oleh DAN. Penelitian A. O. Brubakk dkk, ISB, Medical Technology Center di Norwegia, melaporkan pada penyelam terjadi beberapa gelembung pembuluh darah, peningkatan diameter arteri yang signifikan dari 4,5 ± 0,7-4,8 ± 0,8 mm dan penurunan dari FMD yang signifikan dari 9,2 ± 6,9-5,0 ± 6,7% sebagai tanda terjadinya penurunan fungsi endotel. Subyek penelitian tersebut pada individu sehat yang melakukan penyelaman tunggal dekompresi dengan melakukan penyelaman sesuai prosedur protokol penyelaman yang benar tidak terjadinya DCS atau gejala-gejala penyakit dekompresi. Meskipun secara umum patofisiologi terjadinya DCS dihubungkan dengan terbentuknya gelembung gas pada sirkulasi dan jaringan, sehingga patofisiologi terjadinya DCS tidak hanya terjadi akibat mekanisme obstruksi dari gelembung gas, tetapi akibat mekanisme dyfungsi endotel, dengan demikian maka penliti menggunakan biomarker TNF1alfa sebagai penanda untuk mengetahui terjadinya dyfungsi endotel.
Metode : Penelitian menggunakan metode cross over design. Data diperoleh dari kuesioner, pemeriksaan fisik dan laboratorium. Pemeriksaan ekspresi TNF 1alfa menggunakan teknik kuantitatif ELISA sandwich. Data diolah menggunakan IBM SPSS statistik versi 20 untuk Windows. Untuk menilai hubungan penyelaman tunggal dekompresi dengan perubahan kadar TNF 1alfa menggunakan analisis bivariat dengan uji T berpasangan Wilcoxon Untuk menilai hubungan atau korelasi antara kadar TNF 1alfa Pre, Normobarik dan Hiperbarik dilakukan uji korelasi Spearman.
Hasil : Terjadi perubahan ekspresi TNF 1alfa (p= 0,003) pada kelompok Normobarik.dan ekspresi TNF 1alfa (p=0,000) pada kelompok Hiperbarik dibandingkan sebelum penyelaman.
Kesimpulan dan Saran: Terdapat perubahan kadar TNF 1 alfa pada intervensi penyelaman normobarik dan hiperbarik (p<0,001), dimana nilai rerata/median (0,008±0,038) pada ,kelompok Normobarik, dan 0,013(0,005-0,047) pada kelompok Hiperbarik. Kadar ekspresi TNF 1 alfa meningkat untuk masing-masing keadaan normobarik dan hiperbarik.

Background: Decompression sickness is an important health problem for divers. The incidence of decompression sickness (DCS) or decompression sickness occurs in about 1,000 Americans scuba divers each year reported by AND. Research Brubakk AO et al, ISB, Medical Technology Center in Norway, reported on divers happened a few bubbles of blood vessels, increasing the diameter of the artery significantly from 4.5 ± 0.7 to 4.8 ± 0.8 mm (mean ± sd ) and a significant decrease of FMD from 9.2 ± 6.9 to 5.0 ± 6.7% as a sign of decline in endothelial function. The subjects of these studies in healthy individuals who perform single dive decompression dives corresponding protocol procedures dive right is not the DCS or symptoms of decompression sickness. Although in general the pathophysiology of DCS associated with the formation of gas bubbles in the circulation and tissues, so the pathophysiology of DCS not only caused by the mechanism of obstruction of gas bubbles, but due to the mechanism of dyfungsi endothelial, and thus penliti using biomarkers TNF1alfa as a marker to identify the occurrence of dyfungsi endothelial ,
Methods: The study used a cross over design methods. Data obtained from questionnaires, physical examination and laboratory. Examination of the expression of TNF 1alfa sandwich ELISA using quantitative techniques. The data is processed using IBM SPSS version 22 for Windows statistics. To assess the relationship single decompression dives with elevated levels of TNF 1alfa using bivariate analysis using Wilcoxon paired T test to assess the relationship or correlation between the levels of TNF 1alfa Pre, Normobarik and Hyperbaric do Spearman correlation test.
Results: There was an increased expression of TNF 1alfa (p = 0.003) on the expression of TNF 1flfa Normobarik.dan group (p = 0.000) in the group Hyperbaric. The correlation between the expression of TNF 1flfa Pre and Nrmobarik (r = 0.831) and the correlation between the expression of TNF 1alfa Pre and Hyperbaric (0,526).
Conclusions and Recommendations: There were significant increases in the hyperbaric group (p <0.001) and in the group normobarik. The correlation between the expression of TNF 1alpa Pre, normo damn Hyperbaric, increased significantly whice.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Crystal Gayle Paduli
"Latar Belakang : Penyakit dekompresi disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya peningkatan biomarker inflamasi. Adanya Nitrox-2 diharapkan dapat mengurangi insiden DCS pada penyelaman, namun terdapat berbagai kontroversi mengenai pemakaian Nitrox-2 dikaitkan dengan peningkatan stress oksidatif yang lebih tinggi. Pengaruh Nitrox-2 terhadap biomaker inflamasi belum pernah diteliti. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan efek Nitrox-2 sebagai media nafas dibandingkan dengan Udara terhadap kadar TNF- ? ? ? pada penyelaman tunggal dekompresi.
Metode : Penelitian ini merupakan true experimental dengan desain double-blind pada 36 penyelam pria terlatih yang dibagi menjadi dua kelompok dengan randomisasi blok, dimana kelompok Udara sebagai kontrol memakai Udara kompresi dan kelompok Nitrox-2 sebagai perlakuan memakai Nitrox-2. Kedua kelompok melakukan penyelaman tunggal dekompresi 28 msw, bottom time 50 menit dalam RUBT. Kadar TNF- ? ? ? diukur menggunakan teknik ELISA, sebelum dan sesudah perlakuan.
Hasil : Terdapat peningkatan kadar TNF- ? ? ? baik kelompok Udara p=0,124 dan kelompok Nitrox-2 p=0,943 . Selisih rerata kadar TNF- ? ? ? kelompok Udara lebih besar dari kelompok Nitrox-2 p=0,394 . Tidak terdapat perbedaan bermakna p > 0,05 setelah perlakuan pada status TNF- ? ? ? antara kedua kelompok.
Kesimpulan : Tidak terdapat perbedaan efek antara penggunaan Udara dengan Nitrox-2 pada penyelaman tunggal dekompesi 28 msw, bottom time 50 menit.

Background : Decompression sickness DCS is caused by many factors, one of which is the increase of inflammatory biomarkers. Invention of Nitrox 2 was expected to reduce DCS incidence in diving, but there are controversy about Nitrox 2 usage since it produce higher oxidative stress. Effect of Nitrox 2 towards inflammatory biomarkers has not been studied. This study aims to determine the varying effect of Compressed Air Breathing compared to Nitrox 2 on TNF levels in single decompression dive.
Methods : Double blind experiment study was conducted on 34 trained trained male divers, which divided into two groups, control and treatment, using block randomization. The control group undergo the intervention using compressed air breathing, while the treatment group using Nitrox 2. Both group performed a single decompression dive, at 28 msw bottom time 50 minute in hyperbaric chamber using each breathing medium. TNF levels measured before and after the intervention, using ELISA technique.
Results : There are increase of TNF levels in both group, Compressed Air group p 0,124 and Nitrox 2 p 0,943. Mean difference of TNF levels on control higher than treatment group p 0,394. There is no significant difference p 0,05 after treatment on TNF status between the two groups.
Conclusion : There is no varying effect between Compressed Air breathing and Nitrox 2 on single decompression dive at 28 msw bottom time 50 minutes.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chikih
"Latar Belakang : Terjadinya peningkatan biomarker inflamasi akibat penyelaman dekompresi merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit dekompresi, hal ini telah dibuktikan dengan terjadinya peningkatan ekspresi TNF? akibat penyelaman dekompresi tunggal. Pencegahan peningkatan biomarker inflamasi dapat dilakukan dengan memberikan perlakuan sebelum penyelaman dekompresi, sesuai dengan preconditioning theory, yang salah satunya adalah pemberian latihan fisik sebelum penyelaman yang dapat mengurangi ukuran dan jumlah gas bubble akibat penyelaman. Pengaruh latihan fisik sebelum penyelaman terhadap kadar biomarker inflamasi TNF? sesudah penyelaman belum pernah diteliti. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa latihan fisik sebelum penyelaman dekompresi dapat mencegah terjadinya peningkatan kadar biomarker inflamasi TNF?.
Metode : Penelitian ini menggunakan desain studi eksperimental murni dengan seluruh subjek penelitian adalah penyelam laki-laki terlatih, terbagi secara random kedalam dua kelompok, yaitu perlakuan dan kontrol, di mana kelompok perlakuan mendapatkan latihan fisik submaksimal dengan intensitas 70 frekuensi jantung maksimal menggunakan cycle ergometer dengan 60 kayuhan permenit, 24 jam sebelum penyelaman dekompresi 280 kPa bottom time 80 menit, pada kelompok kontrol tidak diberikan latihan fisik submaksimal. Ekspresi biomarker diperiksa sebanyak tiga kali, awal penelitian, sebelum penyelaman dan sesudah penyelaman.
Hasil : Pada kelompok perlakuan tidak terjadi peningkatan, bahkan terjadi penurunan eskpresi TNF? yang tidak bermakna, dari 7.06 1.85 pg/ml menjadi 6,75 1,81 pg/ml, sedangkan kelompok kontrol mengalami peningkatan ekspresi TNF? yang bermakna, dari 8,22 1,45-13,11 pg/ml menjadi 8,39 1,73-12,18 pg/ml, dan terdapat perbedaan selisih rerata yang signifikan antara kelompok yang mendapatkan latihan fisik sebelum penyelaman dan kelompok yang tidak mendapatkan latihan fisik sebelum penyelaman dengan perbedaan rerata -024 -2.74 - 1.67 pg/ml dan 0.45 -0.94 ndash; 0.95 pg/ml.
Kesimpulan dan Saran : Latihan fisik submaksimal akut dapat mencegah terjadinya peningkatan kadar TNF? akibat penyelaman dekompresi tunggal.

Background : The increase of Inflammatory biomarkers due to decompression dive is one of the factors that could cause decompression sickness, which has been proven by the increased expression of TNF due to a single decompression dive. According to the preconditioning theory, physical exercise before the dive, can reduce the size and the amount of gas bubble caused by the dive, but no research has been done on the influence of physical exercise before diving to the expression of inflammatory biomarkers like TNF. This study aims to prove that physical exercise before diving can prevent increase of the inflammatory biomarker TNF.
Methods : This study used an experimental study design with trained male divers as a subjects, who are divided randomly into two groups, treatment and control. The treatment group got submaximal physical exercise with 70 maximal cardia rate intensity, using cycle ergometer 24 hours before decompression diving 280 kPa bottom time 80 minute, whereas the control group did not get physical exercise. Biomarker expression was checked three times, at beginning of the study, before the dive and after the dive.
Results : In the treatment group there was no increase in TNF expression, and even showed an insignificant decrease, from 7.06 1.85 pg ml to 6.75 1.81 pg ml, whereas the control group showed a significant increased TNF concentration, from 8.22 1.45 to 13.11 pg ml to 8.39 1.73 to 12.18 pg ml, and significant difference was found between the mean difference of treatment and control groups from 0.24 2.74 ndash 1.67 pg ml and 0.45 0.94 ndash 0.95 pg ml.
Conclusions and Recommendations : It can be concluded that acute submaximal physical exercise prevent an increase in the expression of TNF after single dive decompression.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T55644
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sotya Prawatyasiwi
"Latar Belakang: Penurunan eNOS secara signifikan terjadi pada penyelam terlatih yang melakukan penyelaman dekompresi. Latihan fisik submaksimal akut diperkirakan dapat mencegah terjadinya penurunan eNOS pada penyelaman dekompresi. Penelitian ini bertujuan membuktikan pengaruh pemberian latihan fisik submaksimal akut prapenyelaman tunggal dekompresi dalam mencegah penurunan kadar eNOS pada kelompok perlakuan dan kontrol.
Metode: Penelitian menggunakan studi eksperimental murni. Kadar eNOS diperiksa pada awal penelitian, sebelum penyelaman dan setelah penyelaman. Kelompok perlakuan melakukan latihan fisik submaksimal akut 70 frekuensi kardiak maksimal dengan ergocycle putaran 60 rpm 24 jam sebelum penyelaman 280 kPa selama 80 menit. Subjek penelitian adalah penyelam laki-laki terlatih.
Hasil: Latihan fisik submaksimal akut dapat mencegah penurunan ekspresi eNOS setelah penyelaman tunggal dekompresi pada kelompok perlakuan dengan kadar eNOS awal penelitian 2.7 2.07 - 20.76 dan kadar eNOS sesudah penyelaman dekompresi 2.7 1.81 - 34.77 serta terdapat perbedaan perubahan rerata ekspresi eNOS bermakna antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol dengan perbedaan rerata 0.00 -6.66 ndash; 29.27 pada keleompok perlakuan dan -0.39 -122.03 - 0.84 pada kelompok kontrol.
Kesimpulan dan Saran: Latihan fisik submaksimal akut dapat mencegah terjadinya penurunan ekspresi eNOS setelah penyelaman tunggal dekompresi. Terdapat perbedaan perubahan rerata ekspresi eNOS bermakna antara kelompok perlakuan dan kontrol. Kajian lebih lanjut diperlukan mengenai manfaat secara klinis dan subjek penelitian selain penyelam laki-laki terlatih.

Background: eNOS decreased significantly in trained divers who do decompression dives. Acute Submaximal exercise can prevent a decrease of eNOS in decompression dives. This study aims to prove the effect of exercise before a single decompression dive in preventing reduction of eNOS levels in the treatment group and control.
Methods: This research uses true experimental study design. eNOS levels were checked at the beginning, before and after dive. The experiment group performed acute submaximal exercise 70 of maximum cardiac frequency with ergocycle 60 rpm 24 hours before dive 280 kPa for 80 minutes. The control group did not do ergocycle before dive. Subjects were male trained divers.
Result: In experiment group, acute submaximal exercise can prevent a decrease of eNOS levels after a single decompression dive with baseline levels of eNOS 2.7 2.07 20.76 and eNOS levels after decompression dives 2.7 1.81 34.77 , and there are differences in changes of the mean levels of eNOS significantly between experiment group and control with mean difference 0.00 6.66 ndash 29.27 on experiment group and 0.39 122.03 ndash 0.84 in control group.
Conclusion and Recommendation: Acute submaximal exercise can prevent a decrease of eNOS levels after single decompression dive. There are significant differences between treatment group and control. Further study is needed on the clinical benefits and the research subject other than a male trained diver.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>