Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 164716 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Alim Saadi
"Kegagalan material karena korosi berpengaruh pada operasi kilang sehingga diperlukan analisa dan pemilihan material untuk menjamin kehandalannya. Pelaksanaan Inspeksi Berdasarkan Resiko memerlukan data korosi dan identifikasi material terutama untuk menentukan nilai kemungkinan kegagalan (probability of failure). Terdapat korelasi yang berarti (significant) antara korosi material dengan inspeksi berdasarkan resiko. Pengujian material baja karbon Pipa ASTM A 106 Grade B, Pipa ASTM A 53 Grade B, Pipa KI-R 410 W, Grade P265 GH, Pipa SA 335 Grade P5, dan Pipa ASTM A516 Grade 70 menghasikan laju korosi dan sifat mekanis sebagai acuan pemilihan material.
Dari hasil penelitian diperoleh laju korosi terbesar adalah pipa ASTM A 106 Grade B sebesar 1.1649 mpy. Optimalisasi pemilihan material terhadap kelima sampel diperoleh material terbaik adalah pipa KI-R 410 W, diikuti pipa ASTM A 53 Grade B, pipa 516 Grade 70, pipa SA-335 Grade P5 dan terakhir pipa ASTM A 106 Grade B. Pemilihan material yang optimal meningkatkan kehandalan kilang.

Material Failure due to corrosion has a significant role in a plant operation, therefore material has to be analyzed and selected properly to guarantee plant reliability in their operation. Implementations of Risk Based Inspection need some data of corrosion in order to determine the probability of failure. We found a significant correlation between materials failure due to corrosion in Risk Based Inspection. More corrosive material will increase the probability of failure. Experiment on Pipe materials ASTM A 106 Grade B, ASTM A 53 Grade B, Pipe KI-R 410 W Grade P65 GH, Pipe ASTM SA 335 Grade B and Pipe A 516 Grade 70, conclude that corrosion rate, service life and mechanical properties can be used as a basic for materials selections.
From the experiment we found the biggest corrosion rate is ASTM A 106 Grade B with 1.1649 mill per year. From the material selection we found the best material is Pipe KI-R 410 W, and than ASTM A 53 grade B, Pipe 516 Grade 70, Pipe SA 335 Grade P5 and Pipe ASTM A 106 Grade B. The correct material selection will increase the reliability of plant.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2015
T44239
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendry Saputra Kusyanto
"Material pipa baja karbon API 5Lgrade B merupakan pipa baja yang banyak digunakan dalam industry minyak dan gas bumi. Jenis pipa tersebut sering terjadi kerusakan yang disebabkan oleh korosi internal. Penelitian ini dilakukan pada unit FGR karena terjadinya internal korosi yang tinggi. Penelitian ini dilakukan dengan metoda Risk Based Inspection untuk mengetahui tingkat risiko pada unit tersebut. Peneliti menganalisis perilaku korosi sampel pipa terkorosi API 5L grade B berupa struktur mikro, perubahan sifat mekanik dan perubahan komposisi kimia yang dibandingkan dengan pipa yang baru dan belum terkorosi.
Dari hasil penelitian tersebut didapatkan bahwa pipa penyalur pada unit FGR tersebut penilaian tingkat risiko yang didapatkan adalah medium risk dengan analisis komposisi kimia produk korosi yang dominan adalah FeCO3 Siderit yang diakibatkan dari proses oksidasi besi akibat adanya H2O dan CO2.

Carbon steel pipe material API 5L grade B is commonly used for distribution of oil and gas industry. It often occurs damage that is caused by internal corrossion. This research is done in flare gas recovery unit where high internal corrosion happened. It has been performed by risk based inspection method to know risk level of this part. The researcher analyze fluid composition and corroded sample API 5L grade B by developing of microstructure, mechanical denaturing and change of chemical composition comparing with new pipe sample.
The result is showing that the pipe API 5L grade B applied as distribution line is found existence of deterioration pipe material caused by internal corrosion and has risk at medium level medium risk. The chemical composition analysis at corroded sample API 5L grade B indicates dominant corrosion product is hematite FeCO3, that is caused by H2O and CO2. Mechanical properties of this sample is still meet the standard of API 5L grade B.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
T49082
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rina Krisnayana
"CPO adalah bahan baku untuk memproduksi biodiesel. Biodiesel adalah energi terbarukan atau alternatif bahan bakar dari mesin diesel dan terbuat dari sumber terbaharui. Dalam proses produksi, CPO dan biodiesel ini memerlukan tempat penyimpanan yang membutuhkan material yang tepat. Material yang digunakan pada penelitian ini adalah baja karbon, SS 304, SS 316 dan monel 400. Pada material tersebut dilakukan uji komposisi kimia, struktur mikro, uji kekerasan mikro Vickers, pengamatan visual dan uji korosi mengacu pada ASTM G31 dengan kondisi tanpa ada aliran, T = ± 25oC selama 112 hari dalam lingkungan CPO dan biodiesel. Sedangkan pada CPO dan biodiesel dilakukan uji TAN dan kadar air. Setelah uji korosi mengacu pada ASTM G31 dilakukan pengamatan visual, pengamatan makro, uji produk korosi, laju korosi, struktur mikro, uji kekerasan mikro Vickers, uji TAN, uji kadar air dan analisa korosi.
Hasil penelitian ini adalah nilai laju korosi dilingkungan CPO dengan mengacu pada ASTM G31 untuk sampel baja karbon, SS 304, SS 316 dan monel 400 berturut-turut adalah 0,203 mm/th, 0,019 mm/th, 0,018 mm/th, dan 0,017 mm/th. Nilai laju korosi dilingkungan biodiesel dengan mengacu pada ASTM G31 untuk sampel baja karbon, SS 304, SS 316 dan Monel 400 berturut-turut adalah 0,021 mm/th, 0,018 mm/th, 0,016 mm/th, dan 0,015 mm/th. Material yang memiliki ketahanan korosi yang cukup baik dilingkungan CPO adalah sampel SS 304, SS 316 dan Monel 400. Sedangkan material yang memiliki ketahanan korosi yang cukup baik dilingkungan biodiesel adalah sampel baja karbon, SS 304, SS 316 dan Monel 400. Sampel baja karbon pada CPO mengalami penurunan nilai kekerasan dan pada butiran terjadi korosi yang ditandai dengan terdapatnya lubang pada butiran serta pada batas butir dipermukaan sampel terlihat melebar. Sampel SS 304, SS 316 dan monel 400 pada CPO tidak terjadi penurunan nilai kekerasan dan butiran tidak terkorosi. Sampel baja karbon, SS 304, SS 316 dan monel 400 pada biodiesel tidak terjadi penurunan nilai kekerasan dan butiran tidak terkorosi. Material yang cocok digunakan dilingkungan CPO adalah SS 304, SS 316 dan monel 400. Material yang cocok digunakan dilingkungan biodiesel adalah baja karbon, SS 304, SS 316 dan monel 400.

CPO is feed for produce biodiesel. Biodiesel is renewable energy or alternative fuel for diesel mechine and from renewable source. In production process, CPO and biodiesel need storage tank with right material. The material used in this research are Carbon Steel, SS 304, SS 316 and Monel 400. At material to do chemical composition test, microstructure, microhardness Vickers test, visual observation and Corrosion test with ASTM G31 for condition no flow rate, T = ± 25oC until 112 days in CPO and biodiesel environment.For CPO and biodiesel to do TAN test and water contain test. After corrosion test ASTM G31 to do visual observation, makro observation, product corrosion test, corrosion rate, microstructur, microhardness Vickers test, TAN test, water contain test and analysis corrosion.
Result this research are corrosion rate in CPO with ASTM G31 for Carbon Steel is 0,203 mm/th, for SS 304 is 0,019 mm/th, for SS 316 is 0,018 mm/th, for Monel 400 is 0,017 mm/th, Corrosion rate in biodiesel with ASTM G31 for Carbon Steel is 0,021 mm/th, for SS 304 is 0,018 mm/th, for SS 316 is 0,016 mm/th and for Monel 400 is 0,015 mm/th. Material have corrosion resistance in CPO are SS 304, SS 316 and Monel 400. Material have corrosion resistance in Biodiesel are Carbon Steel, SS 304, SS 316, and Monel 400. Sample Carbon Steel in CPO have decrease microhardness Vickers value and at boundary have corrosion which is characterized by the presence of hole at boundary and at grain boundary in surface sample Carbon Steel look wider. Sample SS 304, SS 316 dan Monel 400 in CPO no declaine microhardness Vickers value and boundary not corroded. Sample Carbon Steel, SS 304, SS 316 dan Monel 400 in Biodiesel no declaine microhardness Vickers value dan boundary not corroded. Material suitable fot use in CPO are SS 304, SS 316 and Monel 400. Material suitable for use in Biodiesel are Carbon Steel, SS 304, SS 316 and Monel 400."
2013
T37664
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dito Iandiano
"Material baja karbon merupakan material yang umum dipakai sebagai pipa penyalur, baik flowline maupun pipeline proses produksi gas alam. Penggunaan material baja pada proses tersebut seringkali menghadapi masalah yang berkaitan dengan korosi yaitu terjadinya kebocoran akibat pengaruh adanya gas CO2 yang terlarut dalam media air dan bersifat korosif (asam). Dalam upaya mengatasi masalah tersebut di atas, perlu diketahui besaran laju korosi material baja akibat pengaruh gas CO2 terlarut.
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan studi laju korosi material baja yang digunakan pada proses produksi gas alam yang mengandung CO2 dalam berbagai kondisi yang mewakili kondisi sesungguhnya di dalam aplikasi seperti pengaruh tekanan parsial CO2, komposisi larutan, dan temperatur. Penelitian dilakukan dengan metoda uji polarisasi.
Hasil dari penelitian ini akan merefleksikan besaran laju korosi yang terjadi pada pipa penyalur gas alam akibat pengaruh CO2 terlarut. Laju korosi baja karbon pada lingkungan yang mengandung CO2 berkisar antara 15 - 28 mpy. Laju korosi yang tinggi ini akan membahayakan flowline dan pipeline penyalur gas alam sehingga dibutuhkan suatu metode proteksi untuk mencegah terjadinya kegagalan akibat proses korosi yang terjadi.
Hasil dari penelitian ini merupakan tahap awal, sebagai bahan masukan untuk melakukan upaya penanggulangan (proteksi) agar tidak terjadi kebocoran flowline dan pipeline akibat korosi CO2 sesuai dengan umur pakai (life time) yang telah dirancang.

Carbon steel is commonly used as flowline and pipeline in natural gas production process. However, the use of this steel often face problems related to corrosion, such as leakage due to effect of dissolved CO2 in water that causes corrosive environment (acid). In order to overcome this problem, further study must be carried out about corrosion rate model of this steel in dissolved CO2 condition.
The aim of this research is to study corrosion rate of steel as flowline and pipeline in natural gas production process with CO2 content and variety of conditions that represent the actual conditions in practice such as CO2 partial pressure, solution composition, and temperature. Research conducted by polarization test.
The result of this study will illustrate the level of corrosion rate occurred in natural gas pipelines due to the effect of dissolved CO2. Corrosion rate of carbon steel in environments containing CO2 ranged between 15-28 mpy. The high corrosion rate observed would damage natural gas transmission flowline and pipeline. Consequently, a protection method is required to prevent flowline and pipeline failure due to such corrosion.
The result of this study is the first step, as an input for prevention efforts, to prevent leakage of flowline and pipeline due to corrosion of CO2 appropriate with the lifetime that has been designed.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
S90
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Toffan Maulana
"Permasalahan tentang korosi pada industri kini sudah sangat bervariasi. Maka dibutuhkan pula perlindungan yang tepat untuk tiap aplikasi yang membutuhkan. Dari berbagai macam perlindungan korosi, inhibitor salah satunya. Inhibitor merupakan suatu substansi yang ditambahkan kedalam lingkungan korosif dalam jumlah yang relatif kecil yang dapat menurunkan laju korosi (corrosion rate). Penggunaan inhibitor sebagai salah satu cara perlindungan korosi telah banyak digunakan pada dunia industri terutama pada industri pengolahan minyak, gas dan petrokimia. Inhibitor terdiri dari berbagai jenis yang dalam penggunaanya harus disesuaikan dengan kondisi lingkungan serta material yang hendak di proteksi.
Penelitian ini tentang mengetahui kinerja variasi dua inhibitor, yaitu nitrit dan polyphosphate, pada lingkungan 3,5 % NaCl (air laut) dengan material yang dilindungi ialah baja karbon karena aplikasinya sering digunakan pada industri. Penelitian ini dilakukan dalam skala laboratorium. Dengan metode kehilangan berat (weight loss) penelitian dilakukan berdasarkan standar pengujian pada ASTM G 1 - 03 dan ASTM G 31 - 72. Variasi kedua inhibitor NaNO2 dan NaPO4 yang ditambahkan pada lingkungan berturut-turut 0,5% + 10 ppm; 1 % + 10 ppm; 2 % + 10 ppm; 5 % + 10 ppm dan 0,5 % + 10 ppm; 0,5 % + 20 ppm; 0,5 % + 50 ppm. Pengukuran kehilangan berat dilakukan setiap 1, 3, 5, dan 7 hari.
Hasil pengujian ini pada penambahan kedua inhibitor ini akan menurunkan laju korosi. Pada variasi inhibitor polyphosphate, meskipun laju korosi turun, hasilnya masih lebih kecil daripada variasi inhibitor nitrit. Efisiensi variasi inhibitor polyphosphate 40-46%, dengan penambahan hingga 50 ppm efisiensi naik hingga 86%. Sedangan efisiensi variasi inhibitor nitrit sekitar 84-95%, dengan hasil optimal didapat dari penambahan 2% nitrit efisiensi menjadi 95 %.

Now a days corrosion takes much problem in industries. So we need to prevent it in the aplication that takes corrosion. From all types of corrosion protection methode, inhibitor is one of widely used in petrochemical industries. Inhibitor is a small amount of substance which added to corrosive environment which can decreasing the corrosion rate. There are many types of inhibitors, which on the application must be adjust with the environment condition and also the material that we want to protect.
Purpose of this research to know the performance of two types of inhibitor, which is nitrite and polyphosphate, to protect low carbon steel in 3.5 % NaCl environment (sea water) which is the application is widely used on industries. This research was conducted in a laboratory scale. By using weight loss methode this research based on ASTM G 1 - 03 and ASTM G 31 - 72. Variable of both inhibitor (NaNO2 and NaPO4) which added continously 0,5% + 10 ppm; 1 % + 10 ppm; 2 % + 10 ppm; 5 % + 10 ppm and 0,5 % + 10 ppm; 0,5 % + 20 ppm; 0,5 % + 50 ppm. Weight loss measurement was conduct every 1, 3, 5, and 7 days.
The result from addition of both inhibitor will decreasing the corrosion rate. By variabling the polyphosphate inhibitor, even though the corrosion rate decrease, the result still smaller than nitrit inhibitor. Efficience value of polyphosphate inhibitor variable vary from 40-46%, by adding till 50 ppm the efficience will increase until 86%. However, the efficience value nitrite inhibitor variable vary from 84-95%, with the highest value was reach by adding 2% nitrite + 10 ppm polyphosphate.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S41808
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadi Setiawan
"Material baja G10180 umum digunakan sebagai sampel kupon untuk memonitor proses korosi baja karbon. Pada berbagai literatur menyebutkan bahwa laju korosi baja karbon dalam larutan natrium klorida akan mencapai nilai maksimum pada konsentrasi NaCl sekitar 3,5% berat. Evaluasi laju korosi material G10180 dilakukan dengan menggunakan metode analisa Tafel untuk lingkungan air tawar, NaCl 1%, 2%, 3%, 3,5% dan 4% berat, serta laju korosi yang didapat akan dibandingkan dengan laju korosi baja API 5L Grade-B.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa dalam lingkungan NaCl pada sistem terbuka dengan temperatur 27_C dan tekanan 1 atm, proses korosi baja G10180 lebih dipengaruhi aktivitas reaksi anodik daripada reaksi katodiknya. Jika dibandingkan dengan baja API 5L Grade-B, laju korosi baja G10180 yang didapatkan dari pengujian ini hampir sebesar 2,5 kali dari nilai laju korosi baja API 5L Grade-B.

G10180 steels commonly used as corrosion coupon for carbon steel monitoring process. In many literature stated that carbon steel corrosion rate in sodium chloride solution will reach maximum value around 3%wt NaCl. G10180 corrosion rate evaluation done by using Tafel analysis method in tap water, 1%, 2%, 3%, 3.5% and 4%wt. NaCl solution, and also will be compared with API 5L Grade-B corrosion rate.
The results showed that in open system NaCl solution with 1 atm and 27_C, G10180 corrosion process determined by its anodic reaction activity compared to its cathodic reaction. If compared with the API 5L Grade-B steel, the G10180 corrosion rate almost 2.5 times larger than API 5L.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2009
T41216
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Setyo Hadi Saputro
"Fenomena peok sering ditemukan pada generator uap nuklir. Hal ini disebabkan karena tegangan lokal yang tinggi dan sebagai akibatnya tekanan menggerakkan dinding tabung inconel ke dalam. Kenyataannya, terjadi tegangan lebih besar dari pada titik luluh dari paduan sehingga menyebabkan terjadinya kegagalan Tegangan kerja yang tinggi dibarengi dengan lingkungan korosif. terutama hadirnya fan Cr, maka akan mempercepat terjadinya kegagalan. Korosi retak tegang merupakan bentuk korosi yang sangat berbahaya dari pada bentuk korosi lainnya karena terjadi dengan tidak dapat diprediksi dan tidak dapat dilihat hanya dengan visual saja. Oleh sebab itu, dilakukan penelitian terhadap ketahanan dan mekanisme korosi retak tegang pada material baja AISI 1008 dalam kondisi operasional yang disimulasikan dalam skala laboratorium. "
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2004
S41355
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Chumairah Desiana
"Bahan baku baja selama ini kebanyakan berasal dari bijih besi hematit. Tidak adanya bahan baku bijih besi ini di Indonesia mendorong perusahaan besi baja untuk membuat baja dari mineral laterit yang tersebar di Indonesia dengan kandungan Fe cukup tinggi sekitar 50%. Baja laterit masih diproduksi terbatas dan belum banyak diaplikasikan. Salah satu contoh aplikasi baja laterit adalah sebagai material jembatan TEKSAS diatas Danau Mahoni, Universitas Indonesia. Karena terpapar secara langsung pada lingkungan, maka ketahanan korosi baja laterit perlu diketahui. Pada kondisi aplikasi ini baja laterit mungkin terbasahi air danau, dan faktor lingkungan seperti temperatur dapat mempengaruhi ketahanan korosi baja laterit.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh temperatur terhadap laju korosi baja karbon dari bijih besi hematit dan baja laterit pada lingkungan air danau FTUI. Perbedaan mendasar baja laterit dan baja karbon adalah adanya elemen tambahan Ni dan Cr pada baja laterit yang menggolongkan baja laterit sebagai baja paduan rendah (low alloy steel) dan dapat mempengaruhi ketahan korosi dari baja. Pengujian laju korosi menggunakan metode weight loss dimana kedua jenis baja direndam dalam air danau selama 1, 2, 3, 4 dan 5 hari dengan 3 variasi temperatur, yaitu temperatur ruang, 50°C dan 70°C.
Dalam penelitian ini disimpulkan laju korosi baja karbon cenderung menurun 13% dan baja laterit cenderung konstan seiring dengan bertambahnya waktu pada temperatur ruang dan cenderung menurun sekitar 12% pada baja karbon dan 17% pada baja laterit dengan bertambahnya waktu pada temperatur 50°C dan pada 70°C laju korosi cenderung menurun 9% untuk baja karbon dan 20% untuk baja laterit. Laju korosi baja karbon dan baja laterit meningkat dengan bertambahnya temperatur. Pada baja karbon laju korosi meningkat dari 4,4 mpy pada temperature ruang menjadi 10,3 mpy pada temperatur 50°C dan 11,5 mpy pada temperature 70°C. Pada baja laterit laju korosi juga meningkat dari 3,58 mpy pada temperature ruang menjadi 9,09 mpy pada temperatur 50°C dan meningkat lagi menjadi 11,5 mpy pada temperatur 70°C. Laju korosi baja laterit mempunyai ketahanan korosi yang lebih baik dari baja karbon karena pengaruh elemen paduan yang terkandung dalam baja laterit.

Most of steel are produced from hematite iron ore. The scarcity of hematite iron ore in Indonesia, encouraged iron & steel company to produced steel from laterite mineral, which has high deposit in Indonesia with high grade iron (50%Fe). Laterite steel now are produced with limited quantity. One of the application of laterite steel as material in TEKSAS bridge on Mahoni lake, University of Indonesia. Because laterite steel directly exposed to environment, corrosion resistance of laterite steel is an important factor. Laterite steel bridge may wetting with lake water and environment factor, like temperature could effect laterite steel corrosion resistant.
The objective of this research to observe the influence of temperature to corrosion rate of carbon steel from hematite iron ore and laterite steel on lake water environment. The difference between carbon steel and laterite steel, are addition of Cr and Ni on laterite steel, which classified laterite steel into low alloy steel and may effected corrosion behaviour of steel. Corrosion rate measurement are conducted by weight loss method, which both of steel immersed in lake water with time period 1, 2, 3, 4 and 5 day at room temperature, 50°C and 70°C.
The conclusion of this research was the corrosion rate of carbon steel decreased 13% and laterite steel were constant with immersion time at room temperature. But, tendency of carbon steel and laterite steel corrosion rate decreased with immersion time in temperature 50°C and 70°C. Carbon steel decrease about 12% and laterite steel 17% in temperature 50°C. Corrosion rate of carbon steel in temperature 70°C decrease 9% and laterite steel 20%. The corrosion rate of carbon steel and laterit steel increased with increasing temperature. Corrosion rate of carbon steel increase from 4,4 mpy in room temperature into 10,3 mpy in temperature 50°C and 11,5 mpy in temperature 70°C. Corrosion rate of laterite steel increase from 3,58 mpy at room temperature to 9,09 mpy at temperature 50°C and to 11,5 mpy at temperature 70°C. Laterite steel have higher corrosion resitance than carbon steel because of addition element on laterite steel.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S41763
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yekti Ikhtiarie
"Perkembangan ilmu dan teknologi material dewasa ini memacu dikembangkan material dengan karakter sesuai yang diharapkan antara lain ulet, keras, tahan korosi, tahan panas, ringan dan lain sebagainya. Aluminium salah satu material yang menarik perhatian untuk dikaji karena dapat membentuk anodic porous alumina yang memiliki sifat khas yaitu keteraturan strukturnya yang terbentuk. Anodic porous alumina sangat banyak digunakan baik dalam sektor yang sederhana dan inovatif. Teknologi yang saat ini sangat penting untuk pembuatan anodic porous alumina adalah proses anodizing. Sifat dan struktur aluminum oksida tersebut sangat dipengaruhi oleh beberapa variabel proses anodisasi seperti waktu anodisasi, jenis dan konsentrasi larutan elektrolit, tegangan dan rapat arus, serta temperatur. Pembentukan anodic porous alumina dari aluminium foil dilakukan dengan metoda anodisasi sederhana. Proses anodisasi dilakukan dalam larutan elektrolit asam asetat 0,2 M dengan waktu anodisasi 30 menit yang dilakukan dengan pada temperatur 4 _C, 22 _C dan 40 _C dan tegangan 10 V, 40 V, 70 V, 90 V dan 120 V. Pengamatan ukuran diameter pori dilakukan dengan alat measuring microscope sedangkan pengukuran ketebalan oksida dilakukan dengan alat SEM. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa ukuran diameter pori aluminium oksida yang terbentuk dan ketebalan lapisan oksida pada aluminium akan meningkat seiring dengan peningkatan temperatur dan tegangan anodisasi. Rata-rata ukuran diameter pori yang terbentuk minimal terjadi pada temperatur 4 _C dan tegangan 10 volt yaitu 269,4 _m dan rata-rata ukuran diameter pori maksimal yang terbentuk terjadi pada temperatur 22 _C dan tegangan 90 V. Rata-rata ketebalan lapisan oksida minimal terjadi pada temperatur 4 _C dan tegangan 10 volt yaitu 0,38797 _m dan rata-rata ketebalan lapisan oksida maksimal terjadi pada temperatur 40 _C dan tegangan 90 volt yaitu 16,83 _m."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2009
T41217
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>