Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 169999 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Novitasari
"CREMτ dan protamin adalah protein yang berperan penting dalam proses spermatogenesis, CREMτ spesifik testis bekerja sebagai faktor transkripsi untuk gen protamin. Protamin merupakan protein yang berperan dalam remodelling chomatin pada spermatozoa. Beberapa penelitian sebelumnya telah melaporkan bahwa gen protamin (P1 dan P2) memiliki tingkat regulasi yang berbeda terkait dengan perbedaan waktu antara proses transkripsi dan translasi. Hal ini terjadi karena pada saat protamin telah diekspresikan maka gen-gen pada proses spermatogenesis akan mengalami peredaman (silencing gene). Pada penelitian ini dianalisis perubahan ekspresi gen CREMτ, P1 dan P2 yang diduga mengalami disregulasi sehingga menyebabkan terjadinya spermatogenic arrest pada laki-laki azoospermia. Sampel penelitian berasal dari jaringan testis tersimpan pada Departemen Biologi Kedokteran,FKUI berjumlah 42 sampel yang terdiri dari 5 sampel dengan penilaian Johnsen dua, 7 sampel dengan penilaian Johnsen tiga dan empat, 15 sampel dengan penilaian Johnsen lima dan enam, 10 sampel dengan penilaian Johnsen tujuh, serta 5 sampel dengan penilaian delapan. Analisis perubahan ekspresi dilakukan dengan teknik qRT-PCR. Dari penelitian ditemukan perbedaan bermakna (p < 0,05) antara perubahan ekspresi CREMτ pada kelompok penilaian Johnsen dua dengan kelompok penilaian Johnsen tujuh walaupun tidak menyebabkan spermatogenic arrest secara langsung. Hasil penelitian juga mengindikasikan terjadinya spermatogenic arrest berkaitan dengan nilai ekspresi protamin dari hasil uji statistik yang tidak berbeda bermakna pada setiap penilaian Johnsen. Berdasarkan hasil uji korelasi Spearman diketahui bahwa gen CREMτ, P1 dan P2 memiliki tingkat korelasi pada setiap penilaian Johnsen.

Protamine and CREMτ and is a protein that have a crucial function on spermatogenesis. CREMτ is known a specific testes as transcription factor of protamine gene. During spermiogenesis, protamine have a role to the remodeling chromatin causes the compaction of the spermatid chromatin. Preelementary studies indicate that protamine (P1 and P2) have a different regulate for mechanism of expression gene, related with translational-repressed phase. It occurs because protamine silenced gene. Expression of P1, P2 and CREMτ was analyzed as cause of spermatogenic arrest from infertile men with azoospermia. The sample from the testicular testes are stored in Departement of Medical Biology, FM UI. The study included 42 testicular testes and stage of spermatogenic arrest have addressed with scoring Johnsen method, of which 5 sample classified with scoring two, 7 sample with scoring three and four, 15 sample with scoring five and six, 10 sample with scoring seven and 5 sample with scoring eight. Analysis of expression was performed by qRT-PCR. There were a significant differences (p < 0,05) of CREMτ mRNA expression inter-group differences. But, there were no significant inter-group differences in P1 and P2 mRNA expression that classified with scoring Johnsen. Statistical analysis for correlation between P1, P2 and CREMτ have a significant correlation dependent of a different stage on spermatogenesis. This study indicate that P1 and P2 lead silenced gene in spermatogenesis because mRNA P1 and P2 was detect in every stage of spermatogenesis, and consistent with the suggestion that CREMτ are involved in the spermatogenesis as a transcription factors.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christina Agusta Deviana Tanifan
"Spermatogenic arrest adalah kondisi terhentinya proses maturasi sel germinal yang selama ini diagnosisnya ditegakkan melalui skoring Johnsen hasil biopsi testis. Protein yang berperan penting dalam proses transkripsi selama spermatogenesis adalah CREM yang berikatan dengan aktivatornya yaitu ACT yang diduga diregulasi oleh SPAG8 dan RANBP9. Sampai saat ini peranan kedua gen tersebut dalam proses spermatogenic arrest belum diketahui. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ekspresi relatif Spag8 dan RanBP9 pada spermatogenic arrest serta menganalisis korelasi ekspresi kedua gen. Penelitian ini merupakan studi cross sectional yang menggunakan sampel berupa hasil biopsi testis dengan skoring Johnsen 2 sampai 8. Analisis ekspresi relatif Spag8 dan RanBP9 menggunakan teknik qRT-PCR dengan perhitungan Livak. Data yang diperoleh dianalisis statistik menggunakan uji ANOVA one way untuk Spag8 dan uji Kruskal Wallis untuk RanBP9 dengan nilai kemaknaan p

Spermatogenic arrest is a cessation of germ cell maturation process that has been diagnosed by scoring Johnsen testicular biopsy results. Proteins that play an important role in the transcription process during spermatogenesis are CREMs that bind to their ACT activators that are suspected to be regulated by SPAG8 and RANBP9. Until now the role of both genes in the spermatogenic arrest process is not known. This study aims to determine the relative expression of Spag8 and RanBP9 on spermatogenic arrest and to analyze the correlation of expression of both genes. This study is a cross sectional study using a sample of testicular biopsy with Johnsen 2 to 8 score. Relative expression analysis of Spag8 and RanBP9 using qRT PCR technique with Livak calculation. The data obtained were analyzed statistically using ANOVA one way test for Spag8 and Kruskal Wallis test for RanBP9 with significance value p
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sari Setyaningsih
"Spermatogenesis merupakan proses perkembangan sel-sel germinal yang sangat ketat diregulasi. Perubahan pada morfologi sel selama diferensiasi atau migrasi dalam tubulus seminiferus menunjukkan keterlibatan banyak gen. Spermatogenesis terdiri dari tahap mitosis, meiosis dan spermiogenesis. Salah satu gen yang berperan pada meiosis adalah Cell Division Cycle 25A (CDC25A). CDC25A merupakan anggota dari M-phase inducer (MPI), protein famili fosfatase yang tidak hanya meregulasi progresi meiosis melalui aktivasi CDK tetapi juga penting untuk transisi fase G1 ke fase S pada interfase. CDC25A juga memiliki hubungan dalam kegagalan spermatogenesis yaitu dengan menurunkan level transkrip dari CDC25A dan gagalnya sperm retrieval pada laki-laki infertil. Pemeriksaan infertilitas pada kasus azoospermia akibat kegagalan spermatogenesis terbatas pada pemeriksaan histologi dari sampel biopsi testis, oleh sebab itu diperlukan penelitian dibidang molekular untuk mengetahui kandidat gen yang dapat digunakan sebagai marker dalam meningkatkan kualitas pemeriksaan biopsi testis. Penelitian ini merupakan studi potong lintang (cross section) dengan menggunakan 45 sampel biopsi testis dengan kategori penilaian Johnsen dari penilaian 3 sampai 8. Analisis ekspresi mRNA CDC25A menggunakan kuntitas relatif dengan qRT-PCR dan analisis ekspresi protein dengan perhitungan jumlah sel positif dengan menggunakan metode imunohistokimia. Analisis statistik yang dilakukan adalah uji korelasi Spearman Rho. Berdasarkan hasil penelitian diketahui terdapat penurunan ekspresi relatif mRNA dan ekspresi protein pada penilaian Johnsen 5. Korelasi antara nilai ekspresi mRNA dan ekspresi protein CDC25A terdapat korelasi positif yang sedang antara ekspresi mRNA dan persentase jumlah sel positif protein CDC25A dengan nilai r= 0,546 dan nilai p = 0,010 (p<0,05). Hal ini memiliki indikasi bahwa CDC25A berperan terhadap terjadinya meiotic arrest sebagai salah satu penyebab kegagalan spermatogenesis.

Spermatogenesis is tightly regulated developmental process of male germ cells. The drastic change in cell morphology during germ cells differentiation and migration in seminiferous tubule suggests the presence of highly organize network of genes. The stages in spermatogenesis are mitotic for self renewal or differentiation into later-stage spermatogonium, meiotic division and spermiogenesis. One of genes that has role in meiotic is Cell Division Cycle 25A (CDC25A). CDC25A is M-phase inducer (MPI), phosphatase family member that has fuction not only regulate meiotic progression through CDK activation but also important for transision G1/S phase in interphase. CDC25A has relationship with spermatogenesis failure, the decreased CDC25A is associated with spermatogenic failure and failed sperm retrieval. Recently, Infertility examination for azoospermia limited on histology aspect, therefore molecular research to find gene as a marker for infertility will improve testis biopsies examination. This research was a cross sectional study from 45 testis biopsies sample with Johnsen scoring categories from scoring 3 until 8. mRNA Expression analysis used qPCR and protein expression analysis used immunohistochemistry method. Statistical analyses were Kruskal Wallis and Spearman correlation, if p value less than 0.05 was considered significant correlation. The result showed mRNA transcript level and protein expression of CDC25A decreased in scoring 5 of Johnsen scoring categories. Correlation between mRNA relative expression and protein expression of CDC25A showed moderate positive correlation with p= 0,010 (p<0,05) and Spearman correlation coefficient was 0,546 (r=0,546). This research indicated that CDC25A has associated with meiotic arrest as an etiology of spermatogenic failure.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luluk Hermawati
"DAZ-like DAZL pada kromosom 3 dan BOULE pada kromosom 2merupakan gen-gen yang termasuk dalam DAZ family gen. Gen-gen tersebut merupakan regulator siklus sel spesifik pada sel germinal. Mutasi pada DAZ family gen mengakibatkan terjadinya meiotic arrest dan infertilitas. DAZL dan BOULE diketahui berinteraksi dengan CDC25 dalam meregulasi meiosis pada siklus sel. Selama ini pemeriksaan infertilitas pada kasus azoospermia akibatkegagalan spermatogenesis terbatas pada pemeriksaan histologi dari sampel biopsi testis, oleh sebab itu diperlukan penelitian dibidang molekular untuk mengetahuikandidat gen yang dapat digunakan sebagai marker dalam meningkatkan kualitas pemeriksaan biopsi testis.
Penelitian ini merupakan studi cross-sectional dengan menggunakan 40 sampel biopsi testis berdasarkan kategori penilaian Johnsen dengan nilai 2 sampai 8. Analisis ekspresi mRNA DAZL dan BOULEmenggunakan qRT-PCR. Analisis statistik yang dilakukan dengan uji Spearmanrho. Ekspresi antara gen DAZL dengan kategori penilaian Johnsen menunjukkankorelasi positif r=0,42 dengan nilai kemaknaan p=0.004. Ekspresi mRNA BOULE dengan kategori penilaian Johnsen menunjukkan tidak adanya korelasimenunjukkan korelasi r=0,21 dengan nilai kemaknaan p=0.092. Ekspresi mRNA DAZL dan BOULE dengan Spearman Rho menunjukkan korelasi positif r = 0,415 dengan nilai kemaknaan p=0.008. Hal ini mengindikasikan bahwa DAZLdan BOULE berperan terhadap terjadinya kegagalan spermatogenesis.

DAZ like DAZL on chromosome 3 and Boule on chromosome 2 are genes which includes in DAZ gene family. These genes have a role as regulator in cell cycle on germ cells. Mutations on DAZ gene family caused meiotic arrest andinfertility. DAZL and BOULE are known have interaction with CDC25 it regulate meiosis in the cell cycle. Examination of infertility on azoospermia cases, whichcause of spermatogenesis arrest is limited by histological examination frombiopsy testes. Therefore molecular research is needed to determine the candidate genes that could be used as a marker in improving the quality of testicular biopsy examination.
This research is a cross sectional study using 40 biopsy testessamples based on category Johnsen assessment with value 2 to 8. Analysis mRNA expression of DAZL and BOULE using qRT PCR. Correlation between theexpression of mRNA DAZL with category Johnsen using Spearman Rho showed a positive correlation r 0. 42 with a significance value p 0.004. Correlationbetween the expression of mRNA BOULE with category Johnsen using Spearman Rho showed a positive correlation r 0. 21 with a significance value p 0.092.Correlation between mRNA expression DAZL and BOULE with Spearman Rhoshowed a positive correlation r 0. 415 with a significance value p 0.008 p
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Namira Kesuma Jelita
"Infertilitas pada pasangan yang diakibatkan oleh pria mencapai angka 40. Untuk diagnosis klinis pasti penyebab infertilitas dan pengecekan apakah dapat dilakukan ekstraksi spermazoa dilakukan prosedur invasif berupa biopsi testis. Pada penelitian potong lintang ini dianalisis hubungan antara FSH dan gambaran spermatogenik pada 72 pasien azoospermia di Jakarta Pusat yang melakukan biopsi testis pada tahun 2011 - 2015 untuk kemungkinan prediksi ada tidaknya spermatozoa. Kedua data didapatkan dari data sekunder baik rekam medis ataupun hasil laboratorium. Hasil analisis menggunakan Oneway ANOVA dan post-hoc test menunjukkan terdapat perbedaan rerata yang berarti pada minimal 2 kelompok antara kadar FSH dan gambaran spermatogenik.

Infertility in couples caused by men reached the number of 40 . For the clinical diagnosis and to check for the possibility of testicular sperm retrieval an invasive procedure of testicular biopsy was performed. In this cross sectional study the association of FSH and the spermatogenic histology was analysed on 72 azoospermic patient in Central Jakarta. This patients had undergone testicular biopsy between 2011 ndash 2015 to predict the existence of spermatozoa. Both data were acquired from medical record and lab results. The data were analyzed using Oneway ANOVA and post hoc test was performed the result show significant difference in minimal 2 categories between FSH and spermatogenic histology.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eliza
"Dalam masyarakat, sebagian pria beranggapan kontrasepsi urusan kaum wanita. Anggapan ini sebenarnya tidak tepat, karena pembuahan adalah pertemuan antara sel telur yang berasal dari wanita dan sel sperma berasal dari pria. Jadi kalau kita berikhtiar hanya menghambat pematangan sel telur, ini berarti kita mengabaikan peranan sel sperma yang juga mempunyai andil setara dalam hal terjadinya pembuahan.
Berbagai usaha telah dan terus dilakukan oleh para ahli di bidang Andrologi, untuk memperoleh bahan kontrasepsi pria yang benar-benar aman, efektif dan bersifat reversibel. Usaha tersebut didorong oleh kesadaran penuh akan pertambahan jumlah populasi manusia di dunia (Tadjudin, 1986).
Secara garis besar pelaksanaan Keluarga Berencana pada pria dilakukan dengan cara mekanis atau dengan cara penggunaan obat. Cara mekanis diharapkan akan mengganggu penyaluran sperma, misalnya dengan melakukan vasektomi sehingga akan menyumbat saluran sperma, sedangkan penggunaan obat Keluarga Berencana diharapkan dapat menghambat pembentukan sperma atau pematangan sperma. Cara yang dipergunakan dalam Keluarga Berencana yang menggunakan obat yang mengandung hormon merupakan cara yang terakhir (Afandi, 1987).
Spermatogenesis pada dasarnya merupakan proses yang dikendalikan susunan syaraf melalui poros hipotalamus-hipofisis-testis (HHT). Hormon atau anti hormon yang dapat menggangu poros HHT pada dasarnya akan mengganggu pula spermatogenesis, sehingga memungkinkan untuk dipakai dalam melaksanakan Keluarga Berencana pada pria (Tadjudin,1986). Obat-obat tersebut dapat bekerja di berbagai tingkat pada poros HHT.
Pada dasarnya suatu obat atau suntikan Keluarga Berencana untuk pria yang bersifat hormon harus dapat menghambat proses spermatogenesis secara reversibel tanpa mengganggu libido dan tingkah laku kejantanan (Moeloek,1987). Hambatan spermatogenesis dapat dilakukan dalam poros HHT, dalam tingkat hipotalamus, hipofisis atau testis. Pada tingkat hipotalamus diperlukan suatu senyawa yang dapat menghambat sekresi "Gonadotropin Releasing Hormone" (GnRH), pada tingkat hipofisis diperlukan senyawa yang secara langsung dapat menghambat spermatogenesis."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zeti Harriyati
"Ruang lingkup dan Cara penelitian: Kasus infertilitas dijumpai pada 10-15% pasangan suami istri dan sebanyak 50% diantaranya disebabkan oleh faktor gangguan pada pria. Perkembangan dibidang biologi molekuler berhasil mendeterminasi bahwa mikrodelesi kromosom Y merupakan penyebab penting pada infertilitas pria dan merupakan penyebab genetik kedua terbanyak setelah sindrom Klinefelter. Region Azoospermia Faktor (AZF) diduga berperan penting dalam masalah gangguan spermatogenesis. Regio AZF ini dibedakan dalam 3 sub region lagi yaitu AZFa, AZFb, AZFc. Frekuensi delesi yang didapatkan pada pria infertil berkisar dari 1%-55% tergantung pada kriteria seleksi pasien. Penelitian mikrodelesi kromosom Y secara spesifik penting sejalan dengan perkembangan teknik reproduksi berbantuan karena mempunyai potensi transmisi abnormalitas genetik pada keturunannya. Pada penelitian ini digunakan metode PCR menggunakan 6 STS (sequence raged site) pada 50 pria penderita oligoastenoteratozoospermia (OAT), 10 pria normozoospermia (kontrol positif) dan 8 wanita memiliki anak (kontrol negatif). Hasil PCR kemudian di elektroforesis dengan gel agarose 2% dalam larutan dapar TAE IX untuk melihat ada/tidak adanya pita spesifik dengan ukuran tertentu. Beberapa hasil PCR disekuensing untuk konfirmasi ketepatan lokus yang diampiifikasi.
Hasil dan kesimpulan : Dalam penelitian ini ditemukan 1 dari 50 (2%) pria Indonesia penderita oligoastenoteratozoospermia dengan delesi pada dua STS yang digunakan sT254 dan sY255. Pada pria Indonesia oligoastenoteratozoospermia didapatkan mikrodelesi kromosom Y 2% diregion AZFc, dengan gen kandidat utamanya DAZ. Frekuensi delesi pads penelitian ini masih berada dalam kisaran umum (1-55%).

Scope and methods of study: Infertility is affecting 10% to 15% of couples, and a male factor can be identified in about 50% of the cases_ The rapid growth of molecular biology has determined that microdeletion of the Y chromosome represent an important cause of male infertility, and the second most frequent genetic cause of male infertility after Klinefelter syndrome. The AZF region has 3 non-overlapping subregion-AZFa, AZFb, and AZFc, which are required for normal spermatogenesis. The incidence of Y microdeletion has varied widely, from 1% to 55% depends on the selection criteria of the patient. The study of the Y chromosome microdeletion is particularly important because of the potential for transmission of genetic abnormalities to the off spring. The study includes DNA isolation from peripheral blood of 50 OAT men, 10 normozoospermic men, and 8 Indonesian women. We used PCR-based Y chromosome screening with 6 STS for microdeletion, and the continued with agarose electrophoresis. One sample from each STS was sequenced to confirm the exact loci.
Result and conclusion: This study found I from 50 oligoasthenoteratozoospermia (OAT) men containing Ygl1 microdeletion. The frequency of microdeletions was 1/50 (2%) and the location of these microdeletion was detected with sY254 and sY255. The Indonesia oligoasthenoteratozoospermia (OAT) men found Y chromosome microdeletion was 1150 (2%) in AZFc region, with DAZ gene candidate is mayor. Frequency Y microdeletions in this study was still global range (1-55%).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T16199
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mahyunis Aidilfit
"Ruang Lingkup dan Cara Penelitian : Dalam usaha mencari bahan baku obat dan Cara pengobatan tradisional termasuk bahan yang bersifat kontraseptif terutama yang berasal dari tumbuhan, telah banyak diteliti. Sehubungan dengan usaha tersebut, ternyata tanaman kemuning (M paniculata) mempunyai sifat anti-implantasi pada tikus betina hamil satu hari. Terjadinya anti-implantasi pada tikus betina, erat hubungannya dengan adanya gangguan pada sistem hormonal. Dalam beberapa hal sistem hormonal tikus betina analog dengan tikus jantan, terutama yang berkenan dengan proses spermatogenesis. Terganggunya sistem hormon pada reproduksi tikus jantan, akan mengakibatkan terhambatnya proses spermatogenesis tikus tersebut. Untuk mengetahui pengaruh ekstrak akar kemuning terhadap proses spermatogenesis telah dilakukan percobaan pada tikus-tikus jantan Strain LMR, masing-masing dengan dosis 0, 3 g, 0, 6 g, dan 0,9 g tiap kg bb., selama 2 siklus spermatogenesis. Selanjutnya semua tikus perlakuan dikawinkan dengan tikus betina fertil.
Hasil dan Kesimpulan: Pemberian ekstrak akar kemuning dengan dosis 0, 3 g/kg bb., menunjukkan penurunan yang sangat nyata (P< 0,011 pada populasi spermatogonium A, spermatosit primer pakhiten, spermatozoa motif dan spermatozoa hidup, dibandingkan dengan Kedua kontrolnya. Penurunan yang nyata (P< 0,05) teriadi pada jumlah spermatozoa di vas deferens, dan diameter tubulus seminiferus ; sedangkan kepala abnormal, jumlah anak dan berat testis tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P> 0,05). Penyusutan yang sangat nyata (P< 0,01) terjadi pula pada dosis 0, 6 Kg/bb., terhadap spermatogonium A, spermatosit primer pakhiten, jumlah spermatozoa di vas deferens, spermatozoa motif, spermatozoa hidup dan diameter tubulus seminiferus. Sedangkan perbedaan yang nyata (P< 0,05) terdapat pada jumlah kepala abnormal, jumlah anak dan berat testis. Pada pemberian 0, 9 g/Kg bb., ekstrak akar kemuning menyebabkan penurunan yang sangat nyata (P<0,01) pada semua aspek parameter dalam penelitian ini, dibandingkan dengan Kedua kontrolnya. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian ekstrak akar kemuning pada tikus jantan selama 2 siklus spermatogenesis akan menghambat proses spermatogenesis dan akan menurunkan jumlah anak hasil per1awinannya."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Uswatun Hasanah
"Terdapatnya kasus infertilitas pria menimbulkan dugaan bahwa salah satu penyebabnya adalah tingkat integritas DNA sperma, sehingga pemeriksaan tingkat kerusakan DNA sperma dipandang perlu untuk dimasukan dalam analisa semen standar untuk menilai kesuburan pria. Namun demikian sampai saat ini masih terdapat ketidakseragaman laporan mengenai hubungan tingkat integritas DNA sperma dengan parameter standar kualitas spermatozoa seperti motilitas dan morfologi. Disamping itu terdapat berbagai metode pemeriksaan integritas DNA sperma dengan prinsip deteksi yang berbeda yang menyebabkan kesulitan dalam menginterpretasi hasil. Di antara metode tersebut adalah uji Sperm Chromatin Dispersion (SCD) assay dengan melihat pola penyebaran kromatin sperma dan Terminal Deoxynucleotidyl Transferase dUTP Nick-end Labelling (TUNEL) yang mampu mendeteksi patahan DNA. Berdasarkan masalah tersebut maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara tingkat integritas DNA sperma dengan parameter standar kualitas spermatozoa dan juga untuk mengetahui korelasi antara uji SCD dan TUNEL.
Jenis penelitian ini menggunakan metode observasional analitik. Sampel yang diteliti berjumlah 36 sampel dengan rincian 23 sampel dari kelompok pria dengan parameter semen abnormal dibandingkan dengan 13 sampel kelompok pria dengan parameter semen normal. Masing-masing sampel dilakukan pemeriksaan integritas DNA dengan metode SCD dan TUNEL. Hasil pemeriksaan dari kedua metode ini kemudian dilakukan analisa korelasi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dengan metode SCD spermatozoa dengan parameter abnormal (n = 23) mempunyai kisaran indeks fragmentasi DNA (IFD) kriteria baik sebesar 34%, IFD sedang 26% dan IFD kurang 40%, sedangkan pada sperma dengan parameter normal (n = 13) dengan urutan kriteria yang sama menunjukkan kisaran IFD sebesar 46%, 46%, dan 8%. Pada pemeriksaan dengan menggunakan metode TUNEL, sperma dengan parameter abnormal diperoleh IFD baik, sedang dan kurang sebesar 35%, 35%, dan 30%, sedangkan sperma dengan parameter normal diperoleh IFD berkisar antara 31%, 61% dan 8%. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum, baik pada uji SCD maupun TUNEL, terdapat kecenderungan tingginya IFD pada sampel abnormal walaupun hasil analisa statistik pada kedua metode tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Dari analisa korelasi antara SCD dan TUNEL diperoleh hasil bahwa pemeriksaan dengan kedua metode menunjukkan korelasi yang kuat dan signifikan dengan nilai (r = 0.791). sehingga dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan integritas DNA sperma dengan uji SCD maupun TUNEL memberikan hasil yang serupa.

The incidence of man infertility leads to a notion that one of the possible cause is sperm DNA damage, therefore sperm DNA integrity test is thought to be necessary for a standard sperm analysis to assess male fertility. However, there is still lack of common reports regarding the relationship between sperm DNA integrity and its quality parameters such as motility and morphology. Besides, there are different methods of sperm DNA integrity test with different detection principles that lead to difficulties in interpreting the results. Among these methods are the Sperm Chromatin Dispersion test (SCD) that is based on detection of sperm chromatin spread pattern and Terminal Deoxynucleotidyl Transferase dUTP Nickend Labeling (TUNEL) capable of detecting sperm DNA strand break. Based on these problems, the purpose of this study was to determine the relationship between the levels of sperm DNA integrity and its quality parameters and also to determine the correlation between SCD and TUNEL test.
The observational analytic method was used in this study to analyze the relationship between sperm DNA integrity and its quality parameters. Thirty six samples consist of 23 samples from groups of men with abnormal semen parameters were compared with 13 samples from group with normal semen parameters. SCD and TUNEL test were performed on each sample from both groups. The relatioship between SCD and TUNEL was further analyzed using a correlation analysis.
The results on SCD method showed that spermatozoa with abnormal parameter (n = 23) had DNA fragmentation Index (DFI) ranged from good criteria 34%, average 26% and poor 40%, whereas sperm with normal parameters (n = 13) showed good, average and poor criteria of 46%, 46% and 8% respectively. The results on TUNEL method also showed DFI of abnormal sperm ranged from good 35%, average 35% and poor criteria of 30%, whereas sperm with normal parameters showed 31%, 61% and 8%, respectively. In general, this study showed that, in both methods, sperm with abnormal parameters showed a higher DFI compared to the normal samples, although the difference was not statistically significant. In addition, correlation analysis between SCD and TUNEL showed that both methods had a strong linear correlation (r = 0.791). Thus it can be concluded that sperm DNA integrity test using SCD and TUNEL gave similar results.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rubin Camin
"Keberhasilan pembangunan nasional di sektor industri telah melahirkan konsentrasi pabrik-pabrik di daerah-daerah tertentu. Hal ini akan menimbulkan masalah dalam penanganan dan pembuangan limbah serta peningkatan resiko pemaparan manusia terhadap bahan buangan beracun, termasuk di dalamnya logam berat yang banyak digunakan dalam proses produksi atau merupakan komponen dalam produksi itu sendiri.
Salah satu logam yang banyak digunakan dalam industri adalah timbal. Timbal banyak dipergunakan dalam industri aki, cat, pikmen, karet dan pelapis kabel. Timbal dalam bentuk tetraetiltimbal banyak digunakan sebagai campuran untuk bahan bakar, yang saat ini merupakan sumber utama pencemaran timbal melalui gas buangan kendaraan bermotor (Lin-Fu, 1982).
Timbal merupakan pencemar lingkungan dengan efek toksik yang luas baik pada manusia maupun pada hewan. Timbal mengganggu sintesis hem dan mempunyai efek merusak pada ginjal, saluran pencernaan dan sistem saraf (Hammond, 1977). Pemaparan timbal telah lama dikaitkan dengan penurunan fertilitas pada pekerja dan peningkatan aborsi spontan pada istri para pekerja tersebut. Landsdown (1983) melaporkan bahwa pekerja pria di industri baterai diketahui mempunyai jumlah spermatozoa di bawah normal dan didapati adanya peningkatan spermatozoa abnormal.
Gangguan spermatogenesis dilaporkan terjadi pada tikus yang diberi timbal asetat 0,3 mg/kgBB selama 30 hari (Hilderbrand dkk., 1973). Namun pemaparan dengan dosis tiga kali lipat selama satu tahun dilaporkan tidak mengganggu histologi testis, walaupun kadar timbal darah mencapai 70 ug/dL (Der dkk., 1976; Fahim & Khare, 1980). Demikian pula hasil penelitian pengaruh timbal terhadap jumlah, motilitas dan persentase spermatozoa abnormal (Stowe & Goyer, 1971; Wyrobeck & Bruce, 1978; Krasoviskii dkk., 1979).
Adanya hasil yang berbeda dapat terjadi karena faktor jenis hewan percobaan, umur, makanan (Rose & Quarteman, 1987), jenis senyawa timbal (Hammond, 1982), cara pemberian dan dosis (Sokol, 1990). Dalam hal jenis hewan percobaan misalnya, diketahui adanya perbedaan kepekaan sistem saraf tikus dan mencit terhadap pemaparan timbal. Tikus ternyata kurang lebih empat kali lebih peka dibanding mencit (Reiter, 1982)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>