Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 63790 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Elistania
"Tesis ini berfokus pada kerjasama Rusia-Tiongkok dalam Kerangka Shanghai Cooperation Organization (SCO) di tengah hubungan kedua negara yang fluktuatif. Adapun periode penelitian dari tahun 2001 hingga tahun 2014. Tujuan penelitian ini adalah untuk menemukan faktor-faktor yang menentukan terjadinya pasang surut hubungan Rusia-Tiongkok, merekonstruksi momentum 10 tahun SCO sebagai titik pangkal membaiknya hubungan Rusia-Tiongkok, preferensi kerjasama Rusia-Tiongkok dalam SCO, dan merumuskan dengan jelas konstruksi apakah yang ingin dibangun oleh Rusia dan Tiongkok dengan tetap mempertahankan kerjasama dan saling memperkuat masing-masing peran mereka di kawasan Assia Tengah.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian ini menggunakan kerangka Teori Konstruktivis Institusionalisme, Teori Struktur Sosial, dan Teori Great Power Management sebagai alat analisis. Penelitian ini menemukan bahwa meskipun hubungan Rusia-Tiongkok mengalami pasang-surut, kedua negara tetap melakukan kerja sama dalam kerangka SCO. Adapun konstruksi yang dibangun ialah membangun tatanan dunia yang multipolar.

This research focuses on the Russian-Chinese partnership in the framework of the Shanghai Cooperation Organization (SCO) in the middle of the fluctuating relations between the two countries. The purpose of this research is to find the factors that determine the occurrence of fluctuation Russian-Chinese relations, reconstruct the momentum 10 years of SCO as a starting point for the improvement of Russian-Chinese relations, preference Russia-China partnership in the SCO, and formulate the construction to be built by Russia and China to maintain the cooperation and strengthen their respective roles in the Central Asia region.
This research used a qualitative approach. This research use the framework of Constructivist Institutionalism Theory, Theory of Structure Social, and Theory of Great Power Management as an analytical tool. The study found that despite fluctuated Russia-China relations, the two countries have formed a partnership within the framework of SCO. The construction was built shown to build multipolar world order.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Rivai Ras
"Kelahiran negara-negara baru di Asia Tengah pada awal 1990-an yaitu Kazakhstan, Kyrgyzstan, Tajikistan, Turkmenistan dan Uzbekistan pasta runtuhnya Uni Soviet telah memunculkan dinamika politik, ekonomi, sosial, budaya dan keamanan, baik intra negara-negara Asia Tengah maupun dengan negara lain di luar kawasan Asia Tengah.
Dinamika tersebut menimbulkan masalah-masalah yang harus dihadapi oleh negara-negara Asia Tengah, antara lain masalah-masalah di perbatasan, perdagangan narkotika dan obat-obatan terlarang, separatisme dan fundamentalisme agama. Adanya masalah-masalah tersebut sangat berpengaruh terhadap stabilitas keamanan regional sehingga menjadikan kawasan Asia Tengah rawan akan konflik baik yang berasal dari dalam kawasan maupun di luar kawasan. Guna menjembatani hal tersebut negara-negara Asia Tengah bersama-sama dengan Rusia dan Cina pada 15 Juni 2001 mendeklarasikan berdirinya Shanghai Cooperation Organisation (SCO).
Eksistensi SCO menandai interaksi dan kerjasama baru dalam komunitas internasional di antara aktor-aktor yang di masa lalu berkonfrontasi serta merupakan tonggak untuk menangani masalah-masalah keamanan kawasan di Asia Tengah. Pada dasarnya eksistensi SCO bukan saja merupakan wadah interaksi intra regional antar kekuatan regional di Asia Tengah dan sekitarnya, namun juga wadah interaksi antar aktor-aktor dunia di kawasan tersebut. Interaksi tersebut dengan segala dinamikanya akan sangat berpengaruh pada pola hubungan internasional secara keseluruhan.
Hal ini disebabkan bahwa di kawasan Asia Tengah setidaknya tiga negara hak veto Dewan Keamanan PBB yaitu Amerika Serikat, Rusia dan Cina saling berinteraksi secara langsung saat ini dan ke depan dan hal ini akan sangat berpengaruh pada negara-negara lain di luar kawasan tersebut.
Dalam pembahasan tentang SCO ini, digunakan pendekatan konsep security communities seperti yang diungkap oleh Emanuel Adler dan Michael Barnett. Bentuk security communities lebih menekankan pentingnya kerjasama regional yang dapat memainkan peran perdamaian (peace role) dan berusaha untuk mengelola resolusi konflik antar negara anggota. Konsep ini juga merupakan model yang telah digagas oleh Karl W. Deutsch, dimana menggambarkan dinamika hubungan kerjasama negara-negara dalam melakukan tindakan resiprositas yang menyebar secara merata (diffuse-reciprocity) dalam melakukan interaksinya guna mengatasi perang atau konflik militer. Security communities pada hakekatnya bertujuan untuk mengubah norma dan sikap anggotanya untuk menciptakan penyelesaian masalah keamanan secara damai dengan menghindari adanya penyelesaian yang bersifat kekerasan sehingga dapat memperburuk hubungan antar negara.
Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan menerapkan pendekatan analisis data, sejarah dan fakta mass kini. Metode tersebut bersifat konfigurasional dan bersifat histories. Guna mendukung metode ini, dilakukan pengumpulan data dalam penelitian berdasarkan penelitian kepustakaan, baik berupa dokumen-dokumen, jurnal-jurnal ilmiah dan internet. Sedangkan pengolahan data dilakukan sesuai tingkat reliabilitas dan validitas serta disajikan dalam bentuk kualitatif.
Dengan adanya SCO, akan menjadikan organisasi ini sebagai penyeimbang bagi hubungan antar bangsa serta menjadi pelopor dalam menuju multipolarisasi dunia dan penciptaan security communities. Dengan perubahan dunia dari bipolar menuju unipolar dan kini menuju multipolar, SCO yang mengedepankan security communities memiliki prospek guna berperan secara lebih siginifikan dalam hubungan antar bangsa dalam kawasan Asia Pasifik secara umum dan Eurasia secara khusus."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T10754
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Seno Setyo Pujonggo
"Penelitian dalam tesis ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan Rusia dan China memilih strategi Balancing dengan membentuk SCO terhadap ancaman yang diberikan Amerika Serikat di Asia Tengah. Metode penelitian dalam penelitian ini mengambil bentuk penelitian eksplanatif karena bertujuan untuk menganalisa dan mengidentifikasikan faktor-faktor ancaman yang menyebabkan Rusia dan China membentuk SCO di Asia Tengah.Berdasarkan teknik pengumpulan data, penelitian ini merupakan studi dokumen atau literatur. Kerangka pemikiran yang digunakan dalam tesis ini adalah teori milik Stephen M. Walt, yaitu Balance of Threat guna menganalisis level ancaman yang diberikan Amerika Serikat di Asia Tengah. Level ancaman tersebut terdiri dari Aggregate power, Proximate Power, Offensife Power dan Offensive Intention.
Temuan di dalam penelitian ini menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan Rusia dan China melakukan strategi Balancing terhadap ancaman Amerika Serikat di Asia Tengah adalah makin dekatnya kemampuan menyerang dari NATO karena perluasan keanggotaan NATO yang mengarah ke Eropa Timur dan berbatasan langsung dengan Rusia (Proximate Power). Dengan bertambahnya keanggotaan NATO dan makin dekatnya jarak menyerang NATO ke Rusia menyebabkan Rusia terancam akan pengaruhnya di Asia Tengah secara politik dan militer. Dalam sektor ekonomi, keinginan AS untuk membangun jalur pipa energy yang langsung menuju ke Eropa tanpa melewati Rusia sangat merugikan Rusia. Yang terakhir, dukungan AS yang diberikan kepada Georgia pada perang tahun 2008 menandakan bahwa AS memberikan sinyal mempunyai kemampuan menyerang yang baik jika perang tersebut harus mengarah pada Rusia. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
T32592
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dicki Abdul Ghaniy
"Tugas karya akhir ini berkisar seputar kerjasama China-Rusia di Shanghai Cooperation Organisation (SCO) serta analisis tentang mengapa kerjasama tersebut dapat terjadi. Perspektif fungsionalisme akan digunakan sebagai alat telaah untuk menjawab permasalahan tersebut. Tulisan ini kemudian dilengkapi dengan penilaian terhadap ketepatan penjelasan yang ditawarkan perspektif fungsionalisme dengan kenyataan yang terjadi di lapangan antara China dan Rusia. Di akhir tulisan, akan disertakan pula pertimbangan-pertimbangan tambahan yang akan memperkaya penjelasan terkait keadaan riil yang melandasi wujudnya kerjasama China-Rusia di SCO.

This writing is explaining about the cooperation between China and Russia in Shanghai Cooperation Organisation (SCO) and also with the analysis of what causes that cooperation to be happened. Functionalism approach will be use as the instrument to answer this problem. This final paper will also include the assessment about the accuracy of Functionalism‟s explanation. In the end, some additional consideration will be given in order to reach such a comprehensive and factual explanation about the case."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Candini Candanila
"Shanghai Cooperation Organisation (SCO) merupakan suatu kerjasama keamanan yang melibatkan Cina, Rusia, Kazakstan, Kirgistan, Tajikistan, dan Uzbekistan. Kerjasama keamanan regional yang terbentuk pada tahun 2001 ini merupakan transformasi dari kerjasama The Shanghai Five yang terbentuk pada tahun 1996 dan beranggotakan seluruh anggota SCO kecuali Uzbekistan. Kerjasama SCO berfokus untuk memberantas terorisme, ekstremisme, dan separatisme yang kerap mengancam keamanan Cina, Rusia, beserta negara-negara Asia Tengah. Namun di balik isu keamanan non-tradisional yang diusung, ternyata Cina dan Rusia sebagai great power dalam kerjasama SCO memiliki kepentingan energi terhadap negara- negara Asia Tengah yang juga tergabung di dalamnya. Kepentingan energi Rusia dan Cina beserta kapabilitas nasional yang besar dari kedua negara great power tersebut tentunya memainkan peranan penting dalam pembentukan SCO maupun masa depan dari kerjasama keamanan tersebut. Usaha perluasan pengaruh di Asia Tengah maupun usaha untuk mengimbangi pengaruh Amerika Serikat di Asia Tengah merupakan faktor-faktor dominan yang menentukan interaksi Cina, Rusia, dan negara-negara Asia Tengah dalam kerjasama SCO.

Shanghai Cooperation Organisation (SCO) is a security cooperation that involves China, Russia, Kazakhstan, Kyrgyzstan, Tajikistan, and Uzbekistan. The regional security cooperation that was established in 2001 is a transformation of The Shanghai Five, a cooperation that was established in 1996 and involved all of the current member states of SCO, except Uzbekistan. SCO focuses on eliminating terrorism, extremism, and separatism, the most prominent threats for China, Russia, and the Central Asian states. Non-traditional threats are undeniably the main focus of SCO, however the involvement of China and Russia in this institution are driven by their interests in Central Asia related to energy security. China and Russia?s energy interest, as well as their national capability, play important roles regarding the establishment of SCO and the future of this security cooperation. The attempts to spread influence and to balance US? influence in Central Asia are the dominant factors that determine the interaction between China, Russia, and Central Asian states in the SCO.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S45089
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Garry Hartanto
"Shanghai Cooperation Organization (SCO) merupakan sebuah institusi keamanan di Asia Tengah yang sangat strategis. Organisasi ini berdiri pada tahun 2001 dengan beranggotakan Rusia, Cina, Kazhakstan, Kyrgistan, Tajikistan, dan Uzbekistan. Realisme Defensif memandang organisasi ini sebagai sekumpulan negara defensif yang berada dalam situasi dilema keamanan. Neoliberal Institusionalisme, memandang SCO sebagai institusi yang didasari oleh perhitungan biaya dan pencapaian absolut lewat hubungan yang saling tergantung dalam bidang ekonomi. sedangkan Konstruktivisme memandang SCO sebagai sebuah contoh proses dinamika norma berjalan dalam sebuah institusi.

Shanghai Cooperation Organization (SCO) is a strategic institution in Central Asia. This Organization was established in 2001 with Russia, China, Kazakhstan, Kyrgyzstan, Tajikistan, and Uzbekistan as the members. Defensive Realism assumes that SCO is a defensive alliance under Security Dilemma. Neoliberal Institutionalism assumes that SCO is an institution which has built based on cost consideration and absolute gain through economic interdependence. While Constructivism sees SCO as process of Norm Dynamic in institution. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fandy Afriyanto Putra
"Selama beberapa dekade, UE (Uni Eropa) dikenal memiliki pengaruh global yang signifikan, tetapi pengaruh ini melemah setelah memuncaknya ketegangan Rusia-Ukraina. Konflik Ukraina menjadi faktor pendorong signifikan terhadap pergeseran pengaruh politik, membuka peluang bagi aktor lain, seperti SCO (Shanghai Cooperation Organisation), untuk memperkuat pengaruhnya. Dengan demikian, faktor pendorong oleh UE dan faktor penarik oleh SCO menjadi dua pilar penting dalam perubahan pengaruh politik internasional. Berdasarkan penjelasan di atas, terdapat dugaan bahwa power shifting politik global dapat terjadi dari UE ke SCO. Sehingga, perlu adanya sebuah kegiatan eksplorasi yang di mana penelitian ini hadir untuk mengungkapkan dinamika power shifting politik global dari UE ke SCO sebagai dampak perang Rusia-Ukraina. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi literatur dan analisis kritis yang mencakup penelusuran geopolitik, analisis keamanan dan politik internasional. Teori yang digunakan dalam proses penelitian adalah Regional Security Complex Theory (RSCT) dan Teori Structural Power. Penelitian ini menemukan bahwa konflik Ukraina telah melemahkan pengaruh politik UE secara global karena memperlihatkan perpecahan dan ketidaksepakatan internal di antara negara-negara anggotanya dalam menanggapi konflik tersebut. UE telah terlibat aktif sejak krisis Krimea 2014 dan perang di Donbas, dengan salah satu respons utamanya berupa sanksi ekonomi terhadap Rusia. Upaya UE untuk mengatasi konflik ini bertujuan mempertahankan posisi globalnya melalui solidaritas internal dan peran aktif dalam diplomasi dan mediasi. Sebaliknya, SCO, yang anggotanya terdiri dari negara-negara Asia dengan populasi besar, semakin menjadi platform kerjasama regional yang berpengaruh di tingkat global. Pergeseran pengaruh dari UE ke SCO dapat berdampak besar pada politik dan keamanan dunia, menggeser pusat kebijakan dan diplomasi dari Eropa ke Asia. Pengaruh politik SCO yang semakin kuat dapat menciptakan paradigma baru dalam hubungan internasional, dengan negara-negara Asia memainkan peran lebih besar dalam menentukan arah kebijakan global. Kesimpulannya, Konflik Ukraina telah melemahkan pengaruh politik global UE karena memperlihatkan perpecahan internal di antara negara-negara anggotanya, sementara SCO semakin menjadi platform kerjasama regional yang berpengaruh. Implikasi penelitian ini yaitu, pergeseran pengaruh dari UE ke SCO dapat mengubah pusat kebijakan dan diplomasi global dari Eropa ke Asia, menciptakan paradigma baru dalam hubungan internasional dengan negara-negara Asia memainkan peran lebih besar dalam menentukan arah kebijakan global.

For decades, the EU (European Union) was known to have significant global influence, but this influence weakened after mounting Russian-Ukrainian tensions. The Ukrainian conflict has become a significant driving factor in shifting political influence, opening up opportunities for other actors, such as the SCO (Shanghai Cooperation Organisation), to strengthen their influence. Thus, push factors by the EU (European Union) and pull factors by the SCO are two important pillars in changes in international political influence. Based on the explanation above, there is a suspicion that global political power shifting could occur from the EU to the SCO. Thus, there is a need for exploratory activities in which this research is present to reveal the dynamics of global political power shifting from the EU to the SCO as a result of the Russia-Ukraine war. This research uses qualitative methods with a literature study approach and critical analysis which includes geopolitical exploration, security analysis and international politics. The theories used in the research process are Regional Security Complex Theory (RSCT) and Structural Power Theory. This research finds that the Ukraine conflict has weakened the EU's political influence globally because it shows internal divisions and disagreements among its member states in responding to the conflict. The EU has been actively involved since the 2014 Crimea crisis and the war in Donbas, with one of its main responses being economic sanctions against Russia. The EU's efforts to resolve this conflict aim to maintain its global position through internal solidarity and an active role in diplomacy and mediation. In contrast, the SCO, whose members consist of Asian countries with large populations, is increasingly becoming an influential regional cooperation platform at the global level. A shift in influence from the EU to the SCO could have a major impact on world politics and security, shifting the center of policy and diplomacy from Europe to Asia. The increasingly strong political influence of the SCO could create a new paradigm in international relations, with Asian countries playing a greater role in determining the direction of global policy. In conclusion, the Ukraine conflict has weakened the EU's global political influence as it exposed internal divisions among its member states, while the SCO has increasingly become an influential regional cooperation platform. The implication of this research is that the shift in influence from the EU to the SCO can shift the center of global policy and diplomacy from Europe to Asia, creating a new paradigm in international relations with Asian countries playing a greater role in determining the direction of global policy."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Valentina Sahasra Kirana
"Sejak tahun 2009, Indonesia terikat oleh kerjasama open sky ASEAN. Tesis ini membahas keikutsertaan Indonesia dalam kerjasama ini ditinjau dari perspektif hukum internasional dan hubungan internasional. Teori yang menggambarkan hubungan antara kepentingan negara dan kepentingan rezim dalam kerjasama internasional yang seringkali berbenturan digunakan untuk menjelaskan kepentingan nasional Indonesia yang terganggu dalam kerjasama open sky ASEAN di satu sisi dan manfaat kerjasama ini di sisi lain. Di satu sisi, Indonesia bersama dengan kesepuluh negara anggota ASEAN lain memperoleh manfaat dari kerjasama open sky ASEAN melalui proyek Masyarakat ASEAN. Di sisi lain, kepentingan nasional Indonesia untuk melindungi kedaulatan di wilayah udara dan industri penerbangan nasionalnya terganggu dalam kerjasama ini. Ketentuan dalam Konvensi Wina sebagai sumber hukum internasional berperan dalam memberikan peluang bagi Indonesia berupa penarikan diri, reservasi maupun amandemen untuk memperjuangkan kepentingan nasionalnya yang terganggu oleh kerjasama ini, namun dengan tetap menjalankan kewajibannya terhadap rezim. Meskipun ketiga peluang ini dimungkinkan menurut hukum internasional, menurut hubungan internasional peluang untuk reservasi dan amandemen merupakan pilihan yang lebih diplomatis. Dengan meneliti posisi keikut-sertaan Indonesia dalam kerjasama open sky ASEAN, tampak bahwa hukum internasional dan hubungan internasional merupakan dua kajian yang saling mendukung. Hukum internasional merupakan kerangka normatif dalam hubungan internasional yang bertujuan untuk menyeimbangkan kepentingan negara dengan kepentingan rezim dalam sebuah kerjasama internasional. Meskipun demikian, dalam hubungan sarat konflik antara kepentingan rezim dengan kepentingan negara, kepentingan negara lebih banyak memengaruhi kepentingan rezim.

Since 2009, Indonesia has committed to ASEAN open sky cooperation. This research aims to observe Indonesia's participation within this cooperation through international law and international relations lenses. A theory describing conflict relations between state's and regime's interest within international cooperation is used to explain Indonesia's interest when facing challenges within this cooperation, while showing that there are also benefits from this cooperation. On the one side, Indonesia and the other ten ASEAN members enjoy open sky cooperation trough ASEAN Community project. On the other side, this cooperation has posed some challenge to Indonesia in protecting its air sovereignty and national airlines industry. The Vienna Convention as a source of international law offers some possibilities for Indonesia in the forms of withdrawal, reservation, or amendment in order to protect its national interests which have undergone some challenges while still adhering to its obligation to the regime. Even though the three possibilities are supported by international law, from international relation perspective possibilities to reserve and amend are considered more diplomatic. By observing Indonesia's partnership in ASEAN open sky cooperation, it can be concluded that international law and international relations are two disciplines that are complementing each other. International law is a normative construct in international relations that aims to balance state's and regime's interest. However, within conflict relations between regime's and state's interest, it is suggested that state's interest has more domination over regime's interest."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Auzarina Wukirasih
"HI mempelajari interaksi antar aktor negara maupun non-negara secara lintas negara yang pembahasannya dikaji dalam berbagai ranah studi. Salah ranah satu studi HI tersebut adalah studi keamanan. Studi keamanan hubungan internasional mengalami perkembangan pasca Perang Dingin. Perubahan pendefinisian dan konsep keamanan terjadi yang tadinya memperhatikan keamanan terhadap negara menjadi meluas terhadap masyarakat. Aktor yang merupakan ancamannya pun bertambah, yakni aktor negara dan non-negara. Untuk melindungi negara maupun masyarakatnya dari ancaman, negara melakukan kerja sama intelijen internasional untuk memberikan peringatan dini agar intensi serta pergerakan dapat diprediksi dan menghindari pendadakan strategis. Literatur mengenai kerja sama intelijen internasional ini cukup minim, jarang dibahas menggunakan lensa HI, dan penting untuk dijadikan bahan pembelajaran kasus masa lampau dan membantu menangani isu keamanan yang terus mengalami perkembangan. Untuk membantu hal ini, penulis mengumpulkan dan meninjau 72 literatur akademik dan mengkategorisasi berdasarkan metode tipologi yang mencakup (1) konseptualisasi, (2) kerja sama intelijen internasional dalam menangani isu keamanan tradisional, dan (3) kerja sama intelijen internasional dalam menangani isu non-keamanan tradisional. Tinjauan literatur ini juga memberikan konsensus, perdebatan, dan refleksi mengenai kesenjangan. Refleksi tersebut dibuat berdasarkan konteks historis, sebaran area kajian, persebaran latar belakang, sudut pandang berdasarkan profesi terhadap konsensus dan perdebatan, pemetaan rujukan literatur, persebaran jenis jurnal, persebaran pendekatan literatur, dan sudut pandang penulis.

International relations studies interactions between state and non-state actors across borders and discussion is conducted in various domains. One of the domains of IR studies is security studies. International relations security studies experienced development after the Cold War. Changes in the definition and concept of security occurred which previously only concerned with the security of the state and now extended to the security of society. The number of actors that pose security threats also increases, extended to non-state actors. To protect the country and its people from threats, countries conducted intelligence cooperation to provide early warnings so that intentions and movements of the opposition can be predicted and avoid strategic surprise. The literature on intelligence cooperation is quite minimal, rarely discussed using an IR lense, important learning material regarding past cases and help to deal with security issues now and future. In this regard, author collected and reviewed 72 academic literature and categorized them based on tipological methods which include (1) conceptualization, (2) intelligence cooperation in dealing with traditional security issues, and (3) international intelligence cooperation in dealing with non-traditional security. This literature review also provides consensus, debate, and reflection regarding gaps. This reflection is based on historical context, distribution of study areas, distribution of author’s background, professional perspectives to the consensus and debate, mapping of literature citation, distribution of journal types, distribution of literature approaches, and author's point of view."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>