Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 90560 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Arisman
"ABSTRAK
Kabupaten Bantul merupakan salah satu daerah yang termasuk kategori rawan bencana gempa bumi di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kejadian gempa bumi terakhir tahun 2006 di daerah ini menimbulkan dampak yang luar biasa, yaitu korban jiwa, maupun kerusakan besar baik infrastruktur maupun bangunannya. Namun demikian, terdapat juga beberapa daerah yang mengalami kerusakan ringan akibat bencana gempa bumi tersebut. Tesis ini membahas mengenai analisis risiko gempa bumi dan variasi spasialnya di Kabupaten Bantul. Perhitungan risiko didasarkan pada fungsi perkalian antara bahaya (H) dan kerentanan (V) dibagi dengan ketahanan/kapasitas (C). Parameter bahaya yang dianalisis meliputi: nilai PGA (Peak Ground Acceleration), dan Struktur Sesar. Parameter kerentanan yang dianalisis meliputi: luas permukiman, panjang jaringan jalan, jenis batuan, jumlah penduduk, jumlah kepadatan penduduk, jumlah penduduk usia rentan, jumlah penduduk wanita, jumlah keluarga miskin, jumlah industri kecil/menengah, jumlah pasar dan jumlah pendapatan asli daerah (PAD). Parameter ketahanan/kapasitas yang dianalisis meliputi: jumlah fasilitas kesehatan, fasilitas umum berupa sekolah dan keberadaan sistem peringatan dini bencana. Hasil penelitian menunjukkan bahwa wilayah Kabupaten Bantul mempunyai variasi spasial tingkat risiko bencana gempa bumi dengan 3 kategori yaitu: risiko rendah, sedang dan tinggi. Secara umum Kabupaten Bantul didominasi oleh wilayah dengan tingkat risiko sedang/menengah. Wilayah dengan risiko tinggi terdapat dua variasi spasial yaitu di sepanjang sesar Opak dan sebagian mengelompok di bagian utara dekat dengan Kota Yogyakarta dan Bantul. Wilayah risiko tinggi tersebut umumnya dikarenakan memiliki tingkat kerentanan wilayahnya tinggi hingga sedang baik kerentanan fisik maupun sosial ekonominya, akan tetapi kapasitasnya rendah. Wilayah yang memiliki risiko paling tinggi meliputi desa Trimulyo, kemudian Sumberagung, dan Tamantirto. Wilayah yang mempunyai risiko paling rendah meliputi desa Jatimulyo, kemudian Terong dan Dlingo. Wilayah risiko rendah tersebut umumnya mempunyai tingkat kerentanan rendah baik fisik maupun sosial ekonominya, tetapi mempunyai kapasitas daerahnya tinggi.

ABSTRACT
Bantul District is one of earthquake prone area in Yogyakarta Province. Last genesis earthquake on 2006 in this area past a tremendous impact, the loss of lives, substantial damage of infrastructures dan buildings. However, there are also some areas that suffered minor damage due to the earthquake disaster. This research is analyse the earthquake risk and its spatial variation in Bantul District. Risk calculation is based on multiplication function between Hazard (H) and Vulnerability (V) divided by the Capacity (C). Hazard parameters include in these analyzed: Peak Ground Acceleration (PGA) and Fault Structure. Vulnerability parameters include in these analyzed: the percentage of the settlement area, the length of road network, the lithology, number of population, number of density, the number of vulnerable population, number of females, the number of poor families, number of market, number of industrial, and number of economic income (PAD).Capacity parameters include in these analyzed: the number of health facilities, public facilities such as schools and early warning system of disaster in villages. The final result showed that The Bantul District has spatial variaton of earthquake risk in 3 categories: low risk, medium and high risk. The Bantul District is dominated by areas with medium risk. They have two spatial pattern of high risk, the areas were in line with Opak Fault and other area was near the city of Yogyakarta and Bantul. High risk area have three characteristics, high vulnerability of pyhsics and social economics, medium hazard, and low capacity. The areas of high risk are Trimulyo Village, Sumberagung and Tamantirto. The areas of low risk have three characteristic, low hazard, low vulnerability and high capacity. The low areas are Jatimulyo, Terong and Dlingo.
"
2015
T44729
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arti Aulia
"Desa pesisir Parangtritis terletak di pantai selatan Kabupaten Bantul yang terkenal dengan kegiatan wisata dan perikanan tangkap. Keuntungan dari sektor pariwisata dan perikanan tangkap membuat Desa Parangtritis dipandang sebagai ladang untuk mencari nafkah dan menyebabkan penyembuhan dalam populasi atau pendapatan masyarakat Desa Parangtritis. Situasi ini dapat mempengaruhi kebutuhan akan ruang dan tanah yang dapat berdampak pada penurunan daya dukung lingkungan sehingga diperlukan prediksi tentang ketersediaan lahan dengan menggunakan model dinamika spasial. Penelitian ini bertujuan untuk membuat model dinamika spasial untuk ketersediaan lahan dan menganalisis hubungan antara model-model ini dengan tingkat pendidikan dan pendapatan Desa Parangtritis. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pemodelan dinamika spasial yang menggunakan data populasi untuk 2008-2018 dan citra Google Earth pada 2008, 2013, dan 2018, dan wawancara dengan area grid yang digunakan untuk tingkat pendidikan dan pendapatan. Pengembangan wilayah yang dibangun diamati melalui model dinamika spasial dari hubungan antara pertumbuhan penduduk dan ketersediaan lahan pada periode 2008-2100. Prediksi model menunjukkan bahwa lahan yang dikembangkan telah berkembang dari area yang sesuai untuk memenuhi kapasitas regional yang tidak sesuai pada tahun 2039. Hasil analisis menunjukkan bahwa pertumbuhan tercepat dari area terbangun adalah di area dengan tingkat pendidikan tinggi dan pendapatan tinggi level.

The coastal village of Parangtritis is located on the southern coast of Bantul Regency which is famous for tourism activities and capture fisheries. The benefits of the tourism and capture fisheries sector make Parangtritis Village seen as a field for earning a living and causing healing in the population or income of the Parangtritis Village community. This situation can affect the need for space and land that can have an impact on reducing the carrying capacity of the environment so that predictions about land availability using a spatial dynamics model are needed. This study aims to create a spatial dynamics model for land availability and analyze the relationship between these models with the level of education and income of Parangtritis Village. The method used in this study is a spatial dynamics modeling method that uses population data for 2008-2018 and Google Earth imagery in 2008, 2013 and 2018, and interviews with the grid area used for education and income levels. Development of the developed area was observed through a spatial dynamics model of the relationship between population growth and land availability in the 2008-2100 period. Model predictions indicate that developed land has developed from suitable areas to meet inappropriate regional capacities by 2039. The results of the analysis show that the fastest growth of the built area is in areas with high education and high income levels."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
Spdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Aurora Febrianti Naser
"

Pertanian merupakan salah satu sektor terbesar dalam pembangunan ekonomi. Hal ini bisa dilihat pada PDRB Jawa Barat 2016. Namun seiring berjalannya waktu, lahan yang digunakan untuk pertanian semakin berkurang, hal ini disebabkan oleh semakin banyak penduduk yang datang. Penurunan lahan yang terjadi setiap tahunnya mencapai 10%, permasalahan ini diakali oleh para petani untuk membuka lahan pertanian khususnya lahan pangan hortikultura di area lahan sempit, seperti di pekarangan rumah. Hal ini juga menyebabkan Kabupaten Bandung, khususnya Kawasan Agropolitan Ciwidey juga tergolong tingkat kesejahteraan rendah. Pada Kawasan Agropolitan Ciwidey juga terdapat Kecamatan Rancabali. Kecamatan ini merupakan Kecamatan dengan sektor pertanian hortikultura yang sangat berpotensial. Tanaman hortikultura di Kecamatan ini ditanamani dengan pola tanam monokultur dan tumpang sari. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan variasi spasial pola usaha tani hortikultura berdasarkan luas lahan di Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung serta menjelaskan hubungan antara pola usaha tani terhadap tingkat kesejahteraan rumah tangga petani. Analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif spasial, yaitu mentabulasi silangkan antara pola usaha tani terhadap luas lahan dan aksesibilitas. Serta mentabulasi silangkan antara variasi spasial pola usaha tani terhadap tingkat kesejahteraan. Diketahui hasil dari variasi spasial pola usaha tani ialah mayoritas petani melakukan kegiatan pertanian sendiri tanpa dibantu tenaga kerja lain dengan pola tanam monokultur baik di aksesibilitas tinggi maupun sedang. Kualitas aksesibilitas sebanding akan bergerak lurus dengan tenaga kerja. Semakin buruk aksesibilitas maka akan terjadi penambahan tenaga kerja. Untuk hubungan dengan tingkat kesejahteraannya adalah semakin baik aksesibilitas lahannya, maka semakin tinggi sejahteranya. Petani yang berada pada aksesibilitas sedang ke buruk, tingkat kesejahteraannya akan meningkat jika memiliki lahan yang luas.


Agriculture is one of the biggest sectors in economic development. This can be seen in the West Java PDRB 2016. But over time, the land used for agriculture is decreasing, this is caused by more and more people coming. The decrease in land that occurs every year reaches 10%, this problem is tricked by farmers to open agricultural land, especially horticultural food land in a narrow area of land, such as in the yard. This also caused the Bandung Regency, particularly the Ciwidey Agropolitan Area, to also be classified as a low welfare level. In the Ciwidey Agropolitan Area there are also Rancabali Districts. This sub-district is a sub-district with a very potential horticultural agriculture sector. Horticultural plants in this district are planted with monoculture and intercropping cropping patterns. This study aims to explain the spatial variation in horticultural farming patterns based on land area in Rancabali District, Bandung Regency and explain the relationship between farming patterns and the level of welfare of farm households. The analysis used is a spatial descriptive analysis, which is a cross tabulation between farming patterns and land conditions and accessibility. As well as cross tabulating between spatial variations in farming patterns and welfare levels. It is known that the result of spatial variations in farming patterns is that the majority of farmers do their own farming activities without the help of other workers with monoculture planting patterns in both high and moderate accessibility. The quality of accessibility is proportional to moving straight with the workforce. The worse the accessibility there will be an increase in labor. The relationship with the level of welfare is the better the accessibility of the land, the higher the welfare. Farmers who are in moderate to poor accessibility, their level of welfare will increase if they have large tracts of land.

"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arip Sriyanto
"WHO menyatakan bahwa penyebaran leptospirosis di dunia meluas terutama pada daerah dengan iklim tropis dan sub tropis yang memiliki curah hujan tinggi. Tikus sebagai binatang yang dekat keberadaannya dengan manusia merupakan sumber penularan leptospirosis yang ada di Indonesia. Kejadian leptospirosis di Kabupaten Bantul dari tahun 2012 sampai tahun 2015 selalu menduduki rangking tertinggi apabila dibandingkan dengan kabupaten lain. Disamping tingginya angka kesakitan, angka kematian penderita leptospirosis di Kabupaten Bantul juga relatif tinggi bila dibandingkan dengan wilayah lain di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan faktor lingkungan dan individu yang berisiko terhadap kejadian leptospirosis di Kabupaten Bantul Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2016 dengan menggunakan desain case control. Sampel penelitian menggunakan data penderita leptospirosis di Kabupaten Bantul dari bulan Januari-Mei 2016.
Penelitian ini difokuskan pada faktor risiko lingkungan serta faktor individu. Jumlah penderita yang ditemukan/dilaporkan pada periode bulan Januari sampai dengan Mei 2016 sebanyak 34 kasus. Faktor yang berhubungan dengan kejadian Leptospirosis di Kabupaten Bantul Pekerjaan (nilai p=0,001; OR=7,35; CI 95%=2,290-23,571), dan Perilaku (nilai p=0,028; OR=3,43; CI 95%=1,255-9,370), Perawatan luka (nilai p=0,014; OR=3,97; CI 95%=1,426-11,040), Pengetahuan (nilai p=0,015; OR=3,83; CI 95%=1,403-10,477) Penelitian ini menyimpulkan bahwa faktor yang berhubungan dengan kejadian leptospirosis adalah faktor pekerjaan, faktor perilaku, perawatan luka dan pengetahuan.

WHO stated that the spread of leptospirosis in the world extends mainly in regions with tropical and sub tropical climates where rainfall is high. Mice as the animals close to the human existence is a source of leptospirosis of transmission in Indonesia. The incidence of leptospirosis in Bantul District from 2012 to 2015 always ranks highest when compared with other districts. Besides the high morbidity, mortality rate of patients with leptospirosis in Bantul also relatively high when compared with other r districts in the province of Yogyakarta.
The purpose of this study was to determine the relationship between environment and individuals at risk of incidence of leptospirosis in Bantul district of Yogyakarta Special Province in 2016 using case control design. Sample research using data leptospirosis patients in Bantul district of the month from January to May 2016.
The study focused on environmental risk factors as well as individual factors. The number of cases detected / reported in the period January to May 2016 as many as 34 cases. Factors associated with the incidence of leptospirosis in Bantul District occupational (p = 0.001; OR = 7.35; 95% CI = 2.290 to 23.571), behavior (p = 0.028; OR = 3.43; 95% CI = 1.255 to 9.370), wound care (value p = 0.014; OR = 3.97; 95% CI = 1.426 to 11.040), and knowledge (p = 0.015; OR = 3.83; 95% CI = 1.403 to 10.477). This study concluded that the factors associated with the incidence of leptospirosis is a occupational, behavior, wound care and knowledge.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shinta Azzahra
"Perkembangan perkotaan yang pesat ditandai dengan perubahan tutupan lahan berperan dalam menaikkan suhu permukaan daratan dan memicu fenomena Urban Heat Island (UHI). Tingginya suhu perkotaan mengakibatkan ketidaknyamanan bagi penghuninya. Universitas Indonesia (UI) dan kelurahan sekitarnya dipilih sebab memiliki tutupan lahan yang beragam dan terdapat banyak pembangunan yang terjadi terutama di rentang tahun 2014-2023. Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui perubahan tutupan lahan yang terjadi di UI dan kelurahan sekitarnya kemudian mengetahui pengaruhnya terhadap suhu permukaan daratan. Selanjutnya, dianalisis perubahan suhu permukaan daratan dan kaitan antara suhu permukaan daratan dengan suhu udara permukaan darat. Kemudian, didapatkan hubungan antara suhu permukaan daratan dan suhu udara permukaan darat dengan tingkat kenyamanan. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini terjadi perubahan tutupan lahan yang mempengaruhi suhu permukaan daratan. Namun, terdapat juga faktor lain yakni aktivitas manusia. Suhu permukaan daratan memiliki hubungan positif dengan suhu udara permukaan darat. Tingkat kenyamanan dihitung menggunakan metode Humidex dan memiliki hubungan dengan suhu permukaan yakni semakin tinggi suhu maka semakin tidak nyaman. Jika dilihat dari tutupan lahannya, tutupan lahan dengan vegetasi dan badan air cenderung memiliki suhu yang lebih rendah dan relatif lebih nyaman, sedangkan tutupan lahan berupa lahan terbangun dan terbuka memiliki suhu yang lebih tinggi dan relatif tidak nyaman. Hal tersebut diperkuat dengan persepsi kenyamanan dari individu.

Rapid urban development characterized by changes in land cover plays a role in increasing land surface temperatures and triggering the Urban Heat Island (UHI) phenomenon. High urban temperature can cause discomfort for residents. Universitas Indonesia (UI) and its surrounding sub-districts were chosen because they have diverse land cover and a lot of development can be occurred, especially in the 2014-2023 period. This research aims to determine changes in land cover that occur in UI and surrounding sub-districts and then determine their effect on land surface temperature. Next, changes in land surface temperature and the relationship between land surface temperature and air surface temperature are analysed. Then, the relationship between land surface temperature and air surface temperature and comfort level was obtained. The results obtained in this research show changes in land cover that affect land surface temperature. However, there are also other factors, namely human activity. Land surface temperature has a positive relationship with air surface temperature. The comfort level is calculated using the Humidex method and is related to surface temperature, namely the higher the temperature, the more uncomfortable it is. Land cover with vegetation and water bodies tends to have lower temperature and is relatively more comfortable, while land cover in the form of built-up and open land has higher temperature and is relatively uncomfortable. This is reinforced by the individual's perception of comfort."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
An Nisaa Citra Hasanah
"Kabupaten Bandung Barat merupakan kabupaten yang memiliki potensi serta daya tarik yang tinggi terhadap pariwisata. Salah satu cara mengetahui potensi serta daya tarik tersebut yaitu berupa pengembangan pariwisata dengan cara mengklasifikasi tipologi objek wisata, variasi spasial wisatawan, dan mengetahui korelasi antara kedua variabel tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah memperoleh gambaran mengenai fungsi objek wisata sebagai destinasi serta memperoleh tingkat daya tarik objek wisata. Analisis yang digunakan untuk menjawab tujuan dari penelitian ini adalah analisis spasial dan analisis statistik dengan uji chi-square.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa tipologi objek wisata berdasarkan jenis fasilitas wisata sebagian besar adalah tipologi objek wisata ideal yang memusat di Kecamatan Lembang. Variasi spasial wisatawan didominasi oleh nilai masing-masing unsur variasi yang dominan, yaitu jumlah wisatawan yang sedang, physical or physiological motivation, dan individual mass touris yang memusat di Kecamatan Lembang. Terdapat hubungan antara kedua variabel, yaitu nilai masing-masing unsur variasi yang dominan melekat pada tipologi objek wisata cukup ideal.

Bandung Barat Regency is a district that has a high tourism potential and attractiveness. One way to explore the potential and attractiveness is development of tourism by classifying the typology of tourist attractions, spatial variations of tourists, and the correlation between the two variables. This study aims to determine the function of a tourist object as a destination and to obtain the level of a tourist attraction. The analysis used to answer the purposes of this study is descriptive spatial analysis and statistical analysis with chi square test.
The results of this study indicate that the typology of tourist attractions based on the type of tourism facilities is dominated by typology ideal centered in the District of Lembang. The spatial variation of tourists is dominated by the characteristic value of each element of the dominant, which are medium number of tourists, physical or physiological motivation, and individual mass touris centered in Lembang District. There is relationship between the two variables in which the value of each element of the dominant variation attached to the typology of the tourist attraction is quite ideal.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
S69208
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Fadlullah
"

Perairan Yogyakarta merupakan salah satu perairan Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) 573 dengan aktivitas penangkapan ikan. Nelayan sebagai aktor utama aktivitas tersebut akan terus memanfaatkan sumber daya perikanan untuk kebutuhan hidupnya. Padahal perairan merupakan common-pool resources yang dapat menimbulkan sebuah masalah akibat adanya kegiatan penangkapan ikan. Masalah tersebut dapat berujung pada eksploitasi dan degradasi lingkungan perairan. Perairan Yogyakarta umumnya dimanfaatkan oleh komunitas nelayan di Provinsi Yogyakarta dengan pemanfaatan terbesar pada komunitas nelayan di Kabupaten Bantul. Salah satu komunitas nelayan di Kabupaten Bantul, Yogyakarta yang paling besar dan maju adalah nelayan di Pantai Depok, Desa Parangtritis. Maka dari itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pemilihan fishing grounds dan aktivitas penangkapan ikan berdasarkan jarak dari garis pantai untuk mencapai pengelolaan sumber daya perikanan yang tepat. Metode analisis yang digunakan adalah analisis keruangan dan keterkaitan hubungan yang dijelaskan secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nelayan masih sangat bergantung kepada kondisi cuaca dan perairan. Pemilihan fishing grounds hanya mencapai 10 mil dari garis pantai ketika musim berlimpah. Fishing grounds tersebut akan berubah dan cenderung mendekat ke arah garis pantai ketika memasuki musim paceklik. Pemilihan fishing grounds memiliki hubungan yang cukup erat dengan asal daerah nelayan. Nelayan pendatang dari Cilacap yang sudah terbiasa dengan aktivitas penangkapan ikan dapat memilih fishing grounds yang lebih jauh dibandingkan nelayan lokal. Untuk pola spasial penangkapan ikan, jarak fishing grounds akan mempengaruhi ukuran mesin armada. Sementara faktor penangkapan lain seperti armada (kepemilikan dan ukuran), alat tangkap, dan hasil tangkapan cenderung sama baik pada fishing grounds dekat dan jauh di Perairan Yogyakarta. Komoditas tangkapan ikan yang sama serta kondisi cuaca dan perairan diperkirakan membuat aktivitas penangkapan kurang bervariasi oleh nelayan di Pantai Depok.


Yogyakarta waters are one of the waters in Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) 573 with capture fisheries activity. Fisher is the main actor in fisheries activity who always uses the resources to their life necessities. Waters is a common-pool resource that can cause problems with capture fisheries activity. These problems could lead to exploitation and environmental degradation of waters. Generally, the fisher community who lived in the coastal area in Yogyakarta fishing in Yogyakarta waters. Bantul Regency becomes the biggest fishery production in 2018 than the other regency in Yogyakarta Province. One of the fishing communities in Bantul Regency, Yogyakarta that continues to grow and the most advanced in capture fisheries is the fisher at Depok Beach, Parangtritis Village. Therefore, the research conduct to analyze the fisher spatial behavior of fishing activities based on distance from the coastline to do proper fisheries management. The analytical method used was spatial analysis and quantitative descriptive. The results showed that fisher at Depok Beach still depends on the weather and water condition. Fishing grounds can reach 10 miles from the coastline on west monsoon (good season). Those fishing grounds will change and got shorter to the coastline on east monsoon (bad season). Fishing grounds choice has a relationship with the origin of the fisher. Migrant fishers from Cilacap who familiar with fishing activities choose fishing grounds more distant than a local fisher. For the spatial pattern of fishing, the fishing grounds distance will affect the size of the boat engine. While other fishing activities like a boat (ownership and size), gears, and the amount of catch fish tend to be the same both near and far fishing grounds at Yogyakarta waters. The same commodities and weather and water conditions are thought to make fishing activities less varied by fisher on Depok Beach.

"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Bondan Rizky Ramadhan
"Kabupaten Pandeglang memiliki kedekatan wilayah dengan zona subduksi dan wilayah pertemuan Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Eurasia di Selat Sunda. Akibatnya Kabupaten Pandeglang memiliki tingkat kerawanan dan kerentanan gempa bumi, dan untuk itu wilayah rawan gempa bumi dan kerentanan terhadap gempa bumi perlu ditentukan sebagai upaya mitigasi bencana gempa bumi. Faktor - faktor seperti litologi, struktur geologi, lereng, dan nilai PGA (Peak Ground Acceleration) dapat digunakan untuk menentukan wilayah rawan gempa bumi dengan metode skoring. Kerentanan wilayah terhadap gempa bumi ditentukan dengan metode weighted overlay dengan pembobotan dalam aspek lingkungan, sosial, ekonomi, dan fisik. Kerawanan merupakan aspek lingkungan dalam penentuan kerentanan, sedangkan kepadatan penduduk, jumlah penduduk wanita, ratio ketergantungan, dan penyandang disabilitas digunakan dalam penentuan kerentanan aspek sosial. Kerentanan aspek ekonomi menggunakan indikator penduduk miskin dan kerentanan fisik menggunakan kepadatan bangunan. Hasil penelitian menunjukkan wilayah rawan gempa bumi sedang mendominasi Kabupaten Pandeglang dengan luas 64,99% dan mayoritas tersebar pada bagian timur dan selatan Kabupaten Pandeglang. Dalam kerentanan, wilayah kerentanan tinggi terdapat di Kecamatan Labuan dengan luas sebesar 36,07 % dari luas Kecamatan Labuan, sedangkan Kecamatan Sindangresmi dan Kecamatan Munjul merupakan kecamatan dengan kerentanan rendah dengan luas 73.93 % dari luas Kecamatan Sindangresmi dan 61.52 % dari luas Kecamatan Munjul.

Pandeglang Regency has a proximity to the subduction zone and the meeting area of ​​the Indo-Australian Plate and the Eurasian Plate in the Sunda Strait. So that Pandeglang District has an earthquake level of vulnerability and vulnerability. Areas prone to earthquakes and vulnerability to earthquakes need to be determined as an effort to mitigate earthquakes. Factors such as lithology, geological structure, slope, and PGA (Peak Ground Acceleration) values ​​can be used to determine earthquake prone areas by the scoring method. Regional vulnerability to the earth's herds is determined by the weighted overlay method by weighting in environmental, social, economic and physical aspects. Vulnerability is an environmental aspect in determining vulnerability, while population density, female population, dependency ratio, and people with disabilities are used in determining the vulnerability of social aspects. Vulnerability in economic aspects uses indicators of poor population and physical vulnerability using building density. The results showed that earthquake-prone areas were dominating Pandeglang Regency with an area of ​​64.99% and the majority was spread in the eastern and southern parts of the Pandeglang Regency. In susceptibility, the high vulnerability area is in Labuan Subdistrict with an area of ​​36.07% of the area of ​​Labuan Subdistrict, while the Sindangresmi Subdistrict and Munjul Subdistrict are sub-district with low vulnerability with an area of ​​73.93% of the area of ​​Sindangresmi Subdistrict and 61.52% of the total area of ​​Munjul Subdistrict."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>