Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 178264 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fatima Safira Alatas
"Latar belakang. Translokasi bakteri dari saluran cerna merupakan masalah yang penting dalam terjadinya infeksi pada pasien dengan kolestasis obstruktif serta sirosis hepatis. Pada studi ini kami bermaksud untuk mempelajari komposisi mikrobiota usus dihubungkan dengan malabsorpsi lemak dan gangguan integritas usus pada anak dengan kolestasis kronis. Metode. Sampel feses dari bayi/anak dengan kolestasis dan anak sehat dikumpulkan untuk dilakukan evaluasi terhadap jumlah sel lemak, komposisi mikrobiota usus serta integritas ususnya.
Hasil. Lima puluh tujuh bayi/anak (27 kolestasis dan 30 anak sehat) dilakukan evaluasi. Terdapat perbedaan bermakna pada berat badan, P=0.001; status nutrisi, P=<0.0001; serta konsumsi susu formula dengan bahan dasar middle chain triglyceride, P=<0.0001. Selain itu juga ditemukan bahwa komposisi lemak pada feses serta kadar fecal calprotectin lebih tinggi pada kelompok kolestasis dibandingkan dengan anak sehat, P=<0.0001 dan P=0.021. Sesuai dengan hasil tersebut ditemukan pula perbedaan yang bermakna di antara kedua grup tersebut pada komposisi Bifidobacteria sp. and E. Coli sp., P=0.005.
Kesimpulan. Ditemukan perbedaan yang bermakna pada berat badan, status nutrisi, komposisi lemak feses, kadar fecal calprotectin serta profil mikrobiota usus antara kelompok bayi dengan kolestasis dengan bayi sehat. Diperlukan studi lanjutan untuk mempelajari interaksi antara saluran cerna dan hati pada kolestasis.

Background. Bacterial translocation from the gastrointestinal tract is central to current concepts of endogenous sepsis in obstructif cholestasis and cirrhosis. In this study we evaluate gut microbiota profile and their correlation with fat malabsorption and gut integrity. Methods. We evaluate feces sampels from chronic cholestasis and healthy infants to know their fat malabsorption, gut microbiota composition, and gut integrity, then compare between the 2 groups.
Results. Fifty-seven infants (27 cholestasis and 30 healthy) were evaluated. There were significant difference in mean body weight 7932.39 (SD: 3416.2) VS 11453.3 (SD: 4012.3) grams, P=0.001; nutritional status, P=<0.0001, and middle chain triglyceride dominant infant formula, P=<0.0001. Feces evaluation showed a significant hinger fat composition (+2 and +3), P=<0.0001 and fecal calprotection level in cholestatic groups (81.32 (SD:61.6) VS 47.37 (SD:47.3) microgram/g faeces), P=0.021. In accordance with fecal calprotectin level, there were a significant difference between the 2 groups in composition of Bifidobacteria sp. and E. Coli sp., P = 0.005.
Conclusions. Significant differences were found in body weight, nutritional status, feces fat composition, fecal calprotection level and gut microbiota profile between chronic cholestasis and healthy infants. Further studies needed to evaluate the interaction between gut and liver axis in infants with cholestasis.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devi Oktaviyani
"Mikrobiota saluran pencernaan neonatus merupakan modulator respon imun yang berpengaruh terhadap kesehatan dan penyakit bagi neonatus. Perkembangan mikrobiota saluran pencernaan neonatus dipengaruhi oleh beberapa faktor baik faktor maternal maupun faktor neonatal yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi kolonisasi mikrobiota usus neonatus pada masa awal kehidupannya. Masa awal kehidupan neonatus (≤ 1 bulan setelah lahir) merupakan periode kritis dalam menentukan kesehatan neonatus jangka panjang maupun jangka pendek. Kolonisasi mikrobiota saluran pencernaan yang menyimpang atau disbiosis pada awal kehidupannya dapat meningkatkan risiko terhadap penyakit yang berkaitan dengan perkembangan sistem imunitasnya seperti alergi, obesitas, diabetes, dan lain-lain. Dengan demikian, ulasan ini membahas tentang peranan mikrobiota saluran pencernaan neonatus pada masa awal kehidupan dalam mendukung kesehatan neonatus dengan mengetahui kolonisasi mikrobiota saluran pencernaan yang simbiosis. Sekuensing amplikon gen target 16S rRNA menggunakan metode NGS merupakan metode yang paling banyak digunakan untuk mengkarakterisasi keragaman mikroba. Sampel mekonium atau feses sebagai representatif lingkungan saluran pencernaan neonatus dikumpulkan dan dilakukan ekstraksi DNA kemudian gen target diamplifikasi dengan PCR. Amplikon yang diperoleh disekuensing dan dikarakterisasi secara bioinformatik untuk menentukan mikroba yang ada dalam sampel serta kelimpahan relatifnya. Selain itu, analisis berbasis teknologi molekuler seperti sekuensing gen target 16S rRNA menggunakan metode NGS dan analisis bioinformatik berperan penting dalam memperluas pengetahuan tentang ekosistem saluran cerna yang kompleks dari sampel mekonium dan feses neonatus. Dalam rangka menciptakan mikrobiota saluran pencernaan yang baik dan mendukung kesehatan neonatus pada masa awal kehidupannya dapat dilakukan dengan melakukan intervensi pada faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangannya. Intervensi seperti merencanakan kelahiran normal, menjaga asupan nutrisi yang seimbang selama masa kehamilan dan juga menyusui, menghindari paparan antibiotik selama kehamilan dan pada neonatus, dan memberikan ASI kepada neonatus terbukti dapat memodulasi perkembangan mikrobiota saluran pencernaan neonatus yang sehat.

Neonatal gut microbiota is a modulator of the immune response that influences health and disease for neonates. The development of the neonatal gut microbiota is influenced by several factors, both maternal and neonatal factors that directly or indirectly affect the colonization of neonatal gut microbiota in early life. The early-life period of neonatal life (≤ 1 month after birth) is a critical period in determining the long-term and short-term health of neonates. Aberrant colonization of gut microbiota or dysbiosis in early life can increase the risk of diseases related to the development of the immune system such as allergies, obesity, diabetes, and others. Thus, this review discusses the role of the neonatal gut microbiota in early life in supporting neonatal health by knowing the symbiosis colonization of the gut microbiota. The sequencing of 16S rRNA target gene amplicons using the NGS method is the most widely used method to characterize microbial diversity. Meconium or faecal samples as a representative environment of the neonatal digestive tract are collected and DNA extracted then the target gene is amplified by PCR. The obtained amplicons are sequenced and bioinformaticly characterized to determine the microbes present in the sample and their relative abundance. In addition, analysis based on molecular technologies such as 16S rRNA target gene sequencing using the NGS method and bioinformatic analysis play an important role in expanding our knowledge about complex gastrointestinal ecosystems from meconium and neonatal faecal samples. In sum, creating a good gut microbiota and supporting neonatal health in their early-life period can be done by intervening on factors that influence its development. Interventions such as planning a normal birth, maintaining a balanced nutritional intake during pregnancy and lactating, avoiding antibiotic exposure during pregnancy and in neonates, and breastfeeding for neonates are proven to modulate the development of healthy neonatal gut microbiota."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Diyan Monica
"Obesitas dan diabetes tipe 2 adalah masalah global dengan angka kejadian yang meningkat pesat. Hubungan antara obesitas dan diabetes melibatkan resistensi insulin dan mikrobiota usus. Namun, belum ada studi di Jakarta yang menganalisis profil mikrobiota usus pada obesitas dengan atau tanpa diabetes tipe 2. Penelitian ini bertujuan menganalisis profil mikrobiota usus dengan metode sekuensing 16S rRNA pada subjek dengan dan tanpa diabetes tipe 2. Hasil analisis menunjukkan perbedaan komposisi mikrobiota usus antara obesitas dengan dan tanpa diabetes tipe 2. Beberapa kelompok bakteri berkaitan dengan kondisi tersebut. Filum Firmicutes dan Bacteroidota, famili Oscillospiraceae, genus Faecalibacterium dan Clostridia UCG-014 berkaitan dengan non-obesitas dan berkorelasi negatif dengan kadar lemak tubuh. Sementara filum Proteobacteria dan Bacteroidota, famili Enterobacteriaceae dan Erysipelotrichaceae, genus Eschericia Sighella dan unspecified Lachnospiraceae berkaitan dengan obesitas dan berkorelasi positif dengan kadar lemak tubuh dan IMT. Beberapa kelompok bakteri juga berkaitan dengan diabetes tipe 2, seperti filum Bacteroidota, famili Oscillospiraceae, dan genus Oscillospiraceae UCG-002 yang berkorelasi negatif dengan kadar GDP, GDS, dan HOMA-IR, serta filum Actinobacteriota, famili Veillonellaceae, genus Dialister dan Bifidobacterium berkorelasi positif dengan kadar GDP, GDS, dan HOMA-IR. Perbedaan pola distribusi mikrobiota usus juga terlihat pada analisis alpha dan beta diversity. Hasil penelitian ini memberikan wawasan baru tentang peran mikrobiota usus dalam obesitas dan diabetes tipe 2.

Obesity and type 2 diabetes are global health issues with rapidly increasing prevalence. The relationship between obesity and diabetes involves insulin resistance and gut microbiota. However, there has been no study in Jakarta analyzing the gut microbiota profile in obesity with or without type 2 diabetes. This research aims to analyze the gut microbiota profile using 16S rRNA sequencing on subjects with and without type 2 diabetes. The analysis results show differences in gut microbiota composition between obesity with and without type 2 diabetes. Several bacterial groups are associated with these conditions. Phylum Firmicutes and Bacteroidota, family Oscillospiraceae, genus Faecalibacterium, and Clostridia UCG-014 are associated with non-obesity and negatively correlated with body fat levels. On the other hand, phylum Proteobacteria and Bacteroidota, families Enterobacteriaceae and Erysipelotrichaceae, genus Eschericia Sighella, and unspecified Lachnospiraceae are associated with obesity and positively correlated with body fat levels and BMI. Some bacterial groups are also associated with type 2 diabetes, such as phylum Bacteroidota, family Oscillospiraceae, and genus Oscillospiraceae UCG-002, which are negatively correlated with GDP, GDS, and HOMA-IR levels, as well as phylum Actinobacteriota, family Veillonellaceae, genus Dialister, and Bifidobacterium, which are positively correlated with GDP, GDS, and HOMA-IR levels. Differences in gut microbiota distribution patterns are also evident in the alpha diversity analysis. The results of this study provide new insights into the role of gut microbiota in obesity and type 2 diabetes."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erwin Lukas Hendrata
"ABSTRAK
Penelitian mengenai asupan karbohidrat dan serat pangan dengan proporsi mikrobiota usus pada anak masih belum banyak di Indonesia. Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan profil jumlah asupan karbohidrat dan serat pangan pada anak serta hubungannya dengan mikrobiota usus. Mikrobiota usus yang diperiksa adalah Bifidobacterium spp dan Lactobacillus spp mewakili mikrobiota usus baik serta Eschericia dan Clostridium spp mewakili mikrobiota patogen usus.Studi potong lintang dilakukan pada 68 siswa TK usia 4-6 tahun dilakukan selama Januari-Februari 2017 di Jakarta. Data jumlah asupan energi, karbohidrat, serta serat pangan dikumpulkan dengan menggunakan food recall form selama 2x24 jam. Subjek terdiri dari 33 anak perempuan 48 dan 35 anak lelaki 52 , sebagian besar dengan gizi baik dan perawakan normal. Median asupan energi, karbohidrat, dan serat pangan berturut-turut sebanyak 1230 kalori, 158 gram dan 2,4 gram. Tidak didapatkan hubungan bermakna antara asupan karbohidrat dan serat pangan terhadap proporsi mikrobiota ususAsupan karbohidrat dan serat pangan subjek penelitian ini di bawah angka kecukupan gizi AKG yang dianjurkan untuk usia 4-6 tahun. Perbedaan kandungan prebiotik pada asupan karbohidrat maupun serat pangan subjek penelitian ini, mungkin merupakan penyebab perbedaan hasil penelitian ini dengan penelitian diluar negeri. Data yang didapat diharapkan dapat dipergunakan sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya.

ABSTRACT
There are not many studies in Indonesia related to gut microbiota, especially in relation with carbohydrate and dietary fiber intake. The objectives of this study are to gain profiles on the amount of carbohydrate and dietary fiber intake in children, and its relations with gut microbiota. The gut microbiota being studied are Bifidobacterium spp and Lactobacillus spp, representing the good microbiota, and Eschericia and Clostridium spp as the pathogen gut microbiota.Cross sectional study was conducted on 68 kindergarten students aged 4 6 years old during the period of January ndash February 2017. The data on energy, carbohydrate and dietary fiber intakes were compiled using food recall form for 48 hours. Subjects consisted of 33 girls 48 and 35 boys 52 majority of them are well nourished and normal stature. Median of the energy, carbohydrate and fiber intake were 1,230 calories, 158 gram and 2.4 gram, consecutively. There was no significant relation between carbohydrate and dietary fiber intakes on the composition of gut microbiota.The intake of carbohydrate and dietary fiber for the subjects of this study was below the Daily Dietary Requirement for children aged 4 6 years old. The discrepancy of prebiotic amount on the carbohydrate and fiber intake might impact the results of this study compared with similar studies abroad. However, the acquired data can be used for basis of future studies in this field."
2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Larashintya Rulita
"Komposisi komunitas mikrobiota usus pada neonatus prematur dapat diidentifikasi menngunakan mekonium dan feses. Akan tetapi, penelitian menggunakan sampel mekonium dan feses memiliki tantangan tersendiri karena konsistensinya serta kandungan inhibitor PCR yang tinggi pada sampel mekonium dan feses. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengoptimasi perolehan DNA mikrobiota mekonium dan feses dari neonatus yang lahir prematur di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Penelitian dilakukan dengan mengambil sampel mekonium, feses 4 dan 7 hari setelah kelahiran dari neonatus prematur. Setelah itu, dilakukan optimasi proses perolehan DNA. Parameter yang dioptimasi yaitu dengan mempertimbangkan jumlah dan kondisi sampel, penggunaan kit ekstraksi yaitu Qiagen DNeasy Powersoil Kit dan MP Biomedical FastDNA Spin Kit for Soil, tahap preparasi sampel, dan tahap elusi DNA. Selanjutnya, DNA genomik hasil ekstraksi dikuantifikasi serta dikonfirmasi menggunakan Polymerase Chain Reaction sebelum tahap NGS. Hasil pada penelitian ini yaitu sampel yang dilakukan optimasi dengan replikasi jumlah sampel sebanyak 2 kali, menggunakan sampel segar, menggunakan buffer elusi dengan volume yang lebih sedikit, pelarutan sampel menggunakan ddH2O, dan diekstraksi menggunakan MP Biomedical FastDNA Spin Kit for Soil menghasilkan konsentrasi serta kemurnian yang lebih tinggi. Kesimpulannya, perlu dilakukan optimasi pada tahap ekstraksi DNA untuk menghasilkan perolehan serta kemurnian DNA yang tinggi."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christopher Andrian
"Kolonisasi Bifidobacterium merupakan bakteri komensal yang baik untuk perkembangan dan kolonisasi awal mikrobiota janin. Jumlah Bifidobacterium dapat dipengaruhi oleh asupan protein ibu selama hamil. Penelitian potong lintang ini dilakukan di seluruh puskesmas kecamatan di Jakarta Timur mulai bulan Februari hingga April 2015 dengan subjek ibu hamil berusia 19 - 44 tahun dan usia kehamilan 32 - 37 minggu. Data asupan protein didapatkan dengan metode 2-day repeated 24 hour food recall, selain itu dinilai juga rasio asupan nabati- hewani menggunakan metode semi quantitative - food frequency questionnaire (SQ-FFQ). Analisis feses dilakukan pada 52 subjek menggunakan metode real time-polymerase chain reaction (rPCR). Hasil penelitian ini memperlihatkan terdapat korelasi positif lemah tidak bermakna antara asupan protein dengan jumlah Bifidobacterium (r = 0,132, p >0,05), sehingga penelitian ini belum dapat membuktikan adanya korelasi antara asupan protein dengan jumlah Bifidobacterium pada ibu hamil trimester ketiga.

Bifidobacterium is a commensal bacteria that are beneficial for the development and early colonization of microbiota on fetus. The amount of Bifidobacterium can be influenced by maternal protein intake during pregnancy. A cross-sectional study had been conducted in all primary health care in East Jakarta Subdistrict, from February to April 2015. Subjects of the study were pregnant women aged 19-44 years old and gestational age 32-37 weeks. The quantity of protein intake was obtained by 2-day repeated 24 hour food recall method, moreover, the study also assessed the intake of vegetable-animal ratio by semiquantitative-food frequency questionnaire (SQ-FFQ) method. Stool analysis was conducted on 52 subjects using real-time polymerase chain reaction (rPCR). The result of the study showed a poor positive correlation between protein intake with the amount of Bifidobacterium (R = 0.132, p >0.05).This study has not showed any significant correlation between protein intake with the amount of Bifidobacterium in the third trimester of pregnancy."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T633878
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angky Budianti
"COVID-19 merupakan penyakit penyebab pandemi pada akhir 2019. Perbedaan manifestasi klinis pada infeksi SARS-CoV-2 ini memicu banyak pertanyaan di kalangan peneliti dan medis. Perbedaan klinis COVID-19 tersebut dapat dipicu oleh faktor hospes, patogen maupun lingkungan. Infeksi SARS-CoV-2 terutama melalui saluran napas atas, tempat kolonisasi mikroba komensal dan patogen. Bagaimana interaksi antara mikroba yang berkolonisasi dengan SARS-CoV-2 dalam menimbulkan respons inflamasi di saluran napas atas masih belum diketahui dengan jelas. Penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan antara karakteristik mikrobiota, serta rasio kadar sitokin pro- dan anti-inflamasi dari saluran napas atas dengan beratnya COVID-19.
Penelitian ini merupakan studi potong lintang menggunakan 74 swab nasofaring dan orofaring di dalam viral transport medium (VTM) dari pasien COVID-19 berusia 18–64 tahun. Profil mikrobiota di saluran napas atas dan kadar IL-6, IL-1β, IFN-γ, TNF-α dan IL-10 diperiksa dengan metode sekuensing 16S ribosomal RNA dan Luminex assay, secara berurutan. Selanjutnya dilakukan analisis hubungan antara beratnya COVID-19 dengan OTU, keragaman alfa dan beta dari mikrobiota saluran napas atas.
Lima filum terbanyak di saluran napas pasien COVID-19 di Indonesia berusia 18-64 tahun adalah Firmicutes (32,3%), Bacteroidota (27,1%), Fusobacteriota (15,2%), Proteobacteria (15,1%) dan Actinobacteria (7,1%). Analisis indeks Shannon dan ACE menunjukkan bahwa tidak ada penurunan keragaman microbiota saluran napas atas dengan bertambah beratnya penyakit. Namun, ada perbedaan bermakna keragaman beta pada mikrobiota saluran napas atas antara COVID-19 ringan dan berat. Keberlimpahan filum Firmicutes (p = 0,012), dan genus Streptococcus (p = 0,033) dan Enterococcus (p = 0,031) lebih tinggi pada COVID-19 berat dibandingkan yang ringan, sedangkan keberlimpahan filum Fusobacteriota (p = 0,021), Proteobacteria (p = 0,030), Campilobacterota (p = 0,027), genus Neisseria (p = 0,008), dan Fusobacterium (p = 0,064), spesies Porphyromonas gingivalis (p = 0,018), Fusobacterium periodonticum (p = 0,001) dan Fusobacterium nucleatum (p = 0,022) lebih tinggi pada COVID-19 ringan dibandingkan berat. Keberadaan bakteri Prevotella buccae (p = 0,005) dan Prevotella disiens (p = 0,043) lebih rendah pada COVID-19 berat. Rasio TNF-α/IL-10 lebih tinggi pada COVID-19 berat (p < 0.05). Selanjutnya, rasio IL-6/IL-10, IFN-γ/IL-10, dan IL-1β/IL-10 juga lebih tinggi pada COVID-19 berat, namun tidak berbeda bermakna jika dikaitkan dengan beratnya penyakit.
Penelitian ini mendukung adanya hubungan antara karakteristik mikrobiota di saluran napas atas dengan beratnya COVID-19 pada pasien dewasa. Studi lebih lanjut diperlukan untuk memeriksa mekanisme bagaimana mikrobiota mencegah beratnya COVID-19. Rasio TNF-α/IL-10 dari saluran napas dapat menjadi prediktor beratnya penyakit dan sebagai alternatif pemeriksaan kadar sitokin pada COVID-19 yang kurang invasif dibandingkan serum.

COVID-19 is a disease that caused a pandemic at the end of 2019. Clinical manifestations difference in SARS-CoV-2 infection has raised many questions in research and medical provider. The clinical differences in COVID-19 can be triggered by host, pathogen and environmental factors. SARS-CoV-2 mainly enters through the upper airway, with colonization of commensal and pathogenic microbes. How the interaction between colonized microbes and SARS-CoV-2 in causing an inflammatory response in the upper airway is still not clearly known. Therefore, we examined the association between the diversity of microbiota, pro- and anti-inflammatory cytokines ratio of upper respiratory and COVID-19 severity.
This research is an observational cross-sectional study using 74 nasopharyngeal and oropharyngeal swabs in viral transport medium from COVID-19 patients aged 18-64 years. We examined microbiota profile in the upper airway using 16S ribosomal RNA sequencing method and levels of IL-6, IL-1β, IFN-γ, TNF-α and IL-10 were examined by Luminex assay. We also examined the association between COVID-19 severities with OTU analysis, alpha and beta diversity of upper respiratory microbiota.
The top five phyla in upper respiratory tract of Indonesian COVID-19 patients with aged of 18–64 years old were Firmicutes (32,3%), Bacteroidota (27,1%), Fusobacteriota (15,2%), Proteobacteria (15,1%) and Actinobacteria (7,1%). Shannon and ACE index analysis showed no decline of microbiota diversity in upper airway with the increase of disease severity. However, there were significant differences of beta diversity in the upper airway microbiota between mild and severe COVID-19. The abundance of the Firmicutes phylum (p = 0,012), Streptococcus (p = 0,033) and Enterococcus (p = 0,031) genera were significantly higher in severe COVID-19 than mild, while the abundance of the Fusobacteriota (p = 0,021), Proteobacteria (p=0,030), and Campilobacterota (p = 0,027) phyla, Neisseria (p = 0,008), and Fusobacterium (p = 0,064) genera, Porphyromonas gingivalis (p = 0,018), Fusobacterium periodonticum (p = 0,001) and Fusobacterium nucleatum (p = 0,022) species were significantly higher in mild. The presence of Prevotella buccae (p=0.005) and Prevotella disiens (p=0.043) bacteria was lower in severe COVID-19. The TNF-α/IL-10 ratio was significantly higher in severe COVID-19 (p < 0.05). Furthermore, IL-6/IL-10, IFN-γ/IL-10, and IL-1β/IL-10 ratio was also higher in severe, but those were not significantly related to the disease severity.
This research supports the relationship between the severity of COVID-19 and microbiota diversity in the upper airway in adults. Further studies are needed to examine the mechanism by which microbiota prevents the COVID-19 severities. The ratio of TNF-α/IL-10 from upper airway swab may be as a predictor of disease severity and alternative for examining cytokine levels in COVID-19 which is less invasive than serum.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alberta Novianti
"Kolestasis merupakan terhambatnya aliran empedu ke duodenum. Kolestasis dapat menyebabkan beberapa masalah terhadap penderita, salah satunya kulit menjadi kering akibat defisiensi vitamin yang larut dalam lemak terutama vitamin E. Penulisan karya ilmiah ini bertujuan untuk menggambarkan masalah kerusakan integritas kulit pada anak dengan kolestasis intrahepatik. Intervensi utama yang dilakukan untuk mengatasi masalah integritas kulit adalah mengkaji keadaan kulit klien, memandikan pasien menggunakan sabun dengan moisturizer dan air hangat dan mengoleskan minyak zaitun pada daerah kulit yang kering sambil dilakukan masase ringan. Evaluasi tindakan keperawatan menunjukkan hasil yang efektif bahwa setelah diberikan intervensi dengan mengoleskan minyak zaitun, kulit yang semula kering semakin membaik serta tidak ada lesi.

Cholestasis is blocked by the flow of bile into the duodenum. Cholestasis can cause some problems to the patient, one of which the skin becomes dry due to deficiency of fat soluble vitamins, especially vitamin E. The writing of this paper aims to describe the problem of skin integrity in children with intrahepatic cholestasis. The main interventions to address skin integrity issues are to assess the client 39 s skin condition, bath the patient using soap with a moisturizer and warm water and apply olive oil to dry areas of the skin while doing a little massage. Evaluation of nursing actions showed an effective result that after being given intervention a drying skin by applying olive oil is getting better and no lesions."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tahapary, Dicky Levenus
"Menentukan penyebab kolestasis merupakan tantangan tersendiri, namun hal itu perlu mendapatkan perhatian khusus karena akan menentukan langkah selanjutnya. Leptospirosis, yang dapat bermanifestasi sebagai kolestasis, mempunyai gambaran klinis yang sangat bervariasi sehingga penegakkan diagnosis seringkali sulit. Pada makalah ini dilaporkan kasus laki-laki, usia 50 tahun dengan nyeri perut kanan atas dan kolestasis disertai gangguan fungsi ginjal, pneumonia dan gambaran EKG abnormal. Pemeriksaan serologi leptospira menunjukkan hasil IgM positif. Perlu dipertimbangkan pemeriksaan screening leptospirosis pada pasien dengan kolestasis terutama pasien dengan risiko tinggi terinfeksi leptospira.

Discovering the etiology of cholestasis is challenging, but it requires particular rconsideration, because it will determine our next steps. While leptospirosis may cause cholestasis, leptospirosis has diverse clinical spectrum so that it is often difficult to establish the diagnosis. We reported a fifty-year-old man with right upper quadrant abdominal pain and cholestasis. In addition, we also found distorted renal function, pneumonia, and ECG abnormalities. The patient underwent serologic test for leptospiral infection and the IgM was positive. These findings showed the necessity for considering leptospirosis screening in patients with cholestasis especially those in higher risk group."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Tjandraningrum
"Kolestasis merupakan salah satu manifestasi gangguan bilier yang terjadi akibat gangguan aliran empedu dari hati ke duodenum. Kolestasis diklasifikasikan berdasarkan perjalanan penyakitnya menjadi kolestasis akut dan kronis. Tatalaksana nutrisi pada kolestasis bertujuan untuk mengatasi defisiensi nutrien yang umumnya terjadi tetapi terdapat perbedaan dalam tatalaksana tersebut, tergantung penyebab kolestasis dan kondisi klinis pasien. Selain itu nutrisi perioperatif pada kolestasis yang menjalani pembedahan diperlukan untuk mencegah risiko komplikasi pasca bedah dan gangguan saluran cerna akibat tindakan pembedahan.
Dilaporkan 4 kasus kolestasis, dua kasus kolestasis akut dan dua kasus lainnya kolestasis kronis. Kasus 1 dan 2, berturut-turut adalah kolestasis akut e.c. kolelitiasis multipel dan kolestasis akut e.c. kolesistolitiasis multipel. Kasus 3 adalah kolestasis kronis e.c. kista duktus koledokus dan kasus 4 kolestasis kronis e.c. adenokarsinoma ampula Vateri. Pasien kasus 3 berusia 2 tahun 3 bulan, sementara kasus 1, 2 dan 4 berusia antara 22 tahun sampai 45 tahun. Pada semua kasus terdapat riwayat nyeri perut bagian atas, sklera ikterik dan peningkatan kadar bilirubin, fosfatase alkali dan -GT.
Keempat kasus menjalani pembedahan untuk mengatasi keadaan kolestasis tersebut. Tatalaksana nutrisi perioperatif yang adekuat pada kasus 1, 2 dan 4 dapat mencegah risiko komplikasi pasca bedah dan pada kasus 3 dapat memperbaiki komplikasi pasca bedah berupa wound dehiscence. Pasca bedah, kondisi klinis keempat pasien membaik, terlihat dari berkurangnya keluhan nyeri perut bagian atas, berkurangnya ikterik pada sklera dan perbaikan kapasitas fungsional. Toleransi asupan seluruh pasien membaik, ditunjukkan oleh kemampuan pasien untuk mengonsumsi makanan sesuai kebutuhan energi dan nutriennya.
Berdasarkan kepustakaan dan pengalaman tatalaksana nutrisi keempat pasien tersebut, pada kolestasis diperlukan tatalaksana nutrisi yang adekuat yaitu pada perioperatif dan pasca rawat. Edukasi pasien tentang pemilihan jenis makanan dan cara pemberiannya berguna untuk mencegah kekambuhan.

Cholestasis is one manifestation of biliary disorders caused by interruption flow of bile from the liver to the duodenum. Cholestasis classified becomes acute and chronic cholestasis. Management of nutrition on cholestasis aims to improve nutrient deficiency that commonly occur but there is a difference in the treatment of these, depending on the cause of cholestasis and the clinical condition of the patient. Additionally perioperative nutrition on cholestasis who underwent surgery is needed to prevent the risk of post-surgical complications and gastrointestinal disorders caused by surgery.
Reported 4 cases of cholestasis, cholestatic two cases of acute and chronic cholestasis two other cases. Cases 1 and 2, respectively acute cholestasis ec kolelitiasis multiple and acute cholestasis e.c. kolesistolitiasis multiple. Case 3 is a chronic cholestatic e.c. koledokus duct cysts and 4 cases of chronic cholestasis ec adenocarcinoma of the ampulla of Vater. 3 case patients aged 2 years and 3 months, while cases 1, 2 and 4 are aged between 22 years to 45 years.. In all cases there is a history of upper abdominal pain, sclera jaundice and elevated levels of bilirubin, alkaline phosphatase, and -GT.
The four cases underwent surgery to resolve the situation cholestasis. Management of perioperative nutrition adequate in cases 1, 2 and 4 can prevent the risk of postoperative complications and in case 3 may improve post-surgical complications such as wound dehiscence. Post-surgery, four patients improved clinical condition, as seen from the reduced upper abdominal pain, jaundice in the sclera reduction and improved functional capacity. Tolerance intake of all patients improved, indicated by the patient?s ability to eat food and energy needs nutrient.
Based on the literature and experience of nutritional management of the four patients, the treatment of cholestasis is necessary that adequate nutrition in perioperative and post-hospitalization. Educating patients about the choice of food and the way of administration is useful to prevent a recurrence.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>