Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 132557 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tri Yanti Rahayuningsih
"Latar Belakang: Pasien sindrom Down (Down?s syndrome/DS) berbeda dari anak normal karena memiliki banyak kelainan selain defek jantung yang dapat memengaruhi luaran pasca-operasi jantung. Sampai saat ini belum ada penelitian mengenai luaran pasca-operasi penyakit jantung bawaan (PJB) pada DS di pusat-pusat pelayanan jantung di Indonesia.
Tujuan: Untuk mengetahui luaran jangka pendek dan mortalitas pada pasien DS yang dilakukan operasi jantung di RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
Metode: Studi kohort retrospektif dan prospektif pada subjek anak dengan DS yang menjalani operasi koreksi PJB. Kontrol adalah anak tanpa DS yang masuk kriteria inklusi dan eksklusi, dengan matching rentang usia dan jenis penyakit jantung yang sama dengan pasien DS.
Hasil: Sebanyak 57 pasien DS dan 43 non-DS yang telah menjalani operasi koreksi PJB diikutkan dalam penelitian. Karakteristik dasar antar kelompok tidak berbeda bermakna. Jenis PJB terbanyak pada DS adalah defek septum atrioventrikular (AVSD) dan defek septum ventrikel (VSD) masing-masing sebesar 31,6%, tetralogi Fallot (TF) 21%, defek septum atrium (ASD) 7%, duktus arteriosus persisten (PDA) 7% dan transposisi arteri besar (TGA)-VSD 1,8%. Lama rawat ruang rawat intensif (ICU) pada DS 1,9 (0,6-34) hari dibanding non-DS 1 (0,3-43), p=0,373. Lama penggunaan ventilator pada DS 19,9 (3-540) jam, non-DS 18 (3-600), p=0,308. Krisis hipertensi pulmoner (PH) tidak terjadi pada kedua kelompok, proporsi komplikasi paru pada DS 24,6% dibanding non-DS 14%, dan sepsis pada DS 28,1% dibanding non-DS 14% tidak berbeda bermakna. Proporsi blok atrioventrikular (AV) komplit pada DS 10,5% dan non-DS tidak ada, dengan p=0,036. Kematian di rumah sakit (RS) pada DS 8,8%, non-DS tidak ada, dengan p=0,068.
Simpulan: Morbiditas dan mortalitas pasca-operasi jantung pada DS tidak terbukti lebih sering terjadi dibandingkan dengan non-DS.

Background: Down syndrome patients different from normal child because many other genetic related aspects that can affect outcome after congenital heart surgery. Until now there has been no research on the outcome after congenital heart surgery on paediatric Down syndrome patients in Indonesia.
Objective: To determine the short term outcomes and mortality in DS patients who underwent heart surgery at Cipto Mangunkusumo hospital, Jakarta.
Methods: A prospective and retrospective cohort study was conducted to subject with DS who underwent heart surgery from July 2007- April 2015. Control group was patients without DS who underwent heart surgery with matching on age and type of heart defects.
Results: A total of 57 DS patients and 43 non-DS patients were recruited during study period. Basic characteristics between groups were not significantly different. Most type of CHD in patients with DS were AVSD and VSD respectively in 18 (31,6%), tetralogi of Fallot 12 (21%), ASD 4 (7%), PDA 4 (7%) and TGA-VSD 1 (1,8%) patients. Duration of ICU stay in patients with DS was 1,9 (0,6-34) days compared to non-DS patients 1 (0,3-43) days, p=0,373. Duration of mechanical ventilation in patients with DS was 19,9 (3-540) hours, compared to non-DS patients 18 (3-600) hours, p=0,308. Pulmonary hypertension crisis was not occurred in both groups. Pulmonary complication in patients with DS was 14 (24,6%) compared to non-DS 6 (14%) patients, and sepsis in patients with DS was 16 (28,1%) compared to non-DS 6 (14%) patients, there was no difference. Complete AV block in patients with DS was 6 (10,5%) compared none in patients with non-DS, p=0,036. In-hospital mortality in patients with DS was 5 (8,8%), compared none in patients with non-DS, significantly different with p=0,068.
Conclusion: Morbidity and mortality after cardiac surgery in DS is not proven to be more frequent compared to non-DS.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T58754
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syukriman Bustami
"Sindrom Down merupakan suatu kelainan genetik dengan angka kejadian relatif tinggi, relatif mudah dikenal sejak rnasa bayi, dan didapati secara universal pada semua ras atau tingkat social ekonomi.
Di Indonesia, sebagaimana negara sedang berkembang lainnya, kelainan ini belum mendapat cukup perhatian. Pemerintah sedang berjuang mengatasi penyakit infeksi dan masalah defisiensi gizi. Dengan membaiknya kondisi ekonomi, diharapkarn 20 tahun mendatang masalah infeksi dan defisiensi gizi tidak lagi merupakan masalah besar. Seba1iknya kelainan bawaan atau kelainan genetik akan muncul menjadi masalah kesehatan masyarakat (Wahidiyat, dkk., 1987).
Angka kejadian sindrom Down di Indonesia hingga saat ini belum diketahui. Di RSCM, Jakarta, pada periode 1975-1979, dari sejumlah 19.382 kelahirarn hidup dilaparkan 21 kasus {1,08 perseribu) bayi sindrom Down, (Kadri, dkk., 1982). Angka ini sesuai dengan angka kejadian rata-rata sebesar 1 perseribu, sebagaimana dilaporkan oleh banyak penelitian. Seandainya angka ini diberlakukan umum di Jakarta dengan penduduk 8.498.709 jiwa dan kelahiran hidup 231. 165 jiwa atau 2,72% pertahun (BPS Pusat, 1988), akan ditemukan sekitar 231 kasus baru sindrom Down setiap tahun.
Lebih luas lagi, di Indonesia dengan sekitar 5 juta kelahiran hidup (BPS Pusat, 1988), akan dijumpai sekitar 5000 kasus baru sindrom Down setiap tahunnya. Keadaan ini dapat merupakan masalah besar baik dalam bidang kesehatan, pendidikan, lapangan kerja maupun dana yang dibutuhkan untuk menanggulangi masalah tersebut.
Lebih dari 50 gejala klinis dilaporkan dapat menyertai sindrom ini. Sebagian besar diantaranya, seperti kelainan pada mata, rigi kulit atau tangan, tidak menimbulkan masalah kesehatan. Gejala-gejala ini bervariasi dari sedikit atau tanpa defek sampai abnormalitas berat, dan selama proses tumbuh kembang dapat berubah menjadi lebih atau kurang derajat abnormalitasnya (Dreg, 1975; National Information, Center for Handicapped Children and Youth, 1983; Cunningham, 1988).
Hipotoni merupakan salah satu gejala utama yang biasanya berkurang derajatnya dengan bertambahnya umur. Pada bayi yang menderita sindrom Down, 45-80% kasus disertai gejala ini, sedangkan pada anak berkisar antara 60-85%. Persentase Hipotoni menurut golongan umur dalam tahun belum ada yang melaporkan (Levinson, dkk., 1955; Lee dan Jackson, 1972; Breg, 1975; Nara, 1976; Henderson, 1987; Cunningham, 1988).
Mekanisme pasti bagaimana kelainan kromosom menyebabkan gejala hipotoni belum diketahui, begitu juga kaitan dengan gejala atau variabel lain (Jebsen, dkk., 1961; Rabe, 1964; Currni)gham, 1988). Meskipun kelainan ini disebabkan faktor genetik, tetapi masih dapat dipengaruhi oleh lingkungannya."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1989
T58489
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fina Devy Aryanti
"Sindrom Down merupakan kelainan genetik yang dikarakteristikkan dengan keterlambatan perkembangan yang dapat mempengaruhi kemandirian anak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kemandirian dalam pemenuhan aktivitas sehari-hari pada anak dengan sindrom Down usia sekolah dan remaja dengan menggunakan metode deskriptif kuantitatif non-eksperimen. Responden penelitian berjumlah 43 orang tua/ pengasuh anak dengan sindrom Down di Kota Depok.
Hasil penelitian menunjukkan mayoritas anak berada dalam kategori mandiri sebagian: 31 anak (72,1%); selebihnya mandiri total: 7 anak (16,3%) dan ketergantungan total: 5 anak (11,6%). Untuk itu, diperlukan pendidikan kesehatan dan dukungan emosional bagi keluarga, untuk mencapai kemandirian yang optimal pada anak dengan sindrom Down.

Down syndrome is a genetic disorder which characterized by lack of developmental that may affect the child's independence. This study aims to determine the level of independence of child with Down syndrome in school age and adolescents. This study used descriptive quantitative non-experimental approach with 43 parents or caregivers of child with Down syndrome in Depok.
The result showed that the majority of respondents belongs to modified independence: 31 children (72,1%), while respondents who belongs to total independence: 7 children (16,3%) and total dependence: 5 children (16,3%). For the reason, health education and emotional support for families is needed to achieve optimum independence in children with Down syndrome.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
S52891
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vinchia
"Pasien trisomi21 memiliki peningkatan resiko leukemia terutama tipe Leukemia Mielositik Akut(LMA). Proses leukemogenesis terjadi dalam 3 hit. Hit pertama adalah trisomi 21, hit kedua adalah varian gen GATA1 dan hit ketiga adalah mutasi somatik lainnya. Hit pertama dan kedua cukup untuk menyebabkan Transient Abnormal Myelopoiesis (TAM). Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pola varian gen GATA1 dalam memengaruhi TAM. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Pasien dianamnesa dan dilakukan pengambilan darah untuk pemeriksaan patologi klinik dan ekstraksi DNA. DNA akan dilakukan PCR, elektroforesis dan Sanger Sequencing. Data akan dilakukan analisis bioinformatik. Subyek terbanyak berusia 0-1 bulan(45,75%), dilahirkan oleh ibu <35 tahun(78,1%) dan lebih banyak dijumpai pada kehamilan multipara(71,8%). Kelainan laboratorium yang paling sering adalah anemia, dan lebih banyak dijumpai pada pasien 0-1 bulan, kelahiran aterm dari ibu primipara. Dari hasil analisis bioinformatik ditemukan 79 varian dan pada 32 pasien, di antaranya 10 silent, 67 missense dan 2 nonsense. Pada pengujian patogenisitas, nonsense mutation dapat diklasifikasikan sebagai pathogenic. Pada pasien TAM lebih banyak dijumpai hanya gejala laboratorium(62.5%) daripada pasien dengan gejala klinis dan laboratorium(37.5%). Keseluruhan varian nonsense menunjukkan gejala klinis dan laboratorium, pada varian missense didapatkan 47,7% sampel hanya dengan gejala laboratorium, sedangkan pada silent variant didapatkan 30% sampel dengan gejala laboratorium.

Trisomy21 have increased risk of Acute Myelocytic Leukemia(AML). Leukemogenesis occurs in 3 hits. The first hit was trisomy21, the second hit was GATA1 gene variant and third hit was somatic mutation. The first and second hit were enough to cause Transient Abnormal Myelopoiesis(TAM). The purpose of this study was to determine the variant of GATA1 gene in influencing TAM. This research is descriptive cross-sectional research. Anamnesis dan physical examination will be done. Blood samples will be taken. DNA will be further processed through PCR, electrophoresis and Sanger Sequencing. The data will be analyzed bioinformatically. Most subjects were aged 0-1month(45.75%), borned to mothers <35years (78.1%) and were more common in multiparous pregnancies(71.8%). The most frequent laboratory abnormalities are anemia, these are more common in patients aged 0-1month, born aterm from primiparous mothers. From the results of bioinformatic analysis, 79 variants were found in 32patients, of which 10were silent, 67were missense and 2were nonsense. In pathogenicity testing, we found this nonsense variant is pathogenic. TAM patients were frequently found with laboratory symptoms only(62.5%). All of the nonsense variants show clinical and laboratory symptoms. In missense variant, 47.7% of the samples only show laboratory symptoms, while 30%silent variant shows laboratory symptoms only."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Frascilly Grasia
"Down syndrome merupakan suatu kondisi yang berkaitan dengan keterbatasan perkembangan. Adanya keterbatasan ini membuat anak down syndrome membutuhkan caregiver untuk membantu mereka melaksanakan aktivitas seharihari. Caregiver dapat mengalami dampak negatif akibat merawat anggota keluarga yang memiliki kebutuhan khusus. Salah satu dampak negatifnya adalah caregiver strain. Caregiver strain dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah dukungan sosial. Caregiver strain dapat berkurang jika caregiver mendapatkan dukungan sosial, khususnya perceived social support.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara caregiver strain dan perceived social support. Metode pengambilan data yang dilakukan adalah pengisian kuesioner dan melakukan probing terhadap item dalam kuesioner caregiver strain (Modification of Caregiver Strain Index). Kemudian partisipan diminta untuk mengisi kuesioner perceived social support (Multidimensional Scale of Perceived Social Support).
Hasil penelitian menunjukkan hubungan yang negatif antara caregiver strain dan perceived social support dengan r=-.174, namun tidak signifikan dengan p>0,05. Pada penelitian ini, partisipan ditemukan memiliki caregiver strain yang relatif rendah dan perceived social support yang relatif tinggi.

Down syndrome is condition related with developmental impairment. These impairments make the child with Down syndrome needs caregiver to help them carry out their daily activities. Caregiver may be negatively impacted due to caring for family members with special needs. One of the negative impacts is caregiver strain. Caregiver strain is influenced by several factors. One factor that influence caregiver strain is social support. Caregiver strain can be reduced if the caregiver get social support, especially perceived social support.
This study aimed to examine the correlation between caregiver strain and perceived social support. Method of data collection was questionnaires and do some probing to the items in the questionnaire caregiver strain (Modification of Caregiver Strain Index). Then participants were asked to complete a questionnaire perceived social support (Multidimensional Scale of Perceived Social Support).
The results showed a negative relationship between caregiver strain and perceived social support with r = - .174, but not significant with p> 0.05. In this study, participants were found to have relatively low caregiver strain and perceived social support were relatively high.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S45758
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pariury, Dea Shanta
"Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan bentuk-bentuk tanggapan anak penyandang down syndrome terhadap pertanyaan, Berita faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya tanggapan-tanggapan tersebut. Tujuan penelitian ini bertolak dari anggapan bahwa anak down syndrome memiliki berbagai keterbatasan, khususnya dalam bidang Bahasa, walau demikian mereka tetap dapat berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain. Penelitian ini merupakan studi kasus seorang anak perempuan berusia 6 tahun penyandang kelainan down .syndrome berbahasa Indonesia yang tergolong ringan. Berdasarkan data, ditemukan bahwa ada senibilan bentuk tanggapan ketika informan menanggapi berbagai pertanyaan, yaitu tanggapan yang sesuai dan berhubungan dengan pertanyaan, tanggapan berupa perintah, tanggapan berupa dramatisasi, tanggapan berupa tindakan nonverbal, tanggapan tidak sesuai, tanggapan tidak berbubungan, tanggapan berupa pengaIihan perhatian, tanggapan berupa ketidakacuhan, dan tanggapan berbentuk sikap diam. Tanggapan-tanggapan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu perkembangan kognitif, pengetahuan dan kosakata, perhatian terhadap objek pembicaraan, dan partisipan yang diajak bicara. Aspek-aspek lain kemudian muncul dalam penelitian ini dan memerlukan penelitian lanjutan. Penelitian yang perlu dilakukan lebih lanjut adalah penelitian mengenai: 1) Pengaruh jenis pertanyaan terhadap bentuk tanggapan yang diujarkan oleh penyandang kelainan keterbelakangan mental; 2) Perbandingan kemampuan percakapan anak penyandang DS dengan anak normal yang memiliki urnur mental yang lama; dan 3) Pemahaman konsep yang berhubungan dengan asosiasi semantis pada anak penyandang DS"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2003
S10816
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maisya Putri Nibenia
"Anak down syndrome dengan keterbatasanya mendapatkan perhatian yang lebih banyak dari orang tua dibandingkan sibling. Perbedaan perlakuan antar anak oleh orang tua dapat mempengaruhi hubungan antar saudara dan pola asuh yang dilakukan orang tua juga dapat mempengaruhi dimensi hubungan yang berkaitan dengan kualitas sibling relationships. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan antara pola asuh orang tua dengan sibling relationship pada anak down syndrome. Penelitian menggunakan pendekatan cross-sectional pada 60 responden orang tua yang dipilih melalui teknik cluster sampling menggunakan instrumen Parenting Style and Dimensions Questionnaire (PSDQ) dan Sibling Relationship Questionnaire (SRQ). Hasil penelitian menunjukan 73.9% responden menerapkan pola asuh autoritatif dan 61.67% terbentuk sibling relationship positif antara anak down syndrome dan sibling. Hasil analisis bivariat uji fisher exact memperoleh hasil p value <0.001 (<0.05). Hasil ini menunjukan adanya hubungan pola asuh orang tua dengan sibling relationship pada anak down syndrome. Peneliti merekomendasikan mengikutsertakan sibling dalam penelitian selanjutnya untuk melengkapi data dari sisi sibling.

Children with Down syndrome with their limitations get more attention from their parents than their siblings. Differences in treatment between children by parents can affect the relationship between siblings and parenting style by parents can also affect the dimensions of the relationship related to the quality of sibling relationships. This study aims to identify the relationship between parenting style and sibling relationship in children with Down syndrome. The study used a cross-sectional approach to 60 parent respondents who were selected through a cluster sampling technique using the Parenting Style and Dimensions Questionnaire (PSDQ) and Sibling Relationship Questionnaire (SRQ) instruments. The results showed that 73.9% of respondents adopted authoritative parenting and 61.67% formed a positive sibling relationship between children with Down syndrome and siblings. The results of the bivariate analysis of the Fisher's exact test obtained a p value <0.001 (<0.05). These results indicate that there is a relationship between parenting style and sibling relationship in children with Down syndrome. Researchers recommend including sibling in future research to complete data from sibling side."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Anisa Putri
"Skripsi ini mengkaji tentang pengasuhan anak down syndrome dalam keluarga Jawa dalam upaya dadi wong di masa depan. Dadi wong merupakan konsep kesuksesan yang bersifat totalitas tetapi lentur dan dapat disesuaikan dengan kemampuan maksimal setiap individu. Keterlambatan fisik dan mental yang dimiliki oleh anak down syndrome tidak mematahkan semangat orangtua untuk menjadikan anaknya dadi wong dengan melakukan pelbagai strategi penyesuaian. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pengumpulan data melalui pengamatan dan wawancara mendalam untuk mendapatkan data life history dari keluarga yang memiliki anak down syndrome. Data ini diharapkan dapat menjelaskan cara pengasuhan anak down syndrome dalam keluarga Jawa di Jakarta yang tetap mengupayakan dadi wong di masa depan.

This thesis examines the down syndrome child rearing in the Javanese family who strive to be dadi wong in the future. Dadi wong is a concept of success that is totality but flexible and adjustable according to the maximum ability of each individual. The physical and mental retardation of down syndrome children does not discourage parents to make their children to be dadi wong by performing various adjustment. This thesis used a qualitative approach. Data collected by observation and in depth interview method from families who have down syndrome children. This data is expected to explain how to rear down syndrome children from Javanese family who live in Jakarta and seeking dadi wong in the future."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjuntak, Isabella Hotmidatua
"Sindroma Down adalah kelainan genetik yang disebabkan oleh trisomi kromosom 21. Anak dengan sindroma Down memiliki kondisi rongga mulut yang beragam dan memiliki masalah kesehatan oral seperti karies dan penyakit periodontal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kejadian karies pada anak dengan sindroma Down usia 14 tahun ke atas di SLB C Jakarta. Subjek penelitian berasal dari 43 SLB C di Jakarta. Total subjek adalah 174 anak dengan sindroma Down usia 14 sampai 53 tahun. Pemeriksaan karies dilakukan dengan pemeriksaan klinis menggunakan indeks DMF-T. Hasil penelitian ditemukan indeks DMF-T 5,90 pada total subjek dengan prevalensi karies sebesar 84,48 . Kesimpulan studi ini adalah terdapat tingkat kejadian karies yang tinggi pada anak dengan sindroma Down usia 14 tahun ke atas di SLB C Jakarta dengan indeks DMF-T sebesar 5,90."

Down syndrome is a genetic disorder caused by trisomy of chromosome 21. Down syndrome children have variety of oral characteristics and have oral problem such as caries and periodontal disease. The aim of this study is to know frequency distribution of caries in Down syndrome children aged 14 years and over in SLB C Jakarta. Subjects of this study are from 43 SLB C in Jakarta. Total of subjects are 174 Down syndrome children aged 14 to 53. Caries examination was done by clinically using DMF T index. The result of this study is 5,90 DMF T index in total subject population with 84,48 caries prevalence. This study conclude that Down syndrome children aged 14 years and over in SLB C Jakarta have high caries experience with DMF T index scored 5,90."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rani Setiorini
"Latar belakang: Penyakit jantung bawaan (PJB) didapatkan pada 40-50% pasien sindrom Down, merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas. Salah satu manifestasi tambahan lain selain PJB adalah hipertensi pulmoner. Faktor-faktor risiko yang berperan untuk terjadinya PJB, terjadi pada periode perikonsepsi yaitu 3 bulan sebelum kehamilan hingga trimester pertama kehamilan. Beberapa penelitian mengenai faktor risiko PJB yang telah dilakukan memiliki hasil yang tidak konsisten baik dalam populasi sindrom Down sendiri, maupun apabila dibandingkan dengan populasi umum.
Tujuan: Mengetahui prevalens PJB dan hipertensi pulmoner, jenis PJB yang banyak didapatkan, dan faktor risiko PJB pada sindrom Down.
Metode: Studi potong lintang observational analytic pada pasien sindrom Down berusia ≤5 tahun di RSCM. Data diambil dari wawancara dengan orangtua subyek yang datang langsung ke poliklinik rawat jalan RSCM Kiara, Departemen Rehabilitasi Medis, dirawat di Gedung A RSCM, IGD, perinatologi maupun orangtua dari subyek yang tercatat di rekam medis dengan diagnosis sindrom Down atau memiliki International Classification of Disease (ICD) 10 Q90.9 sejak Januari 2012 hingga Desember 2015.
Hasil penelitian: Sebanyak 70 subyek sindrom Down memenuhi kriteria inklusi. Median usia subyek adalah 16,5 bulan. Penyakit jantung bawaan didapatkan pada 47,1% subyek. Defek septum atrium dan duktus arteriosus paten merupakan PJB terbanyak yang didapatkan yaitu masing-masing 30,3%. Penyakit jantung bawaan lain yang didapatkan adalah defek septum atrioventrikel dan defek septum ventrikel yaitu sebesar 18,2 dan 21,2%. Hipertensi pulmoner didapatkan pada 17,1% subyek dengan 10/12 subyek terjadi bersamaan dengan PJB. Usia ibu ≥35 tahun [p= 0,77; OR 0,87 (0,34-2,32)], usia ayah ≥35 tahun [p= 0,48; OR 1,44 (0,52-4,01)], febrile illness [p= 0,72; OR 0,81 (0,25-2,62)], penggunaan obat-obat yaitu antipiretik [p= 0,71; OR 0,60 (0,14-2,82)], antibiotik (p=0,91; OR 1,13 (0,15-8,5)], jamu/obat herbal [p=0,89; OR 0,89 (0,22-3,60)], keteraturan penggunaan asam folat [p= 0,27; OR 0,58 (0,22-1,50)], ibu merokok (p= 0,34), dan pajanan rokok [p= 0,89; OR 0,94 (0,36-2,46)] saat periode perikonsepsi tidak terbukti berhubungan dengan terjadinya PJB pada sindrom Down.
Kesimpulan: Faktor risiko lingkungan periode perikonsepsi tidak terbukti berhubungan dengan kejadian PJB pada sindrom Down."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>