Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 39752 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"A continuous pilot scale the study has been conducted to investigate the effectiveness of anaerobic digestion of biological sludge. The sludge has a total solid content of 0.53 % - 1.1 %, pH of 7.20 to 7.32. Its organic content is about 97%, the research were conducted in two stages, which are acidification (performed in 3 m3 the continously stirred tank reactor/CSTR at pH of 5.5 to 6.0) and methanation (performed in 5 m3 the up flow anaerobic sludge blanket/UASB reactor at pH 6.5 to 7.0). The retention time (RT) was gradually shortened form 6 days to 1 day for acidification and from 8 days 2 days for methanation. The result showed that operating the CSTR at the RT of 1 day and the organic loading of 8.23 g volatile solid (VS)/m3. Day could produce biogas at an average value of 66.3 L/day, with an average methane content of 69.9%, methane rate of 0.17 L CH/g COD reduction or 19.06 L CH4/kg VS. Furthermore, methanation could reduce COD at an average value of 51.2%, resulting in the effluent average value of COD filtrate and COD total of 210.1 mg/L and 375.2 mg/L, respectively"
JS 4:2 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmah Mardliah
"ABSTRAK
Limbah pulp kertas dari proses daur ulang kertas diketahui memiliki potensi nilai kalor yang dapat dijadikan solid recovered fuel. Limbah pulp kertas pada penelitian ini diketahui memiliki kadar air yang tinggi (84,82%) dengan kadar volatile solid sebesar 79,60%, dan rasio C/N 33,58%. Komposisi limbah pulp kertas terdiri dari kertas sebanyak 69,40% dan komposisi plastik sebanyak 30,60%. Dalam upaya menurunkan kadar air dan meningkatan nilai kalor limbah pulp kertas, akan dilakukan pretreatment dengan metode biodrying. Pada penelitian ini, dilakukan biodrying pada feedstock limbah pulp kertas dengan menggunakan campuran sampah daun. Rasio limbah pulp kertas pada tiap reaktor dibuat berbeda. Rasio antara limbah pulp kertas dengan sampah daun pada Reaktor 1, 2, dan 3 berturut-turut adalah 50:50; 60:40; 80:20. Suhu tertinggi pada biodrying dihasilkan pada Reaktor 3, tetapi Reaktor 3 mengalami penurunan kadar air akhir terkecil (9,13%) dengan penurunan volatile solid terbesar (13,12%). Namun hasil uji ANOVA menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan (p<0,05) untuk suhu pada tiap reaktor. Performa biodrying yang paling baik dicapai oleh Reaktor 2 karena mengalami penurunan kadar air akhir terbesar (23,04%) dengan penurunan volatile solid terkecil (7,84%). Nilai kalor (LHVwet) produk biodrying pada Reaktor 1, 2, dan 3 berturut-turut 5,95 MJ/kg; 4,68 MJ/kg; 2,86 MJ/kg. Berdasarkan nilai kalor, produk biodrying yang memenuhi standar SRF adalah Reaktor 1 dan Reaktor 2. Panas yang dihasilkan pada proses biodrying merupakan tanda terjadinya aktivitas mikroorganisme dalam mendegradasi senyawa organik. Jenis mikroorganisme yang terdapat pada feedstock biodrying berdasarkan fase suhu yang dihasilkan terdiri dari mikroorganisme mesofilik dan mikroorganisme termofilik. Pada penelitian ini juga diteliti jumlah bakteri mesofilik dan bakteri termofilik selama proses biodrying. Dari pengujian jumlah bakteri dengan metode Total Plate Count (TPC) dihasilkan bakteri mesofilik terbanyak ada pada Reaktor 3 dengan rata-rata 17 x 109 CFU/gram, begitu pula dengan bakteri termofilik dengan rata-rata 13 x 106 CFU/gram. Uji ANOVA menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan (p>0,05) untuk jumlah bakteri mesofilik antar reaktor. Jumlah bakteri termofilik juga menghasilkan perbedaan yang signifikan antar reaktor (p>0,05).

ABSTRACT
The waste of paper pulp from the paper recycling process is known to have potential heating values ​​that can be used as solid recovered fuel. The paper pulp waste in this study is known to have high water content (84.82%) with a volatile solid content of 79.60%, and C/N ratio of 33.58%. The composition of paper pulp waste consists of 69.40% paper and 30.60% plastic. In an effort to reduce water content and increase the calorific value of paper pulp waste, a pretreatment will be carried out using the biodrying method. In this study, biodrying was carried out on paper pulp waste feedstock by using a mixture of leaf waste. The ratio of paper pulp waste to each reactor is made different. The ratio between paper pulp waste and leaf waste in Reactors 1, 2, and 3 respectively is 50:50; 60:40; 80:20 The highest temperature on biodrying was generated in Reactor 3, but Reactor 3 decreased the smallest final moisture content (9.13%) with the largest decrease in volatile solids (13.12%). However, the ANOVA test results showed no significant difference (p <0.05) for the temperature of each reactor. The best biodrying performance was achieved by Reactor 2 because it experienced the largest decrease in final moisture content (23.04%) with the smallest volatile solid decline (7.84%). Calorific value (LHVwet) of biodrying products in Reactor 1, 2, and 3 respectively 5.95 MJ/kg; 4.68 MJ/kg; 2.86 MJ/kg. Based on the heating value, biodrying products that meet the SRF standard are Reactor 1 and Reactor 2. The heat generated in the biodrying process is a sign of the activity of microorganisms in degrading organic compounds. The types of microorganisms found in biodrying feedstock based on the resulting phase temperature consist of mesophilic microorganisms and thermophilic microorganisms. In this study also examined the number of mesophilic bacteria and thermophilic bacteria during the biodrying process. From testing the number of bacteria using the Total Plate Count (TPC) method produced the most mesophilic bacteria in Reactor 3 with an average of 17 x 109 CFU/gram, as well as thermophilic bacteria with an average of 13 x 106 CFU/gram. ANOVA test showed that there were significant differences (p> 0.05) for the number of mesophilic bacteria between reactors. The number of thermophilic bacteria also produced a significant difference between reactors (p> 0.05)."
2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ventin Ariandy
"ABSTRAK
Industri daur ulang pulp dan kertas Indonesia menghasilkan pembentukan limbah baru berupa limbah pulp kertas mencapai 300.000 ton/tahun dimana sebagian besar dibuang langsung ke TPA. Padahal potensi limbah pulp kertas dengan energi mencapai 20 MJ/kg dapat dimanfaatkan untuk pengelolaan sampah yang lebih efektif yaitu Waste to Energy (WTE). Namun, prinsip mengubah limbah industri menjadi Refuse-Derived Fuel (RDF) menjadi tantangan baru dalam pengolahan limbah yang memiliki karakteristik yang lebih kompleks. Salah satunya adalah kadar air yang cukup tinggi dan bervariasi antara 40-85 persen yang menjadi tantangan dalam teknologi WTE khususnya unit pengolahan termal sehingga dibutuhkan pre-treatment seperti biodrying untuk mengubah karakteristik awal limbah pulp kertas menjadi RDF yang lebih mudah diaplikasikan. Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki performa proses biodrying limbah pulp kertas dan sampah daun dalam berbagai rasio pencampuran dengan hasil menunjukkan bahwa degradasi sampah daun sangat berperan dalam menurunkan kadar air (6-15 persen), namun menghasilkan suhu yang cenderung lebih rendah (36-42 derajtC). Penurunan kadar air terhadap kadar VS (7-10 persen) menghasilkan performa dengan indeks biodrying 3,85. Terhadap hubungannya proses biodrying dengan bio-stabilitas sampah, rasio pencampuran yang hampir setara (50:50 atau 60:40) menghasilkan produk yang relatif stabil setelah proses biodrying 7-15 hari dengan kualitas RDF kelas 5 (>3 MJ/kg).

ABSTRACT
Indonesian pulp and paper recycling industry produces paper waste up to 300,000 tons/year, which is discharged directly into landfill while its potential of energy, which can reached up to 20 MJ/kg, can be used for more effective waste management, such as Waste to Energy (WTE). However, the principle of converting waste into Refuse-Derived Fuel (RDF) is a new challenge in waste management because of its complex characteristics, such as moisture content that is quite high (40-85%) which is another challenge in WTE technology, especially thermal treatment units. So, it has to be treated using pre-treatment such as biodrying to reach the initial characteristics of paper pulp waste into easier-applied RDF. This study discusses the process performance of paper waste and waste biodrying mixing ratio which showing the degradation of leaf waste correlated to decreased water content (6-15 persen), but producing lower temperatures than normal biodrying (36-42 derajat C). The decrease in moisture content against the volatile solid degradation (7-10 persen) resulted in a performance with biodrying index up to 3.85. Regarding connection of biodrying processes with waste biostabilization, a higher mixing ratio (50:50 or 60:40) produces a relatively stable product after 7-15 days refining process with grade 5 RDF quality (>3 MJ/kg).
"
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Susi Widhiyani
"
ABSTRAK
PT. Perkebunan Nusantara VII - Kedaton merupakan industri karet yang membuat produk berupa karet remah (crumb rubber) dan karet asap (ribbed smoke sheet). Karena mayoritas produknya adalah crumb rubber jadi seringkali disebut sebagai industri crumb rubber.
Karakteristik limbah yang dihasilkan ditandai dengan debit limbah yang cukup besar sekitar 750 m_/d. Sedangkan untuk karakterisitk kualitasnya terdiri dari kandungan TSS sebesar 90 mg/1 ,BOD sebesar 79,19 mg/1, COD sebesar 223,09 mg/1, Nitrate < 0,11 mg/1 dan pH 6,45. Berdasarkan rasio BOD/COD dan jenis limbah crumb rubber yang biodegradable maka pengolahan yang digunakan adalah fisik - biologi yang terdiri dari unit pengolahan rubber trap, kolam anaerobik, kolam fakultatif dan kolam aerobik.
Untuk pengevaluasian maka diajukan altematif pengelolaan limbah ponding sistem seperti pada pengolahan yang sudah ada dengan memperhatikan kandungan alga pada effluen. Dari alasan tersebut diketahui perlunya penambahan unit rock filter pada kolam akhir (aerobik) agar didapat pemisahan alga, sedangkan untuk penyempumaan maka direncanakan kembali unit pengolahan limbah cair crumb rubber yang meliputi unit rubber trap, screening, grit chamber, bak ekualisasi, kolam fakultatif, kolam aerasi dan ditambah dengan earthen shallow sedimentation basin agar didapat effluen yang lebih baik lagi.
Untuk minimisasi limbah caimya maka dapat dilakukan sistem reduce dengan cara perbaikan sistim pemisahan fisik atau dengan kolom unggun desorbsi yang bekerja dengan arah beriawanan, pengadaan sistem untuk memperoleh karet kembali, kemudian sistem reuse dengan pembuatan kolam reuse yang berisi limbah cair dengan TSS rendah dan yang terakhir sistem recycle dengan pemanfaatan lumpur dari kolam fakultatifdan pemanfaatan effluen untuk digunakan kembali pada proses produksi.
"
1997
S35055
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Marlinda Rusli
"
ABSTRAK
Kelapa sawit yang termasuk komoditas non-migas andalan di Indonesia, telah berkembang pesat selama Pembangunan Jangka Panjang Tahap I (PJPT I). Dengan bertambahnya areal tanaman kelapa sawit akan menambah jumlah industri pengolahannya. Hal ini dapat berdampak negatif bagi lingkungan sebagai akibat dari limbah pabrik kelapa sawit yang dihasilkan.
Tujuan penelitian mi adalah melakukan studi evaluasi mengenai Unit Pengolahan Limbah (UPL) Cair industri minyak kelapa sawit yang bertempat di PT. Perkebunan Nusantara Vn-Bekri, Lampung Tengah, merencanakan suatu altematif pengolahan limbah untuk mendapatkan effluen yang memenuhi baku mutu sesuai dengan Kep.03/MENKLH/n/1991, serta mengupayakan kemungkinan adanya usaha untuk minimisasi limbah. Pengumpulan data dilakukan dengan cara pengamatan, wawancara, pengambilan sample air limbah danjuga mengambil gambar yang sekiranya diperlukan. Karakteristik limbah dari industri minyak kelapa sawit ini tergolong pada limbah yang mengandung limbah organik yang mudah terurai (biodegradable organic) yang berkonsentrasi tinggi. Pengolahan limbah dilakukan secara biologis.
Perencanaan altematif pengolahan limbah industri minyak kelapa sawit ini mencakup saringan (screening), flotasi, bak ekualisasi, prasedimentasi, anaerobic digestion, kolam aerasi (aerated lagoon), sludge thickener dan filter press.
"
1997
S34899
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Penelitian digestasi anaerobik telah dilakukan selama 3 tahun dalam 3 sistem percobaan yaitu digestasi
anaerobik satu tahap sistem batch; digestasi anaerobik dua tahap sistem batch dan sistem kontinyu. Hasil percobaan menunjukkan bahwa teknologi digestasi anaerobik dua tahap lebih efektif untuk mengolah lumpur biologi IPAL industri kertas. Hasil yang diperoleh dari proses digestasi lumpur biologi adalah dapat mereduksi jumlah lumpur sampai 88% dengan kadar padatan meningkat dari 2% ke 6% serta sisa efluen yang lebih mudah diolah. Berdasarkan kajian teknoekonomi pengolahan lumpur dengan digestasi anaerobik dua tahap, dapat
menghemat biaya operasional sebesar 18% dan diperoleh keuntungan lain dari produk samping biogas
sebanyak 1,75 L/g VS.hari dan pupuk organik sebanyak 25 kg/g VS.hari."
620 JSI 6:2 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Nurvira Zanirah
"

Peningkatan produksi industri tekstil dan farmasi yang terjadi selama beberapa tahun menyebabkan air limbah yang dihasilkan meningkat. Methylene blue merupakan senyawa yang paling banyak digunakan dalam industri tekstil, sementara itu parasetamol merupakan senyawa yang paling banyak diproduksi dalam industri farmasi. Kurang efisiennya pengolahan air limbah yang ada sekarang menyebabkan kedua polutan terbawa masuk ke dalam lingkungan. Penilitian ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas reaksi Fenton heterogen dengan katalis serbuk besi dalam penghilangan senyawa methylene blue dan parasetamol. Katalis serbuk besi dikarakterisasi dengan SEM-EDX, XRD, PSA, dan AAS. Hasil karakterisasi menunjukkan bahwa katalis serbuk besi berbentuk prisma asimetris; tersusun dari campuran hematite (Fe2O3), magnetite (Fe3O4), dan oksida (III) besi; berukuran 0,04 µm hingga 90 µm; serta memiliki kandungan besi sebesar 60,19%. Eksperimen skala laboratorium dengan sistem batch dilakukan untuk melihat pengaruh parameter oksidasi Fenton terhadap penghilangan senyawa methylene blue dan parasetamol. Efisiensi penghilangan warna senyawa methylene blue mencapai 87,52% pada kondisi eksperimen pH 3; konsentrasi katalis 1 g/L; H2O2 16 mM; dan konsentrasi polutan 50 mg/L. Model BMG memiliki korelasi data yang terbaik dalam penelitian ini. Efisiensi penghilangan senyawa parasetamol mencapai 84,47% pada kondisi eksperimen pH 3; konsentrasi katalis 0,5 g/L; H2O2 16 mM; dan konsentrasi polutan 400 mg/L. Hasil menunjukkan terjadinya interferensi yang disebabkan H2O2 dan ion besi dalam pembacaan COD. Eksperimen dengan kedua polutan menunjukkan bahwa efisiensi reaksi Fenton bergantung dengan konsentrasi katalis, konsentrasi polutan dan konsentrasi H2O2.

 

 


The increase in textile and pharmaceutical industry production that occurred over several years caused the resulting wastewater to increase. Methylene blue is the most widely used compound in the textile industry, while paracetamol is the most widely produced compound in the pharmaceutical industry. The inefficient treatment of conventional wastewater causes both pollutants to get carried into the environment. This research was carried out to determine the effectiveness of heterogeneous Fenton reactions with iron powder catalysts in the removal of methylene blue and paracetamol compounds. Iron powder catalysts are characterized by SEM-EDX, XRD, PSA, and AAS. The results indicate that the iron powder catalyst is in the form of an asymmetric prism; composed of hematite (Fe2O3), magnetite (Fe3O4), and iron oxide (III); diameter 0.04 μm to 90 μm; has an iron content of 60,19%. Batch scale experiments were conducted to look at the effect of parameters on the removal of methylene blue and paracetamol compounds. The color removal efficiency of methylene blue compounds reached 87,52% under experimental conditions pH 3; catalyst concentration 1 g/L; H2O2 16 mM; and pollutant concentrations of 50 mg/L. The BMG model has the best data correlation in this experiment. While the efficiency of paracetamol compound removal reached 84.47% in experimental conditions pH 3; catalyst concentration 0,5 g/L; H2O2 16 mM; and pollutant concentrations of 400 mg/L. Experiments with both pollutants showed that Fenton's reaction efficiency depended on catalyst concentration, pollutant concentration, and H2O2 concentration.

 

 

"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia , 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sari Nuriswarawati
"PT Kawasan industri Jababeka merupakan suatu perusahaan swasta yang bergerak di bidang pengembangan kawasan industri di daerah Cikarang, kabupaten daerah tingkat II Jawa Barat. Pada kawasan ini terdapat 1008 buah industri yang bergerak di berbagai bidang. Limbah cair yang dihasilkan bermacam-macam. Pengolahan Limbah cair ini dilakukan secara terpadu dengan menggunakan proses Lumpur aktif dengan menggunakan oxidation ditch.
Efluen Iimbah cair ini harus memenuhi syarat baku mutu yang ditetapkan dengan SK Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Barat Nomor 6 Tahun 1999. Efluen ini dibuang ke saluran Cikarang Bekasi Laut. Menurut data analisis Laboratorium Jababeka, nilai COD masih di atas baku mutu sehingga perlu penanganan lebih lanjut. Selain itu limbah Lumpur aktif (waste activated sludge) yang dihasilkan cukup banyak sehingga menjadi beban ekonomi bagi pengelola karena biaya pembuangannya cukup mahal.
Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pengelolaan lingkungan yang dilakukan oleh Jababeka dalam hal limbah cair industri di Jababeka.
2. Untuk mengetahui proses pengolahan limbah cair industri di VVWTP Jababeka.
3. Untuk mengetahui kemampuan aktivator biologis untuk mereduksi TS, TVS, TSS dan COD dalam Oxidation flitch dalam rangka upaya minimasi limbah cair industri di Jababeka.
Penelitian ini bersifat deskriptif dan eksperimental dengan membuat pilot oxidation ditch yang merupakan scale down oxidation ditch VVWTP Jababeka. Eksperimen dilakukan dengan ulangan sebanyak empat kali dalam berbagai variasi dosis (0,5 ml, 2,5 mf, 5 ml) dengan waktu detensi 24 jam. Kemudian eksperimen dilakukan dengan variasi waktu detensi (24 jam, 48 jam, 72 jam dan 96 jam) untuk dosis aktivator biologis 0,5 ml dan 5 ml. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa tidak ada perbedaan penurunan parameter dengan variasi dosis.
Kesimpulan dari penelitian ini:
1. Pengelolaan Iimbah cair di Kawasan Industri Jababeka sudah mengikuti arahan yang terdapat dalam Amdal Kawasan namun hasilnya tidak efektif terutama dalam hal pemantauan limbah cair industri.
2. Proses pengolahan limbah cair Kawasan industri Jababeka yang menggunakan metode lumpur aktif dengan oxidation ditch plant menghasilkan efluen yang sudah memenuhi baku mutu SK Gubernur Jawa Barat kecuali nilai COD yang masih di atas baku mutu. Selain itu, Oksigenasi oxidation ditch kurang, tidak adanya emergency plant menyebabkan rotor oxidation ditch tripped. Nilai MISS lumpur aktif pun cukup tinggi.
3. Kemampuan aktivator biologis dalam berbagai dosis untuk mereduksi TS, TVS, TSS dan COD dalam oxidation ditch dalam rangka upaya minimasi limbah cair industri menghasilkan kesimpulan bahwa dosis tidak berpengaruh pada kenaikan TVS dan penurunan TSS namun dosis berpengaruh pada kenaikan TS dan penurunan COD. Namun, perlu ada yang perlu digarisbawahi, dalam percobaan ini, masih dalam skala laboratorium sehingga untuk bisa dioperasionalkan harus di scale up dengan menggunakan pickle number.
Penelitian ini menghasilkan saran:
1. Beban pemantauan lingkungan yang selama ini ditanggung PT Kawasan Industri Jababeka hendaknya dipindahkan ke masing-masing industri dengan mengirimkan efluen limbahnya ke laboratorium yang ditunjuk dan memberikan laporan langsung kepada Jababeka
2. Perlu ada perbaikan dari sistem oxidation ditch seperti penambahan tangki ekualisasi untuk menghindari shock loading, perbaikan oksigenasi pada oxidation ditch dengan menambah jumlah rotor.
3. Dalam pengelolaan limbah dapat ditambah aktivator biologis 0,5 mill agar dapat menurunkan COD sampai dengan di bawah baku mutu lingkungan.

Jababeka Industrial Estate is private company which develops industrial area in Cikarang, Bekasi, West Java. There are 1008 industries operate in Jababeka that produce wastewater everyday. The wastewater treatment of these industries is integrated in one plant using activated sludge process.
According to the laboratory annual report, COD of supernatant is over the standard of Governor Decree of West Java No. 6 Year 1999. The
activated sludge process also produces wasted sludge that cost a lot of money because the disposal is expensive.
The aims of this research are:
1. To know environmental management in wastewater industry that implemented in Jababeka.
2. To know wastewater treatment process in Jababeka.
3. To know the removal of TS, TVS, TSS and COD by addition of Bio-Activator.
This research used descriptive and experiment method by using two oxidation ditch pilot which a scale down of Jababeka oxidation ditch. This experiment is repeated four times with various dosage of Bio-Activator (0,5 m11L, 2,5 mi1L and 5 ml1L).
The results are:
1. Jababeka has implemented environmental management in wastewater industry that stipulated in the environmental impact assessment of Jababeka but environmental control isn't goad enough,
2. Lack of oxygenation in oxidation ditch, sometimes oxidation ditch is tripped because there is no equalization tank, MLSS of sludge is very thick, because the activated sludge process is not in optimum condition.
3. There is no significant removal differences in various dosage except COD but can be used to reduce COD.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15205
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ja`far Salim
"ABSTRAK
Limbah merupakan bagian dari hasil produksi yang pada umumnya menimbulkan dampak terhadap lingkungan yang kurang baik, namun jika limbah tersebut dapat dimanfaatkan atau didaur ulang kembali menjadi produk yang sejenis atau jenis produk lainnya maka akan mempunyai nilai tambah (added value) yang sangat menguntungkan. Hal itu terjadi pada PT. X yang proses produksinya menghasilkan limbah industri baja (sludge).
Dari sejumlah limbah baja yang berada di tempat penyimpanan pada perusahaan tersebut, telah dilakukan penelitian yaitu dalam rangka untuk analisa investasi penanganan limbah baja sebagai bahan pengganti atau campuran bahan baku baton non struktur seperti produk batako, paving block, dan genteng press, maka hasil proses dan analisa masalah pada penelitian ini terdapat beberapa aspek yang dijadikan sebagai pengambilan keputusan adalah sebagai berikut :
1. Aspek pasar, produk yang menggunakan bahan campuran limbah memiliki harga jual produk lebih murah dibandingkan dengan produk tanpa limbah. Harga jual produk untuk laba 20 % Seperti : Batako dengan 50 % limbah FC sebagai pengganti pasir seharga Rp 590,-/ buah, Paving Block dengan 60 % limbah FC sebagai pengganti pasir seharga Rp 441,-./ buah, dan Genteng Press dengan 20 % limbah EAF sebagai pengganti semen seharga Rp 960,-/ buah.
2. Aspek Teknis, produk yang menggunakan bahan campuran limbah memiliki hasil uji kuat tekan dan ketahanan terhadap penyerapan air lebih baik dibandingkan dengan produk tanpa menggunakan limbah, yang hasil seperti pada tabel 4.10.
3. Aspek Ekonomi dan Finansial, dapat dilihat berdasarkan tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mcngetahui sejauhmana performansi investasi perusahaan dalam menanamkan modalnya untuk rencana pembuatan/perluasan pabrik dengan berdasarkan hasil penilaian perhitungan biaya yang mempunyai peluang dan mendatangkan keuntungan di masa depan. Adapun hasil analisa biaya dan penilaian rencana investasi adalah sebagai berikut :
a. Perhitungan analisis Break Even Point (BEP) untuk jenis produk dan jenis limbah adalah Batako dengan 50 % FC sebesar Rp 412.049.850,- atau 698.615 buah, Paving Block dengan 60 % FC sebesar Rp 412.027.257,- atau 933.984 buah, dan Genteng Press dengan 20 % EAF sebesar Rp 412.059.941; atau 430.215 buah.
b. Pada penilaian rencana investasi untuk masing-masing jenis produk dan jenis limbah terhadap penilaian NPV, IRR, dan Payback Period adalah:
Batako, 20 % limbah DR/W+IRM pengganti pasir adalah :
NPV -Rp 24.709.240, IRR = 69,13 %, dan Payback Period = 1,30 tahun.
Paving Block, 10 % limbah CRM pengganti pasir adalah :
NPV = Rp 83.411.305,-, IRR =113,94 %, dan Payback Period = 0,77 tahun
Genteng Press, 20 % limbah EAF pengganti semen adalah :
NPV = Rp 110.100.789,-, IRR = 122,40%, dan Payback Period = 0,72 tahun
4. Analisa sensitivitas berkecenderungan pada perubahan harga jual untuk menyesuaikan harga jual pasar yang berlaku saat ini, sehingga keuntungan total meningkat seperti laba untuk batako menjadi 51 %, paving block menjadi 52 %, dan genteng press menjadi 43 %. "
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>