Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 217336 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Artikel ini menelaah resiliensi dan perilaku bertahan (coping behavior) gadis-gadis remaja dari pedesaan Indramayu (Jawa Barat) yang masuk (juga yang menolak masuk) ke dalam dunia perdagangan seks..."
JSPA 1:2 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Artikel ini menelaah resiliensi dan perilaku bertahan (coping behavior) gadis-gadis remaja dari pedesaan Indramayu (Jawa Barat) yang masuk (juga yang menolak masuk) ke dalam dunia perdagangan seks...."
JSPA 1:2 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Arif Wahyunandi
Surakarta: Yayasan kakak bekerjasama dengan kinderen in de knel & pustaka pelajar, 2004
306.745 ARI p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Yanuar Farida Wismayanti
"Perdagangan anak perempuan untuk tujuan pelacuran, merupakan praktek yang tidak berpihak pada anak-anak. Penelitian kualitatif ini dilakukan dengan teknik wawancara mendalam bersama anak-anak perempuan korban perdagangan anak perempuan, germo, teman, serta kerabat yang diharapkan mampu mengungkap jaringan dalam perdagangan anak perempuan. Berbagai Stigma sosial, resiko penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS), bahkan HIV/AIDS sangat rentan atas anak-anak yang dilacurkan. Beberapa peraturan perlindungan anak digulirkan, namun belum mampu menekan kuatnya politik dominasi dalam perdagangan anak perempuan yang dilacurkan serta melanggengkan praktek pelacuran anak. Temuan lapangan menunjukkan bahwa aktor atau pelaku perdagangan anak, ternyata seringkali juga dilakukan oleh orang dekat bahkan oleh kerabatnya sendiri termasuk oleh perempuan itu sendiri. Praktek perdagangan yang dilakukan oleh sesama perempuan, seringkali tersembunyi dengan berbagai dalih tanpa terlihat ada paksaan, yang justru menjadikan mereka korban."
Kementerian Sosial RI, 2011
SOSKES 17:2 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Evelyna Putri Athallah
"

Tulisan ini menganalisis bagaimana ketentuan Batas Usia Pemberian Persetujuan (BUPP) diberlakukan dalam hukum pidana terkait perkara eksploitasi seksual terhadap anak dalam prostitusi di Indonesia dan Amerika Serikat, serta bagaimana hukum Indonesia dan Amerika Serikat memberikan perlindungan terhadap Anak yang dilacurkan. Bentuk penelitian ini adalah penelitian hukum doktrinal dengan analisis data yang dilakukan dengan metode kualitatif. Situasi eksploitasi seksual terhadap anak di seluruh dunia sangat memprihatinkan. Di seluruh dunia, korban eksploitasi seksual terhadap anak dalam prostitusi atau yang disebut “anak yang dilacurkan” mencapai angka satu sampai dua juta setiap tahunnya. Sebagai kelompok rentan, anak tidak mampu untuk memberikan persetujuan seksual, sehingga hukum mengenai BUPP perlu ditegakkan. Sebagaimana diatur oleh UU Perlindungan Anak, UU TPKS, dan KUHP 2023 di Indonesia, serta The Mann Act dan TVPA di Amerika Serikat, semua anak yang dilacurkan, termasuk mereka yang berusia di bawah BUPP, merupakan korban dari tindak pidana eksploitasi seksual dalam prostitusi yang dilakukan oleh muncikari dan/atau pelanggannya. Terkait perlindungan hukum terhadap Anak yang dilacurkan, Indonesia dan Amerika Serikat sama-sama memandang anak yang dilacurkan sebagai korban tindak pidana eksploitasi seksual terhadap anak yang membutuhkan perlindungan khusus.


This paper analyzes how the age of consent regulations are applied in criminal law related to cases of child sexual exploitation in prostitution in Indonesia and the United States, as well as how Indonesian and United States law provide protection for prostituted children. This research is a doctrinal legal study, with data analysis conducted using a qualitative method. The situation of child sexual exploitation worldwide is very concerning. Globally, the number of victims of child sexual exploitation in prostitution, or “prostituted children” reaches one to two million each year. As a vulnerable group, children are unable to give sexual consent, hence the law regarding the age of consent needs to be upheld. As regulated by Undang-Undang Perlindungan Anak, Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), and Kitab Undang-Undang Hukum Pidana 2023 in Indonesia, as well as The Mann Act and TVPA in the United States, all prostituted children, including those below the age of consent, are victims of the crime of sexual exploitation in prostitution perpetrated by pimps and/or their clients. Both Indonesia and the United States view prostituted children as victims of child sexual exploitation who require special protection.

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Rizkiani
"ABSTRAK
Tulisan karya akhir ini mencoba membahas keterlibatan anak dalam prostitusi yang bukan hanya disebabkan oleh faktor ekonomi. Lemahnya ikatan sosial dengan keluarga dan lingkungan juga dapat menjadi faktor pendukung anak terlibat prostitusi. Tulisan ini menggunakan konsep viktimisasi struktural yang menjelaskan bahwa seseorang dapat menjadi korban karena status yang dimilikinya. Ikatan sosial yang lemah dapat membuat anak terlibat dalam prostitusi karena orangtua tidak menjalankan peran perlindungannya dengan baik sehingga dapat menjerumuskan anak ke dunia prostitusi. Sumber data sekunder digunakan untuk menjadi bahan analisis tulisan ini. Kesimpulan dari tulisan ini melihat bahwa anak yang terlibat dalam prostitusi dikarenakan ikatan sosial dengan keluarga dan lingkungan yang lemah serta orangtua yang mungkin menjadikan anak sebagai korban.

ABSTRACT
The writing of this final paper attempts to discuss the involvement of children in prostitution which is not only caused by economic factor but also the lack of social bond with family and neighborhood can support children to involved in prostitution. This paper uses structural victimization concept which explains that a person can be a victim because of the status he or she has. The lack of social bond can cause children to involved prostitution, parents who do not do their role in protecting children properly can plunge their children in prostitution. Secondary data source is used in this paper as an analysis source for this writing. The conclusion of this paper sees that children who involved prostitution are caused by the lack of social bond with family and neighborhood and parents who made their children as a victim. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tambunan, Raymond A.I.
"Penelitian ini berangkat dari fenomena pelacuran anak yang makin merebak di Indonesia. Anak-anak, terutama anak perempuan, dijadikan komoditi oleh pihak-pihak tertentu untuk dimobilisasi ke sejumlah daerah untuk menjadi pekerja seks. Anak-anak ini, yang dalam batasan Konvensi Hak Anak berusia sampai 18 tahun, sering dipandang sebagai tidak berdaya untuk menolak atau menghindar dari kondisi yang menyebabkan mereka bekerja di sektor prostitusi. Oleh karena itu, alih-alih disebut sebagai pelacur anak, banyak kalangan yang lebih menerima mereka disebut sebagai anak yang dilacurkan (Ayla).
Salah satu lokasi tujuan dan tempat berpraktik Ayla adalah di daerah Prumpung, Jatinegara. Di tempat ini, Ayla tinggal dan bekerja di tengah-tengah komunitasnya. Komunitas Ayla yang dimaksud adalah terdiri dari mucikari (disebut bos), pelanggan, masyarakat sekitar, petugas tramtib, dan pekerja LSM.
Masalah dalam penelitian ini muncul ketika diketahui bahwa walaupun sudah banyak usaha yang dilakukan oleh pemerintah maupun elemen masyarakat untuk mengentaskan kondisi Ayla, tetapi tetap saja banyak di antara mereka yang tetap berprofesi sebagai pekerja seks. Diduga, interaksi Ayla dengan anggota komunitasnya yang lain telah turut menciptakan kondisi yang menjebak Ayla untuk tetap berada pada posisinya sebagai pekerja seks anak.
Berbagai penelitian sebelumnya tentang prostitusi menggambarkan bahwa prostitusi adalah hasil kaitmengkait antara tersedianya komoditas (yaitu anak-anak perempuan yang berasal dari keluarga miskin), adanya jalur distribusi yang lancar, dan selalu ada pasar yang berminat. Penggambaran ini membuka pertanyaan lebih lanjut, apakah memang fenomena prostitusi hanya berkaitan dengan struktur tertentu, atau juga ada peran keagenan manusia sebagai aktor sosial.
Perspektif teoritis yang mempengaruhi cara memandang dan menganalisis masalah dalam penelitian ini adalah teori strukturasi dari Giddens. Dalam teori ini, struktur dan keagenan manusia dipandang sebagai dualitas. Struktur dan agen selalu berdialektika, sehingga struktur hanya nyata ketika dipraktikkan (dalam dan melalui aktivitas agen manusia), dan sebaliknya, keagenan dimungkinkan karena adanya struktur. Dalam teori ini, yang menjadi titik perhatian adalah praktik sosial yang dilakukan berulang-ulang melintasi ruang dan waktu. Struktur sendiri adalah properti dari sistem sosial yang merupakan media sekaligus hasil dari praktik sosial. Di dalam dan melalui praktik sosial, struktur bergerak secara dinamis dan sinambung, serta tergantung dari aktivitas dari aktor-aktor sosial.
Melalui perspektif seperti ini, hasil penelitian menunjukkan bahwa fenomena anak yang dilacurkan diproduksi dan direproduksi oleh suatu sistem sosial tertentu. Prostitusi anak muncul dan dilanggengkan di dalam sistem sosial yang menunjukkan ciri-ciri strukturalnya. Ciri-ciri struktural tersebut adalah: (1) penguasaan pihak-pihak tertentu pada sumber daya material maupun otoritas, menyebabkan (2) pihak-pihak itu lebih berkuasa untuk membuat norma, serta memastikan bahwa Ayla akan mentaatinya, serta (3) lebih berkuasa untuk menciptakan makna bagi Ayla. Pihak-pihak yang disebut di sini adalah para aktor sosial selain Ayla seperti loos, pelanggan, petugas tramtib, masyarakat sekitar, pekerja LSM, dan orang tua Ayla sendiri.
Ciri-ciri struktural dalam sistem sosial seperti ini menggambarkan bahwa terdapat relasi kekuasaan yang timpang antara berbagai pihak dan Ayla. Struktur signifikasi dan dominasi tidak berpihak pada Ayla dan justru makin memantapkan posisinya sebagai pekerja seks. Tetapi Ayla sebagai aktor sosial bukannya tidak memiliki kekuasaan apapun. Dengan kapasitas yang mereka miliki, Ayla telah mencoba untuk terus menegosiasikan posisinya di tengah masyarakat, terutama pada tataran makna. Hal ini menunjukkan bahwa setiap aktor sosial, signifikan atau tidak, memiliki kapasitas individual atau kolektif untuk mempengaruhi interaksinya dengan pihak lain sehingga berdampak pada pergerakan struktur."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13747
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: USAID, 2003
305.4 ROS p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: International Catholic Migration Commission , 2003
364.153.4 PER
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sarah Aprilia Faizah
"Sugar dating merupakan sebuahyang digunakan untuk menggambarkan hubungan eksploitatif antara seorang individu, pria atau wanita, yang lebih tua dan aman secara finansial (disebut ayah / ibu gula) dan individu yang lebih muda (disebut bayi gula). Hubungan ini melibatkan pertukaran antara hubungan seksual dan persahabatan dengan uang / hadiah dan kepuasan materi lainnya. Penelitian kualitatif ini menggunakan metode studi kasus dan analisis naratif untuk membahas bagaimana fenomena kencan gula di Indonesia yang melibatkan banyak anak menjadi manifestasi dari perawatan anak dan eksploitasi seksual anak. Data yang diperoleh melalui wawancara mendalam kemudian dianalisis menggunakan teori pertukaran sosial oleh Emerson (1962). yang menjelaskan bahwa interaksi antar aktor sosial merupakan bentuk pertukaran sosial; yang pada gilirannya menghasilkan kekuatan dan ketergantungan. Hasil penelitian ini menunjukkan bentuk sugar dating relationship yang melibatkan anak sebagai bentuk hubungan tukar menukar yang mengeksploitasi anak melalui manipulasi dan grooming.

Sugar dating is a concept used to describe an exploitative relationship between an individual, male or female, who is older and financially secure (called the sugar daddy / mother) and a younger individual (called the sugar baby). This relationship involves an exchange between sexual relations and friendship for money / gifts and other material gratifications. This qualitative research uses case study methods and narrative analysis to discuss how the sugar dating phenomenon in Indonesia which involves many children is a manifestation of child care and child sexual exploitation. The data obtained through in-depth interviews were then analyzed using social exchange theory by Emerson (1962). which explains that the interaction between social actors is a form of social exchange; which in turn produces strength and dependability. The results of this study indicate a form of sugar dating relationship involving children as a form of exchange relationship that exploits children through manipulation and grooming."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>