Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 109396 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sadino
Jakarta: Biro Konsultasi Hukum dan Kebijakan Kehutanan, 2011
346.046 SAD m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Levy Annisa Adrian
"Pencurian dalam keluarga merupakan kejadian yang masih marak terjadi dalam kehidupan dan menjadi persoalan yang cukup sering terjadi di Indonesia. Pada Pasal 481 Ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana telah mengatur bahwa pencurian yang terjadi di dalam lingkungan keluarga dapat di Pidana apabila terpenuhinya delik aduan dari korban yang merupakan keluarga dari pelaku. Adapun perbedaan yang terdapat dalam Hukum Pidana Islam yang mana dalam Hukum Pidana Islam tidak mengenal pencurian yang terjadi dalam lingkungan keluarga, karena terdapat syubhat dalam kepemilikan harta dalam agama Islam. Hal ini menyebabkan perbedaan dalam penyelesaian tindakan pencurian yang dilakukan di dalam lingkungan keluarga. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kriminalisasi pencurian yang dilakukan dalam keluarga menurut KUHP dan hukum pidana Islam. Serta untuk mengetahui penerapan pencurian dalam keluarga berdasarkan putusan Nomor 505/Pid.B/2020/PN Pkb berdasarkan hukum pidana Islam. Penelitian ini berbentuk yuridis normatif, dengan dukungan data primer berupa putusan-putusan pengadilan. Dari hasil penelitian, ditemukan bahwa pencurian keluarga berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dapat dipidana asalkan terpenuhinya delik aduan, sedangkan Hukum Pidana Islam tidak mengenal pencurian dalam keluarga yang dikenakan hukuman potong tangan, akan tetapi pencurian dalam keluarga tetap dapat dikenakan hukuman ta'zir bila memenuhi syarat. Pencurian dalam keluarga seharusnya tidak terjadi pencurian apalagi di dalam keluarga karena menurut Islam menghukum keluarga sama saja dengan melakukan sesuatu yang haram yaitu memutuskan tali silaturahmi. 

Theft in the family is an incident that still occurs in life and is a problem that occurs quite often in Indonesia. In Article 481 Paragraph (2) of the Criminal Code, it is stated that theft that occurs within the family environment can be punished if the complaint is fulfilled by the victim who is the perpetrator's family. There are differences in Islamic Criminal Law in that Islamic Criminal Law does not recognize theft that occurs within the family environment, because there are doubts regarding the ownership of property in the Islamic religion. The aim of this research is to determine the criminalization of theft committed within the family according to the Criminal Code and Islamic criminal law. As well as to find out the implementation of theft in the family based on decision Number 505/Pid.B/2020/PN Pkb based on Islamic criminal law. This research takes the form of normative juridical, with the support of primary data in the form of court decisions. From the research results, it was found that family theft based on the Criminal Code can be punished as long as the complaint offense is fulfilled, whereas Islamic Criminal Law does not recognize theft within the family. Therefore, regarding theft in the family, theft should not occur, especially within the family, because according to Islam, punishing the family is the same as doing something haram, namely breaking ties of a family."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Haniasti Titis Tresnandrarti
"ABSTRAK
Hutan merupakan sumberdaya alam dan lingkungan yang mempunyai peranan strategis bagi bangsa Indonesia, terutama sebagai pelindung ekosistem flora, fauna dan plasma nutfah. Kepentingan masyarakat terhadap hutan sebagai sumberdaya alam, tidak hanya memberikan ruang atau lahan usaha tani, tetapi juga bermanfaat dalam memberi kesempatan kerja.
Berbagai alternatif bentuk pengelolaan hutan terus dikembangkan, salah satunya adalah dengan pengembangan model untuk mendapatkan hasil yang optimal. Pembangunan hutan kemasyarakatan (HKm) untuk selanjutnya disebut dengan HKm, merupakan salah satu alternatif model pengelolaan hutan tanaman yang dikelola bersama antara pemerintah dengan masyarakat sekitar hutan.
Banyak uji coba dilakukan pada model HKm, salah satunya adalah uji coba dengan menggunakan program tujuan berganda dengan menitik-beratkan pada variabel sosial ekonomi terutama nilai finansial komoditi. Pada umumnya model yang dikembangkan tersebut kurang berhasil, karena kurang mempertimbangkan kondisi fisik lahan sebagai faktor penentu disamping faktor sosial ekonomi.
Studi ini mencoba mengembangkan model HKm optimal. Metode yang digunakan untuk pengembangan model lahan HKm optimal adalah metode survei dengan pendekatan komplek wilayah dalam ilmu geografi. Variabel yang digunakan adalah variabel fisik dan sosek, dan keduanya diperhitungkan sebagai faktor yang memberikan kontribusi sama.
Pengembangan model lahan HKm optimal memberikan masukan berupa tingkat kesesuaian lahan terhadap tujuh komoditi dan penyebarannya, serta distribusi spasial lahan HKm optimal dinilai dari faktor fisik maupun sosial ekonomi. Tingkat kesesuaian lahan dalam penelitian ini menghasilkan dua kriteria terhadap tujuh komoditi yang disesuaikan dengan keinginan masyarakat, yaitu: (a) tingkat kesesuaian lahan fisik. (b) tingkat kesesuaian lahan sosial ekonomi. Sedangkan distribusi spasial sebaran lahan HKm optimal, diperoleh tiga kriteria menurut gradasi dari tingkat yang tertinggi sampai terendah tingkat keberhasilannya, yaitu : (a) sebaran lahan optimal I . (b) sebaran lahan optimal II, (c) sebaran lahan optimal III.
Kekuatan dari pengembangan model lahan HKm optimal adalah diperhitungkannya kondisi fisik lahan sebagai faktor yang mendukung model hutan kemasyarakatan, dengan diketahuinya sebaran lahan optimal I sampai optimal III dapat memberi informasi keberhasilan dan perlindungan terhadap kelestarian hutan dan kesejahteraan masyarakat.

ABSTRACT
Optimum Community Forestry (HKm) Land Modeling Development (Case Study in Labanan Forest Area, Berau District, East Kalimantan Province)Forest has been considered as a natural resources which has strategic role for Indonesian's people, mainly for protecting land and all people, animals and trees who depend on it. Forest as a natural resources not only give space for agriculture sectors, but it can give job opportunities for other sectors.
Various alternatives in managing the forest have been developed continuously. Develop in forest modeling has aim to get the optimum yield. Social forestry (later called by Hkm) is an alternative model in managing forest plantation. This model involves government and people around the forest.
Several efforts have been done in applying HKm model. One of the model used multi purpose program focusing on financial value of the commodities. Generally, such a model doesn't work successfully. This model was neglecting physical land condition as a critical factor as well as socio economic factor.
This research tried to develop the optimum Hkm land modeling. The research methods were done using survey with considering landscape approach of geographical science. Physical and socio economic variable had been counted can give equal contribution.
The optimum Hkm land modeling give information on land suitability level for seven commodities and their distribution spatially. There are two criteria for those 7 commodities according to local people perception; those are physical land suitability and socio economic land suitability. The optimum Hkm land spatial distributions have three classes, those are: a). First optimum land distribution, b). Second optimum land distribution, c). Third optimum land distribution.
Considering physical factors as a variable in developing Hkm land modeling are the strength point of the optimum Hkm land modeling. The spatial distribution of the optimum Hkm land give information on the success and failure of land utility in order to achieve people prosperity and ensure the forest sustainability.

"
2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widya Andharie Rahasthera
"ABSTRAK
Keberadaan Hutan Lindung Sungai Wain (HLSW) sangat penting karena salah satu fungsinya sebagai penyedia air bersih. Selain untuk Kota Balikpapan, air HLSW juga panting bagi penyediaan BBM nasional. Dalam perkembangannya, terdapat potensi perbedaan kepentingan antarpemangku kepentingan dalam pengelolaan air di HLSW. Berdasarkan permasalahan, tujuan penelitian adalah mengidentifikasi: 1) Siapa saja pemangku kepentingan yang terlibat dalam pengelolaan air dari kawasan HLSW; 2) Bentuk konflik, posisi dan kepentingan yang diperjuangkan pars pemangku kepentingan terhadap permasalahan pengelolaan air dari kawasan HLSW; dan 3) Rumusan pendekatan alternatif penyelesaian konflik.
Kerangka teoretik penelitian didasari atas pendekatan ekosistem (hutan lindung dan DAS), analisis konflik, posisi dan kepentingan, analisis pemangku kepentingan, dan kemitraan dalam pengelolaan lingkungan hidup sebagai solusi konflik. Kerangka berpikir penelitian didasari atas asumsi bahwa konflik pengelolaan air di HLSW disebabkan karena adanya interaksi antara komponen lingkungan alam (HLSW), lingkungan buatan (industri, pertanian, permukiman) dan lingkungan sosial (kelembagaan sektor negara-masyarakat-swasta).
Penelitian dilakukan di Kota Balikpapan pada bulan Februari-Mei 2006 menggunakan metode kualitatif. Data primer diperoleh melalui wawancara semi terstruktur, diskusi kelompok terfokus (FGD), observasi, dan catatan lapang, sedangkan data sekunder diperoleh melalui penelusuran literatur dan bentuk data lainnya. Metode pencarian responden adalah metode bola salju (snowballing), dimana sampel adalah pemangku kepentingan pada pengelolaan air dari kawasan HLSW. Pemeriksaan keabsahan data dilakukan melalui triangulasi sumber dan dianalisis dalam uraian naratif.
Kesimpulan analisis hasil penelitian adalah sebagai berikut: 1) Para pemangku kepentingan dibagi menjadi tiap sektor, yaitu pemerintah, masyarakat sipil dan swasta..Pemerintah diwakili oleh PPLH Regional Kalimantan dan pihak pengelola HLSW yaitu Pemerintah Kota Balikpapan dan BPHLSW. Masyarakat sipil diwakili oleh Perkumpulan STABIL dan Pokja Masyarakat HLSW sebagai penyedia jasa, sedangkan sektor swasta diwakili oleh PT. Pertamina UP V yang juga pengguna air dari HLSW. 2) Konflik yang terjadi adalah bagaimana para pemangku kepentingan memahami pembayaran jasa ekosistem air HLSW, serta besaran nominal yang harus dibayar PT. Pertamina UP V untuk pengelolaan HLSW sebagai klaim dari pengelola dan. masyarakat sipil. Dengan demikian, konflik yang terjadi berkaitan dengan relasi pemangku kepentingan hulu dan hilir, atau secara lebih tegasnya adalah antara pihak pengelola HLSW dengan pengguna air dari HLSW. Konflik berkembang dengan rencana pembangunan Bendungan Sungai Wain yang mengancam eksistensi waduk dan kontinuitas air yang selama ini diperoleh PT. Pertamina UP V dari Waduk Sungai Wain Pertamina. Ancarnan ini dianggap dapat mengganggu kelancaran produksi BBM nasional. Posisi para pemangku kepentingan mengenai rencana pembangunan bendungan terbagi dua, dimana pihak pengelola HLSW berada pada posisi menyetujui, dan PT. Pertamina UP V berada dalam posisi tidak menyetujui. PPLH Regional dan Perkumpulan STABIL berada dalam posisi netral-kritis. Meskipun memiliki posisi yang berbeda, pada dasamya konflik terjadi karena ketidaksepahaman bahwa sebenarnya masing-masing pemangku kepentingan bergantung atas HLSW guna memenuhi kebutuhannya. Kepentingan PT. Pertamina UP V terhadap keberadaan HLSW adalah jaminan kontinuitas air dari HLSW untuk kegiatan operasional kilang minyak Balikpapan; bagi pihak pemerintah, keberadaan HLSW sebagai penyedia air alternatif bagi Kota Balikpapan menjadikan pemerintah berencana untuk membangun bendungan baru; bagi masyarakat di sekitar HLSW, kepentingan mereka adalah adanya kontribusi atas usaha mereka menjaga kawasan hulu serta pemenuhan kebutuhan air yang selama ini tidak didapatkan clan pemerintah maupun dari PT. Pertamina sebagai pengelola Waduk Wain Pertamina; dan bagi BPHLSW, fungsi dan nilai HLSW hendaknya dapat dinikmati oleh warga Balikpapan dan penggunaan aimya hams diselaraskan dengan upaya pemeliharaan oleh pihak pengguna. Terlihat bahwa masing-masing pihak masih mengedepankan etika antroposentrisme yang ekstrem dalam relasinya dengan HLSW.
3) Dalam penelitian, diajukan alternatif penyelesaian konflik antara pemangku kepentingan dengan beberapa tahap berikut. Pada tahap awal, rekonsiliasi perlu dilakukan sebelum melakukan negosiasi. Pembayaran jasa lingkungan HLSW dipertimbangkan sebagai salah satu solusi karena dipercaya semu pihak dapat menjadi sarana penyelesaian konflik. Selain itu, peneliti menyarankan dibentuknya lembaga multipihak berupa dewan sumberdaya air untuk rpengakamodasi dan menyelesaikan permasalahan pengelolaan DAS di HLSW.
Saran yang diajukan di dalam penelitian ini adalah: diperlukannya studi yang 1ebih mendalam khususnya mengenai penekanan pada dimensi lingkungan lainnya dalam pengelolaan air dari HLSW, konsep pembayaran jasa lingkungan sebagai metode konservasi mutakhir yang mulai diterapkan pada beberapa daerah di Indonesia.

ABSTRACT
The existence of the Sungai Wain Protected Forest (SWPF) has become important especially for the Balikpapan's citizens because one of its function as providing fresh water. In the progress, there is different interest between stakeholders on how to manage water from SWPF. Based on this problem, the aims of the study are to: 1) Identify stakeholders involved in water management from SWPF; 2) Identify position and interests of stakeholders in relation to water management from SWPF conflict; 3) To propose conflict resolution alternatives.
The theoretical framework of the research was based in ecosystem approach (the interconnectedness of protected forest and water basin management) and the concept of conflict analysis, position and interest(s), stakeholder analysis and partnership on environmental management as the conflict solution. The thinking framework of the research is then based on assumptions that the conflict of SWPF's water management is caused by the interaction between the natural environment (the existence of SWPF), the constructed environment (industries, agriculture, housing) and social environment (the institution of the state-society private sector).
The research conducted by using qualitative method. Primary data were attained by semi-structured interviews, FGD, observation and field reports, while secondary data were attained from literature and other document findings. Respondents were searched by snowballing method, where the respondents are the stakeholders of water management in SWPF. The observation of data validity was done by triangulation and analyzed narrative.
The conclusion of the research findings are as follows: 1) the stakeholders were divided into government, civil society and private sector. The government sector was represented by PPLH Regional Kalimantan and the executives of SWPF (The Government of The Regency of Balikpapan and The Board Management of SWPF). The civil society sector were represented by Perkumpulan STABIL and the SWPF Community Work Group (the ecosystem service provider), and the private sector was represented by PT. Pertamina UP V Balikpapan (the ecosystem service user). 2) The conflict is how stakeholders understand the payment for watershed environmental services from SWPF, and how much PT, Pertamina UP V has to pay in order to contribute the SWPF management as it claimed from the executives of SWPF and civil society. Thus, the conflict that occurs is connected to the relation of the upstream-downstream stakeholder, as to more clearly is between the executives of SWPF and PT. Pertamina UP V Balikpapan. The conflict the developed into the next stage when the East Kalimantan government's was planning to build a dam at the Sungai Wain downstream, which the site plan is adjacent to the Sungai Wain Reservoir owned by PT. Pertamina. UP V. This plan in the progress was considered to hinder the Pertamina's water continuity from HLSW that in the future might be threating the national oil's production: The stakeholders' position of the Sungai Wain Dam plan were divided into two: where the executives od SWPF at pros and PT. Pertamina UP V Balikpapan at contras. In neutral-critical level there sre PPLH Regional Kalimantan and Perkumpulan STABIL. Although having a different position, the conflicts basically occurred because the stakeholders are not realized that each of them has the same need, basic interest and dependency to the SWPF. The interest of PT. Pertamina UP V to SWPF is the water continuity for the operational of Balikpapan's refinery; to the Government of Balikpapan, their interest is to provide the alternative source of water for Balikpapan's citizens by building a new dam near the SWPF downstream; to the community especially who lived in and surround the SWPF upstream area, their interests are having a contribution for their effort on preserving SWPF and the fulfilment of their clean water needs which has never been obtained from the government or from PT. Pertamina UP V as the direct beneficiary of SWPF water. To the Board Management of SWPF, their interets are how SWPF function and values can be enjoyed by the citizens of Balikpapan Regency, and how its utilization can be harmonious to the conservation effort by users. This research has analyzed that the conflict has also caused of the extreme anthropocentrism that used by the stakeholder on its relation to SWPF's ecosystem services.
3) As an alternative, this research proposes an initiation of reconciliation between stakeholders before making any negotiation. The payment for watershed environmental services (PES) can be considered as one of many potential solutions because it is believed by the stakeholders that its implementation can resolve the conflict. Before that, the research also suggests to form the multi stakeholder collaborative institution (water board) that can accommodate and solve the SWPF watershed management problems in the future.
The suggestions of this research are the needs to the complementary praxis studies of the technical consideration on water management in SWPF, especially the environmental impact analysis if the dam is planned to be build. The same suggestion goes to the PES concept studies as the new conservation strategy that recently has been implemented to some areas in Indonesia.
"
2007
T20486
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
H. Budi Santoso
Jakarta: [publisher not identified], 2009
345 BUD y
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Andira Permata Sari
"Di Indonesia perkawinan dianggap sebagai sesuatu hal yang bersifat suci dan sakral sehingga dalam pelaksanaanya terikat oleh Undang-Undang Perkawinan, dan khusus bagi umat Islam pelaksanaan perkawinan juga diatur lebih lanjut dalam Kompilasi Hukum Islam. Namun keberadaan kedua peraturan tersebut tidak menutup kemungkinan bahwa pelanggaran terhadap syarat sah perkawinan tetap terjadi.  Perkawinan yang diketahui kemudian tidak memenuhi persyaratan dalam kedua peraturan tersebut dapat dibatalkan oleh Pengadilan. Penulis menemukan 2 (dua) kasus dimana terdapat pihak yang dengan sengaja memalsukan identitasnya untuk dapat melakukan perkawinan sejenis. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Dalam penelitian ini Penulis akan membahas permasalahan khususnya terkait bagaimana pengaturan mengenai pembatalan perkawinan yang disebabkan oleh pemalsuan identitas. Pada kasus pertama pemalsuan identitas dilakukan secara sengaja oleh kedua belah pihak sehingga yang mengajukan permohonan pembatalan perkawinan adalah pihak diluar perkawinan tersebut yaitu Jaksa, yang mana berdasarkan Undang-Undang Kejaksaan memiliki wewenang dalam bidang keperdataan khususnya dalam hal ini mengenai pembatalan perkawinan. Sedangkan pada kasus kedua pemalsuan identitas dilakukan tanpa sepengetahuan pasangannya, sehingga yang mengajukan gugatan ke Pengadilan adalah pihak yang tertipu. Selain itu Penulis juga membahas bagaimana kesesuaian pertimbangan Hakim dengan peraturan perundang-undangan dalam memutus perkara ini. Setelah menyelesaikan penelitian ini, Penulis menyimpulkan bahwa walaupun pemalsuan identitas tidak disebutkan dalam peraturan perundang-undangan sebagai salah satu alasan untuk dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan, namun dalam kedua perkara ini pemalsuan identitas tetap dapat digunakan sebagai dasar pengajuan permohonan pembatalan perkawinan karena selain sebagai perbuatan pidana, pemalsuan tersebut menimbulkan akibat hukum lain yaitu terjadinya perkawinan sejenis yang dianggap ilegal di Indonesia.

In Indonesia, marriages are considered as something holy and sacred, so its implementation regulated by the Marriage Act (Undang-Undang Perkawinan), and for Muslims also regulated by the Compilation of Islamic Law (Kompilasi Hukum Islam). However, the existence of those regulations does not rule out the possibility that lawlessness of marriage requirements still happens. For marriages that do not comply with the requirements in those two regulations can be canceled by the Court. Author found 2 (two) cases where there were parties who falsified their identities so they will be able to have a same-sex marriage, which prohibited in Indonesia. This research uses normative juridical research methods. This research will discuss issues related to marriage annulment regulation based on falsification of identity. In the first case, the falsification of identity was carried out intentionally by both parties, so those who submitted the request to annul the marriage were party outside that marriage which has the authority in the field of civil law -specifically about marriage- according to Prosecution Service Act (Undang-Undang Kejaksaan), is the Prosecutor. While on the second case, the falsification of identity is carried out by one party without any acknowledgment of their spouse, so the deceived party filed for divorce to the Court. This research also discussed the suitability of the judge's considerations with related regulations while deciding this case. This research concludes that even though the falsification of identity is not mentioned as one of the reasons for submitting a marriage annulment request, it still could be used for submitting the marriage annulment request to the Court because aside from the fact that the falsification is categorized as a criminal act by the law, the falsification in these two cases lead to other consequences, it caused same-sex-marriage which considered illegal in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Syafrul Yunardy
"Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kondisi terus berulangnya kejadian kebakaran hutan di Indonesia yang hampir terjadi setiap tahun. Padahal sumberdaya hutan memiliki keterkaitaan yang erat dengan kinerja, perekonomian, kualitas ekologi, dan ketergantungan sosial. Untuk itu perlu diketahui dampak sesungguhnya kebakaran hutan agar perencanaan dan pengambilan kebijakan didalam pengendalian kebakaran hutan yang terarah, fokus dan tepat pada permasalahan.
Dengan pendekatan Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) atau Social Accounting Matrix (SAM), keterkaitan antar sektor ekonomi dapat dijelaskan dampak melalui aliran uang yang terjadi. Oleh karena itu, dampak kebakaran hutan terhadap distribusi pendapatan rumah tangga, perusahaan, dan pemerintah yang menjadi tujuan penelitian ini dapat diketahui.
Berdasarkan hasil analisis pengganda neraca, diketahui bahwa untuk setiap hektar kebakaran hutan akan menurunkan output produksi Rp. 128.61 juta dan menurunkan pendapatan faktor produksi (factorial income) sebesar Rp. 62.94 juta per hektar kebakaran. Penurunan output dan pendapatan faktor produksi akibat kebakaran hutan ternyata berdampak menurunkan pendapatan institusi rumah tangga (households income) sebesar Rp. 45.48 juta, perusahaan (private income) sebesar Rp. 20.42 juta, dan pemerintah (government income) sebesar Rp. 11.54 juta untuk setiap hektar kejadian. Dengan demikian, rumah tangga adalah komponen institusi yang paling merasakan dampak kebakaran hutan yang tercermin dari besarnya penurunan pendapatan. Secara keseluruhan, kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh kebakaran hutan terhadap penurunan pendapatan faktor produksi, institusi, dan sektor produksi (output) adalah sebesar Rp. 269.00 juta tiap hektar kejadian kebakaran.
Rata-rata penurunan pendapatan yang diderita oleh setiap orang akibat kebakaran hutan pada tahun 2000 adalah Rp. 3,868 per kapita.. Pada tahun 2001 penurunan pendapatan yang diderita menjadi Rp. 18,105 per kapita. Sedangkan di tahun 2002, pengurangan pendapatan sebesar Rp. 44,186 per kapita. Dengan demikian terjadi peningkatan kerugian pendapatan per kapita selama periode tahun 2000-2002 akibat kebakaran hutan.
Dari hasil analisis jalur struktural, teridentifikasi bahwa jalur-jalur utama yang dilalui dampak kebakaran hutan adalah sektor perkebunan dan sektor-sektor yang berbasiskan pertanian dan pedesaan.
Mengingat besarnya kerugian ekonomi yang diderita sebagai dampak dari kebakaran hutan, maka jumlah dan penyediaan anggaran yang terkait dengan upaya pencegahan dan pemadaman kebakaran hutan haruslah jelas dan memiliki dasar. Hasil penelitian ini yang menunjukkan total kerugian kebakaran hutan sebesar Rp. 269.00 juta tiap hektarnya, dapat dijadikan landasan untuk pengalokasian anggaran baik oleh pemerintah maupun swasta pemegang hak konsesi. Disamping itu, nilai kerugian ini, dapat pula dijadikan acuan didalam penentuan ganti rugi terhadap pelaku pembakaran hutan."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T15303
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jonly Joihin
1986
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adrianus Eryan Wisnu Wibowo
"Kabut asap telah menjadi momok yang sangat merugikan banyak pihak. Kerugian materiil maupun immateriil yang diderita begitu masif dan timbul dalam waktu yang cukup lama. Menariknya belum pernah ada gugatan terhadap kerugian akibat kabut asap di pengadilan Indonesia. Alasannya sederhana, karena kausalitas kabut asap dengan kerugian yang dialami korban sulit dibuktikan apabila merujuk pada ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia saat ini, termasuk dengan teori kausalitas yang dianut. Skripsi ini hendak menjawab pertanyaan sederhana, dengan perkembangan teori kausalitas dalam ilmu hukum apakah kerugian akibat kabut asap dapat dibuktikan di pengadilan? Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif dengan pendekatan konseptual dan pendekatan perbandingan. Penelitian ini menuai hasil yang cukup positif di mana terdapat doktrin market share liability yang dapat mengakomodir pembuktian kausalitas kabut asap, baik dari segi hukum materiil maupun segi hukum formil di Indonesia. Namun pada akhirnya tetap diperlukan keterbukaan dari hakim untuk membangun logika hukum berdasarkan nilai-nilai kebenaran dan keadilan, yang dalam pandangan penulis dapat diakomodir melalui penerapan doktrin market share liability untuk membuktikan kausalitas terhadap kerugian akibat kabut asap.

Haze has become very detrimental scourge to many parties. Both material dan immaterial losses suffered are massive and arise in a long period of time. Interestingly, there has never been a lawsuit against haze in Indonesian courts. The reason is simply because proof of causation based on losses suffered by the victim from haze is very difficult to prove if one refer to laws recognized in Indonesia, including the embraced theory of causation. This undergraduate thesis wants to answer a simple question, with the development of theory of causation in jurisprudence, is it possible to prove causation based on losses from haze in courts The research method used in this thesis is a normative juridical research with conceptual approach and comparative approach. This research reaping positive results in which theory of market share liability could accommodate the proof of causation of haze, both in terms of material law and procedural law aspects recognized in Indonesia. In the end it still takes the open minded judge to build legal logic based on the value of justice and fairness, which in my point of view could be accomodated by applying market share liability doctrine as a proof of causation of loss from haze.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S69988
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>