Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 129917 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"[Pendahuluan: Trauma akibat benda tumpul pada kepala adalah salah satu trauma
yang dapat bersifat fatal, berkaitan dengan organ intrakranial yang bersifat vital
bagi kehidupan. Namun, luka kekerasan tumpul pada kepala tidak seluruhnya dapat
menyebabkan kerusakan organ intrakranial, berkaitan dengan berbagai faktor yang
menyebabkan luka, antara lain lokasi, besar gaya, arah gaya. Pada penelitian ini
akan dilihat hubungan antara luka kekerasan tumpul dengan adanya kerusakan otak.
Penelitian epidemiologi forensik ini digunakan untuk menunjang opini ahli dokter
forensik pada temuan luka akibat kekerasan tumpul di kepala dengan kerusakan
organ intrakranial. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian cross-sectional
dengan data sekunder yang berasal dari visum et repertum pasien di Departemen
Forensik dan Medikolegal FKUI-RSCM. Hasil: Sebanyak 1% hubungan antara
memar pada kepala memiliki hubungan yang bermakna dengan kerusakan otak, 1%
hubungan antara ekskoriasi pada kepala memiliki hubungan yang bermakna dengan
kerusakan otak, sebanyak 82% hubungan antara laserasi pada kepala memiliki
hubungan yang bermakna dengan kerusakan otak, dan sebanyak 95,3% hubungan
antara fraktur pada kepala memiliki hubungan yang bermakna dengan kerusakan
otak. Diskusi: Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat variasi hubungan
antara luka kekerasan tumpul dengan adanya kerusakan otak berdasarkan jenis serta
lokasi luka luar dan lokasi kerusakan intrakranialnya. Variasi hasil ini terjadi karena
luka kekerasan tumpul, yaitu memar, ekskoriasi, laserasi, dan fraktur, masingmasing
memiliki mekanisme yang berbeda, dan timbul akibat besar gaya yang
berbeda. Memar dan ekskoriasi, luka kekerasan tumpul yang disebabkan oleh gaya
yang kecil dan menyebabkan diskontinuitas jaringan luar hanya sedikit hanya
memiliki sedikit hubungan dengan kerusakan otak. Laserasi dan fraktur memiliki
banyak hubungan dengan kerusakan otak oleh karena gaya penyebab luka
kekerasan tumpul tersebut bersifat lebih besar, Introduction: Blunt head trauma had a high fatality rate, as the head protects
intracranial organs that are vital to the continuity of life. However, not all blunt
head trauma cause the same damage to intracranial organs, due to the various
factors such as location, the strength of the force, and the direction from which the
striking force came. This forensic epidemiological study is designed to support
expert opinions in forensic practice regarding the findings of blunt head trauma and
intracranial organ damage. In this study, the correlation between blunt head trauma
and traumatic brain injury were analyzed. Methods: This study is a cross-sectional
study with secondary data from patients’ visum et repertum in the Forensic and
Medicolegal Department of Cipto Mangunkusumo General Hospital. Results:
Results show that 1% of the correlations between bruise findings on the head had
significant association with traumatic brain injury, 1% of the correlations between
excoriation findings on the head had significant association with traumatic brain
injury, 82% of the correlations between laceration findings on the head had
significant association with traumatic brain injury, and 95,3% of the correlations
between fracture findings on the skull had significant association with traumatic
brain injury. Discussion: This study showed that the relationship between blunt
head injury with traumatic brain injury varied based on the location and type of the
external injury and the location of the intracranial organ. This variation in results
happened as external blunt head trauma such as bruise, excoriation, laceration, and
fracture each had different mechanisms, and were caused by various force intensity.
Bruising and excoriation, which were usually caused by smaller force and only
caused little damage externally, were found to have little correlation with traumatic
brain injury findings. On the other hand, laceration and fracture were found to have
more correlation with traumatic brain injury findings, since both traumas were
usually caused by a greater force.]"
[, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia], 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendra
"ABSTRAK
Cedera kepala traumatik merupakan penyebab kematian tersering pada kecelakaan. Trauma tumpul pada kepala dapat menimbulkan contusio cerebri berupa lesi coup dan contrecoup. Namun, mekanisme dari terjadinya lesi coup dan contrecoup belum diketahui dengan jelas. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara letak trauma tumpul pada kepala dengan terjadinya lesi coup dan contrecoup.Metode: Sampel penelitian diambil dari rekam medis jenazah dengan trauma tumpul pada kepala yang diotopsi di Departemen Forensik dan Medikolegal RSCM pada tahun 2012-2016. Peneliti kemudian mencari tahu mengenai letak trauma tumpul dan temuan contusio cerebri pada rekam medis jenazah.Hasil: Dari 97 sampel dengan trauma tumpul pada kepala, didapatkan proporsi lesi coup sebesar 5,2 , 11,3 , dan 2,1 , dan proporsi lesi contrecoup sebesar 1,0 , 15,5 , dan 2,1 pada trauma tumpul yang terjadi di depan, samping, dan belakang kepala secara berturut-turut. Hasil uji chi square menunjukkan hubungan yang bermakna antara trauma tumpul pada sisi depan p=0,005 dan samping p=0,002 kepala dengan lesi contrecoup.Pembahasan: Terjadinya lesi coup tidak selalu diikuti oleh terjadinya lesi contrecoup, dan berlaku juga sebaliknya. Hubungan bermakna antara trauma tumpul pada sisi samping kepala dengan lesi contrecoup secara teori dapat dikaitkan dengan teori sistem suspensori otak.Kesimpulan: Dari penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara trauma tumpul pada sisi depan dan samping kepala dengan lesi contrecoup.

ABSTRACT
Traumatic brain injury remains the most common cause of mortality in accidents. Blunt trauma in the head may cause cerebral contusion, which includes coup and contrecoup contusion. However, the mechanism of coup and contrecoup contusion formation remains unknown. This research aims to know the relationship between the position of head blunt trauma with coup and contrecoup contusion.Methods Research samples were taken from corpse medical records with head blunt trauma who had undergone autopsy in Forensics and Medicolegal Department of Cipto Mangunkusumo Hospital from 2012 2016. The position of head blunt trauma and findings of cerebral contusions were recorded.Results Out of 97 samples with head blunt trauma, the proportions for coup contusion were 5,2 , 11,3 , and 2,1 , while the proportions for contrecoup contusion were 1,0 , 15,5 , and 2,1 in blunt trauma happening at the front, side, and back part of the head respectively. Chi square tests showed significant relationships between blunt trauma of front p 0,005 and side p 0,002 part of the head with contrecoup contusion.Discussion Coup contusion is not always followed by contrecoup contusion, and vice versa. The significant relationship between blunt trauma of the side part of the head and contrecoup contusion can be explained by the theory of brain suspensory system.Conclusion This research concludes that blunt trauma of the front and side part of the head is related to contrecoup contusion."
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zharifah Fauziyyah Nafisah
"Pendahuluan: Di Asia Tenggara, angka kecelakaan merupakan peringkat ke-9 pada daftar penyebab kematian. Kekerasan akibat benda tumpul sendiri menyebabkan hampir tiga ribu kematian di Amerika pada tahun 2007-2011. Kekerasan tumpul, terutama pada dada dapat menyebabkan komplikasi pada organ dalam seperti jantung, paru, pembuluh, saraf, bahkan tulang dan otot. Komplikasi inilah yang dapat menjadi penyebab kematian seseorang. Akan tetapi, tidak semua jenazah yang ada selalu diotopsi sehingga penyebab kematian korban tidak dapat diketahui dengan benar. Epidemiologi forensik sebagai cabang ilmu kedokteran forensik yang baru berkembang digunakan untuk menentukan hubungan antara temuan luka akibat kekerasan tumpul di dada dengan kerusakan organ dalam.
Metode: Subjek penelitian ini adalah 135 mayat yang diotopsi di Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal FKUI-RSCM dengan temuan luka akibat kekerasan tumpul di dada. Dari rekam medik korban yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi, data jenis temuan luka dan kerusakan organ diinput ke dalam SPSS dan dilihat persebaran datanya serta dicari hubungannya.
Hasil: Pada penelitian ini, ditemukan hubungan bermakna (P<0,05) antara luka lecet di dada kanan dengan kerusakan iga kanan (P=0,00) dan iga kiri (P=0,005), luka lecet di dada kiri dengan kerusakan iga kiri (P=0,038), luka terbuka tepi tidak rata di dada kiri dengan kerusakan iga kanan (P=0,021), dan diafragma (P=0,028).
Pembahasan: Hubungan kebermaknaan ini disebabkan oleh adanya hubungan secara anatomis antara luka luar dengan kerusakan organ dalam yang dipengaruhi juga oleh jenis luka akibat perbedaan gaya trauma yang dibutuhkan untuk menghasilkan perlukaan tersebut.;Introduction: Accident is the 9th leading cause of death in South-East Asia.

Blunt force trauma caused almost three thousand deaths in United States of America from 2007 until 2011. Blunt force trauma in chest can cause complications to the visceral organs such as heart, lungs, vessels, nerves, even bones and muscles. These complications could be a cause of death. But, not all corpses always get autopsied so that the real cause of death could not be known right.
Method: Subject of this research was 135 corpses that were autopsied in Forensic Medicine and Medicolegal Department FKUI-RSCM with blunt force trauma findings in chest. From the medical record that is suitable with the inclusion and exclusion criterias, the type of blunt force trauma findings and the visceral organ damages were inputted, described by the data’s distribution, and
analyzed to find the relation.
Result: Significant result (P<0.05) found in four variable correlations, which are the relation between abrasions in right chest with right ribs damages (P=0.00) and left ribs damages (P=0.005), abrasions in left chest with left ribs damages (P=0.038), and lacerations in left chest with right ribs damage (P=0.021) and diaphragm damage (P=0.028). Discussion: These significant results caused by the anatomical relation between the blunt force trauma findings and"
2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"[Pendahuluan: Epidemiologi forensik merupakan disiplin ilmu yang dapat digunakan untuk menyelesaikan suatu investigasi kasus. Dengan pendekatan ini, dapat ditentukan adanya hubungan antara suatu paparan dengan cedera atau dampak yang terjadi. Salah satu paparan yang banyak ditemukan di Indonesia ialah kekerasan fisik, termasuk kekerasan tumpul. Kekerasan tumpul menempati 70,9% proporsi jenis cedera. Abdomen merupakan salah satu bagian tubuh yang rentan mengalami kerusakan akibat kekerasan fisik dikarenakan strukturnya yang lemah dan kendur karena tidak dilindungi oleh tulang, melainkan hanya tersusun atas kulit, fascia, dan otot yang membentuk dinding rongga abdomen. Kerusakan organ dalam di daerah abdomen sulit diidentifikasi karena umumnya tidak ditemukan adanya bentuk luka khas pada pemeriksaan fisik luar. Oleh sebab itu, pada penelitian ini akan dianalisis hubungan antara temuan luka pada kekerasan tumpul di abdomen dengan kerusakan organ dalamnya.
Metode: Penelitian ini dilakukan dengan desain cross-sectional berdasarkan data sekunder berupa laporan visum dan rekam medis Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo tahun 2003-2013 dengan metode consecutive sampling.
Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara temuan luka lecet atau memar di beberapa regio abdomen dengan kerusakan organ tertentu. Penelitian ini dilakukan dengan subjek laki-laki sebanyak 25 orang (69,44%) dan perempuan sebanyak 11 orang (30,56%) dengan kelompok usia terbanyak pada 21-40 tahun sejumlah 14 kasus (28,89%). Dari uji hipotesis Fisher diperoleh hubungan yang bermakna secara statistik antara temuan luka kekerasan tumpul (lecet dan memar) di epigastrium dengan kerusakan ginjal kiri (p = 0,028), temuan luka kekerasan tumpul di epigastrium dengan kerusakan lambung (p = 0,042), temuan luka kekerasan tumpul di umbilikus dengan kerusakan lambung (p = 0,042), temuan luka kekerasan tumpul di umbilikus dengan kerusakan pankreas (p = 0,042), temuan luka kekerasan tumpul di hipokondria kiri dengan kerusakan hati (p = 0,006), dan temuan luka kekerasan tumpul (lecet dan memar) di hipogastrium dengan kerusakan hati (p = 0,023).
Pembahasan: Adanya hubungan antara temuan luka luar di abdomen dengan kerusakan organ dalam dimungkinkan akibat keterkaitan secara anatomi, baik karena dampak tekanan secara langsung maupun tidak langsung yang dihantarkan oleh otot ataupun organ lainnya yang terletak berdekatan., Introduction: Forensic epidemiology can be used to solve the criminal cases. This approach may determine the correlation between an exposure and the damages caused by the trauma. In Indonesia, blunt trauma account for 70,9% injury. Abdomen is part of the human body that vulnerable to damage caused by force injury as intra-abdominal organs consist of delicate and soft structure which aren’t completely protected by bones. Damage to the intra-abdominal organs are difficult to recognize as it is uncommon to find the definite external wound. This study is conducted to analyze the association between external wound caused by blunt trauma and the damage to the intra-abdominal organs.
Method: This study is a cross-sectional study, using secondary data from forensic examination report and medical record of Cipto Mangunkusumo Hospital in 2003-2013 with consecutive sampling method.
Result: The result implicates there was association between scratch or bruise wound from external forensic examination in various abdomen regions and damage to intra-abdominal organs. The study involved 25 males (69,44%), 11 females (30,56%), and most of the subjects were aged 21-40 years in 14 cases (28,89%). By performing Fisher test: there was significant association between scratches or bruises in the epigastrium and damage to the left kidney (p = 0,028), significant association between scratches or bruises in the epigastrium and damage to the stomach (p = 0,042), significant association between scratches or bruises in the umbilicus and damage to the stomach (p = 0,042), significant association between scratches or bruises in the umbilicus and damage to the pancreas (p = 0,042), significant association between scratches or bruises in the left hypochondriac and damage to the liver (p = 0,006), and significant association between scratches or bruises in the hypogastrium and damage to the stomach (p = 0,023).
Discussion: The correlation between external wound in abdomen and the organ damages could be caused by anatomical association or indirect impact from the other adjacent organs]"
[, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia], 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kezia Irene
"Trauma kepala merupakan cedera fisik pada jaringan otak yang secara sementara atau permanen merusak fungsi otak. Salah satu akibat yang dapat disebabkan oleh trauma kepala adalah perdarahan intrakranial. Perdarahan intrakranial perlu didiagnosis dengan mengambil gambar computed tomography (CT) scan oleh dokter radiolog. Setelah itu dokter radiolog akan mensegmentasi dan menghitung volume perdarahan pada gambar CT scan untuk menentukan Tindakan selanjutnya. Namun, pada beberapa rumah sakit di Indonesia, kurangnya sumber daya dokter yang dapat menafsirkan hasil CT scan dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas pasien perdarahan intrakranial. Algoritma deep learning, di antaranya convolutional neural networks (CNN) dapat digunakan untuk membantu dokter untuk mensegmentasi dan menghitung volume perdarahan intrakranial. Pada penelitian ini, penulis mengusulkan segmentasi otomatis dan aproksimasi volume perdarahan pada penderita perdarahan intrakranial dengan menggunakan metode deep learning dan regresi. Segmentasi perdarahan dilakukan dengan menggunakan arsitektur Dynamic Graph Convolutional Neural Network (DGCNN) sementara perhitungan volume perdarahan dilakukan dengan menggunakan beberapa metode regresi. Data pasien perdarahan intrakranial diperoleh dari rumah sakit Cipto Mangunkusumo yang telah disegmentasi secara manual oleh dokter radiolog. Pada segmentasi perdarahan, dibuat beberapa skenario dengan melakukan up sampling dan down sampling pada data. Hasil terbaik didapatkan pada skenario tanpa melakukan up sampling menghasilkan sensitivitas 97,8% dan spesifisitas 95,6%. Pada aproksimasi volume perdarahan, hasil terbaik didapatkan dengan menggunakan metode support vector machine (SVM) dengan kernel radial basis function (RBF) dengan mean squared error (MSE) 3,67 x 104.

Traumatic brain injury is a common injury that can range from mild concussions to severe permanent brain damage. One of the severe damages caused by traumatic brain injury is intracranial hemorrhage, which is typically diagnosed by clinicians using head computed tomography (CT) scans. However, in some hospitals in Indonesia, sometimes there is a lack of clinicians who are able to interpret the CT scan results, leading to morbidity and mortality. Deep learning algorithms, especially convolutional neural networks (CNN) can be utilized to help clinicians in diagnosing patients with intracranial hemorrhage. In this study, we propose an automated segmentation and blood volume approximation of intracranial hemorrhage patients from CT scan images using deep learning and regression methods. For the blood segmentation, we utilized Dynamic Graph Convolutional Neural Network (DGCNN) architecture and for the blood volume approximation, we utilized regression methods. The dataset for this work consists of 27 head CT scans obtained from the Cipto Mangunkusumo National General Hospital 2019 traumatic brain injury data segmented manually by a radiologist. For blood segmentation, we proposed several scenarios by up sampling or down sampling the data. The best results obtained in the scenario without doing up sampling resulted in a sensitivity of 97.8% and a specificity of 95.6%. For blood volume approximation, the best results are obtained using the support vector machine (SVM) method with a radial basis function (RBF) kernel, with a mean squared error of 3.67 x 104."
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Philadelphia, Pa.: Mosby Elsevier, 2009
R 617.1 PAR (1)
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Anggita Rizqy Afriyanti
"Latar Belakang: Waktu penanganan sejak penentuan tatalaksana operasi hingga ruang operasi bisa diukur dan digunakan untuk melihat efektivitas dari proses pelayanan kesehatan,  Penelitian bertujuan untuk melihat hubungan antara waktu tersebut dengan Glasgow Coma Scale awal pasien dan diagnosis kerja pasien. 
Metode: Desain penelitian adalah retrospective cross sectional. Pengambilan sampel dari rekam medis pasien, menggunakan metode consecutive sampling, dengan jumlah sampel sebanyak 90 sampel.
Hasil: Hubungan antara waktu door-to-operating room dengan Glasgow Coma Scale awal pasien tidak signifikan (OR, 1,763; CI 0,18-16,5; P 0,579) dan hubungan antara waktu door-to-operating room dengan diagnosis kerja pasien tidak signifikan (P > 0,999). 
Kesimpulan: Tidak ada hubungan signifikan antara waktu door-to-operating room dengan Glasgow Coma Scale awal pasien dan diagnosis kerja pasien.

Introduction: The time from determining surgical management to the operating room can be measured and used to see the effectiveness of the health service process. The research aims to see the relationship between this time and the patient's initial Glasgow Coma Scale and the patient's working diagnosis. 
Methods: The research design is retrospective cross sectional. Sampling was taken from patient medical records, using the consecutive sampling method, with a total sample of 90 samples.
Results The relationship between door-to-operating room time and the patient's initial Glasgow Coma Scale was not significant (OR, 1.763; CI 0.18-16.5; P 0.579) and the relationship between door-to-operating room time and the patient's working diagnosis was not significant (P > 0.999). 
Conclusion: There was no significant relationship between door-to-operating room time and the patient's initial Glasgow Coma Scale and the patient's working diagnosis, indicated by a p-value > 0.05.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elisa Harlean
"Latar Belakang: Cedera kepala dikaitkan dengan aktivasi kaskade koagulasi dapat menyebabkan koagulopati. Hal ini berhubungan dengan hasil akhir atau keluaran yang tidak baik pada pasien. Deteksi dini dan evaluasi berkala faktor hemostasis dibutuhkan pada pengelolaan pasien cedera kepala sedang dan berat dalam memperbaiki hasil keluaran perawatan pasien cedera kepala.
Tujuan: Diketahuinya angka kejadian prevalensi koagulopati pada pasien cedera kepala sedang berat dan hubungan gangguan hemostasis tersebut dengan hasil keluarannya.
Metode Penelitian: Penelitian ini merupakan studi ?nested case control?. Studi ini bersarang pada penelitian awal yang berupa studi komparasi potong lintang. Data hemostasis diperiksa pada hari pertama(<24 jam dari kejadian) saat di Instalasi Gawat Darurat(IGD) RSCM. Pasien cedera kepala sedang dan berat ini nantinya akan diikuti sampai akhir perawatan inap dan dinilai hasil keluaran perawatannya. Koagulopati adalah gangguan status koagulasi, dapat berupa hiperkoagulasi atau hipokoagulasi
Hasil: Terdapat 76 sampel, 38 sampel memiliki keluaran baik dan 38 sampel memiliki keluaran buruk. Pria(81,6%) lebih banyak dari wanita. Sebagian besar subjek berusia 18-50 tahun(81,6%). Koagulopati terjadi pada 34,2% pasien. Koagulopati merupakan faktor prediksi keluaran buruk pada cedera kepala (OR 4,429; 95%IK 1,569 ? 12,502; p=0,004). Hasil analisis multivariat menunjukkan urutan prioritas kemaknaan faktor yang mempengaruhi keluaran subjek cedera kepala yang terkuat berturut-turut di penelitian ini adalah usia (50,271), derajat cedera kepala (46,522), dan koagulopati (5,409). Terdapat hubungan bermakna antara beratnya derajat cedera kepala dengan terjadinya koagulopati p= 0,009.
Kesimpulan: Prevalensi koagulopati pada cedera kepala sedang berat cukup tinggi. Pasien dengan koagulopati memiliki keluaran yang lebih buruk

Background: Brain injury is associated with activation of the coagulation cascade, contributing to coagulopathy. This condition is correlated with unfavorable outcome. Early detection and evaluation of hemostatic factors are needed in treatment of moderate-severe traumatic brain injury (TBI) to improve patient outcome.
Objectives: To determined the number of prevelence coagulopathy in moderate severe TBI and the relationship of the hemostatic disorder with outcome.
Materials and Method: We did the nested case control study. Hemostatic parameters were recorded from emergency departement (ED) not exceeding 24 hours from onset of accident. Moderate-severe TBI patients were followed until the patients discharged and we assessed the outcome. Coagulopathy was defined as hypocoagulopathy or hypercoagulopathy.
Results: From 76 subjects, 38 subjects were favorable outcome and 38 subjects had unfavorable outcome. Men were higher than women (81,6%), mostly subjects were in range 18-50 years(81,6%). Coagulopathy occured in 36% of all patients. Coagulopathy was the predictor of unfavorable outcome for TBI (OR 4,429; 95%CI 1,569 ? 12,502; p=0,004). From the multivariate analysis, the priority level for TBI outcome, in order of strongest to weakest correlation, were age (50,271), severity of traumatic brain injury(46,522) and coagulopathy(5,409). There was significant correlation between severity of traumatic brain injury and coagulopathy (p= 0,009).
Conclusions: Our study confirmed a quite high prevalence of coagulopathy in patients with moderate-severe TBI. Patients with coagulopathy had poorer outcome compared to non-coagulopathy
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reynolds, Cecil R., editor
"The second edition of Detection of Malingering during Head Injury Litigation offers the latest detection tools and techniques for veteran and novice alike. As in its initial incarnation, this practical revision demonstrates how to combine clinical expertise, carefully-gathered data, and the use of actuarial models as well as common sense in making sound evaluations and reducing ambiguous results. And, the book navigates the reader through the many caveats that come with the job, beginning with the scenario that an individual may be malingering despite having an actual brain injury."
New York: [Springer, ], 2012
e20410723
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Panggabean, Jose Matthew Aldo
"Trauma masa kanak-kanak merupakan salah satu pengalaman traumatis yang terjadi ketika individu memasuki rentang usia 1 hingga 12 tahun. Tingginya angka gangguan mental emosional dan depresi di DKI Jakarta menjadi pertanda kemungkinan adanya trauma masa kanak-kanak pada emerging adulthood di DKI Jakarta. Adanya trauma masa kanak-kanak dapat saja menjadi tantangan tersendiri bagi mereka yang masih mencari makna hidupnya.  Penelitian ini sendiri bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara trauma masa kanak-kanak dengan makna hidup. Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan kuesioner secara daring, menggunakan alat ukur Childhood Trauma Questionnaire-Short Form (CTQ-SF) dan Three-Dimensional Meaning in life scale (3DM). Penelitian melibatkan 146 partisipan dengan rentang usia 18—25 tahun dan berdomisili DKI Jakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara trauma masa kanak-kanak dan makna hidup (r (145) = -0,632, p < 0,01, two-tailed). Dari hasil tersebut, terdapat hubungan negatif antara trauma masa kanak-kanak dengan makna hidup.

Childhood trauma is a traumatic experience that occurs when individuals enter the age range of 1 to 12 years. The high rate of emotional mental disorders and depression in DKI Jakarta is a sign of the possibility of childhood trauma in emerging adulthood in DKI Jakarta. The presence of childhood trauma can be a challenge in itself for those who are still looking for the meaning of their lives. This research itself aims to determine the relationship between childhood trauma and the meaning of life. The research was carried out using an online questionnaire, using the Childhood Trauma Questionnaire-Short Form (CTQ-SF) and Three-Dimensional Meaning in life scale (3DM) measuring instruments. The research involved 146 participants with an age range of 18-25 years and domiciled in DKI Jakarta. The results showed that there was a significant negative relationship between childhood trauma and meaning in life (r (145) = -0.632, p < 0.01, two-tailed). From the results, we can conclude that there’s a negative correlation between childhood trauma and meaning in life."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>