Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 206106 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"[Latar Belakang: Diabetes melitus (DM) tipe 1 merupakan penyakit kronik yang sering ditemukan pada anak dan remaja yang disebabkan oleh proses autoimun terhadap sel β sehingga sel β tidak mampu memproduksi insulin. Salah satu komplikasi dari DM tipe 1 adalah nefropati diabetik. Sampai saat ini, tidak ada data mengenai prevalens dan faktor risiko nefropati diabetik pada DM tipe 1 di Indonesia. Metode: Dalam penelitian ini, variabel yang diteliti hubungannya dengan nefropati diabetik ialah terapi yang digunakan, kadar HbA1C, mikroalbuminuria, durasi DM tipe 1, umur saat awitan DM tipe 1, jenis kelamin, dan riwayat diabetik ketoasidosis (DKA). Penelitian ini menggunakan desain potong lintang retrospektif dengan 51 subjek. Data berasal dari rekam medik Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dan diperoleh menggunakan metode consecutive sampling.
Hasil: Prevalens nefropati diabetik adalah sebesar 17,6%. Satu – satunya faktor yang berhubungan dengan nefropati diabetik adalah mikroalbuminuria (p=0,008; PR=5,29; IK95%=1,53-18,30), sedangkan terapi yang digunakan, kadar HbA1C, durasi DM tipe 1, umur saat awitan DM tipe 1, jenis kelamin, dan riwayat DKA tidak berhubungan bermakna dengan nefropati diabetik.
Kesimpulan: Berdasarkan penelitian ini, prevalens nefropati diabetik sebagai komplikasi DM tipe 1 pada anak di RSCM adalah 17,6%. Faktor yang berhubungan dengan nefropati diabetik adalah mikroalbuminuria.
Saran: Perlu ditingkatkan pencatatan dan pemantauan pasien di RSCM untuk memudahkan proses pengobatan dan penelitian. Selain itu, perlu dilakukan penelitian prognostik multivariat lebih lanjut dengan sampel yang lebih banyak, Background:Type 1 diabetes mellitus (DM) is a chronic disease which has high prevalence among pediatric patients. It is caused by β cells autoimmunity which cause inability to produce insulin. One of the complications of type 1 DM is diabetic nephropathy. Until now, there is no information about prevalence and risk factor of diabetic nephropathy in Indonesia.
Methods:We calculated diabetic nephropathy prevalence in Indonesia and analyzed the relation between diabetic nephropathy and type 1 DM therapy, HbA1C concentration, microalbuminuria, type 1 DM duration, age at diagnosis, gender, and diabetic ketoacidosis history. This was a retrospective cross sectional study, consist of 51 subjects. Data was collected from patient’s medical record in Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo using consecutive sampling.
Results:The prevalence of diabetic nephropathy was 17.6%. Bivariate analysis showed that microalbuminuria has a statistically significant relation with diabetic nephropathy (p=0,008; PR=5,29; IK95%=1,53-18,30) while type 1 DM therapy, HbA1C concentration, type 1 DM duration, age at diagnosis, gender, and diabetic ketoacidosis history didn’t have a statistically significant relation with diabetic nephropathy.
Conclusion: The prevalence of diabetic nephropathy was 17.6%. Factor that is associated with diabetic nephropathy was microalbuminuria
Suggestion: Medical records recording and patient monitoring improvement in RSCM is needed. Moreover, further multivariate prognostic research with a larger subjects and improvement in medical record recording is also necessary]"
[, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia], 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdurrasyid Abdurrasyid
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan aktivitas fisik, self-care diabetic, dan distress diabetic dengan kualitas hidup diabetisi tipe 2 di Kecamatan Kalideres Jakarta Barat. Penelitian menggunakan metode cross sectional, dengan jumlah sampel 333 diabetisi tipe 2. Teknik pengambilan sample dilakukan secara probability sampling dengan teknik proporsi sampling dan metode random sampling. Sample penelitian ini adalah berusia lebih dari 45 tahun yang mengalami diabetes melitus tipe 2 dan tinggal di tengah masyarakat serta dapat membaca dan menulis dan tidak mengalami amputasi yang mengganggu mobilitas. Analisis bivariat menggunakan uji Anova, Uji pearson corelation, dan Uji t independen. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan aktivitas fisik, self-care diabetic, dan distress diabetic dengan kualitas hidup lansia yang mengalami diabetes melitus tipe 2 di masyarakat p

ABSTRACT
This study to determine the relationship of physical activity, self care diabetic, and diabetic distress with the quality of life of people with type 2 diabetes in Kalideres Sub district, West Jakarta. The research used cross sectional method, with 333 samples of people with type 2 diabetes. Sampling technique was done by probability sampling with technique of proportion of sampling and random sampling method. The sample of this study is over 45 years old who have type 2 diabetes mellitus and live in the community and can read and write and do not experience amputations that interfere with mobility. Bivariate analysis using Anova test, Pearson correlation test, and independent t test. The results showed that there was an association of physical activity, self care diabetic, and diabetic distress with the quality of life of elderly with type 2 diabetes mellitus in society p "
2018
T50914
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Komariatun
"ABSTRAK
Latar Belakang: Nefropati diabetik (ND) merupakan komplikasi mikrovaskular yang berkontribusi terhadap end stage renal disease (ESRD) pada penyandang DMT2. Polimorfisme gen apolipoprotein E (APOE) dihubungkan dengan dislipidemia merupakan faktor risiko untuk timbulnya ND.
Tujuan: Mengetahui pengaruh polimorfisme gen APOE terhadap kejadian ND penyandang DMT2 di Palembang dan menganalisis pengaruh polimorfisme gen APOE terhadap perubahan profil lipid penyandang DMT2 dengan ND.
Metode: Penelitian kasus kontrol pada penyandang DMT2 di Palembang. Kelompok kasus adalah penyandang DMT2 dengan ND dan kelompok kontrol adalah penyandang DMT2 tanpa ND yang memenuhi kriteria penyertaan.
Hasil: Terdapat 37 penyandang DMT2 dengan ND (ACR > 300 mg/g kreatinin) dan 42 tanpa ND (ACR < 30 mg/g kreatinin). Tidak terdapat perbedaan bermakna pada usia, jenis kelamin, lama DM, tinggi badan, tekanan darah sistolik, glukosa darah puasa, HbA1c dan profil lipid. Terdapat perbedaan bermakna pada berat badan, IMT, TD diastolik, hemoglobin, ureum, kreatinin dan eGFR antara kasus dan kontrol. Distribusi genotip tidak berbeda bermakna. Pada kelompok kasus didapatkan peningkatan frekuensi alel gen APOE ε2 dibanding kontrol (62,2 % vs. 37,8 %). Dengan analisis bivariat didapatkan penyandang DMT2 yang mengandung alel gen APOE ε2 2,5 kali lipat dan bermakna (p = 0,023) dibandingkan gen APOE ε3 dalam menyebabkan ND sedangkan alel ε4 0,65 kali lipat dan tidak bermakna (p = 0,37). Profil lipid tidak berbeda bermakna baik pada penyandang DMT2 dengan ND maupun penyandang DMT2 tanpa nefropati.
Simpulan: Frekuensi alel gen APOE ε2 lebih tinggi pada penyandang DMT2 dengan ND dibandingkan tanpa ND. Gen APOE ε2 merupakan faktor risiko kejadian ND pada penyandang DMT2. Tidak ada hubungan antara kejadian ND dengan perubahan profil lipid.

ABSTRACT
Backgrounds. Diabetic nephropathy is microvascular complication, largely contributed to end stage renal disease in T2DM patients. Apolipoprotein E (APOE) genetic polymorphism in association with dyslipidemia have been proposed as one of the risk factors for the development of diabetic nephropathy (DN).
Aim: To examine the effect of apolipoprotein E (APOE) gene polymorphism to DN incidence in patients with T2DM and to analyze the effect of APOE gene polymorphism to lipid profile in DN.
Method. Case control study at Palembang. Case group were T2DM with nephropathy and control group were T2DM without nephropathy.
Results. There were 37 patients with DN (ACR > 300 mg/g creatinine) and 42 patients without nephropathy (ACR < 30 mg/g creatinine). No significant differences in terms of age, sex, duration of DM, height, systolic blood pressure, fasting glucose, HbA1c and lipid profiles between the two groups. There were significant differences in weight, BMI, diastolic blood pressure, hemoglobine, ureum, creatinine and eGFR with p value 0.028, 0.013, 0.017, < 0.001, < 0.001, < 0.003 and < 0.002 respectively. The distribution of APOE genotypes between the two groups are the same. However, there was a significant difference in the allele frequencies, ε2 frequency was significantly higher in case group compared to control group (62.2 % vs. 37.8 %). On bivariate analysis ε2 allele showed 2.50 times to DN risk with p 0.023 while ε4 allele 0.65 times to DN risk. No significant difference in lipid profiles between DN and without nephropathy.
Conclusions. APOE ε2 allele was significantly higher in macroalbuminuria group. These result suggest that ε2 allele may be associated with the development of DN and ε2 allele was risk factor in T2DM patients. There were no correlation between APOE gene polymorphism and lipid profiles.
"
2015
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fachrul Razy
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2002
T58812
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eti Sumartiyah
"Retinopati diabetik merupakan komplikasi mikrovaskular akibat hiperglikemi pada diabetes melitus, komplikasi tersebut memberikan dampak bagi pasien berupa penurunan fungsi penglihatan sehingga dapat mempengaruhi kualitas hidup. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien retiopati diabetik.Metode penelitian ini adalah potong lintang/cross sectional dengan pendekaran observasi analitik.Jumlah responden sebanyak 160 pasien. Hasil penelitian menunjukan bahwa faktor – faktor yang tidak berhubungan dengan kualitas hidup adalah jenis kelamin (p=0,617) dan kepuasan pengobatan (P=0,106). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien retinopati diabetik adalah usia (p=0,002), lama menderita DM (p=0,005), derajat keparahan retinopati diabetik (p=0,0001), stress (p=0,045), dukungan keluarga (p=0,024), status fungsional (p=0,046). Pasien retinopati diabetik yang memiliki usia kurang dari 50 tahun, lama menderita DM lebih dari 10 tahun, derajat DR NPDR) dan dukungan keluarga baik berpeluang mengalami kualitas hidup baik sebesar 40%. Hasil analisis multivariat menunjukan faktor yang paling dominan berhubungan dengan kualitas hidup pasien retinopati diabetik adalah dukungan keluarga dengan nilai OR= 4,172(CI 95%= 1,860; 16,414). Dengan penelitian ini di harapkan dapat menjadi acuan bagi perawat dalam mengembangkan pola asuhan keperawatan pada pasien gangguan penglihatan terkait kualitas hidup pasien.

Diabetic retinopathy is a microvascular complication due to hyperglycemia in diabetes mellitus, this complication affects the patient in the form of decreased visual function so that it can affect the quality of life. The purpose of this study was to identify factors related to the quality of life of diabetic retiopathy patients. The method of this study is cross sectional / cross sectional with an analytic observation approach. The number of respondents was 160 patients. The results showed that factors not related to quality of life were gender (p = 0.617) and treatment satisfaction (P = 0.106). Factors related to the quality of life of diabetic retinopathy patients were age (p = 0.002), duration of DM (p = 0.005), severity of diabetic retinopathy (p = 0.0001), stress (p = 0.045), family support ( p = 0.024), functional status (p
= 0.046). Diabetic retinopathy patients who have a age of less than 50 years, long suffering from diabetes more than 10 years, level of severity is DR (NPDR) and good family support have the opportunity to experience a good quality of life of 40%. The results of multivariate analysis showed that the most dominant factor related to the quality of life of patients with diabetic retinopathy was family support with an OR value of 4.172 (95% CI = 1.860; 16.414). With this research, it is hoped that it can become a reference for nurses in developing patterns of nursing care for vision impaired patients regarding the quality of life of patients
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Affandi
"Diabetes melitus merupakan penyakit kronik dengan tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Salah satu komplikasi yang ditakuti adalah kaki diabetik. Berdasarkan data di RSCM pada tahun 2011 sebanyak 1,3% dari pasien kaki diabetik harus menjalani amputasi. Borkosky dkk (2013) menunjukkan tingginya insidens re-amputasi pada pasien kaki diabetik sebesar 19,8%. Amputasi berulang membutuhkan biaya pengobatan yang tidak murah, selain itu dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas pasien. Oleh karena itu diperlukan suatu penelitian untuk mengetahui faktor-faktor risiko terjadinya re-amputasi pada pasien kaki diabetik.
Penelitian ini adalah deskriptif analitik, didapatkan adanya kecenderungan penurunan jumlah kasus amputasi kaki diabetik di RSCM dari tahun 2009-2015. Level amputasi terbanyak yang dilakukan pada pasien kaki diabetik adalah amputasi minor pada level Ray. Trauma, neuropati perifer, nilai ABI ≤0,9, dan kadar HbA1c ≥7% merupakan faktor risiko terjadinya re-amputasi pada pasien kaki diabetik. trauma merupakan faktor risiko terbesar terjadinya reamputasi pada pasien kaki diabetik (p=0,000; OR 73,842; 95%CI 19,236-283,457). Jika semua faktor risiko tersebut dimiliki oleh pasien maka risiko kumulatif untuk dilakukan re-amputasi sebesar 100%.

Diabetic mellitus is one of chronic diseases with high morbidity and mortality. One of complications of diabetic mellitus is foot diabetic. Based on data in Cipto Mangunkusumo General hospital, in 2011, prevalence of amputation for foot diabetic patients was 1,3%. Borkosky et al (2013) showed high incidence of reamputation among foot diabetic patients 19,8%. Re-amputation is highly cost and can increase morbidity and mortality in diabetic patients. Thus research needs to be done to find out risk factors of re-amputation among foot diabetic patients.
This research showed that foot diabetic amputation cases in RSCM had been decreased from 2009-2015. The most common amputation level was Ray amputation. Foot trauma, peripheral neuropathy, ABI score ≤0,9 and HbA1c level ≥7% are risk factors for re-amputation in foot diabetic patients. Foot trauma was the biggest risk factor for re-amputation in foot diabetic patients (p=0,000; OR 73,842; 95% CI 19,236-283,457). The cummulative risk factor for re-amputation for those who have all the risk factors is 100%.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Sulaeman Markum
Jakarta: UI-Press, 2005
PGB 0217
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
"[Latar Belakang: Diabetes melitus tipe 1 merupakan diabetes yang paling sering ditemui pada anak dan remaja. Diabetes melitus dapat menimbulkan komplikasi makrovaskular dan mikrovaskular. Salah satu komplikasi mikrovaskular dari diabetes melitus adalah retinopati diabetik. Sampai saat ini, belum ada data mengenai prevalens dan faktor yang berhubungan dengan retinopati diabetik di Indonesia.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang menggunakan data sekunder. Jumlah subjek dalam penelitian ini sebesar 68 pasien dan data subjek didapatkan melalui arsip rekam medis pasien diabetes melitus tipe 1 di Poliklinik Endokrinologi Anak RSCM. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah jenis kelamin, usia awitan DM tipe 1, durasi DM tipe 1, riwayat ketoasidosis diabetik, regimen insulin, kontrol glikemik, indeks massa tubuh, dan pubertas, sementara variabel terikatnya adalah kejadian retinopati diabetik.
Hasil: Prevalens retinopati diabetik pada pasien anak dengan DM tipe 1 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo adalah sebesar 7,4%. Dari seluruh variabel bebas yang diteliti, hanya variabel durasi DM tipe 1 yang memiliki hubungan yang bermakna secara statistik (nilai p=0,01).
Kesimpulan: Prevalens retinopati diabetik pada pasien anak dengan DM tipe 1 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo adalah 7,4%. Faktor yang memiliki hubungan bermakna dengan kejadian retinopati diabetik adalah durasi DM tipe 1.
Saran: Penelitian ini dapat menjadi pilot study untuk penelitian mengenai retinopati diabetik kedepannya. Penelitian selanjutnya dapat dilakukan secara kohort atau case control untuk memetakan faktor risiko retinopati diabetik secara jelas. Sistem pencatatan rekam medis harus terus diperbaiki untuk mendukung iklim penelitian di dunia kedokteran Indonesia, Background: Type 1 diabetes mellitus is the most common type of childhood and adolescent diabetes. There are several macrovascular and microvascular complications associated with diabetes mellitus. Diabetic retinopathy is one of the microvascular complications. Until now, there’s no information about prevalence and risk factor of diabetic retinopathy in Indonesia.
Methods: In this secondary data cross sectional study, we collected 68 subjects from Cipto Mangunkusmo Hospital. Subjects’ medical history is collected from Cipto Mangunkusumo Hospital patient’s medical record. Our independent variables are sex, age of DM onset, duration of DM, diabetic ketoacidosis history, insulin regiment, glycemic control, body mass index, and puberty, while the dependent variable is diabetic retinopathy.
Results: Prevalence of diabetic retinopathy among children with type 1 diabetes in Cipto Mangunkusumo Hospital is 7.4%. We found the factor associated with diabetic retinopathy in duration of DM (p=0,01).
Conclusion: Diabetic retinopathy affects about one tenth of type 1 DM patients in Cipto Mangunkusumo Hospital. Duration of DM is associated with diabetic retinopathy in type 1 DM.]"
[, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia], 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indra Wijaya
"Latar Belakang: Sindrom renal-retinal diabetes (SRRD) merupakan koinsidensi nefropati dan retinopati diabetik yang menimbulkan komplikasi serius berupa penurunan kualitas hidup dan peningkatan mortalitas dengan risiko kardiovaskular sebesar 4,15 kali lipat. Sementara itu, angka deteksi dini retinopati dan nefropati masih rendah dan faktor-faktor yang berhubungan dengan SRRD pada penyandang DMT2 di Indonesia belum diketahui.
Tujuan: Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan sindrom renal-retinal diabetes pada DMT2 di RSCM.
Metode: Penelitian ini merupakan studi observasional potong lintang yang dilakukan pada 157 subjek DMT2 berusia > 18 tahun. Data karakteristik subjek didapat dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan foto fundus retina, dan pengambilan sampel darah dan urin. Hubungan antara faktor-faktor yang berhubungan dengan SRRD dianalisis secara bivariat dengan chi square dan multivariat dengan regresi logistik menggunakan Statistical Package for the Social Sciences (SPSS) versi 21.0.
Hasil: Sebanyak 157 pasien terlibat dalam penelitian ini. Prevalensi SRRD adalah 28,7%, dengan rerata usia 56 (27-76) tahun, rerata IMT 25,7 (21,3-33,8) kg/m, median durasi DM 12 (1-25) tahun dengan HbA1c 8,6 (4,8-15,8) %, prevalensi hipertensi 86,7%, prevalensi dislipidemia 91%, 76,4% pasien tidak merokok, 33,3% pasien albuminuria derajat A2 dan 66,7% derajat A3. Pada SRRD, prevalensi derajat nefropati berdasarkan klasifikasi adalah 0% risiko rendah, 13,3% risiko sedang, 20% risiko tinggi, dan 66,7% risiko sangat tinggi dan prevalensi derajat retinopati diabetik adalah 42,2% NPDR, 55,6% PDR, 24,2% DME, dengan angka deteksi dini retinopati dan nefropati adalah sebesar 20% dan 17,8%. Analisis bivariat dan multivariat menunjukkan terdapat hubungan bermakna antara durasi DM (p=0,001) dan albuminuria (p=0,008) dengan kejadian SRRD.
Simpulan: Proporsi SRRD pada penyandang DMT2 cukup tinggi (28,7%) dan pada studi ini, faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian SRRD pada DMT2 adalah durasi DM dan albuminuria.

Backgrounds: Diabetic renal-retinal syndrome (DRRS) is a coincidence of diabetic nephropathy and retinopathy that cause serious complications as decreased quality of life and increased mortality with cardiovascular event risk 4,15 times higher. Meanwhile, early detection rate of retinopathy and nephropathy are still low and associated factors of DRRS among Indonesian type 2 diabetes mellitus (T2DM) patients has not been known.
Objective: To obtain the factors related to DRRS among T2DM patients in Cipto Mangunkusumo hospital.
Methods: This was a cross-sectional study involving 157 T2DM subjects aged 18 characteristics were obtained from anamnesis, physical examination, retinal fundus, and blood and urine sample. Bivariate and multivariate analysis using statistical package for the social sciences (SPSS) version 21.0 was used to analyze the factors related to DRRS.
Results: 157 patients were included in this study. The prevalence of DRRS was 28,7% with median age was 56 (27-76) year old, mean BMI was 25,7 (21,3-33,8) kg/m2, median duration of DM was 12 (1-25) year old and HbA1c 8,6% (4,8-15,8%), prevalence of hypertension was 86,7%, prevalence of dyslipidemia was 91%, 76,4% patients were not smoker, 33,3% patients with albuminuria grade A2 and 66,7% patients with grade A3. In DRRS, the prevalence of nephropathy was classified as 0% low risk, 13,3% moderate risk, 20% high risk, and 66,7% very high risk and the the prevalence of diabetic retinopathy was 42,2% NPDR, 55,6% PDR, 24,2% DME with early detection rate of retinopathy and nephropathy were 20% and 17,8%. Bivariate and multivariate analysis showed significant correlation with duration of DM (p=0,001) and albuminuria (p=0,008) with DRRS.
Conclusions: DRRS proportion in T2DM was high (28,7%) and this study showed that duration of DM and albuminuria were correlated with DRRS.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58926
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Audia Nizhma Nabila
"Latar Belakang: Hiperglikemia kronik pada diabetes akan menyebabkan peningkatan produksi reactive oxygen species ROS yang berkontribusi terhadap progresifitas nefropati. Kurkumin telah terbukti memiliki khasiat renoprotektif pada nefropati diabetik melalui efek antioksidan. Tetapi, kurkumin memiliki kekurangan yaitu, bioavailabilitas rendah, metabolisme lintas pertama yang ekstensif, dan kelarutan yang buruk. Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui efek kurkumin dalam bentuk nanopartikel nanokurkumin terhadap tikus diabetes yang diinduksi Streptozotocine-Nikotinamide terhadap progresifitas nefropati melalui hambatan stress oksidatif.
Metode: Tikus jantan Sprague Dawley diinduksi diabetes melalui pemberian Nikotinamide 100 mg/kg , dilanjutkan dengan Streptozotocine 55 mg/kg , dosis tunggal, intraperitoneal. Kemudian, tikus dibagi menjadi 4 kelompok; normal, DM tanpa treatment, DM treatment kurkumin 100 mg/kg, dan DM treatment nanokurkumin 100 mg/kg, selama 30 hari. Fungsi fisiologis dinilai berdasarkan BB, GDP, dan rasio berat ginjal. Fungsi ginjal dinilai berdasarkan klirens kreatinin, BUN, dan proteinuria. Kerusakan histologis dinilai dari scoring pewarnaan HE. Stress oksidatif diukur dari kadar malondialdehyde MDA dan kadar superoxide dismutase SOD.
Hasil: Meski tidak signifikan, pemberian nanokurkumin menunjukkan efek yang lebih baik daripada pemberian kurkumin berdasarkan parameter SOD, GDP, berat badan, rasio berat ginjal, klirens kreatinin, protein urin, dan gambaran histopatologi. Pemberian nanokurkumin secara signifikan menurunkan kadar BUN.
Kesimpulan: Setelah 30 hari pemberian nanokurkumin 100 mg/kg BB maupun kurkumin dengan dosis sama tidak dapat menurunkan stress oksidatif, namun dapat mencegah progresifitas nefropati diabetikum.

Background: Chronic hyperglycaemia in diabetes leads to the overproduction of reactive oxygen species ROS that these contribute to the development of diabetic nephropathy. Curcumin, has been recently discovered to have renoprotective effects on diabetic nephropathy DN through its antioxidant properties. However, low peroral bioavailability, extensive first pass metabolism, and low solubility is a major limiting factor for the success of clinical utilization of curcumin. The present study was undertaken to examine the effect of curcumin formed in nanoparticles nanocurcumin treatment in Streptozotocine Nicotinamide induced diabetic rat on the progressivity of nephropathy through its stress oxidative inhibition.
Method: Diabetes was induced by Nicotinamide 100 mg kg followed by Streptozotocine 55 mg kg, single dose, intraperitoneal, in male Sprague Dawley rats. Then rats divided into four groups, namely normal, diabetic, diabetic treated with curcumin 100 mg kg, and diabetic treated with nanocurcumin 100 mg kg for 30 days. Physiological function was assessed by body weight, FBG, and kidney weight ratio. Renal function was assessed by creatinine clearance, BUN, and proteinuria. Diabetic renal damage was determined by Hematoxyclin Eosin HE staining. Oxidative stress was measured by renal malonaldehyde MDA level, and superoxide dismutase SOD level.
Result: Although did not significant, nanocurcumin showed better effect than curcumin based on SOD, FBG, body weight, kidney weght ratio, creatinine clearance, proteinuria, and renal histopathological changes. Nanocurcumin showed significant decreases in BUN level.
Conclusion: After 30 days of treatment, both nanocurcumin and curcumin 100 mg kg did not decreases oxidative stress but showed inhibition in progressivity of nephropathy.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>