Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 126067 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wendys Cynthia Ganis
"Penelitian ini membahas mengenai perbuatan melawan hukum dalam hal pengalihan harta warisan yang belum dibagi tanpa persetujuan ahli waris lainnya. Fokus penelitian adalah mengetahui harta warisan sebagai suatu hak milik bersama yang terikat dan melihat apakah perbuatan tergugat sebagai istri dari pewaris yang mengalihkan lima bangunan rumah tanpa persetujuan ahli waris lain adalah perbuatan melawan hukum, dan kemudian mengelaborasi dua fokus di atas untuk melihat apakah putusan hakim telah tepat dilihat dari peraturan perundang-undangan dan teori-teori hukum yang ada. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif. Penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian kepustakaan dengan data sekunder sebagai sumber datanya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbuatan tergugat yang megalihkan hak milik bersama yang terikay merupakan perbuatan melawan hukum, namun mengenai jumlah pemberian ganti rugi yang harus diberikan oleh tergugat kepada penggugat kurang tepat karena apabila tergugat membayar ganti rugi kepada penggugat, tergugat seolah kehilangan haknya terhadap lima bangunan atau rumah tersebut.

This research discusses about the tortious act on the transfer of the inheritance which have not been divided without the consent of the other beneficiaries. The focus of this research is to conversant with inheritance as the property of several persons which bonded and to conclude whether that the defendant act as the beneficiary which transferring five houses without any consent of the other beneficiaries is a tortious act, and then elaborate the two focuses above to look upon the Judge Decision is correct from the existed law regulation and the law theories. Juridical normative is used as the method of the research. This essay, written with literature research with secondary data as the resources of the data. The results of the research shows that the Defendant?s act which transferring the inheritance of several persons which bonded is a tortious act. However, regarding the amount of compensation which has to be given by the Defendant to the Plaintiff is inappropriate since if the Defendant paid the compensation to the Plaintiff, the Defendant make as if the Defendant looses the rights of the five houses."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
S61971
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Isanova Kurnia Sani
"Penyaluran kredit oleh Bank mengandung risiko adanya ketidakmampuan debitur dalam melunasi utangnya, untuk itu pembuatan perjanjian kredit selalu diiringi dengan perjanjian pembebanan jaminan. Hak Tanggungan merupakan salah satu lembaga jaminan yang digunakan oleh Bank untuk menjamin pelunasan utang debitur. Pembebanan jaminan Hak Tanggungan harus dilaksanakan oleh pihak yang berwenang untuk melakukan tindakan hukum atas objek jaminan. Apabila dalam pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) dilakukan tanpa adanya persetujuan dari pihak yang turut memiliki objek jaminan maka akan menimbulkan masalah di kemudian hari. Permasalahan menarik untuk diangkat dalam tesis ini adalah mengenai pengikatan Hak Tanggungan atas tanah harta peninggalan yang dibuat tanpa persetujuan ahli waris dalam kasus putusan Mahkamah Agung Nomor 1228K/PDT/2018.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi keabsahan Akta Pemberian Hak Tanggungan atas harta peninggalan yang dibuat tanpa persetujuan ahli waris, mengetahui tanggung jawab PPAT atas pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) yang cacat hukum, dan mengetahui perlindungan hukum bagi ahli waris terhadap pengikatan hak tanggungan atas tanah harta peninggalan yang dibuat tanpa persetujuan ahli waris. Penelitian ini dilakukan dengan penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif, yaitu dengan cara pengumpulan data yang bersumber dari bahan-bahan kepustakaan dan dengan menganalisis data secara kualitatif. Tipologi penelitian ini adalah deskriptif analitik, dikarenakan penelitian ini menggambarkan masalah yang kemudian dianalisa terhadap peraturan perundang-undangan. Data dalam penelitian ini adalah data sekunder, dengan alat pengumpulan data sekunder melalui studi dokumen.
Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) dalam kasus ini tidak sah karena ketidakwenangan pemberi Hak Tanggungan melakukan tindakan hukum terhadap objek jaminan tanpa adanya persetujuan dari ahli waris. Untuk itu PPAT seharusnya bertanggung jawab atas pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) yang cacat hukum. Selain itu, perlindungan hukum bagi ahli waris dalam kasus ini adalah dalam bentuk preventif dan represif.

Credit disbursement by the Bank carries the risk of the inability of the debtor to repay the debt, for which every credit agreement is always accompanied by a guarantee agreement. Mortgage Guarantee is one of the guarantee institutions used by the Bank to guarantee repayment of debtor debts. The imposition of mortgage guarantee must be carried out by the party authorized to take legal action on the object of guarantee. If the drafting of the Mortgage Guarantee Deed (APHT) is carried out without the consent of the party who also owns the object of guarantee, it will cause problems in the future. An interesting problem to be raised in this thesis is regarding the imposition of mortgage guarantee to inherited land that made without the consent of the heirs in the case of the Supreme Court verdict Number 1228K/PDT/2018.
The purpose of this research is to find out how the validity of the APHT to inherited land that made without the consent of the heir, to know the responsibility of the PPAT that made juridical defect APHT, and to know legal protection for the heirs against the mortgage guarentee imposition to inherited land that made without the consent of the heirs. This research was conducted by the research of normative-juridical, namely by collecting data sourced from literature and by analyzing data qualitatively. This research is conducted using an analytical description type of methods. Data on this research is secondary data gathered using literature studies.
Based on the results of the study it can be concluded that the Mortgage Guarantee Deed (APHT) in this case is invalid because of the inability of the mortgage guarantee giver to take legal action against the object of the guarantee without the consent of the heirs. PPAT while doing their job must be carefully and thoroughly analyze the parties. In addition, legal protection for the heirs in this case is in the form of preventive and repressive measures.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T52730
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adhitya Riefkasari Putri
"Setelah Pewaris meninggal dunia, harta yang dimilikinya beralih secara otomatis kepada ahli warisnya. Ahli waris yang berhak untuk mewaris adalah keluarga sedarah. Meskipun telah dinyatakan pada undang-undang bahwa ahli waris yang sah dari pewarislah yang dapat mewaris, nyatanya masih terdapat juga kasus mengenai penguasaan atas harta warisan oleh pihak lain yang bukan ahli waris. Atas dasar tersebut ahli waris pada kasus Putusan No. 24/Pdt.G/2011/Pn.Lmj, mengajukan gugatan mengenai penguasaan harta warisan yang berupa tanah. Pokok permasalahan yang diangkat adalah mengenai pengaturan hukum waris secara umum, dan penerapan pasal 833 dan 834 KUHPerdata pada kasus diatas, serta apakah sudah tepat putusan yang diberikan majelis hakim. Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif berupa penelitian bahan pustaka, dan data yang dipergunakan adalah data sekunder. Kesimpulan yang didapat adalah bahwa hanyalah ahli waris dari pewaris yang sah yang berhak untuk menguasai dari harta warisan yang diturunkan oleh pewaris, serta atas penguasaan harta warisan oleh pihak ketiga dan segala peralihan hak yang dilakukan olehnya adalah batal demi hukum. Maka agar tidak terjadi kasus yang demikian, dapat dicapai salah satunya dengan memberikan penyuluhan hukum agar masyarakat lebih mengerti mengenai hukum waris, dan juga kerjasama antara para ahli waris untuk melindungi hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang dimilikinya yang dimiliknya.

After the death of the Inheritor, his property left will be automatically transferred to his legal heir. The heirs entitled to the property of inheritance include immediate family members of the inheritors. Even though the law defines that only the legal heirs are entitled to the property, there are cases as to the controll of inheritance property by other parties who are not heirs. On account to this, the heirs to the Decision No. 24/Pdt.G/2011/Pn.Lmj may file claim for the object, which is land, against inheritance to other persons. The subject matter raised is the administration of inheritance law general and the enforcement of Article 833 and 834 Civil Code on the above case and whether the decision passed by the panel of judges correct. This study applied normative method which include literature study where secondary data were employed. The study concluded that only the legal heirs to the legal inheritor are entitled to acquire the property of the inheritor and all control, possession and transfer of inhertitance property by any third party shall be null and void. In order to prevent such a case, legal counseling will be one of effective approaches to provide better understanding of inheritance law and cooperation among the heirs to protect their rights and to fulfill their obligations.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S57086
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Donna Tanumiharja
"Tesis ini membahas tentang hak yang dimiliki oleh ahli waris untuk memperoleh bagian warisan yang menjadi haknya. Hak yang dimaksud adalah hak menuntut hereditatis petitio sesuai Pasal 834 KUHPerdata. Terdapat berbagai macam hak menuntut, sehingga perlu diketahui lebih mendalam mengenai hak menuntut yang dimiliki ahli waris berdasarkan KUHPerdata. Berdasarkan studi kasus: Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 789/PK/PDT/2010 terdapat sengketa waris yang harta warisannya dikuasai salah satu ahli waris, dimana gugatan diajukan oleh para ahli waris berdasarkan hak menuntut yang dimiliki. Metode penelitian normatif digunakan untuk mengkaji permasalahan dikaitkan dengan hukum positif yang berkaitan dengan hukum waris dan mengenai hak menuntut yang dimiliki ahli waris dalam sistem pewarisan. Hak menuntut seorang ahli waris terdiri dari hak menuntut ahli waris secara umum, yaitu hak menuntut bagian warisan dan hak menuntut menguasai harta warisan. Serta terdapat pula hak menuntut kepada sesama ahli waris, seperti hak menuntut terkait anak luar kawin diakui sah, hak menuntut terkait suami atau istri kedua, hak menuntut terkait pihak ketiga yang mewaris berdasar surat wariat, hak menuntut terkait batasan dan larangan dalam pembuatan surat wasiat serta hak menuntut pemisahan pembagian warisan. Proses hukum berdasarkan kasus diajukan tidak hanya berdasarkan 1 satu macam hak menuntut saja, melainkan didasari oleh beberapa macam hak menuntut yang dimiliki oleh ahli waris.

The thesis discussed regarding the rights owned by the heirs to have the inheritance they are entitled. The right is the right to sue hereditas petitio in accordance with the article 834 civil code. There are various kinds of the right to sue, so it is important to explore about the right to suing by the heirs based on civil code. Based on case study Supreme Court Decisions of The Republic of Indonesia Number 789 PK PDT 2010 there are inheritance dispute whose estate of inheritance controlled by one of the heirs, where a lawsuit filled by the heirs based on the possession of the right to sue. Normative research method used to asses the problem associated with positive law relating to inheritance law and about the right to sue by the heirs in the inheritance. The right to sue of an heir consists of the right to sue in general, which is the right to sue inheritance and the right to sue to take control of the estate of inheritance. There were also the right to sue to others heirs, such as related to children outside marriage, the second husband or wife, a testament to a third party, related to boundaries and prohition in making a testament and the right to sue separation the partition of an inheritance. The legacy process submitted not only based on 1 one kind of the right to sue, but based on some sort of the right to sue owned by the heirs.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T46953
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Peranginangin, Effendi
Jakarta: Rajawali, 2013
346.052 PER h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Laurensia Lefina Mulauli
"Di negara Indonesia dikenal adanya pluralisme hukum waris sebagaimana terdapat 3 (tiga) sistem hukum waris yang berlaku, antara lain hukum waris Islam, hukum waris perdata barat, dan hukum waris adat yang beraneka ragam mengikuti sistem kekeluargaan yang dianut oleh masing-masing suku bangsa di masyarakat. Tulisan ini disusun dengan metode penelitian doktrinal dan berfokus pada keberlakuan hukum waris adat Batak. Tulisan ini menganalisis bagaimana penyelesaian sengketa kewarisan yang terjadi pada keluarga Batak saat ini, apakah Majelis Hakim dalam pertimbangan hukumnya masih memberlakukan ketentuan hukum waris adat Batak secara penuh, sebagai masyarakat bercorak patrilineal, yang hanya memberikan bagian waris kepada anak laki-laki saja, atau turut mengindahkan adanya pergeseran nilai waris adat patrilineal dengan turut memberikan bagian waris kepada anak perempuan berdasarkan pada kaidah hukum Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 179 K/SIP/1961 yang mempersamakan kedudukan dan hak ahli waris perempuan dan laki-laki dalam sistem waris adat patrilineal. Pertimbangan Majelis Hakim yang menyetarakan kedudukan laki-laki dan perempuan, serta membagi proporsi warisan secara adil dan merata, dalam beberapa putusan penyelesaian sengketa kewarisan keluarga Batak saat ini, tidak serta merta dapat dikatakan sebagai suatu bentuk peleburan hukum waris adat Batak terhadap konsepsi hukum waris perdata barat yang secara prinsip tidak membedakan kedudukan dan hak ahli waris menurut jenis kelamin. Majelis Hakim tetap memberlakukan hukum waris adat Batak terhadap keluarga berperkara dengan mengindahkan adanya pergeseran nilai waris adat patrilineal sebagaimana kaidah hukum Yurisprudensi MA dengan turut memberikan bagian waris kepada anak perempuan, sebab sistem kekerabatan patrilineal yang dianut oleh masyarakat adat Batak akan selamanya bersifat mengikat secara turun-temurun dan tidak dapat diubah di mana pun masyarakat adat Batak tersebut bertempat tinggal.

In Indonesia, there is known to be a pluralism of inheritance law as there are 3 (three) applicable inheritance law systems, including Islamic inheritance law, western civil inheritance law, and customary inheritance law which varies following the family system adopted by each ethnic group in the community. This paper is prepared with doctrinal research methods and focuses on the enforceability of Batak customary inheritance law. This paper analyzes how to resolve inheritance disputes that occur in Batak families today, whether the Panel of Judges in its legal considerations still applies the provisions of Batak customary inheritance law in full, as a patrilineal society, which only gives a share of inheritance to sons, or also heeds a shift in the value of patrilineal customary inheritance by contributing to giving a share of inheritance to daughters based on legal rules Supreme Court Jurisprudence No. 179 K / SIP / 1961 which equalizes the position and rights of female and male heirs in the patrilineal customary inheritance system. The consideration of the Panel of Judges who equalize the position of men and women, and divide the proportion of inheritance fairly and equitably, in some decisions on the settlement of Batak family inheritance disputes today, cannot necessarily be said to be a form of integration of Batak customary inheritance law to the conception of western civil inheritance law which in principle does not distinguish the position and rights of heirs according to sex. The Panel of Judges continues to apply Batak customary inheritance law to litigant families by heeding the shift in the value of patrilineal customary inheritance as the rule of Supreme Court Jurisprudence law by also giving a share of inheritance to daughters, because the patrilineal kinship system adopted by the Batak indigenous people will forever be binding for generations and cannot be changed wherever the Batak indigenous people live."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Fadra Suhendra
"Hukum waris merupakan suatu hukum yang mengatur mengenai ketentuan, proses, syarat, serta prinsip dalam hal beralihnya harta kekayaan yang ditinggalkan oleh seseorang yang telah meninggal dunia kepada ahli warisnya atau disebut juga sebagai proses kewarisan. Dalam proses kewarisan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), dikenal suatu istilah penggantian (bijplaatsvervulling) terhadap kedudukan ahli waris yang telah meninggal dunia mendahului pewaris. Pihak yang melakukan penggantian terhadap kedudukan ahli waris yang telah meninggal dunia disebut sebagai ahli waris pengganti. Adapun yang berhak untuk menjadi ahli waris pengganti adalah keturunan yang sah dari pewaris serta keluarga dengan hubungan terdekat dengan pewaris. Permasalahan yang akan dibahas adalah bagaimana ketentuan pembagian hukum waris terhadap harta peninggalan yang ditinggalkan oleh pewaris, bagaimana ketentuan hukum tentang penggantian dalam perhitungan bagian kewarisan, dan apakah isi amar putusan yang telah ditetapkan oleh hakim dalam putusan Nomor 973/Pdt.G/2021/PN Sby dan putusan No. 36/Pdt.G/2021/PN Mks telah sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pada penelitian ini, penulis akan menjawab permasalahan tersebut dengan pendekatan yuridis-normatif dengan menggunakan data-data yang diperoleh berdasarkan hasil studi kepustakaan serta menelaah ketentuan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) terkait proses kewarisan dan tindakan penggantian dalam kewarisan. Hasil analisis menunjukkan bahwa dalam putusan No. 973/Pdt.G/2021/PN Sby dan dalam putusan No. 36/Pdt.G/2021/PN Mks tidak terjadi suatu peristiwa tindakan penggantian terhadap ahli waris yang meninggal dunia hal ini disebabkan tindakan penggantian tidak dapat terjadi terhadap ahli waris yang masih hidup dan penggantian hanya dapat dilakukan oleh keturunan yang sah daripada pewaris, amar putusan hakim adalah tidak sesuai karena istri bukanlah pihak yang dapat melakukan tindakan penggantian

The process of transferring assets from a decedent's estate to their heirs, commonly referred to as the inheritance process, is governed by inheritance law. The term for replacement (bijplaatsvervulling) in the inheritance process, according to the Civil Code (KUH Perdata), is known for the position of the heir who has passed away in the world where the heir is located. The person who assumes the role of the deceased heir is known as the substitute heir. The legal descendants of the heir and the family with the heir's closest ties are eligible to become substitute heirs. What are the legal requirements for replacement in calculating the inheritance portion, what are the legal provisions regarding replacement in determining the inheritance portion, and what are the contents of the verdict that the judge has determined in decisions No. 973/Pdt.G/2021/PN Sby and No. 36/Pdt.G/2021/PN Mks comply with the requirements stipulated in the Civil Code are the topics that will be discussed. By reviewing the regulations outlined in the Civil Code (KUH Perdata) addressing the process of inheritance and replacement of heritage, the author of this study will address these issues using a juridical-normative approach applying data based on the findings of literature studies. The analysis results indicate that there was no event of replacement action for heirs who passed away in decisions No. 973/Pdt.G/2021/PN Sby and No. 36/Pdt.G/2021/PN Mks because replacement actions cannot take place for heirs who are still alive and replacement can only be carried out by legitimate descendants rather than heirs. The judge's decision is also inappropriate because the wife is not a person that can take replacement action"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mursalih
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1993
S20591
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"The Decision Number 329K/AG/2014 on case of cassation claimed by AM to the Supreme Court is a legal action taken to get hold of the 'itsbat' of her siri marriage with Almarhum M and fulfillment of her son's MIR status and inheritance rights from Almarhum M. In fact, the consideration of the judges on the decision to deny the claim is thought-provoking. The issues are discussed in the analysis concerns about how the judges' consideration and the implication of the decision number 329K/AG/2014 are, as well as alterntive legal resolution to other similar cases. This analysis applies to normative legal research methods, and through by critical-analytical literature-based research. Data collecting are done by documentation and qualitative analysis. The analysis of the problem is divided into three sections: the analysis of the decision, the polemic of siri marriage, and several suggested legal alternatives. To conclude, firstly, the Supreme Court declines the 'isbat' of the marriage Law of 1974, and thus MIR has failed to obtain his rights of inheritance from the deceased Almarhum M; secondary, as the solution, the alternative legal resolution that could be pursued is the renewal of the regulation regarding the issue of 'itsbat' of marriage through judicial review of the letters a number 22 in the the Elucidation of Article 49 Paragraph (2) of the Religious Courts Law of 2006, or the judge may give 'wasiat wajibah.'"
JKY 8:1 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Tazkiya Al Bariyyah
"Indonesia memiliki beragam masyarakat, keberagaman tersebut termasuk perbedaan agama dalam lingkup keluarga. Dalam hukum kewarisan Islam, perbedaan agama menjadi penghalang mewaris, lalu bagaimana pengaturan hak waris bagi ahli waris yang berbeda agama dengan pewaris menurut hukum kewarisan Islam dan bagaimana ketentuan penolakan menerima bagian warisan menurut hukum kewarisan Islam serta peran Notaris dalam pembuatan akta penolakan menerima bagian warisan oleh ahli waris yang berbeda agama dengan pewaris berdasarkan hukum kewarisan Islam. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif. Jenis data yang digunakan yaitu data sekunder dan alat pengumpulan data dengan studi kepustakaan, sedangkan metode analisis menggunakan metode kualitatif. Pengaturan hak waris bagi ahli waris yang berbeda agama dengan pewaris menurut hukum kewarisan Islam adalah seorang anak yang memiliki keyakinan yang berlainan dengan orang tuanya tidak dapat menjadi ahli waris karena terhalang untuk mewaris. Penolakan menerima bagian warisan yang dilakukan oleh anak yang berlainan agama tidak perlu dilakukan, karena tanpa menolak pun anak yang berlainan agama tidak berhak untuk mewaris dan tidak memiliki kewajiban untuk menyelesaikan urusan-urusan pewaris. Terlebih lagi dalam hukum kewarisan Islam tidak dikenal adanya penolakan warisan. Pembuatan akta penolakan menerima bagian warisan oleh ahli waris yang beda agama dengan pewaris yang dibuat oleh Notaris sebenarnya tidak memiliki kekuatan hukum, karena pembuatan akta penolakan bertentangan dengan Pasal 171 huruf c Kompilasi Hukum Islam dan tidak memenuhi syarat-syarat yang ditentukan Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Indonesia has a diverse society, such diversity including religious differences within the family circle. In Islamic inheritance law, religious differences become a barrier inherit, and how settings inheritance rights for the heirs of a different religion heir according to the laws of inheritance Islam and how the provisions of rejection receive an inheritance according to the inheritance law of Islam and the role of Notary in deed refusal receive inheritance by heirs of a different religion heir by Islamic inheritance law. This reserach uses normative. Data used is secondary data and data collection tools to the study of literature, whereas the method of analysis using qualitative methods. Settings inheritance heirs rights of a different religion heir according to Islamic inheritance law is a child who has a different religion by parents could not be heir because it obstructed to inherit. Rejection receive inheritance done by children of different religions need not be done, because without rejecting any children of different religions are not entitled to inherit and have no obligation to settle the affairs of the deceased. Moreover, in Islamic inheritance law is not known their rejection of the inheritance. Deed refusal receive inheritance by the heirs of the different religions to the deceased Notary actually has no legal force, because the deed refusal contrary to Article 171 letters c Compilation of Islamic law and does not meet the requirements provided for in Article 1868 Law Civil Code.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T46895
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>