Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 221974 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Safiera Nadya Utama
"ABSTRAK
Tulisan ini menjelaskan tentang strategi proses lobi yang dilakukan oleh kelompok NetCoalition sebagai upaya menggagalkan legislasi Stop Online Piracy Act (SOPA) dan Preventing Online Threats to Economic Creativity and Theft of Intellectual Property Act (PIPA)di Amerika Serikat pada tahun 2011-2012. Melalui studi ini penulis penulis menggunakan teori kelompok kepentingan menurut Janda, Berry dan Goldman untuk menganalisis empat macam strategi lobi yang digunakan NetCoalition yaitu lobi langsung, lobi secara grassroot, membangun koalisi, dan kampanye informasi serta dampak dari keempat strategi lobi tersebut. Berdasarkan hasil penelitian penulis, kampanye informasi yang dilaksanakan NetCoalition merupakan strategi lobi yang memiliki dampak paling besar terhadap legislasi Stop Online Piracy Act (SOPA) dan Preventing Online Threats to Economic Creativity and Theft of Intellectual Property Act (PIPA) yang pada akhirnya tidak lolos menjadi undang-undang.

ABSTRACT
This study attempts to analyze the lobbying strategy done by NetCoalition in an attempt to stop the legislation Stop Online Piracy Act (SOPA) and Preventing Online Threats to Economic Creativity and Theft of Intellectual Property Act (PIPA) in the US in 2011-2012. Through this study the author uses the theory of interest groups according to Janda, Berry and Goldman. This theory helps to analyze four different lobbying strategies used by NetCoalition namely direct lobbying, grassroots lobbying, coalition building, and information campaigns as well as the impact of all four lobbying strategy.Based on the results of the study, the author concurs that the information campaign conducted by NetCoalition have the greatest impact on the legislation Stop Online Piracy Act (SOPA) and Preventing Online Threats to Economic Creativity and Theft of Intellectual Property Act (PIPA), which ultimately did not pass into law.
"
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
S62688
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Raihan
"Pada tahun 2021, Presiden Joko Widodo menanda tangani Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu Dan/Atau Musik. Dikarenakan beberapa peraturan yang dinilai bermasalah, berselang 5 bulan kemudian, Aliansi Musisi dan Pencipta Lagu Indonesia atau AMPLI resmi berdiri dan secara tegas menolak PP No. 56 Tahun 2021. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik wawancara mendalam guna meraih data primer, dan mengurasi data sekunder melalui peraturan, situs daring dan media sosial. Penelitian ini mengidentigikasi AMPLI sebagai kelompok kepentingan menggunakan konsep dari Janda, Berry, Goldman & Hula (2011), pembentukan kelompok politik dengan Disturbance Theory oleh Truman (1951), dan strategi kelompok kepentingan menggunakan konsep lobbying dari Keefe, Abraham, Flanigan, Jones, Ogul & Spanier (1983). Temuan dari penelitian sejauh ini mengidentifikasi bahwa AMPLI sebagai kelompok kepentingan telah melakukan strategi direct & indirect lobbying. Indirect lobbying sendiri terbagi menjadi 4 (empat) kategori: grassroots lobbying, constituent pressures, political campaign, dan citizen participations, di mana AMPLI menjalankan keempat indirect lobbying tersebut sebagai strateginya. Akan tetapi direct lobbying yang dilakukan oleh AMPLI kurang optimal karena tidak memiliki kontak langsung dengan legislator terkait. Kemenkumham beserta DJKI kemudian merevisi dan menerbitkan Permenkumham No. 9 Tahun 2022 sebagai Peraturan Pelaksanaan PP No. 56 Tahun 2022 yang baru dan telah memenuhi tuntutan AMPLI meski secara parsial, karena AMPLI bukan satu-satunya faktor penyebab Permenkumham No. 20 Tahun 2021 direvisi.

In 2021, President Joko Widodo signed Government Regulation of the Republic of Indonesia (PP) Number 56 of 2021 concerning Management of Song and/or Music Copyright Royalties. Due to several regulations that were considered problematic, five months later, the Alliance of Indonesian Musicians and Songwriters or AMPLI was officially established and firmly rejected PP No. 56 of 2021. This research uses a qualitative method with in-depth interview techniques to collect primary data, and curate secondary data through regulations, online sites and social media. This study identifies AMPLI as an interest group using the concept of Janda, Berry, Goldman & Hula (2011), formation of political groups with Disturbance Theory by Truman (1951), and interest group strategy using the concept of lobbying from Keefe, Abraham, Flanigan, Jones, Ogul & Spaniers (1983). The findings from the research so far identify that AMPLI as an interest group has carried out a direct & indirect lobbying strategy. Indirect lobbying itself is divided into 4 (four) categories: grassroots lobbying, constituent pressure, political campaigns, and citizen participation, where AMPLI implements these four indirect lobbies as its strategy. However, direct lobbying by AMPLI was not optimal because AMPLI did not have direct contact with the relevant legislators. Kemenkumham and DJKI then revised and published Permenkumham No. 9 of 2022 as the new Implementing Regulation of PP No. 56 of 2022 and has fulfilled AMPLI's demands even if partially, because AMPLI is not the only factor causing Permenkumham No. 20 of 2021 revised."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annur Hanggiro
"ABSTRAK
Pembajakan film menjadi lazim seiring tersebarnya akses Internet yang menjadi semakin umum
di seluruh dunia. Akses pengunduhan film ilegal menjadi lebih mudah bagi pengguna Internet
dengan adanya protokol P2P dan situs online streaming. Oleh sebab itu industry perfilman lah
yang dirugikan atas perkembangan dan maraknya pembajakan film. Penelitian ini sebertujuan
untuk menganalisa Undang-undang (UU) kekayaan intelektual (IP) yang berkaitan dengan film
dan meninjau kemungkinan solusi untuk masalah ini. Ulasan hukum dan tinjauan pustaka
dilakukan beserta dengan pembagian kuesioner. Hal ini ditemukan bahwa ketatnya UU Kekayaan
Intelektual di sebuah negara berkontribusi dalam melindungi industri dari pembajakan serta
inovasi dari perusahaan jasa streaming dapat menyediakan platform baru bagi industri perfilman
untuk mengubah model bisnis mereka

ABSTRACT
Movie piracy becomes prevalent as the Internet becomes common all over the world. Means of
accessing illegal movies are becoming easier for wide population to access such as the P2P
protocols and streaming websites. The developments of the above contribute to incongruences in
the motion picture industry, as they are the ones who bear the disadvantages from movie piracy.
This study thus aims to analyze the Intellectual Property (IP) Law related to motion picture and
review possible solutions to these problems. Reviews of the laws and literature were conducted
and questionnaires were distributed. It is found that stringent Intellectual Property contribute in
protecting the industry from piracy as well as innovation from streaming services company can
provide new platform for the industry to modify their business model."
2016
S65107
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Barizah
"ABSTRAK
Hak Kekayaan Intelektual (HKI) merupakan salah satu subyek perdagangan yang sangat penting, tidak hanya di era globalisasi, tetapi juga di era regionalisasi. Dalam regional ASEAN, pentingnya perlindungan HKI telah membuat negara-negara anggota menyepakati Kerangka Perjanjian Kerjasama Kekayaan Intelektual tahun 1995, setahun setelah disepakatinya Perjanjian yang terkait dengan Hak Kekayaan Intelektual (TRIPs) yang diprakasai Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Tulisan ini mendiskusikan perkembangan terakhir Kerangka Perjanjian Kerjasama tersebut dalam rangka mengharmonisasikan HKI di wilayah ASEAN yang meliputi, tujuan, prinsip-prinsip dasar, dan beberapa ketentuan penting. Kemudian, tulisan ini menguji apakah perkembangan hukum HKI yang sangat cepat di ASEAN digerakkan oleh Kerangka Perjanjian Kerjasama ini atau karena deadline negara-negara anggota ASEAN untuk menyesuaikan dengan kewajiban-kewajiban yang disepakati dalam Perjanjian TRIPs. Tulisan ini juga menguji apakah kerja sama ekonomi regional dalam Perjanjian Perdagangan Bebas (FTA) - ASEAN dengan negara mintra dagangnya memberikan perhatian khusus pada issue HKI. Dengan mempertimbangkan hukum nasional mengenai HKI di negara-negara anggota ASEAN yang berbeda-beda levelnya, and perkembangannya yang terakhir, dapat disimpulkan bahwa Kerangka Perjanjian Kerjasama HKI ini cukup ambisius. Kelompok kerja yang dibentuk telah sukses mengembangkan draft tentang pengisian formulir aplikasi regional untuk pendaftaran HKI, tetapi perkembangan diperkenalkannya sistem ini masih sangat lambat sekali.
ABSTRAK
Intellectual Property Rights (IPR) is one of the most important subjects of trading, not only in the era of globalism, but also in this era of regionalism. In the regional ASEAN, its significant of IPR protection has made Member Nations introduced ASEAN Framework Agreement on Intellectual Property (IP) Cooperation in 1995, a year after the conclusion of the Trade-related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs) Agreement of the World Trade Organization (WTO). This paper discusses the current development of this Framework in the light to harmonise Intellectual Property (IP) laws in the region, covering the objectives, the basic principles, and some substantial provisions. Then, it examines whether fast pace of IP laws development in ASEAN have been mainly driven by this Framework Agreement or the countriess deadline to comply with the TRIPs obligations. This paper also examines whether the regional economic cooperation of ASEAN Free Trade Agreement (FTA) with their trading partners pay a specific attention to the issue of IPR. By taking into account the different level of national IPRs laws, and its current development, it can be concluded that the ASEAN framework on IP Cooperation is rather ambitious. The Working Groups succeeded in developing draft on regional filing forms for IP registration, but the progress in the introduction of the system has been very slow."
Depok: University of Indonesia, Faculty of Law, 2017
340 UI-ILR 7:1 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Bainbridge, David
Harlow, England: Pearson - Longman, 2002
346.048 BAI i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ritu R. Sharma
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2004
347.052 RIT p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Eastaway, Nigel
London: Sweet & Maxwell, 2008
346.048 INT
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Caenegem, William van
[Place of publication not identified]: Bond University Law School, 1994
346.04 CAE i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"Summary: The Handbook brings together scholars from around the world to address the global significance of, controversies over and alternatives to intellectual property today. A major statement in a booming field of study"
London: SAGE Publications, 2015
346.048 SAG
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
McJohn, Stephen M., 1959-
New York: Wolters Kluwers, 2015
346.7 MCJ i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>