Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 219838 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jason Octavio Tigris
"Seiring dengan perkembangan teknologi informasi, banyak negara yang menggunakan teknologi dalam melaksanakan mekanisme pendaftaran tanah. Skripsi ini membahas mengenai prospek penerapan teknologi informasi dalam sistem pendaftaran tanah di Indonesia. Pembahasan pertama adalah mengenai sejarah singkat dan sistem pendaftaran tanah di Indonesia beserta contoh mekanisme pendaftaran tanah konvensional. Pembahasan kedua adalah mengenai sejarah dan sistem pendaftaran tanah di Belanda dan Korea Selatan dan bagaimana mekanisme pendaftaran tanah di kedua negara tersebut yang sudah dilaksanakan dengan bantuan teknologi informasi. Pembahasan terakhir adalah mengenai perbandingan kondisi pendaftaran tanah di Indonesia dan kedua negara tersebut, dampak, implikasi dan hambatan dari penerapan teknologi informasi dalam sistem pendaftaran tanah di Indonesia.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji bagaimana prospek dan kesiapan dari penerapan teknologi informasi dalam pendaftaran tanah di Indonesia baik dari sisi hukum maupun sisi nonhukum. Penilitian ini menggunakan metode penelitian normatif empiris dimana data penelitian ini sebagian besar diperoleh melalui studi kepustakaan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat beberapa hambatan yang dihadapi dalam penerapan teknologi informasi ke dalam sistem pendaftaran di Indonesia. Kedua negara yang telah berhasil menerapkan teknologi informasi tersebut bekerja melalui perencaanan yang mendalam dan bertahap untuk menjamin kesuksesan penggunaan teknologi informasi dalam sistem pendaftaran tanah masing-masing negara tersebut.

With the constant development of information technology, many countries are using technology to assist the mechanism of land registration. This thesis discusses the prospects for the application of information technology in Indonesia?s land registration system. The first discussion is about a brief history and land registration system in Indonesia along with examples of conventional land registration mechanism that is currently being used. The second discussion is about the history and land registration system in Netherlands and South Korea respectively and how the mechanism of land registration in those two countries have been carried out with the help of information technology. The final part is a comparison between land registration condition in Indonesia and both countries, the impact, implications and constraints of the application of information technology in land registration system in Indonesia.
This study aims to examine how the prospects and readiness of the applitcation of technology in Indonesia's land registration system both in legal and non-legal terms. This research uses normative empirical methods where most of the data is acquired through library research.
The results showed that there are some obstacles encountered in the application of information technology into the Indonesia?s land registration system. The two countries that have successfully implemented the information technology in their respective land registration system done it through extensive research and planning to ensure the success of technology usage.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2016
S62590
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lee, Dong Ah
"Karena adanya teknologi finansial yang semakin berkembang, yang berarti perpaduan keuangan dan teknologi, telah menyebar di industri keuangan, berbagai perubahan telah diantisipasi, seperti munculnya jenis layanan keuangan dan perusahaan keuangan. Menyediakan layanan keuangan, seperti pembayaran, pengiriman uang, dan pialang, perusahaan pembiayaan itu telah menyediakan, kepada perusahaan telekomunikasi dan perusahaan IT baru dengan cara baru. K-bank, Bank Kakao, dll. Kami telah bekerja pada pengembangan teknologi baru, bentuk-bentuk baru dari jasa keuangan dan produk seperti bio-sertifikasi, robot-penasihat, internet banking. Di seluruh dunia, PinTech menarik perhatian sebagai mesin pertumbuhan baru industri keuangan bersama dengan revolusi industri ke-4 dan pasar diperkirakan akan tumbuh menjadi sekitar 800 triliun won pada 2017 Gartner, 2016. Namun, konvergensi teknologi dan keuangan berarti bahwa layanan keuangan secara dramatis.

As the Financial technology, which means the fusion of finance and technology, has been spreading in the financial industry, a variety of changes have been anticipated, such as the emergence of new types of financial services and financial companies. Providing financial services, such as payment, remittance, and brokerage, that the finance company has been providing, to telecommunication companies and new IT companies in new ways. With the development of new technology, new forms of financial services and products such as bio certification, robot advisor, internet banking led by non financial companies such as K bank, kakao bank, etc. Worldwide, financial technology is attracting attention as a new growth engine of the financial industry along with the 4th industrial revolution and the market is expected to grow to about 800 trillion Korean won by 2017 Gartner, 2016. However, the convergence of technology and finance generally means that existing services in the financial sector are dramatically streamlining or new financial services are emerging."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arif Budijanto
"ABSTRAK
Konsep TIK hijau telah diadopsi oleh banyak negara di dunia. Tidak kurang dari lembaga internasional seperti ITU, ISO dan ETSI misalnya, menaruh perhatian yang sangat besar pada penyebaran ?virus? konsep TIK hijau ke seluruh penjuru dunia. Negara-negara maju di dunia, khususnya industri telekomunikasi mereka, sangat gencar menerapkan konsep TIK hijau dalam praktek bisnis mereka. Korea Selatan misalnya, menjadikan konsep TIK hijau sebagai gaya hidup (life style) keseharian masyarakatnya. Dengan tele-working (green by ICT), bisa mengurangi emisi gas buang CO2 hingga 97%. Bagaimana dengan Indonesia?
Ketiadaan perangkat peraturan perundangan di sektor telekomunikasi di tanah air yang mewajibkan para penyelenggara layanan telekomunikasi untuk menerapkan konsep TIK hijau dalam praktek bisnis mereka adalah merupakan salah satu faktor utama terhambatnya usaha mewujudkan masyarakat TIK Hijau di Indonesia. Dengan menerapkan konsep TIK hijau maka Indonesia akan mampu mengurangi konsumsi energi, mengurangi ketergantungan pada energi impor, membangun kemandirian teknologi TIK hijau, membangun sistem manajemen lingkungan, sistemisasi gaya hidup untuk menerapkan penghematan energi, membangun dasar pertumbuhan hijau (green growth) dan menciptakan lapangan kerja. Jadi, adanya peraturan perundangan yang mewajibkan para penyelenggara layanan telekomunikasi di tanah air untuk menerapkan konsep TIK hijau dalam praktek bisnis mereka adalah sebuah keniscayaan.

ABSTRACT
The concept of green ICT has been adopted by many countries in the world. International organizations such as ITU, ISO and ETSI, paying great attention to the spread of green ICT concept ?virus? throughout the world. In well developed countries in the world, especially those of the telecommunications industries utilized the green ICT concept in their business practices very intensely. South Korea for example, they makes the concept of green ICT as a way of life (life style). For instance, by using tele-working (green by ICT), it can reduce CO2 emissions by 97%. How about Indonesia?
The absence of legal regulations in the telecommunications sector in the country which require telecommunications service providers to utilize the green ICT concept in their business practices is one of the major factors hampering efforts to realizing the green ICT society in Indonesia. By utilizing the concept of green ICT then Indonesia will be able to reduce energy consumption, to reduce dependency on imported energy, to build self-reliance of green ICT technologies, to build the environmental management system, create a lifestyle systemization to implement energy savings, to build green growth foundation and create jobs. Thus, the existence of laws that require telecommunication service providers in the country to utilize the green ICT concept in their business practices is a necessity.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
T33303
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Nafisah
"Waralaba adalah suatu metode pendistribusian barang dan jasa yang pelaksanaannya diatur dalam perjanjian waralaba antara pemberi waralaba dan penerima waralaba. Di Indonesia, waralaba diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor PM 53 / M-DAG / PER / 8/2012 Tahun 2012 tentang Waralaba. Sedangkan di Korea Selatan, waralaba telah diatur dalam undang-undang, yaitu Fair Transaction in Franchise Business Act No.15610 dan juga keputusan penegakan hukum atas Enforcement Decree of The Fair Transactions in Franchise Business Act No.28471. Penelitian ini menggunakan metode hukum komparatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat persamaan dan perbedaan pengaturan perjanjian waralaba antara Indonesia dan Korea Selatan. Hasil penelitian ini menyarankan agar regulasi waralaba dibuat menjadi undang-undang dengan ketentuan yang lebih detail dan tidak diatur.

Franchising is a method of distributing goods and services, the implementation of which is regulated in a franchise agreement between the franchisor and the franchisee. In Indonesia, franchising is regulated in Government Regulation Number 42 of 2007 concerning Franchising and Regulation of the Minister of Trade Number PM 53 / M-DAG / PER / 8/2012 of 2012 concerning Franchising. Whereas in South Korea, franchising has been regulated in law, namely the Fair Transaction in Franchise Business Act No.15610 and also the law enforcement decision on the Enforcement Decree of The Fair Transactions in Franchise Business Act No.28471. This study uses a comparative legal method. The results showed that there are similarities and differences in franchise agreement arrangements between Indonesia and South Korea. The results of this study suggest that franchise regulations be made into laws with more detailed and unregulated provisions."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Han, Sin Bee
"Kepentingan kesehatan bagi manusia menjadi sangat penting. Sehingga perlindungan kesehatan bukan lagi hanya tanggungjawan seorang namun hal ini sudah menjadi kewajiban negara untuk mempromosikan kesehatan masyarakat dengan menyelenggara program Jaminan Kesehatan Nasional. Penelitian ini bertujuan untuk membahas tentang peran jaminan kesehatan nasional sebagai pemenuhan kewajiban negara di Korea Selatan dan Indonesia berdasarkan undang-undang dasar dari negara masing-masing. Persamaan dan perbedaan antara Jaminan Kesehatan Nasional di Korea Selatan dan Indonesia dari segi komponen kunci untuk Cakupan Kesehatan Universal (Universal Health Coverage) yaitu, pesertaan, pembayaran iuran dan manfaat jaminan adalah pembahasan dalam penelitian ini.
Penelitian ini adalah penelitian normative yang menggunakan studi dokumen dan undang-undang terkait Natioinal Helath Insurance Act dari Korea selatan dan Undang-undang No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Antara kesamaan dan perbedaan yang signifikan, kepersertaan Warga Negara Asing dalam jaminan kesehatan nasional di Korea Selatan lebih luas daripada di Indonesia. Hasil penelitian ini merekomendasikan unutk menubah pasal 1 ayat (4) Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2013 untuk memperluas kepersertaan WNA sebagai peserta Jaminan Kesehatan Nasional di Indonesia dan memberikan kepastian hukum kepadanya.

The importance of health to people is increasing. Thus protection of health is no longer duty of individual rather it has become an obligation of state to promote the public health by providing National Health Insurance. This research aims to discuss about role of national health insurance as fulfillment of state obligation in South Korea and Indonesia based on the Constitution of each state. The similarities and differences between National Health Insurance in South Korea and Indonesia in respect to key components of achieving Universal Health Coverage that are membership, contribution payment and insurance benefits are another discussion in this research.
This research is categorized as normative research which uses document study on the National Health Insurance Act, Law No. 40 of 2004 on National Social Insurance System, and other prevailing laws and regulations. Significant similarities and differences are found from the research, among others, broader scope of membership of NHI in regards to eligibility of foreigners compared to JKN. The result of this research concludes that amendment of article 1 paragraph (4) of Presidential Decree No. 12 Year 2013 is necessary for expanding the scope of membership to foreigners and provides more legal certainty.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S65947
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lee, Chae Bin
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kewenangan dan sistem yang dimiliki Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam menjalankan tugas pengaturan dan pengawasan perbankan, serta membandingkan pengaturan dan sistem pengawasan perbankan antara OJK di Indonesia dengan Financial Supervisory Service (FSS) di Korea selatan, persamaan dan perbedaan pengawasan terhadap keuangan yang dilakukan oleh OJK dan FSS.Perbandingan dalam penelitian ini ditinjau melalui kewenangan lembaga dalam menjalankan tugas pengaturan dan pengawasan perbankan di negaranya, mengenai independesi lembaga, dan mengenai hubungan anatara lembaga pengawas tersebut dengan bank sentral di negaranya masing-masing dengan cara memperdalami sistem pengawasan perbankan yang mencakup aspek regulasi, penegak hukum, sarana prasarana, dan masyarakat (bank) serta mengenai analysis terhadap efektivitas pengawasan keuangan dilakukan oleh negara masing-masing.
Jenis penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif yang bersifat deskritif. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan dan pendekatan perbandingan. Dari penelitian ini akan diketahui bahwa OJK dan FSS melakukan penganwasan kueangan dengan pengawasan langsung dan tidak langsung, dan akan terdapat perbedaan yang signifikan diantara keduanya terkait dengan memperdalami sistem pengawasan perbankan yang mencakup aspek regulasi, penegak hukum, sarana prasarana, dan masyarakat (bank).

This thesis aims to identify the authority and the system of Otoritas Jasa Keuangan (OJK) in the banking supervision regulatory system as well as to provide comparison on the banking regulatory and supervisory system conducted by OJK in Indonesia and Financial Supervisory Service (FSS) in South Korea, the differences and the similarities identified throughout the analysis between OJK and FSS. The comparison of this research focuses on the Financial Service Authority in carrying out the banking regulatory and supervisory system of each country, namely the independency of the agency, and the relation between supervisory agency with the central banks of each country as well as the effectiveness of financial supervision conducted by each country.
The research method of this paper is normative-descriptive method. Statue approach and comparative approach are used for the research which mainly focuses on the legislation and the comparison. This research is expected to clarify the significant differences between the countries by elaborating the banking supervisory system in the aspect of regulatory system, law enforcement, infrastructure and community (bank).
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S69278
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dante Deva Daniswara
"Munculnya fenomena perkembangan Peer-to-Peer Lending yang merupakan buah dari pesatnya perkembangan di bidang teknologi informasi dan komunikasi merupakan inovasi teknologi di sektor keuangan yang membutuhkan rezim pengaturan yang dapat menjamin kepastian hukum dan memenuhi rasa keadilan terhadap para pemangku kepentingan di industri tersebut. Skripsi ini bertujuan untuk meneliti kelebihan dan kekurangan rezim pengaturan Peer-to-Peer Lending di Indonesia dengan cara membandingkannya dengan rezim pengaturan di Korea Selatan. OJK sebagai pemegang kekuasaan pengaturan dan pengawasan di sektor jasa keuangan telah mengeluarkan POJK No. 10/POJK.05/2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi sebagai payung hukum penyelenggaraan Peer-to-Peer Lending di Indonesia. Investor sebagai salah satu pemangku kepentingan dalam industri tersebut tentu membutuhkan adanya perlindungan hukum untuk menjamin kepentingannya. Substansi dari peraturan yang telah diterbitkan OJK menjadi bahan kajian utama dalam tulisan ini. Korea Selatan menjadi negara pembanding karena memiliki peraturan khusus di tingkat undang-undang yang mengatur mengenai Peer-to-Peer Lending. Perbedaan pendekatan masing-masing negara dalam mengatur industri Peer-to-Peer Lending tentu tidak dapat dilepaskan dari politik hukum ekonomi yang dianut di masing-masing negara. Dengan demikian, tiap-tiap negara memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing dalam pengaturannya itu. Penelitian ini memberi saran untuk pihak pembuat regulasi di Indonesia agar dapat meneladani dan mencontoh langkah negara lain yang lebih memperkuat perlindungan investor.

The emergence of Peer-to-Peer Lending as a phenomenon and a clear sign of development which is the result of rapid progress in the field of information and communication technology is a technological innovation in the financial sector that requires a regulatory regime that can guarantee legal certainty and fulfill a sense of justice for stakeholders in the industry. This thesis aims to examine the advantages and disadvantages of the Peer-to-Peer Lending regulatory regime in Indonesia by comparing it with the regulatory regime in South Korea. OJK as the holder of regulatory and supervisory powers in the financial services sector has issued POJK No. 10/POJK.05/2022 concerning Information Technology-Based Co-Funding Services as a legal umbrella for Peer-to-Peer Lending in Indonesia. Investors as one of the stakeholders in the industry certainly need legal protection to guarantee their interests. The substance of the regulations issued by OJK is the main study material in this paper. South Korea is the country of comparison because it has special regulations at the level of laws governing Peer-to-Peer Lending. Differences in the approach of each country in regulating the Peer-to-Peer Lending industry cannot be separated from the economic legal politics adopted in each country. Thus, each country has its own advantages and disadvantages in this arrangement. This research provides suggestions for regulators in Indonesia to emulate and copy the steps of other countries to further strengthen investor protection."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chong, Sung Kim
"Penegakan hak-hak tersangka merupakan hal yang penting dalam suatu proses pemeriksaan perkara pidana untuk menciptakan keadilan dan kesamaan di hadapan hukum. Selain hak-hak tersangka, pemberian bantuan hukum kepada tersangka yang tidak mampu juga memberikan akses kepada keadilan. Hak-hak tersangka dan bantuan hukum diberikan tidak hanya pada tersangka yang merupakan warga negara Indonesia tetapi juga kepada tersangka yang merupakan warga negara asing. Dalam hal ini, penulis akan melakukan studi terhadap tersangka berkebangsaan Korea Selatan untuk meneliti pemenuhan hak-hak yang didapatkan oleh tersangka WNA. Sebagai perbandingan, penulis juga akan membandingkan hak-hak tersangka dan bantuan hukum di Indonesia dengan Korea Selatan. Penulis juga akan melakukan studi terhadap tersangka asing di Korea Selatan untuk melihat pemenuhan hak-hak tersangka dan bantuan hukum di Korea Selatan. Melalui penelitian ini, penulis akan mengungkapkan berbagai hakhak tersangka termasuk tersangka asing, bantuan hukum dan pentingnya peranan advokat dalam pemenuhan hak-hak tersebut.

The enforcement of suspect's rights is an important thing in the due process of law, especially to create justice and equality before the law. Besides, legal aid for suspect also creates access to justice. The rights of suspect and legal aid could be given not only for citizen but also for foreigner suspect. In this case, author will conduct case-study on the foreign suspect of South Korean. As a comparison, author will also compare the rights of suspect and legal aid in Indonesia to South Korea. The author will also conduct case-study on foreigner suspect in South Korea to look at the enforcement of suspect's rights and legal aid in South Korea. Through this analysis, author will elaborate rights of suspect including foreigner suspect's rights, legal aid, and the important role of a lawyer to enforce the rights of suspect."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S58351
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mirza Indira Wardhani
"Persekongkolan tender dianggap sebagai bentuk pelanggaran berat dalam ranah hukum persaingan usaha karena dapat memberikan dampak negatif secara langsung bagi perekonomian suatu negara. Penelitian tesis ini bertujuan untuk memberikan penjelasan mengenai larangan persekongkolan tender beserta pendekatan hukum yang dipakai dalam menyelesaikan perkara persekongkolan tender berdasarkan hukum persaingan usaha di Indonesia dan Korea Selatan. Walaupun pendekatan hukum yang dipakai oleh Indonesia dan Korea Selatan berbeda, dimana Indonesia menggunakan pendeketan rule of reason dan Korea Selatan menggunakan pendekatan per se illegal, namun digunakannya kedua konsep pendekatan hukum tersebut memiliki tujuan yang sama yaitu untuk menyelesaikan perkara persekongkolan tender dengan melihat dampak atau kerugian yang ditimbulkan dari tindakan tersebut. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah metode Yuridis Normatif yang akan mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan yang berkaitan, dan studi komparatif antara Indonesia dan Korea Selatan. Hasil penelitian tesis ini menyarankan agar KPPU lebih memahami lagi konsep pendekatan rule of reason yang digunakan untuk menyelesaikan perkara persekongkolan tender sehingga kepastian hukum dan keadilan dapat tercapai.

Bid rigging is considered as a form of serious violation in the realm of competition law because it can cause a direct negative impact for the nation rsquo s economy. This thesis research aims to provide an explanation of the prohibition of bid rigging along with the used of legal approach to solve bid rigging cases under the competition law in Indonesia and South Korea. Although there is a difference between the used legal approach by Indonesia and South Korea, in which Indonesia uses rule of reason approch while South Korea uses per se illegal approach but the use of both legal approach concepts has the same goal that is to be able to solve the bid rigging case by paying attention to the negative impact or losses due to these act. This thesis is using legal normative method which will refer to the legal norms contained in the relevant regulations, any related court decicions and comparative study between Indonesia and South Korea. The result of this thesis research suggest that KPPU should be able to understand more about the concept of rule of reason approach, so that by using this approach to solve the bid rigging case, legal certainty and justice will be achieved."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T49450
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lutfiah
"Di Indonesia dan di Korea Selatan, pembiayaan sekunder perumahan dilakukan melalui sekuritisasi aset keuangan yang terdiri dari sekumpulan piutang yang berasal dari pemberian fasilitas kredit perumahan. Sekuritisasi tersebut juga menyebabkan hak tanggungan-hak tanggungan yang melekat pada sekumpulan piutang tersebut beralih karena hukum kepada penerbit efek beragun aset sebagai kreditur baru. Namun, beralihnya hak tanggungan tersebut harus tetap didaftarkan ke instansi terkait. Di Indonesia, pendaftaran pengalihan hak tanggungan harus dilakukan satu per satu ke kantor pertanahan terkait walaupun pelaksanaannya sudah dipermudah  dengan adanya ketentuan mengenai Pelayanan Hak Tanggungan Terintegrasi Secara Elektronik yang diatur dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 2019. Di sisi lain, di Korea Selatan sudah terdapat aturan yang mengenyampingkan kewajiban tersebut. Penerbit efek beragun aset hanya perlu melaporkan aset keuangan yang akan disekuritisasi kepada lembaga yang mengawasi pelaksanaan pembiayaan sekunder perumahan di Korea Selatan. Penelitian ini dilakukan dengan metode yuridis-normatif dengan data yang diperoleh dari studi kepustakaan. Penelitian ini dilakukan menggunakan pendekatan perbandingan hukum dengan membandingkan pengaturan yang terdapat di Indonesia dan Korea Selatan terkait pengalihan hak tanggungan dalam rangka sekuritisasi aset. Kesimpulan dari penelitian ini adalah aturan di Korea Selatan lebih efisien dan lebih memberikan kepastian hukum bagi penerbit efek beragun aset sebagai kreditur.

In Indonesia and South Korea, secondary mortgage facility done through a process of securitization of financial assets consists of a group of claims originated from the issuance of housing loans. The securitization also caused the mortgages attached to the group of claims transferred, by law, to the issuer of asset-backed securities as the new creditor. However, the transfer of the mortgages must be registered to the relevance institution. In Indonesia, the transfer of the mortgages must be registered one by one to the relevance land office although the implementation has been made easier by Pelayanan Hak Tanggungan Terintegrasi Secara Elektronik regulated in  Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 2019. In the other hand, in South Korea, there is already a regulation that relieves the obligation. The issuer of asset-backed securities only has to report financial assets that will be securitized to the institution that supervises the implementation of secondary mortgage facility in South Korea. This research was conducted using the juridical-normative method with data obtained from literature studies. This research was conducted using a comparative law approach by comparing the arrangements in Indonesia and South Korea related to the transfer of mortgage rights in the context of asset securitization. The conclusion from this study is that regulation in South Korea are more efficient and provide more legal certainty for issuers of asset-backed securities as creditor."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>