Ditemukan 178672 dokumen yang sesuai dengan query
Fatia Nurizky
"Manga sebagai salah satu bagian dari kebudayaan populer Jepang memiliki satu genre yang unik yaitu Boys Love (BL). Genre ini berfokus kepada romansa yang terjadi di antara dua orang laki-laki homoseksual. Penelitian ini menggunakan teori wacana dan menggunakan metode semiotika untuk mengkaji tanda-tanda yang terdapat di dalam manga Boys Love. Tanda-tanda tersebut melingkupi apa yang menggambarkan anti-heteronormativitas dan anti-hegemoni maskulinitas dalam masyarakat Jepang. Melalui kajian tanda dalam manga tersebut, diharapkan perlawanan-perlawanan terhadap wacana heteronormativitas dan hegemoni maskulinitas dapat dilihat dan diteliti secara mendalam.
Manga as one aspect of Japanese Popular Culture has one unique genre called Boys Love (BL). This genre focuses on romance between homosexual men. This research uses discourse theory and semiotic method to decipher the signs contained in Boys Love manga. Those signs includes the depictions of anti-heteronormativity and anti-hegemonic masculinity in Japanese society. Through the sign deciphering, it is expected that the oppositions against heteronormativity and hegemonic masculinity can be seen and researched thoroughly."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2016
T45073
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Davina Nathania Lestari
"Skripsi ini membahas pemanfaatan manga sebagai media pemelajaran di Perpustakaan The Japan Foundation (JF). Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi pemanfaatan koleksi manga melalui layanan perpustakaan JF hingga penyiangan serta menganalisis kebutuhan pengguna dalam mempelajari bahasa Jepang dengan menggunakan koleksi manga. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan metode studi kasus. Hasil dari penelitian menunjukan penggunaan manga sebagai media pemelajaran bahasa Jepang merupakan cara yang efektif dalam mempelajari dan meningkatkan kemampuan bahasa Jepang. Hal ini ditunjukkan oleh informan dengan mudah mengingat informasi yang ada di dalam manga karena manga merupakan bacaan yang menyenangkan.
This thesis discusses the use of manga as a medium learning in the Library of The Japan Foundation (JF). The purpose of this study is to identify the utilization of manga collection through JF library services to weeding and analyzing the needs of users in learning the Japanese language by using manga collection. This study uses a qualitative approach with case study method and through interviews. The results of this study showed the use of manga as a medium of learning Japanese is an effective way to learn and improve the ability of Japanese language. It is indicated that they seemed easily to remember information by using manga that has attractive appearance in the way it is presented."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2016
S64694
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Ariana Ratnasari
"
ABSTRAKSkripsi ini membahas tentang fenomena soushoku danshi sebagai representasi perlawanan terhadap konsep maskulinitas hegemonik di Jepang. Dalam penelitian ini penulis mengkaji fenomena soushoku danshi dari sudut pandang posfeminisme, khususnya melalui teori gender performativity Judith Butler. Masalah yang dibahas yaitu bentuk perlawanan soushoku danshi terhadap konsep maskulinitas hegemonik di Jepang. Tujuan penelitian ini untuk mewujudkan wacana yang berimbang mengenai fenomena soushoku danshi dan mengidentifikasi perlawanan soushoku danshi terhadap konsep maskulinitas hegemonik di Jepang. Metode yang digunakan dalam melakukan penelitian ini adalah metode deskriptif-analitis dengan teknik pengambilan data studi kepustakaan. Melalui teori gender performativity Judith Butler dapat disimpulkan bahwa fenomena soushoku danshi merupakan representasi perlawanan terhadap konsep maskulinitas di Jepang.
ABSTRACTThis thesis discusses soushoku danshi phenomenon in Japan as resistance against hegemonic masculinity concept in Japan. This thesis examines soushoku danshi phenomenon from post feminism point of view, specifically through Judith Butler 39 s regarding gender performativity. Issue that explained is the soushoku danshi 39 s resistance forms against hegemonic masculinity concept in Japan. The purpose of this research is to make a balanced discourse regarding soushoku danshi and identifies soushoku danshi 39 s resistance forms. The method used in this research is analytic descriptive along with literature review. Through gender performativity theory, it can be concluded that soushoku danshi phenomenon is representation of resistance against hegemonic masculinity concept in Japan. "
2017
S68728
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Rifky Zacharis Diandrio
"Penelitian ini bertujuan untuk memahami perkembangan identitas homoseksual dan faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan untuk melela pada laki-laki homoseksual di Indonesia. Melalui metode penelitian kualitatif, dilakukan wawancara terhadap laki-laki homoseksual dewasa muda (usia 23-29 tahun), dengan menggunakan panduan berdasarkan Model Formasi Identitas Homoseksual oleh Cass (1979). Dalam analisis tematik terhadap wawancara delapan partisipan, ditemukan bahwa perkembangan identitas homoseksual dimulai ketika seluruh responden merasakan ketertarikan terhadap sesama jenis sejak kecil. Perkembangan identitas melewati fase penolakan di suatu tahap dalam hidup individu homoseksual sebelum akhirnya bisa diterima secara penuh. Penerimaan diri dan keputusan untuk melela di tengah perkembangan identitas memiliki arah hubungan yang kompleks dan tidak pasti terkait mana yang lebih dulu antara penerimaan atau melela identitas. Dalam penelitian ini juga ditemukan bahwa keputusan untuk melela tidak hanya dipengaruhi oleh faktor perkembangan identitas yang koheren dan sehat, namun juga faktor-faktor situasional seperti dukungan orang-orang terdekat dan sikap masyarakat secara umum terhadap eksistensi kelompok seksual non-normatif, risiko akan diskriminasi dan persekusi, serta sumber daya individu homoseksual untuk bisa berdiri sendiri ketika risiko yang dipersepsikan terjadi saat mereka memtusukan untuk melela.
This research seeks to understand how homosexual identity develops and what factors influence the decisions of gay men in Indonesia to come out. Using qualitative research methods, interviews were conducted with young adult gay men (aged 23-29) following Cass's (1979) Model of Homosexual Identity Formation. By analyzing the interviews of eight participants, it was found that the journey of homosexual identity begins when individuals feel attracted to the same sex from a young age. The process involves overcoming denial and eventually accepting themselves fully. The relationship between self-acceptance and coming out is complex, as it is unclear which comes first. The decision to come out is influenced not only by personal development but also by situational factors such as support from significant others, societal attitudes towards non-normative sexual orientations, the fear of discrimination and persecution, and the personal resources needed to face these challenges when deciding to come out."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Adinda Endramari
"Selain sebagai hiburan, film juga beperan sebagai media yang merepresentasikan dan menyebarkan ideologi. Penelitian ini akan fokus membahas Hacksaw Ridge (2016) sebagai representasi film aksi peperang Hollywood yang menawarkan penggambaran baru maskulinitas hegemoni, khususnya pada lingkungan militer. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode strukturalis, khususnya teori semiotika Barthes, analisis karakterisasi berdasarkan teori Boggs dan Petrie, serta studi pustaka lebih lanjut terkait maskulinitas hegemoni. Penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan (1) bagaimana film Hacksaw Ridge memanfaatkan beberapa aspek sinematik, seperti teknik pengambilan gambar dan pemilihan aktor, untuk menggambarkan maskulinitas hegemoni dan (2) bagaimana karakter utama film, Desmond Doss, memberikan perspektif baru terhadap apa yang dianggap maskulin.
Other than a part of entertainment, a movie is also a suitable medium to represent and disperse ideology. This research will focus on highlighting Hacksaw Ridge (2016) as a representation of a war movie that offers a fresh portrayal of hegemonic military masculinity. The methods used will be the structuralist approach, specifically Barthes’s theory of semiotics, characterization analysis based on Boggs and Petrie, and further library research related to hegemonic masculinity. This research is expected to make a point on (1) how the movie uses several cinematic aspects, including camera work and choice of actors or casting, to portray hegemonic masculinity and (2) how the main character, Desmond Doss, gives a new perspective on what is considered masculinity."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Angela Novitasari
"
ABSTRAKManga sebagai bacaan yang dianggap sederhana sebenarnya memiliki genre tertentu yang memerlukan pemikiran lebih mendalam untuk memahaminya, salah satunya yakni Monster karya Urasawa Naoki. Hal menarik dalam manga ini adalah cerita dengan tokoh protagonis berkebangsaan Jepang namun berlatar tempat di Jerman. Untuk memahami secara mendalam, skripsi ini membahas unsur-unsur intrinsik yang meliputi alur, latar, tokoh dan penokohan, serta kesatupaduan unsur-unsur tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa manga ini membentuk cerita yang realistis, koheren, dan plausibel, dengan mempertanyakan mengenai hakikat kemanusiaan seperti: Apakah penjahat sebaiknya mati saja? Masalah lain yang turut diangkat yakni pentingnya pendidikan anak yang tepat dan benar.
ABSTRACTManga, widely known as an easy read book, has certain genre that needs deeper understanding to digest the story, such as Monster by Urasawa Naoki. Point of interest in this manga is the protagonist is a Japanese yet set in another country Germany. To understand deeper, this research covers intrinsic components such as plot, setting, character and characterization also the corelation between the components. The unity of components creates a realistic, coherent and plausible story, in which question humanity: would?ve it been better if a criminal die? The story also stresses on the importance of proper early education for children."
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2016
S61516
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Dewi Savitri
"After Japanese taking over Indonesia from the Dutch, they have built military bases across the country. Every one of it is completed with adjunct comfort station, a place for serving Japanese army's biological needs. Comfort station is filled with Indonesian women called jugun-ianfu. Jugun-ianfu is a form of concentrated systematic rape. Jugun-ianfu is a value system that Japanese brought to Indonesia. And yet, it is a form of crime that Japanese conduct to Indonesian women. It is an ideal value system for Japanese, not Indonesian women. They have tried to impose their culture values over Indonesian women. Culture hegemony is a term that never discussed comprehensively in jugun-ianfu discourse. It was only explain about victim's condition, Indonesian's social condition and jugun-ianfu's related law process. This research's purpose is to discuss how jugun-ianfu could be seen as Japanese culture hegemony over Indonesia.
This research utilizes qualitative method in order to yields descriptive data as a result. Thus could represent Japan's social condition before and after their presence in Indonesia, Indonesia's social condition and form of hegemony which Japanese have creates. The data has divided to primary and secondary. Primary data obtained from deep interview with Mr. Mardiyono (late Mrs. Mardiyem's son), Mr. Budi Hartono (late Mrs. Mardiyem's lawyer), and Dwi Mulyatari (Indonesian History tutor staff at Cultural Science Faculty, University of Indonesia). Then the secondary data obtained from literatures and newspaper clipping related to jugunianfu."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2010
AJ-Pdf
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Putu Rania Pavita
"Perkembangan internet menjadi ruang publik yang lebih demokratis dan inklusif membuka jalan bagi komunitas-komunitas subkultural untuk semakin berkembang. Salah satunya adalah fandom, yang mana praktik utamanya merupakan penciptaan fanwork layaknya fanfiction atau fiksi buatan penggemar, yaitu sebuah narasi yang menggabungkan kreativitas penulisnya serta sumber materi asli dari teks yang diangkat menjadi fanfiction sebagai alur cerita. Fanfiction sendiri digadang-gadang sebagai ruang produksi feminis karena demografi partisipannya didominasi oleh perempuan serta individu queer—dua populasi yang kerap tertindas dibawah hegemoni heteronormativitas dalam realitas sehari-hari. Salah satu genre paling populer dari fanfiction adalah Slash; fanfiction yang menggambarkan kedua karakter dari suatu media menjalani hubungan homoseksual, terlepas dari fakta bahwa karakter tersebut adalah heteroseksual dalam media tersebut ataupun tidak. Berangkat dari fenomena ini, peneliti pun melihat adanya indikasi bahwa fiksi slash turut berfungsi sebagai media bagi penulis yang mengidentifikasi diri mereka sebagai queer untuk menampilkan perlawanan mereka terhadap hegemoni heteronormativitas. Menggunakan konsep Hegemoni Budaya dan Kontra-Hegemoni sebagai pendekatan, peneliti menemukan bahwa kontra-hegemoni terhadap heteronormativitas ditampilkan dalam fiksi slash dengan penggambaran realitas yang bertolak belakang oleh individu queer, serta sebagai bentuk eskapisme dari realitas yang kerap mensubordinasi mereka. Penulis membentuk sebuah komunitas queer sebagai ruang aman bagi identitas queer mereka sekaligus untuk mengeksplorasi identitas gender maupun seksual dalam suatu teks media, yang mana dapat dituangkan menjadi bentuk fiksi slash yang diunggah dalam situs Archive of Our Own selaku saluran yang aman bagi penulis queer.
The progression of the internet into a more democratic and inclusive public space paved the way for subcultural communities to thrive. One of them includes fandom, which main practice’s is the creation of fanwork such as fanfiction or fan-created fictional works, namely a narrative that combines the creativity of the author and the original source material from the text which is utilized as the basis of its storyline. Fanfiction itself is touted as a feminist production space due to women and queer individuals dominating it’s demography—none other than the most oppressed population under the hegemony of heteronormativity. One of the most popular genres of fanfiction is Slash; a fanfiction that depicts two characters from a particular medium being in a homosexual relationship regardless of the fact whether the characters are heterosexual in source material or not. Departing from this phenomenon, the researcher finds indications of slash fiction being a medium where the resistance of the writers’ towards heteronormativity is located, especially for those who identify themselves as queer. Using the concept of Cultural Hegemony and Counter-Hegemony as an approach, the researcher found that counter- hegemony towards heteronormativity is shown in slash fiction by depicting reality as the complete opposite of that in our everyday by queer individuals, as well as as a form of escapism from it which often subordinates them. Writers form a queer community as a safe space for their queer identity as well as to explore gender and sexual identity in a popular media texts, which can be transformed into a slash fiction which is uploaded on the Archive of Our Own website as a safe channel for queer writers."
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Nadya Carollina Rochmawati
"Film-film bertemakan LGBTQ + semakin populer di kalangan warga Amerika, dan karakter-karakter LGBTQ + semakin sering diperlihatkan di film-film Hollywood sejak abad ke-21. Media umum Amerika sedang meningkatkan keragaman dalam representasi masyarakat, termasuk meningkatkan visibilitas cerita dan karakter LGBTQ +. Salah satunya adalah Call Me by Your Name (2017). Film ini telah memenangkan banyak penghargaan dan diterima dengan baik tidak hanya oleh penonton queer tapi juga penonton heteroseksual. Namun, terdapat masalah dalam penggambaran identitas dan hubungan homoseksual dalam Call Me by Your Name karena adanya unsur heteronormativitas. Penelitian ini disusun dalam bentuk studi pustaka menggunakan analisis tekstual. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap heteronormativitas dalam karakterisasi, plot, dan sinematografi Call Me by Your Name, serta menjelaskan bagaimana penggambaran homoseksualitas sebagai identitas seksual dan hubungan homoseksual dalam film ini berkontribusi pada kesuksesannya. Hasil analisis menunjukan bahwa Call Me by Your Name gagal menampilkan representasi homoseksualitas secara positif karena melanggengkan heteroseksisme dan memberikan gratifikasi kepada penonton heteroseksual.
LGBTQ+ movies have gained more popularity among American audience, and LGBTQ+ characters have been more visible in Hollywood movies since the twenty-first century. American mainstream media has been working on the diversity of representations, including bringing up the visibility of LGBTQ+ narratives and characters. One of them is Call Me by Your Name (2017). The movie has won numerous awards and been well received by not only queer but also heterosexual audience. However, its portrayals of homosexual identity and relationship are problematic due to the presence of heteronormativity. This research is written in a form of library research using textual analysis. This research aims to find heteronormativity in its characterization, plot, and cinematography, and to elaborate how its heterosexist portrayals of homosexuality as a sexual identity and a homosexual relationship contribute to its success. The findings show that Call Me by Your Name fails to offer a positive representation of homosexuality because it perpetuates heterosexism and gratifies heterosexual audience."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Siti Adelia
"
ABSTRACTSetelah Perang Dunia II, masyarakat Jepang menganut maskulinitas hegemonik sarariiman, di mana laki-laki dewasa diekspektasikan untuk menjadi pencari nafkah dengan cara menjadi pekerja kantoran berkerah putih. Namun, setelah resesi ekonomi di era 1990an, ketidaktertarikan dari pemuda Jepang untuk bekerja kantoran mulai terlihat dan maskulinitas-maskulinitas baru pun mulai muncul. Salah satunya adalah maskulinitas alternatif bapak rumah tangga. Manga Gokushufudo bercerita tentang seorang mantan yakuza bernama Tatsu yang beralih profesi menjadi bapak rumah tangga. Dengan metode deskriptif analisis, penelitian ini menganalisis bagaimana representasi maskulinitas alternatif tersebut ditampilkan secara positif di dalam manga untuk memberikan sugesti kepada pembaca bahwa maskulinitas alternatif merupakan sesuatu yang dapat diterima oleh masyarakat Jepang.
ABSTRACTAfter World War II, Japanese society embraced the sarariiman hegemonic masculinity, in which adult men are expected to become breadwinners by becoming white-collar office workers. However, after the economic recession in the 1990s, the Japanese youths interest to become office workers has begun to decline, and new masculinities began to emerge. One of those masculinities is the alternative masculinity of househusband. Manga Gokushufudo tells the story of a former Yakuza named Tatsu who became a househusband. Using the descriptive analysis method, this study analyzes how the representation of alternative masculinity is shown positively in the manga to suggest that the alternative masculinity of househusband is something that can be accepted in the Japanese society."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library