Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 179374 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Paramita
"ABSTRAK
Latar Belakang: Endoksifen merupakan terapi baru pada pengobatan sel kanker payudara yang responsif terhadap endokrin. Studi terdahulu menunjukkan bahwa paparan endoksifen jangka panjang dapat menyebabkan resistensi melalui mekanisme Epithelial-Mesenchymal Transition (EMT). EMT adalah sebuah proses dimana suatu sel epithelial berubah menjadi sel mesenkimal. Proses EMT ditandai dengan adanya modulasi marker-marker epitelial seperti E-cadherin, vimentin dan TGF-β1. Berbagai penelitian telah menunjukan bahwa paparan singkat kurkumin dapat memperbaiki marker-marker EMT. Namun, kurkumin memiliki keterbatasan karena bioavailabilitasnya yang rendah. Oleh karena itu, pada penelitian ini kami menggunakan nanokurkumin untuk mencegah jalur EMT.
Metode: ini merupakan penelitian in vitro menggunakan sel MCF-7. Kami membagi sel menjadi beberapa kelompok yaitu: Endoksifen 1000 nM+β-estradiol 1 nM, Endoksifen 1000 nM+β-estradiol 1 nM + nanokurkumin (8.5 μM dan 17 μM), Endoksifen 1000 nM+β-estradiol 1 nM+kurkumin 17 μM dan DMSO selama 8 minggu. Sel kemudian dipanen dan dihitung setiap minggu. Setelah minggu ke-4 dan ke-8 paparan, ekspresi E-cadherin, TGFβ1 dan vimentin diukur menggunakan two-step qRT PCR. Pada minggu ke-8, kadar protein TGF-β1 diukur dengan ELISA, sementara morfologi sel MCF-7 diamati menggunakan mikroskop konfokal.
Hasil: Terdapat peningkatan viabilitas sel pada kelompok Endoksifen 1000 nM+β-estradiol 1 nM. Viabilitas sel menurun secara signifikan pada kelompok nanokurkumin dan kurkumin 17 μM, tetapi tidak pada kelompok nanokurkumin 8.5 μM. Analisis marker EMT pada minggu ke-8 menunjukkan terdapat peningkatan ekspresi mRNA vimentin dan TGF-β1 sementara ekspresi mRNA E-cadherin dan kadar protein TGF-β1 tampak menurun. Hasil menunjukkan bahwa pemberian nanokurkumin pada semua dosis tidak mampu memperbaiki ekspresi vimentin, TGF-β1, dan E-cadherin. Tidak tampak perbedaan yang signifikan antara nanokurkumin dan kurkumin terhadap modulasi marker-marker EMT pada sel kanker payudara yang dipaparkan endoksifen berulang. Pengamatan morfologi menggunakan mikroskop konfokal menunjukkan adanya sel mesenkimal baik pada kelompok endoksifen+β-estradiol maupun kelompok yang mendapat nanokurkumin/kurkumin.
Kesimpulan: nanokurkumin tidak mampu mencegah aktivasi EMT walaupun dapat menurunkan viabilitas sel pada penggunaan jangka panjang. Meskipun nanokurkumin lebih terakumulasi di dalam sel. tidak tampak perbedaan potensi dibandingkan dengan kurkumin dalam menurunkan marker EMT.

ABSTRACT
Background: Endoxifen is a novel therapy in the treatment of endocrine responsive type of breast cancer. Previous study showed that long-term exposure of endoxifen may lead to resistance through the mechanism of Epithelial-Mesenchymal Transition (EMT). EMT is a process where epithelial cells turn into mesenchymal cells. EMT is characterized by the modulation of epithelial markers such as E-cadherin, vimentin and TGF-β. Various studies have shown that short term treatment with curcumin may improve EMT markers. However, the efficacy of curcumin is limited by its low bioavailability. In this study, we use nanocurcumin to prevent the activation of EMT.
Methods: This is an in vitro study in MCF-7. We exposed the cells to several groups, which are: endoxifen 1000nM + β-estradiol 1 nM, endoxifen 1000nM + β-estradiol 1 nM + nanocurcumin (8.5 μM and 17 μM), endoxifen 1000nM + β-estradiol 1 nM + curcumin 17 μM and DMSO, for 8 consecutive weeks. Cells were then harvested and counted weekly. After 4 and 8 weeks of treatments, E-cadherin, TGF-β and vimentin expressions were measured using a two-step qRT PCR. At week 8, protein level of TGF-β1 was measured by ELISA, while MCF-7 cell morphology was observed using confocal microscope.
Results: MCF-7 cell viability was increased in endoxifen + β-estradiol group. Cell viability was significantly decreased in nanocurcumin and curcumin 17 μM, but not in nanocurcumin 8.5 μM group. Analysis of EMT markers at week 8 indicates that there were increase in vimentin and TGF-β mRNA expressions, while E-cadherin mRNA expressions and TGF-β1 protein concentrations were shown to decrease. The results showed that administration of nanocurcumin in all the dose administered were incapable improving the expressions of vimentin, TGF-β1 and E-cadherin. There were no significant differences between nanocurcumin and curcumin on the modulation of EMT?s markers in breast cancer cells exposed to repeated endoxifen and estradiol. Morphological observation using confocal microscope showed the presence of mesenchymal cells both in the endoxifen+β-estradiol group and the group given nanocurcumin/curcumin.
Conclusion: nanocurcumin is incapable to prevent the activation of EMT, although it may reduce cell viability on a long-term use. Although nanocurcumin are more accumulated in the cells, they show no difference in efficacy compared with curcumin in reducing EMT markers.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bashar Adi Wahyu Pandhita
"Latar Belakang: Cisplatin adalah obat antineoplastik berbasis platinum yang dipakai untuk berbagai jenis kanker. Walaupun memiliki efikasi yang tinggi, cisplatin memiliki efek samping yang berbahaya, yaitu gagal ginjal akut yang disebabkan oleh stres oksidatif dan inflamasi. Kurkumin diketahui memiliki efek antioksidatif dan antiinflamasi pada gagal ginjal akut yang disebabkan oleh cisplatin, walaupun memiliki bioavailabilitas yang rendah. Hal ini dapat diatasi dengan menggunakan nanokurkumin. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan efektivitas kurkumin dan nanokurkumin dalam melindungi ginjal akibat pemberian dosis tunggal cisplatin, terutama pada ekspresi Nrf2 dan Keap1: Tikus Sprague-dawley jantan (n=25) dikelompokkan menjadi 5 kelompok (Kontrol, cisplatin, cisplatin + curcumin, cisplatin + nanokurkumin 50 mg/kgBB/hari, cisplatin + nanokurkumin 100mg/kgBB/hari, dan dikorbankan 9 hari setelah perlakuan. Sampel ginjal diambil dan dilakukan RT-PCR untuk Nrf2 dan Keap1 Hasil: Pemeriksaan ekspresi gen Nrf2 ditemukan tidak terdapat hubungan yang signifikan antarkelompok (p>0.05). Namun, pada pemeriksaan ekspresi gen Keap1, terlihat ekspresinya lebih tinggi pada tikus yang mendapatkan cisplatin dibandingkan kelompok normal dan ekspresi gen Keap1 juga terlihat lebih tinggi pada kelompok dengan 100mg nanokurkuminKesimpulan Nanokurkumin dapat meningkatkan ekpresi Keap1, walaupun tidak signifikan secara statistik. Hal ini dapat disebabkan oleh karena peningkatan aktivasi Nrf2 yang menyebabkan umpan balik negatif sehingga menurunkan ekspresi Keap1
Background: Cisplatin is a platinum-based drug that is used for various type of cancer. Despite its high efficacy, cisplatin has a very destructive side effect, which is acute kidney failure due to oxidative stress and inflammation. Curcumin has been shown to possess anti-oxidative and anti-inflammatory effect in cisplatin-induced AKI, despite its poor bioavailability, which can be managed by administering nanocurcumin. This study aims to compare the effectivity of curcumin and nanocurcumin in protecting kidney doe to single-dose cisplatin administration, especially in the antioxidative gene Nrf2 and its inhibitor Keap1 Method: Male Sprague-Dawley rat (n=25) are divided into 5 groups (Control, Cisplatin, Cisplatin + Curcumin, Cisplatin + Nanocurcumin 50mg/kgBW, Cisplatin + Nanocurcumin 100mg/kgBW) and sacrificed 9 days after treatment. Kidney sample is taken and RT-PCR for Nrf2 and Keap1 is done.Results: Result of RT-PCR shows no statistical significance in Nrf2 expression across the group (p>0.05). However, Keap1 level was increased in rats treated with 100mg Nanocurcumin. Conculsion: that nanocurcumin can increase Keap1 level but not significantly. This might be caused by increased Nrf2 activation which induce negative feedback thus increasing Keap1 transcription level."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shinta Dewi Permata Sari
"Nefrotoksisitas merupakan efek samping utama yang membatasi penggunaan cisplatin sebagai obat anti-tumor. Kurkumin memeliki beberapa aktivitas farmakologis salah satunya, yaitu sebagai nefroprotektor. Akan tetapi kurkumin kurang larut di dalam air, sehingga digunakan nanokurkumin yang lebih mudah larut/terdispersi dalam air. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek kurkumin dan nanokurkumin terhadap nefrotoksisitas tikus yang diinduksi cisplatin melalui jalur ERK1/2. Perlakuan hewan coba dilakukan selama 10 hari, menggunakan tikus Sprague Dawley yang dibagi menjadi 5 kelompok, n=6, yaitu kelompok normal, cisplatin CIS, Cisplatin kurkumin 100 mg/kgBB/hari p.o Cis Kurku100, Cisplatin nanokurkumin 50 mg/kgBB/hari p.o Cis Nanokur50, Cisplatin nanokurkumin 100 mg/kgBB/hari p.o Cis Nanokur100 . Pada hari ke-7 dilakukan injeksi cisplatin 7 mg/kgBB, i.p dan 72 jam setelah injeksi cisplatin dilakukan pengambilan darah dan organ ginjal. Cisplatin dosis tunggal pada kelompok CIS menyebabkan peningkatan kadar BUN dan kreatinin dalam plasma, kadar MDA, peningkatan rasio ekspresi BCL-2/Bax, serta peningkatan rasio ekspresi protein p-ERK/ERK secara signifikan, dibandingkan kelompok normal. Pemberian kurkumin 100 mg/kgBB dan nanokurkumin 100 mg/kgBB berperan sebagai antioksidan untuk mencegah progresifitas nefrotoksisitas akibat cisplatin, dilihat melalui terjadinya penurunan kadar BUN dan kreatinin dalam plasma, penurunan kadar MDA, dan peningkatan rasio ekspresi gen BCL-2/Bax secara signifikan dibandingkan kelompok CIS, serta penurunan rasio ekspresi protein p-ERK/ERK secara signifikan dibandingkan kelompok CIS. Cisplatin dosis tunggal 7 mg/kgBB dapat menyebabkan nefrotoksisitas pada tikus yang menyerupai AKI Acute Kidney Injury pada manusia. Kurkumin 100 mg/kgBB cenderung memiliki efek nefroprotektor yang lebih baik dalam mencegah progresifitas nefrotoksisitas akibat cisplatin melalui jalur stress oksidatif dan apoptosis.

Nephrotoxicity is the major limitation for the clinical use of cisplatin as an antitumor. Curcumin has some pharmacological activity, one of them as nephroprotector. However, curcumin less soluble in water, so it is used nanocurcumin which is readily dispersed in aqueous media. The purpose of this study is to investigate the effects of curcumin and nanocurcumin against ciplatin induced nephrotoxicity in rats through ERK1 2 pathway. This study conducted for 10 days treatment, five groups n 6 of male Sprague Dawley rats were examined normal, cisplatin CIS 7 mg kgBW, Cis curcumin Cis Curcu100 100 mg kg BW day, Cisplatin nanocurcumin 50 mg kg BW day Cis Nanocur50, and Cisplatin nanocurcumin 100mg kg BW day Cis Nanocur100 . After 72 h following injection cisplatin, specimens were collected. This study resulted a single dose of cisplatin in CIS group caused a significant increased in plasma BUN, plasma creatinine, MDA levels, decreased ratio expression of BCL 2 Bax gene, and increased ratio of p ERK ERK as compared to normal group. Pre treatment with curcumin 100 mg kgBW and nanocurcumin 50 and 100 mg kgBW acts as an antioxidant to prevent progression of nephrotoxicity cisplatin, were reduced plasma BUN levels, plasma creatinine levels, MDA levels in kidney, increased GSH level in kidney, increased ratio expression of BCL 2 Bax gene in kidney, and decreased ratio of p ERK ERK protein in kidney compared with cisplatin induced nephrotoxicity rats without treatment. Cisplatin with single dose 7 mg kgBW is able to induced nephrotoxicity in rats that mimicked acute kidney injury in human. Curcumin 100 mg kgBW tend to have a better nephroprotector effect in preventing the progression of cisplatin induced nephrotoxicity through oxidative stress pathways and apoptosis.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Robby Hertanto
"Latar Belakang: Pemberian Tamoksifen pada kanker payudara secara terusmenerus dapat mengakibatkan terjadinya resistensi, salah satunya melaluioverekspresi Pgp dan BCRP yang merupakan transporter efluks obat. Penelitian inibertujuan untuk membuktikan apakah kurkumin dapat menghambat ekspresi mRNAPgp dan BCRP sehingga tidak terjadi resistensi.
Metode: Penelitian dilakukan secaraeksperimental pada 4 kelompok perlakuan terhadap galur sel kanker payudara MCF-7: DMSO sebagai kontrol negatif, Endoksifen 1,000 nM/L ?-Estradiol 1 nM/Lsebagai kontrol positif, serta penambahan perlakuan kurkumin 8.5 ?M dan kurkumin17 ?M terhadap kontrol positif sebagai kelompok intervensi. Tingkat ekspresimRNA kemudian diukur relatif terhadap ?-aktin dengan qRT-PCR dan dihitungdengan metode Livak.
Hasil: Terdapat penurunan ekspresi mRNA pada keduaparameter dan bergantung pada konsentrasi dengan rasio 1, 7.049, 1.967, dan 0.133secara berurutan p=0.02 untuk Pgp serta rasio 1, 3.848, 2.131, dan 1.232 secaraberurutan p=0.04 untuk BCRP.
Kesimpulan: Kurkumin dapat menekan ekspresimRNA Pgp dan BCRP secara dependen terhadap konsentrasi.

Background: Tamoxifen continous intervention on breast cancer could causeresistance, which one of the pathway is by overexpressing the drug efflux transporterPgp and BCRP. This study is conducted to test whether curcumin could suppress theexpression of Pgp and BCRP mRNA and prevent drug resistance.
Method: Breastcancer cell line MCF 7 is divided into 4 intervention DMSO as negative control,Endoxifen 1,000 nM L Estradiol 1 nM L as positive control, also the addition ofcurcumin 8.5 M and 17 M on top of the positive control as the intervention group.Expression of mRNA is quantified by qRT PCR and calculated by Livak method.
Result: There is a significant decrease in mRNA expression on both parameter andare consentration dependant with the ratio of 1, 7.049, 1.96, and 0.133 respectivelyfor Pgp p 0.02 and 1, 3.848, 2.131, and 1.232 respectively for BCRP p 0.04.
Conclusion: Curcumin could suppress the expression of Pgp and BCRP mRNAdependent on the consentration.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70440
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wilson Bastian
"Kurkumin diketahui dapat menghambat drug efflux transporter, khususnya pada penelitian ini overekspresi multidrug resistance protein 1 MRP1 dan MRP2, yang berdasarkan penelitian terdahulu, diduga menyebabkan resistensi MCF-7 pada pemberian endoksifen dan estradiol berulang. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan apakah kurkumin dapat menghambat ekspresi MRP1 dan MRP2 pada MCF-7 yang diberikan endoksifen dan estradiol berulang.
Metode: Penelitian eksperimental ini menggunakan cDNA hasil sintesis isolasi RNA, dimana kelompok perlakuan dipaparkan pada MCF-7 3x per minggu, hingga 8 minggu. Perlakuan dibagi menjadi DMSO kontrol negatif , Endoksifen 1,000 nM/L ?-Estradiol 1 nM/L EB, kontrol positif , Endoksifen 1,000 nM/L ?-Estradiol 1 nM/L Kurkumin 8.5?M EBK8.5, dan Endoksifen 1,000 nM/L ?-Estradiol 1 nM/L Kurkumin 17?M EBK17 . Tingkat ekspresi mRNA relatif MRP1 dan MRP2 diukur dengan qRT-PCR dan dihitung dengan metode livak.
Hasil: Terdapat peningkatan ekspresi mRNA pada perlakuan EB pada MRP1 dan MRP2, relatif terhadap DMSO. Peningkatan ekspresi mRNA meningkat pada EBK8.5, dan menurun pada EBK17 pada MRP1. Terjadi sebaliknya pada MRP2.
Kesimpulan: Kurkumin dapat bekerja sebagai terapi pendamping pada terapi endoksifen dan estradiol untuk menurunkan resistensi dari MRP1 dan MRP2.

Background: Curcumin is known to inhibit drug efflux transporter overexpression, such as multidrug resistance protein 1 MRP1 dan MRP2, which in previous experiment, suspected as a causal of MCF 7 cell resistancy given endoxifen and estradiol repeatedly. This study aims to prove whether curcumin can inhibit expression of MRP1 and MRP2 in MCF 7 given endoxifen and estradiol repeatedly.
Method: This experimental design uses cDNA from RNA isolation synthesis, which treatment group given repeatedly on MCF 7 3x per week until 8th week. The treatment groups are DMSO negative control, Endoxifen 1,000 nM L Estradiol 1 nM L EB, positive control, Endoxifen 1,000 nM L Estradiol 1 nM L Curcumin 8.5 M EBK8.5, and Endoxifen 1,000 nM L Estradiol 1 nM L Curcumin 17 M EBK17. Relative mRNA expression in MRP1 and MRP2 is measured with qRT PCR and quantified with Livak method.
Result: There is an increased mRNA expression in treatment of EB in MRP1 and MRP2, relative to DMSO. Increased mRNA expression is higher on EBK8.5, and lower on EBK17 in MRP1, and conversely in MRP2.
Conclusion: Curcumin could work as adjuvant for Endoxifen and Estradiol therapy to decrease resistancy caused by mRNA expression of MRP1and MRP2.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raden Fariz Nurwidya
"Latar belakang: Insulin-like growth factor 1 receptor(IGF1R) diekspresikan pada banyak tumor solidtermasuk kanker paru dan peningkatan aktivasi IGF1R mencerminkan progresivitas kanker. Epithelial-mesenchymal transition (EMT) merupakan salah satu mekanisme yang digunakan sel kanker untuk bermetastasis dan menyebabkan perburukan pasien. Kondisi lingkungan mikroseperti hipoksia dapat menginduksi EMT. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan peran aktivasi IGF1R pada EMT yang diinduksi hipoksia pada kanker paru dan untuk menguji apakah inhibisi IGF1R dapat mencegah EMT pada sel kanker paru yang hipoksik.
Metode: Sel kanker paru, yaitu A549, dipajankan pada lingkungan hipoksia untuk menilai ekspresi genotipe dan fenotipe EMT. Analisis ekspresi gen dilakukan dengan quantitative real-time PCR (qPCR)dan fenotipe sel dipelajari dengan penilaian morfologi, scratch wound assay dan imunofloresen.
Hasil: Sel-sel yang hipoksik menunjukkan perubahan morfologi menjadi berbentuk spindle, peningkatan motilitas sel, penurunan ekspresi E-cadherin dan peningkatan ekspresi fibronektin dan vimentin yang mencerminkan fenomena EMT. Hipoksia juga mengakibatkan peningkatan ekspresi insulin-like growth factor 1 (IGF1), IGF1-binding protein 3 (IGFBP3) dan IGF1R, namun transforming growth factor β (TGFβ) tidak meningkat. Inhibisi hypoxia-inducible factor 1α (HIF1α) dengan YC-1 menekan aktivasi IGF1R dan menurunkan ekspresi IGF1 dan IGFBP3 pada sel yang hipoksik.Lebih lanjut, inhibisi IGF1R dengan AEW541 pada keadaan hipoksia mengembalikan ekspresi E-cadherin dan menurunkan ekspresi penanda mesenkimal fibronektin dan vimentin.Akhirnya, stimulasi sel normoksik dengan IGF1 menginduksi terjadinya EMT.
Kesimpulan: Hasil penelitian ini mengindikasikan peran aktivasi IGF1R dalam terjadinya EMT yang diinduksi keadaan hipoksia dan inhibisi IGF1R bisa mencegah fenomena EMT. Temuan dalam penelitian ini memperlihatkan potensi pencegahan progresivitas kanker yang distimulasi hipoksia dan dimediasi EMT dengan terapi target IGF1R.

Introduction: Insulin-like growth factor 1 receptor (IGF1R) is expressed in many types of solid tumors including non-small cell lung cancer (NSCLC), and enhanced activation of IGF1R is thought to reflect cancer progression.Epithelial-mesenchymal transition (EMT) has been established as one of the mechanisms responsible for cancer progression and metastasis, and microenvironment conditions, such as hypoxia, have been shown to induce EMT. The purposes of this study were to address the role of IGF1R activation in hypoxia-induced EMT in NSCLC and to determine whether inhibition of IGF1R might reverse hypoxia-induced EMT.
Methods: Human NSCLC cell line A549 was exposed to hypoxia to investigate the expression of EMT-related genes and phenotypes. Gene expression analysis was performed by quantitative real-time PCR (qPCR) and cell phenotypes were studied by morphology assessment, scratch wound assay, andimmunofluorescence.
Results: Hypoxia-exposed cells exhibited a spindle-shaped morphology with increased cell motility reminiscent of EMT, and demonstrated the loss of E-cadherin and increased expression of fibronectin and vimentin. Hypoxia also led to increased expression of IGF1, IGF binding protein-3 (IGFBP3), and IGF1R, but not transforming growth factor β1 (TGFβ1). Inhibition of hypoxia-inducible factor-1α (HIF1α) with YC-1 abrogated activation of IGF1R, and reduced IGF1 and IGFBP3 expression in hypoxic cells. Furthermore, inhibition of IGF1R using AEW541 in hypoxic condition restored E-cadherin expression, and reduced expression of fibronectinand vimentin. Finally, IGF1 stimulation of normoxic cells induced EMT.
Conclusions: Our findings indicated that hypoxia induced EMT in NSCLC cells through activation of IGF1R, and that IGF1R inhibition reversed these phenomena. These results suggest a potential role for targeting IGF1R in the prevention of hypoxia-induced cancer progression and metastasis mediated by EMT."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Noza Hilbertina
"Pendahuluan: Cancer-associated fibroblasts (CAFs) merupakan populasi sel yang heterogen dan memiliki hubungan timbal balik dengan sel tumor. Bagaimana mekanisme molekuler yang mendasari pengaruh CAFs terhadap prognosis karsinoma kolorektal (KKR) masih belum diketahui. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh sekretom CAFs terhadap transisi epitel-mesenkim (TEM), invasi dan kepuncaan sel KKR melalui jalur pensinyalan hepatocyte growth factor (HGF)/c-mesenchymal-transition receptor (c-Met)
Metode: Dilakukan pemeriksaan histopatologi pada tiga puluh dua blok paraffin KKR untuk menilai tipe CAFs dan stroma, imunoekspresi α-SMA dan HGF, tumor budding, kedalaman invasi dan metastasis kelenjar limfe. Pemeriksaan in vitro berupa suplementasi sekretom fibroblast primer dari area tumor (CAFs) dan area non tumor dari tiga pasien KKR kepada sel lestari KKR (HT-29) untuk menilai pengaruhnya terhadap TEM, invasi dan kepuncaan sel KKR. Analisis statistik menggunakan uji beda proporsi, uji beda rerata berpasangan serta uji korelasi. Nilai p<0,05 dianggap bermakna secara statistik.
Hasil: Tipe CAFs dan metastasis kelenjar limfe berhubungan bermakna dengan derajat tumor budding. Sedangkan variabel lain pada pemeriksaan histopatologi tidak memperlihatkan hubungan yang bermakna. CAFs yang diisolasi dari pasien KKR memperlihatkan ekspresi mRNA α-SMA yang lebih tinggi, sedangkan ekspresi mRNA dan protein HGF memperlihatkan pola yang berbeda diantara ketiga pasang fibroblast. Suplementasi sekretom CAFs kepada sel HT-29 meningkatkan ekspresi mRNA c-Met sebagai reseptor HGF, meningkatkan ekspresi mRNA dan protein vimentin dan E-cadherin sebagai marka TEM, meningkatkan ekspresi mRNA MMP-2 sebagai marka invasi dan meningkatkan ekspresi mRNA CD44 dan CD133 sebagai marka kepuncaan. Terdapat korelasi positif bermakna antara c-Met dengan TEM dan kepuncaan serta korelasi positif kuat dan bermakna antara TEM dan kepuncaan sel KKR.
Kesimpulan: Sekretom CAFs menginduksi TEM, invasi dan kepuncaan sel KKR melalui pensinyalan HGF/c-Met. Mekanisme molekuler ini mendasari hubungan yang bermakna antara tipe CAFs dengan tumor budding."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Masayu Syarinta Adenina
"Epithelial Mesenchymal Transition (EMT) adalah salah satu mekanisme resistensi Sorafenib pada kanker hepatoseluler. Alfa Mangostin diketahui dapat menurunkan aktifitas jalur TGF-βpada hepatic stellate cells. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh Alfa Mangostin pada Epithelial Mesenchymal Transition (EMT), HepG2 yang tahan terhadap Sorafenib melalui jalur TGF-β/SMAD. Sel lestari kanker hati, HepG2 dibagi menjadi enam kelompok perlakuan, yaitu kelompok DMSO 0,01%, Alfa Mangostin20μM, Sorafenib10μM, Sorafenib10μM+Sorafenib10μM, Sorafenib10μM-Alfa Mangostin20μM, dan Sorafenib10μM +Sorafenib10μM - Alfa Mangostin20μMselama 24 jam. Sel dihitung menggunakan trypan blue exclusion method. Kadar TGF-β medium diukur menggunakan ELISA. Ekspresi TGF-β,TGF-βRI, SMAD3, SMAD7, E-cadherin dan Vimentin diukur dengan qRT-PCR. Pemberian Alfa Mangostin pada sel HepG2 yang tahan terhadap Sorafenib dapat menurunkan jumlah sel hidup. Namun terdapat peningkatan ekspresi TGF-β, kadar TGF-β1 aktif, TGF-βRI, SMAD3, dan Vimentin serta penurunan ekspresi SMAD7 dan E-cadherin setelah pemberian Sorafenib dan Alfa Mangostin. Alfa Mangostin menurunkan jumlah sel hidup namun tidak menghambat EMT melalui jalur TGF-β/SMAD pada sel HepG2 yang tahan terhadap Sorafenib. 
Epithelial Mesenchymal Transition (EMT) is one of resistance mechanism through Sorafenib in hepatocellular carcinoma. Alpha Mangosteen is known to have reduced TGF-β/SMAD pathway in hepatic stellate cells. This research purpose is to explore the effect of Alpha Mangosteen on Epithelial Mesenchymal Transition (EMT) on human hepatoceluller carcinoma HepG2 cells surviving Sorafenib via TGF-β/SMAD pathways. Immortalized HCC cell line, HepG2 cells, were divided into 6 groups: DMSO0,01% group, Alpha Mangosteen 20μMgroup, Sorafenib10μM group, Sorafenib 10μM-Sorafenib10μM group, Sorafenib10μM +  Alpha Mangosteen 20μM group, dan Sorafenib10μM + Sorafenib10μM - Alpha Mangosteen 20μMgroup for 24 h. Cells were harvested and counted by trypan blue exclusion method. TGF-β medium concentration was evaluated by ELISA. Expression of TGF-β,TGF-βRI, SMAD3, SMAD7, E-cadherinand Vimentin measured by qRT-PCR. Alpha Mangosteen administration on HepG2 surviving Sorafenib cells reduced mean live cells. However, the expression of TGF-β, TGF-β1 active concentration, TGF-βR, SMAD3, and Vimentin were elevated. Alpha Mangosteen also decreased SMAD7 dan E-cadherin expression. Alpha Mangosteen reduced live cells but did not have effect on preventing EMT activation through TGF-β/SMAD pathways on HepG2 surviving Sorafenib cells. "
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T59190
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Prihatni Sabarina
"Latar belakang: Kanker payudara adalah kanker yang paling banyak diderita wanita. Terbatasnya akses kemoterapi serta efek sampingnya yang signifikan, mendorong terus ditemukannya obat baru. Penelitian ini mengidentifikasi kandungan metabolit sekunder dari Orange cup coral (Tubastraea coccinea) dan menilai potensi anti kankernya melalui daya hambatnya terhadap pertumbuhan lini sel kanker payudara MCF-7. Metode: Identifikasi metabolit yang terkandung pada ekstrak etanol, etil asetat dan n- heksana Tubastraea coccinea yang diperoleh dari perairan laut pulau Kalimantan dilakukan dengan menggunakan Gas Chromatography Mass Spectrometry (GCMS). Uji daya hambat dari ketiga ekstrak T. coccinea terhadap pertumbuhan sel kanker payudara MCF-7 dilakukan dengan metoda MTT pada berbagai variasi konsentrasi (3,125 μg/mL- 200 μg/mL), hasil pengujian dibandingkan dengan doxorubicin sebagai kontrol positif. Hasil: Hasil GCMS menunjukkan adanya kandungan 21 metabolit sekunder dalam ekstrak ethanol T. coccinea dengan persentase tertinggi adalah senyawa 1,2- Benzendicarboxylic acid (13.89 %). Ekstrak etil asetat T. coccinea mengandung 23 metabolit dengan konsentrasi tertinggi adalah senyawa 1,2-Benzenedicarboxylic acid (18.3 %). Ekstrak n-heksana T. coccinea memiliki 28 metabolit, senyawa Cholest-5-en- 3-ol dengan persentase tertinggi (9,06 %). Benzenedicarboxylic acid merupakan metabolit yang teridentifikasi pada ketiga ekstrak. Daya hambat ketiga ekstrak terhadap pertumbuhan sel kanker payudara MCF-7 meningkat sesuai dengan peningkatan konsentrasi. Nilai IC50 dari ekstrak etanol, etil asetat dan n-heksana masing-masing adalah 12,08 μg/mL, 18,02 μg/mL, 30,66 μg/mL. Nilai IC50 untuk doxorubicin adalah 5,99E-4 μg/mL, lebih rendah secara sangat signifikan dibanding ketiga ekstrak T. coccinea (p<0.01).

Introduction: Breast cancer is the most prominent cancer affects women in the world. This research is aimed to explore the potency of Orange cup coral (Tubastraea coccinea) as a new nature derived cancer drug, through the identification of secondary metabolites from its extract, and explore its potency in inhibiting breast cancer cell line MCF-7 growth. Method: Identification and analysis of metabolites from ethanol, acetic ethyl, and n- hexane extracts of Tubastraea coccinea, obtained from Kalimantan island, was done using Gas Chromatography Mass Spectrometry (GCMS). MTT assay using various concentration (3,125 μg/mL-200 μg/mL) was done to analyse the cytotoxicity of all the extracts to MCF-7 cell line compare to doxorubicin. Result: Ethanol extract of Tubastraea coccinea was identified to contain 21 metabolites, with the highest concentration was 1,2-Benzendicarboxylic acid (13.89 %). 23 metabolites was identified from acetic ethyl extract, with 1,2-Benzenedicarboxylic acid, mono (2-ethylhexyl) ester as the highest concentration (18.3 %), whereas from n-hexane extracts was found to have 28 metabolites, and Cholest-5-en-3-ol was the most prominent (9.06 %). Benzenedicarboxylic acid is identified in all extracts. MTT assay showed that the cytotoxicity of all extracts is concentration dependent, with IC50 12.08 μg/mL, 18.02 μg/mL, 30.66 μg/mL, for extracts of ethanol, acetic ethyl and n-hexane respectively. Compared to all the extracts of T. coccinea, doxorubicin showed significantly stronger effect in the inhibition of growth of MCF-7 cell line (p<0.01) , with IC50 5.99E-4 μg/mL. Conclusion: Extracts of Tubastraea coccinea contain metabolites that give it potency to be used as breast cancer chemotherapy."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Isma Zahira Suhaima
"Latar belakang: Kanker payudara merupakan kanker yang paling umum terjadi pada wanita dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Tata laksana yang dapat dilakukan antara lain pembedahan, kemoterapi, dan radioterapi, meskipun metode tersebut tidak jarang menimbulkan berbagai efek samping serta biaya yang mahal. Pengobatan alternatif juga kerap dilakukan untuk membantu penanganan kanker, salah satunya dengan obat-obatan herbal. Hibiscus rosa-sinensis diketahui memiliki berbagai senyawa fitokimia yang berpotensi dikembangkan sebagai antikanker.
Metode: Hibiscus rosa-sinensis kering digiling menjadi serbuk, lalu dibuat menjadi ekstrak dengan metode maserasi bertingkat menggunakan pelarut n-heksana, etil asetat, dan etanol. Analisis kandungan fitokimia ekstrak Hibiscus rosa-sinensis dilakukan melalui uji fitokimia dan kromatografi lapis tipis (KLT). Pengujian aktivitas antioksidan ekstrak Hibiscus rosa-sinensis dilakukan menggunakan metode DPPH, sedangkan aktivitas sitotoksik ekstrak Hibiscus rosa-sinensis terhadap sel kanker payudara MCF-7 dilakukan dengan metode MTT.
Hasil: Hibiscus rosa-sinensis memiliki kandungan fitokimia triterpenoid, alkaloid, flavonoid, tanin, dan steroid. Ekstrak Hibiscus rosa-sinensis menunjukkan aktivitas antioksidan terhadap radikal bebas DPPH dengan nilai IC50 sebesar 1,56 µg/mL untuk ekstrak etil asetat dan 42,30 µg/mL untuk ekstrak etanol. Aktivitas sitotoksik ekstrak etil asetat H. rosa-sinensis terhadap sel kanker payudara MCF-7 dikategorikan moderat dengan nilai IC50 sebesar 79,37 µg/m, sedangkan ekstrak n-heksana dan ekstrak etanol H. rosa-sinensis yang masing-masing memiliki nilai IC50 sebesar 125,23 µg/mL dan 210,77 µg/mL, dikategorikan aktivitas sitotoksik lemah.
Simpulan: Hibiscus rosa-sinensis mengandung beberapa senyawa fitokimia yang memiliki aktivitas antioksidan terhadap radikal bebas DPPH dan menunjukkan aktivitas Metode: Hibiscus rosa-sinensis kering digiling menjadi serbuk, lalu dibuat menjadi ekstrak dengan metode maserasi bertingkat menggunakan pelarut n-heksana, etil asetat, dan etanol. Analisis kandungan fitokimia ekstrak Hibiscus rosa-sinensis dilakukan melalui uji fitokimia dan kromatografi lapis tipis (KLT). Pengujian aktivitas antioksidan ekstrak Hibiscus rosa-sinensis dilakukan menggunakan metode DPPH, sedangkan aktivitas sitotoksik ekstrak Hibiscus rosa-sinensis terhadap sel kanker payudara MCF-7 dilakukan dengan metode MTT.
Hasil: Hibiscus rosa-sinensis memiliki kandungan fitokimia triterpenoid, alkaloid, flavonoid, tanin, dan steroid. Ekstrak Hibiscus rosa-sinensis menunjukkan aktivitas antioksidan terhadap radikal bebas DPPH dengan nilai IC50 sebesar 1,56 µg/mL untuk ekstrak etil asetat dan 42,30 µg/mL untuk ekstrak etanol. Aktivitas sitotoksik ekstrak etil asetat H. rosa-sinensis terhadap sel kanker payudara MCF-7 dikategorikan moderat dengan nilai IC50 sebesar 79,37 µg/m, sedangkan ekstrak n-heksana dan ekstrak etanol H. rosa-sinensis yang masing-masing memiliki nilai IC50 sebesar 125,23 µg/mL dan 210,77 µg/mL, dikategorikan aktivitas sitotoksik lemah.
Simpulan: Hibiscus rosa-sinensis mengandung beberapa senyawa fitokimia yang memiliki aktivitas antioksidan terhadap radikal bebas DPPH dan menunjukkan aktivitas sit

Background: Breast cancer is the most common type of cancer in women with a very high mortality rate. Treatments for this malignancy are surgery, chemotherapy, and radiotherapy, however those methods can cause adverse effects and quite expensive. Complementary and alternative medicines (CAMs) are also used to support those treatments, one of them is herbal medicine. Hibiscus rosa-sinensis is known to have various phytochemical components which have the potential to be developed as anticancer.
Method: Dry Hibiscus rosa-sinensis was milled to a powder, then extracted by multilevel maceration method using n-hexane, ethyl acetate and ethanol as solvents. Phytochemical components of Hibiscus rosa-sinensis extracts was analyzed using phytochemical tests and thin layer chromatography (TLC). Its antioxidant activity was determined using DPPH method, meanwhile its cytotoxic activity towards MCF-7 breast cancer cells was evaluated using MTT assay.
Result: Hibiscus rosa-sinensis were proved to contain triterpenoids, alkaloids, flavonoids, tannins and steroids. Hibiscus rosa-sinensis extracts showed antioxidant activity towards DPPH free radicals with IC50 value of 1.56 µg/mL for ethyl acetate extract and 42.30 µg/mL for ethanol extract. Cytotoxicity of Hibiscus rosa-sinensis ethyl acetate extract towards MCF-7 cells was moderately active with the IC50 value of 79.37 µg/mL. Meanwhile, Hibiscus rosa-sinensis n-hexane extract and ethanol extract which had IC50 for 125.23 µg/mL and 210.77 µg/mL, are categorized into weakly active cytotoxicity.
Conclusion: Hibiscus rosa-sinensis contains several phytochemical compounds which showed antioxidant activiy towards DPPH free radicals and cytotoxic activity towards MCF-7 breast cancer cells, thus it can be developed further to be anti-breast cancer agents.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>