Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 144118 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Winda Junita Ilyas
"Tesis ini membahas seksisme dalam pemberitaan media online terhadap pelaku korupsi perempuan dan laki-laki. Penelitian ini mengangkat empat subjek penelitian yakni dua pelaku korupsi perempuan yaitu Malinda Dee dan Ratu Atut Chosiyah, dan dua pelaku korupsi laki-laki yaitu Ahmad Fathanah dan Tubagus Chaeri Wardana. Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan bagaimana seksisme ditampilkan dalam pemberitaan di situs berita online mengenai kasus korupsi, khususnya pada keempat subjek tersebut. Metode pengumpulan data dilakukan dengan studi dokumentasi di tiga situs berita online yakni Detik.com., Kompas.com, dan Tribunnews.com. Hasil penelitian menemukan bahwa pelaku korupsi perempuan ditampilkan sebagai objek seksual dengan banyak menampilkan tubuh dan penampilan sebagai berita yang diluar konteks dan cenderung sensasional, sedangkan pelaku korupsi laki-laki, ditemukan pemberitaan mengenai perempuan-perempuan di sekitar mereka yang juga ditampilkan sebagai objek seksual dan adanya stigma perempuan bersalah atas kasus korupsi yang dilakukan oleh laki-laki. Komentar masyarakat sebagai respon atas pemberitaan kasus tersebut pada umumnya menggunakan kata-kata yang kasar dan seksis, utamanya ditujukan pada perempuan pelaku korupsi dan perempuan di sekitar pelaku korupsi laki-laki.

This thesis discusses sexism in the online news media coverage of female and male corruption perpetrators. The research studied four research subjects; two female corruption perpetrators I.e. Malinda Dee and Ratu Atut Chosiyah, and two male corruption perpetrators I.e. Ahmad Fathanah and Tubagus Chaeri Wardana. The purpose of this research was to describe how sexism is displayed in corruption cases covered by online news sites, focusing on the four subjects. The data collection was done using documentation study of three online news sites, namely Detik.com, Kompas.com, and Tribunnews.com. The study found that female corruption perpetrators were often displayed as sexual objects with news featuring their female body partsor appearance making the newsout of the context and tend to be sensational. On the other hand,news on male corruption perpetratorswere often found to be about the women around them who were also shown as sexual objects and with a stigma that these women were guilty of the corruption committed by these men. Public comments in response to news wereoften found to be using abusive and sexist language, mostly targetted to the female corruption perpetrators and the women around male corruption perpetrators."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dimas Adrianto I.P.
"ABSTRAK
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh ketertarikan penulis terhadap kasus Korupsi Gayus Tambunan), pelaku kejahatan penggelapan pajak yang dalam pemberitaan tentang dirinya memunculkan pemberitaan yang dipolitisasi oleh kalangan elit instansi pemerintah. Berita berfokus terhadap selebritas sosok seorang Gayus yang sekaligus dijadikan alat berpolitik di kalangan pemerintah, bukan memfokuskan kepada proses dan penyelesaian kasus korupsi itu sendiri. Populasi yang diambil adalah pemberitaan yang disampaikan dua portal berita di Indonesia (media online) yaitu Kompas.com dan Tempo.co. Sementara sampelnya adalah beberapa berita yang mana dalam kasus Gayus ini, bias dan keluar dari konteks permasalahan penyelesaian kasus korupsi seorang pegawai negeri yang diberitakankan secara online dalam kurun waktu 27 Maret 2010 hingga 14 Januari 2011.Penelitian ini menggunakan metode analisis framing Robert Entman. berasumsi dengan tujuan untuk mendeskripsikan bagaimana pembingkaian kasus korupsi Gayus pemberitaan di kedua media diatas. Penelitian ini menyimpulkan bahwa kasus ini menjadi menyimpang proses hukumnya ketika pemerintah menanggapi, Gayus menjadi alat tarik ulur dalam kepentingan-kepentingan politik penguasa.

ABSTRACT
The research was motivated by the interest the authors of the corruption case of Gayus Tambunan), tax evasion crimes in the news about him bring news that politicized by government elites. News focuses on the figure of a celebrity as well as a political tool in government, instead focusing on the process and completion of corruption itself. Population coverage taken is given two news portal in Indonesia (online media) that Kompas.com and Tempo.co. While the sample is some news which in Gayus case, biased and out of context of the settlement of the problem of corruption of a public servant who reported online in the period March 27, 2010 until January 14, 2011. This study uses framing analysis Robert Entman which assumed in order to describe how the framing of corruption in both media coverage Gayus above. This study concludes that this case becomes distorted legal process when the government responded, ans also Gayus becomes a tool in the tug of political interests ruler."
2013
T33145
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Melati Suma Paramita
" ABSTRAK
Penelitan ini membahas seksisme dalam pemberitaan media online terhadap kasus prostitusi online yang melibatkan sejumlah selebriti perempuan di Indonesia. Tujuan penelitian ini untuk menjelaskan bagaimana seksisme ditampilkan dalam pemberitaan di situs berita online terhadap para selebriti perempuan. Metode pengumpulan data primer dilakukan dengan studi dokumentasi di dua situs berita online, yakni Detik.com dan Tribunnews.com. Analisis berita dilakukan menggunakan metode analisis framing Gamson dan Modigliani. Sedangkan metode pengumpulan data sekunder dilakukan melalui wawancara medalam pihak kebijakan media. Hasil penelitian menemukan bahwa para selebriti perempuan ditampilkan sebagai objek seksual dengan banyak menampilkan tubuh dan penampilan sebagai berita yang di luar konteks dan cenderung sensasional. Pemberitaan kasus tersebut pada umumnya menggunakan kata-kata yang seksis. Penelitian ini juga menunjukan bahwa media masih sangat minim sensitivitas gender.Kata Kunci : framing, media, seksisme, prostitusi, selebriti
ABSTRACT ABSTRACTThis research discusses sexism in the media coverage related to the online prostitution case involving a number of female celebrities in Indonesia. The purpose of this study to explain how sexism is displayed in the news when informing about the female celebrities. Methods of collecting primary data is done with the study documentation in two online news sites, namely Detik.com and Tribunnews.com. News analysis was performed using Gamson and Modigliani rsquo s framing analysis. While the method of secondary data collection is through in depth interviews. The study found that female celebrities are displayed as sexual object with lots of displays of body and appearance as the news tends to be out of context and tends to be sensational. Preaching the case generally uses words that are sexist. The study also shows that the media is still lack of gender sensitivity.Keywords framing, media, sexism, prostitution, celebrity "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
S66178
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devi Istiani
"Kepopuleran video game online mobile berjenis MOBA (Multiplayer Online Battle Arena) di Indonesia telah menyebar ke seluruh kalangan tanpa melihat batasan umur, jenis kelamin dan pendapatan. Salah satu video game online mobile yang terkenal di Indonesia adalah “Arena of Valor” (AOV). Awalnya permainan bergenre ini sangat laris dimainkan di kalangan laki-laki, tetapi seiring dengan kepopulerannya yang meningkat kini para perempuan turut ikut serta dalam memainkan permainan bergenre MOBA. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan bagaimana praktik-praktik seksisme yang terjadi pada gamers perempuan yang bermain video game online mobile “Arena of Valor” di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode Etnografi yang dilakukan pada lingkup gamers perempuan di Indonesia (Jakarta, Tasikmalaya dan Yogyakarta). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa praktik-praktik seksisme masih dapat kita temui di dalam lanskap video game online mobile “Arena of Valor”. Hal tersebut terjadi karena peran konstruksi sosial dan budaya yang berkembang di masyarakat tentang peran gender. Akhirnya untuk dapat tetap bertahan di dalam industri dan lanskap ini, perempuan melakukan strategi koping sebagai bentuk resistensi terhadap praktik-praktik seksisme yang dialami.

The popularity of the online mobile video game genre MOBA (Multiple Online Battle Arena) in Indonesia has reached every circle without any limitation of age, sex and income. One of the most popular is called “Arena of Valor” (AOV). In the beginning, this type of genre is adored by males player only but as times goes on, females player also begins to spread their wings and play this type of game. The purpose of this research is to describe how sexism practice applied on female gamers who played online mobile video game “Arena of Valor” in Indonesia. The method used in this research is Ethnography applied within the scope of female gamers in Jakarta, Tasikmalaya, and Yogyakarta. The outcome of this research shown that sexism practice can be found in the industry and in the circle of online mobile video game AOV. These situations occurred in response to the construction of the social and cultural roles that develop in the society about gender roles. In order to be able to survive inside this industry, female gamers use a coping strategy as a form of resistance to the sexism practice that occurred."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
JIP 39 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Alfisyahrin
"[ABSTRAK
Kebebasan media diperlukan untuk memberantas korupsi, tetapi kita juga harus mendiskusikan bagaimana kebebasan tersebut dimanfaatkan oleh media. Melalui pemberitaan terhadap kasus korupsi, media massa menjadi subjek yang memproduksi wacana dan mengetengahkan versi kebenaran tertentu terkait pemberantasan korupsi. Penelitian ini menggunakan paradigma kritis, pendekatan kualitatif, dan model analisis wacana kritis. Dengan menggunakan teori Foucault tentang Kekuasaan dan Pengetahuan, penelitian ini menemukan bahwa rezim wacana pemberantasan korupsi di media massa adalah peradilan opini. Peradilan tersebut memaknai abnormalitas hanya pada individu koruptor saja dan dianggap sebagai sebuah kebenaran lewat kekuasaan pendisiplinan yang kredibel. Pada akhirnya, wacana pemberantasan korupsi sistemik pun menjadi terpinggirkan.

ABSTRACT
, Freedom of media is necessary to eradicate corruption, but we have to discuss how this freedom has been used by media. By reporting corruption case, mass media are subject who produce discourse and give a particular version of truth about corruption eradication. This research used critical paradigm, qualitative approach, and critical discourse analysis. By used Foucault?s theory about Power and Knowledge, this research found that regime of corruption eradication discourse in mass media are opinion court that mean abnormality only in corruptor individual side that believed as a truth trough credible disciplinary power. Finally, systemic corruption eradication discourse is marginalized.]
"
2015
S57835
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alexander Beny Pramudyanto
"Tesis ini membahas mengenai representasi Repressive State Apparatus yakni KPK dan Polri terkait kasus korupsi simulator SIM di Surat Kabar Harian Kompas. Secara khusus, penelitian ini menganalisis foto jurnalistik SKH Kompas
yang terkait dengan kasus korupsi simulator SIM. Dengan menggunakan analisis semiotika Roland Barthes, diketahui bagaimana Repressive State Apparatus digambarkan oleh SKH Kompas. Kesimpulan penelitian ini menunjukkan bahwa
dalam praktik representasi Repressive State Apparatus menghadirkan dua mitos yakni bahwa Kepolisian merupakan institusi yang rawan korupsi, di sisi lain terdapat pula mitos bahwa KPK merupakan institusi yang memiliki kredibilitas baik dalam memberantas korupsi. Ideologi yang mendominasi dalam praktik
representasi foto jurnalistik di SKH Kompas adalah ideologi demokratisasi terutama terlihat dalam upaya perwujudan pemerintahan yang bersih, kepedulian terhadap penegakan hukum, pemberdayaan civil society, serta keberanian dalam menyuarakan pendapat.

.This thesis discusses about representation of Repressive State Apparatus, that are KPK and Polri related to the corruption of driver's license simulator case in Kompas daily newspaper. Especially, this research analyses Kompas daily newspaper's photojournalistics related to the corruption of driver's license simulator case. Using Roland Barthes's semiotic analysis, this research discovers how Repressive State Apparatus are depicted by Kompas daily newspaper. The conclusion of this research shows that representation practice of Repressive State
Apparatus represents myths: Police institution is not free-corruption institution, whereas KPK institution has a good credibility in fighting against corruption. The ideology that dominates representation practice in Kompas daily newspaper is democatization ideology. This ideology is proven by the effort to create clean government, attention to the law enforcement, civil society empowerment, also
fearlessness in expressing the opinion.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
T35908
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Carina Putri Utami
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Kekerasan seksual terhadap perempuan, khususnya dalam bentuk pemerkosaan, merupakan masalah serius yang terjadi di Indonesia. Meskipun demikian, masih belum tercipta kondisi yang mendukung bagi korban karena adanya penerimaan mitos pemerkosaan. Studi ini dilakukan untuk menguji peranan seksisme ambivalen dan objektifikasi seksual terhadap perempuan dalam memprediksi penerimaan mitos pemerkosaan pada mahasiswa laki-laki di wilayah Jabodetabek. Hasil menunjukkan bahwa seksisme ambivalen ? = 0,412, t 2, 272 =8,118.

Sexual violence against woman, particularly in the form of rape, is a serious problem that occurs in Indonesia. However, the condition for rape victim is still not supporting enough because of rape myth acceptance. This study is conducted to examine the role of ambivalent sexism and sexual objectification of women to predict rape myth acceptance among male college student in Jabodetabek region. The result shows that ambivalent sexism 0,412, t 2, 272 8,118."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2017
S68811
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rachel Amanda Aurora
"Adanya persepsi mengenai perbedaan pengetahuan politik antara laki-laki dan perempuan membuat perempuan dianggap tidak kompeten dalam memberikan pendapat pada isu politik. Perkembangan internet yang memberikan kesempatan yang setara baik bagi perempuan maupun laki-laki untuk berpartisipasi dalam dunia politik salah satunya dengan berpartisipasi dalam diskusi online tidak menghilangkan anggapan tersebut. Dengan mengacu kepada elaboration likelihood model, gender dari pemberi komentar juga dapat bertindak sebagai isyarat heuristik bagi pembacanya, terutama pada pembaca dengan tingkat seksisme yang tinggi. Karena itu, selain dari aspek kesopanan dan bobot pada komentar pengguna, komentar yang diberikan oleh perempuan juga dijadikan oleh pembaca sebagai salah satu cue untuk menilai kualitas artikel berita online. Penelitian sebelumnya telah menguji pengaruh kesopanan dan bobot dari komentar terhadap perceived quality artikel berita.
Pada penelitian ini, peneliti menambahkan gender sebagai salah satu independent variable dan melihat pengaruhnya terhadap perceived quality. Peneliti juga mengukur tingkat sexism pembaca serta interaksinya dengan gender pemberi komentar terhadap perceived quality. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen, between-subject, post-test only dengan desain 2x2x2 faktorial dengan teknik analisis data menggunakan multiple regression. Hasil dari penelitian ini adalah gender terbukti mempengaruhi perceived quality artikel berita [t 273 = - 2.08, p= .04]. Hal ini diperkuat apabila pembaca berita memiliki sikap sexist [t 273 = 2.159, p=.03].

The perception of differences in political knowledge between men and women makes women considered incompetent in giving opinions on online political news articles. The Internet has been providing an equal opportunity for both women and men to participate in politics by participating in online discussions, but it does not dispel the stereotype. By referring to the elaboration likelihood model, the gender of the commentator can also act as a cue to its readers, especially readers with high levels of sexism. Therefore, apart from the civility and reasoning of user comments, comments given by women are also become one of the cue to assess the quality of online news articles. Previous research has examined the effect of civility and reasoning of comments on perceived quality of news articles.
In this study, researcher added gender as one of the independent variables and saw its effect on perceived quality. Researcher also measured the level of reader 39 s sexism and its interaction with gender of the commentator towards perceived quality. An online experiment with 2 civil vs. uncivil x 2 high reasoning vs. low reasoning x 2 female vs. male commenter factorial design was conducted N 273. Regression analysis suggested that gender was proven to affect perceived quality of news article t 273 2.08, p .04. This effect is reinforced if the newsreaders are sexist t 273 2,159, p .03.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Desca Lidya Natalia
"Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peran media massa dalam membentuk persepsi publik mengenai pemberantasan korupsi di Indonesia dan bagaimana persepsi masyarakat terhadap kerja pemberantasan korupsi dan korupsi itu sendiri. Penulis menemukan bahwa meski media memang dapat berperan sebagai watchdogterhadap pemerintah terutama dengan melakukan liputan investigasi mengenai korupsi sehingga dapat mengerjakan fungsi sebagai penyeimbang, tapi media tidak dapat begitu saja mengurangi laju korupsi. Penyebabnya adalah kurangnya daya ingat masyarakat, kontrol media yang lemah, tarik-menarik kepentingan di ruang redaksi hingga bias pemberitaan pemberantasan korupsi. Akibatnya, meski masyarakat menganggap korupsi penting untuk ditangani segera tapi mereka belum tergerak untuk ikut memberantas korupsi dan menyerahkan pemberantasan korupsi kepada penegak hukum yaitu KPK dan aparat penegak hukum lain. Perlu ada aturan hukum agar pers sebagai watchdog dalam pemberantasan korupsi terjaga independensinya sekaligus peningkatan kualitas jurnalis itu sendiri."
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi, 2019
364 INTG 5:2 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>