Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 123318 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Imam Muhtarom
"Reyog Bulkiyo di Desa Kemloko, Kecaman Nglegok, Kabupaten Blitar, Jawa Timur, masih bertahan hingga hari ini di tengah merosotnya undangan pentas komunitasnya dan banyaknya hiburan yang ada. Ada dua aspek yang membuat Reyog Bulkiyo berlanjut, pertama, adanya pewarisan dan kedua, adanya fungsi, khususnya fungsi hiburan. Pewarisan dalam Reyog Bulkiyo didukung adanya unsur kekerabatan antar-anggota Reyog Bulkiyo. Kekerabatan di dalam kelompok Reyog Bulkiyo memunculkan pelbagai perilaku yang menopang pewarisan sehingga prosesnya bekerja dengan baik. Sedangkan fungsi berkaitan dengan adanya kebermaknaan Reyog Bulkiyo pada komunitasnya. Fungsi Reyog Bulkiyo ini meliputi yang ritual dan yang pertunjukan. Dalam kaitannya dengan aspek keberlanjutan, pewarisan dan fungsi ini berkontribusi pada kebertahanan Reyog Bulkiyo sehingga masih ada pada masa kini.

Reyog Bulkiyo in Kemloko Village, Nglegok, Blitar, East Java, still survive this day in the midst of declining the invitation stage entertainment community and the many that exist. There are two aspects that make Reyog Bulkiyo continues, first, the inheritance, and second, their function, particularly the function of entertainment. Inheritance in Reyog Bulkiyo supported the element of kinship between members Reyog Bulkiyo. Kinship in Reyog Bulkiyo group raises various behaviors that support inheritance so that the process works well. While the function related to the meaningfulness Reyog Bulkiyo in the community. Reyog Bulkiyo function includes the rituals and performances. In relation to sustainability, inheritance and function contribute to the survival Reyog Bulkiyo that still exist today."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2016
T44774
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Teks ini memuat catatan yang disusun oleh Sulardi pada Oktober dan November1930, atas permintaan Pigeaud. Rupanya semula ada sejumlah gambar yang dijelaskan oleh Sulardi dengan catatan ini, namun gambar tersebut tidak ditemukan lagi dalam koleksi FSUI. Catatan ini hanya menerangkan empat gambar, sedangkan menurut surat dari Sulardi yang tersisip pada naskah ini (h.7-8), jumlah gambar semua ada 42. Catatan tersebut menerangkan pertunjukan rakyat reyog Panarogo (jaran kepang, jathilan), yang dikaitkan dengan cerita Panji. Diterangkan bahwa reyogmerupakan petikan dari arak-arakan ketika Candrakirana kawin dengan Panji Asamarabangun di Jenggala. Reyog dipertunjukan pada acara pernikahan, sunatan, garebeg dan arak-arakan gunungan (bandingkan MSB/T.11 yang menguraikan tentang hal yang sama). Pada h.5 terdapat uraian tentang acara mejemukan, atau selamatan yang biasa digunakan dalampernikahan dan sunatan, serta pada bulan Bakda Muluddengan slawatan dan dikiran. Naskah ini pernah dialihaksarakan dan diketik oleh staf pigeaud pada tahun 1930-an; untuk salinan ketikan tersebut lihat FSUI/ST.15a"
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
ST.15-B 18.01
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
"Teks ini memuat uraian tentang beberapa pertunjukan rakyat, ialah reyog, mejemukan, bondhan, srandhul, dan bir. Uraian tersebut disusun oleh Sulardi pada tahun 1930, atas permintaan Pigeaud, dan semula dilengkapi dengan sejumlah gambar. Naskah ST.15a ini merupakan salinan ketikan yang diambil dari St.15, tetapi sebagian lagi tidak diketahui naskah sumbernya. Penyalinan dikerjakan staf Pigeaud pada tahun 1930an. Informasi selanjutnya lihat deskripsi naskah tersebut. Pada koleksi FSUI terdapattiogaeksemplar naskah ini, yaitu ketikan asli (B18.02a) dan dua tembusan karbon (b-c). Hanya ketikan asli (a) yang dimikrofilm."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
ST.15a-B 18.02a
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
Hartono
Jakarta: Departemen Kebudayaan Pendidikan dan Kebudayaan , 1980
793.3 HAR r
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nursilah
"Pengelolaan taxi tradisional di Indonesia menjadi perdcbatan di kalangan seniman tentang arah perkembangan dan batas tanggung jawabnya Perdebatan berkisar pada pertentangan antara keinginan imtuk tetap menjaga keaslian seni tradisi dan usaha untuk mengembangl-can sejauh mungkin agar lebih aktual dan selalu mengikuti perkembangan jaman. Tanpa mengesampingkan pertentangan tersebut, usaha uniuk tetap melestarikan tradisi maupun mengembangknn tetap bisa dilakukan jika dilandasi alasan-alasan yang bisa dipenanggungjawabkan.
Kajian terhadap seni tari terdiri dari dua aspek, yaitu sebagai produk dan proses. Sebagai produk, tari diamati sebagai scbuah karya seni yang mempunyai nilai estetis dan sejauh mana lcualitas estetis suaru knrya. Sebagai proscs, seni tari dapat diamati scbagai proses perilaku manusia dalam rangka merefleksikan kehendak baik secara individu maupun kolektif sebagai ekspresi budaya Pada umumnya kajian seni tari yang ada hanya mengambil salah satu yaitu sebagai proses atau produk saja kajian yang menggabungkan keduanya jarang dilakukan, padahal sangat diperlukan agar upaya pengelolaan tari tradisional dapat terwujud secara komprehensif dan menyeluruh.
Reyog Ponorogo dipilih untuk menjelaskan kajian seni tari sebagai produk dan proses budaya Sebagai produk budaya, pengamatan diarahkan pada isi karya seni dan elemen-elemen estetis yang terkandung di dalamnya Berdasarkan uraian ini terungkap bahwa reyog Ponorogo merupakan bentuk seni pertunjukan rakyat yang lebih mementingkan aspek fungsi dan maknanya di masyarakat. Scbagai proses budaya pengamalan diarahkan pada bagaimana kehidupan seni tari tersebut berlangsung di tengah-tengah masyaraj-cat. Berdasarkan uraian ini dapat dikatakan bahwa reyog Ponorogo mempunyai peran penting dalam rangka menyertai berbagai aktivitas rnasyarakat sesuai dengan tuntutan kehidupan
Kajian terhadap seni perumjukan nzyog Ponorogo sebagai produk dan proses budaya ini pada akhimya dapat digunakan untuk mengetahui idcntitas budaya masyarakat pendukungnya. Identitas budaya dapat diketahui berdasarkan keunikan, kcpribadian, dan peran yang dapat dilakukan dalam lingkungannya. Keunikan dalam reyog Ponorogo dapat dilihat dari ciri khas seni pertwijukan baik teknik penyajian tari, elemen pendukung, maupun nilai estetis seni. Kepribadian dapat dilihat dari nilai-nilai budaya yang dianggap berharga yang tcrungkap dalam seni pertunjukan, ditinjau dari aspek karya scni dan seniman pelaku. Tinjauan terhadap karya seni terungkap bahwa reyog Ponorogo bemilai bagi masymakat karena mempunyai berbagai fungsi dalam menyenai aktivitas budaya. Berbagai fungsi ini dapat diiihat berdasarkan kajian folklor lerhadap reyog Ponorogo di masyaral-Lat. Tinjauan terhadap senjman pelaku reyog Ponorogo terungkap bahwa warok sebagai pelaku seni pertunjukan mempunyai peran penting di masyarakat_ Warok menjadi tcladan dan panutan dalam sikap dan perilaku hidupnya Sifat teladan walok menjadi orientasi nilai dan pandangan hidup masyarakat. Reyog Ponorogo sebagai eksprcsi seni pertunjukan rakyat merefleksikan kehidupan rakyat sesuai dengam nilai-nilai dan pola budaya di mana kesenian tersebut tumbuh dan berkembang. Uraian ini akhirnya dapat menjelaskan bahwa melalui seni pertunjukan reyog Ponorogo dapat digunakan imtuk mengetahui nilai-nilai dan pandangan hidup sebagai pembentuk identitas budayanya."
2001
T4920
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syadiidah
"Artikel jurnal ini berisi tentang pergeseran fungsi dan proses pewarisan pada kesenian tanjidor. Kesenian ini merupakan kesenian Betawi berupa pertunjukan musik tanpa vokal. Dahulu di Batavia, tanjidor selalu menjadi primadona dalam memeriahkan acara tahun baru, acara hajatan orang Betawi, juga perayaan hari besar Cina, seperti Cap Go Meh dan lainnya. Namun saat ini, pertunjukan tanjidor menjadi hal yang langka. Bahkan, dalam acara pernikahan orang Betawi, tanjidor merupakan pertunjukan yang jarang ada dan saat ini pertunjukan tersebut lebih sering ditanggap untuk acara yang bertemakan ikon Jakarta.
Berdasarkan penelitian, turunnya intensitas pertunjukan tanjidor disebabkan oleh bergesernya fungsi utamanya sebagai hiburan. Tidak adanya persepsi keislaman yang dekat dengan kehidupan masyarakat Betawi menjadi pemicu berkurangnya pertunjukan tanjidor di kalangan komunitasnya. Selain itu, pergeseran juga terjadi dalam proses pewarisannya. Proses pewarisan yang dilakukan oleh seniman Betawi mendapat hambatan karena sulitnya mereka untuk mentransfer keahliannya. Berbeda dengan seniman tanjidor non-Betawi yang memiliki cara khusus untuk memindahkan keahliannya kepada murid-muridnya. Hal ini akan berakibat adanya penyeberangan pewarisan tanjidor dari Betawi ke non-Betawi karena tanjidor terasa lebih hidup di tangan non-Betawi.
Artikel ini bertujuan untuk menjelaskan sebab dan dampak tergesernya fungsi tanjidor dalam masyarakat Betawi sehingga menyebabkan terjadinya pergeseran dalam proses pewarisan. Metode penelitian yang dilakukan adalah metode lapangan kualitatif dengan mengacu pada data di lapangan kemudian dianalisis dengan bantuan studi pustaka.

This journal article contains about the shift of functions and processes inheritance on tanjidor art. This art is art Betawi in the form of musical performances without vocals. Formerly in Batavia, tanjidor has always been a prima donna in enlivening the new year event, Betawi celebration events, as well as Chinese celebrations of the day, such as Cap Go Meh and more. But nowadays, tanjidor show becomes thing which is rare. In fact, in the marriage of the Betawi people, tanjidor is a show that rarely exists and is currently a show it is more often considered for an icon themed event Jakarta.
Based on research, the decrease in the intensity of the show tanjidor is caused by shifting its main function as entertainment. The absence of a perception of Islam that is close to the life of the community Betawi became the trigger for the reduction of tanjidor performances in the circle community. In addition, shifts also occur in the process inheritance. Inheritance process done by Betawi artist get inhibited because of their difficulty to transfer his expertise. In contrast to non Betawi tanjidor artists who have a special way to transfer his skills to his students. This result in a crossing of tanjidor inheritance from Betawi to non Betawi because the tanjidor feels more alive in the hands of non Betawi.
This article aims to explain the cause and the impact of displacement tanjidor function in Betawi society causing a shift in the inheritance process. The research method done is a qualitative field method with reference to the data in the field then analyzed with the help of literature study."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2017
T49299
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Naskah ketikan ini berisi beberapa catatan yang disusun pada tahun 1923 oleh M.O.S. Muliadiharja (Moeliadiardja), seorang guru sekolah Kristen di Jombang. Teks memuat uraian tentang beberapa pertunjukan rakyat yang ada di daerahJombang, Khususnya tentang ludrug (h.4-10), lerok (h.10-15), jaran kepang (15-20), dan gendruwon (barongan), serta jepaplok (20-22). Uraian meliputi masalah sejarah keagamaan, cerita yang dipergelarkan, musik, perlengkapan, dan lain-lain sebagainya. Menurut keterangan dari pengarang, informasi yang disajikannya, sebagian dipetik dari Pustakaraja Purwa dan sebagian lagi dari narasumber yang dianggap mengerti tentang masalah yang diteliti. Tidak disebutkan lebih lanjut tentang keberadaan naskah-naskah babon tersebut. Pigeaud beberapa kalimenyebutkan informasi Muliadiharja ini dalam karyanya tentang pertunjukan rakyat di Jawa (1938: 198-199). Pigeud/Panti Boedaja (?) nampaknya memperoleh catatan Muliadiharja ini dari Dr. H. Kraemer. Naskah kemudian dibuat alih aksara ketik sebanyak empat eksemplar, pada tahun 1938. Selain tersimpan di koleksi FSUI ini, tiga salinan sisanya tidak diketahui keberadaannya."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
ST.3-A 22.02
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
Dean Ario Seto
"Penelitian ini membahas tentang tradisi masyarakat Pulau Sabu bernyanyi di atas pohon lontar, atau yang disebut masyarakat setempat kepue due. Tujuan penelitian ini untuk (1) mendeskripsikan tradisi lisan bernyanyi di atas pohon lontar masyarakat Pulau Sabu serta fungsinya, (2) membahas perkembangan yang terjadi dalam kegiatan bernyanyi di atas pohon lontar, (3) menjelaskan proses pewarisan tradisi bernyanyi di atas pohon lontar dalam masyarakat Pulau Sabu. Peneliti dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan melakukan pengamatan langsung ke beberapa narasumber yang tersebar di enam kecamatan di Kabupaten Sabu, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan, dapat diambil simpulan bahwa tradisi bernyanyi di atas pohon lontar yang dilakukan masyarakat Pulau Sabu merupakan tradisi lisan yang unik karena hanya terjadi di tempat tersebut, serta merupakan tradisi yang erat dengan nilai spiritualitas masyarakat setempat, sesuai dengan bahasan dalam penelitian ini. Proses pewarisannya pun terjadi secara organik di setiap generasi, karena konsistensi tradisi menyadap pohon lontar.

This research discusses about tradition that happened only in Sabu Island, singing on the top of lontar trees. This research aims to (1) describe about oral lore in Sabu Island, singing on the top of lontar trees, (2) explain about the development of the tradition in this modern era, (3) explain about the inheritance process of singing culture in Sabu Island society, from generation to generation. Researcher used qualitative method to compose this research, by doing direct observation at six districts in Sabu Island, East Nusa Tenggara. Based on the research that has been conduct, researcher met the conclusion that the habit of people in Sabu Island, singing on the top of lontar trees, have a strong unique value because it’s only happened in that place, and religious value in society. The inheritance process happened organically in each generation because of their consistency in tapping the lontar trees."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Nukman
"Tale keberangkatan haji merupakan tradisi lisan masyarakat Kabupaten Kerinci yang dipertunjukkan menjelang keberangkatan haji dan perwujudan kebersamaan warga masyarakat. Tale menjadi identitas Kerinci di Provinsi Jambi, kehadiran dan perkembangan tradisi ini ikut dipengaruhi oleh masuknya Islam di Kerinci. Tale berfungsi hiburan dan juga berfungsi ritual, keberadaan tradisi ini tidak bisa dilepaskan dengan konteks sosial masyarakatnya. Petale yang terdiri dari laki-laki dan perempuan menampilkan tale mereka dengan menyenandungkan pesan untuk para jamaah haji agar menlajankan rukun-rukun haji. selain itu tale juga berisikan pujian kepada Illahirabbi dan kota suci Mekah Pewarisan tale keberangkatan haji dilakukan secara formal dan nonformal(alamiah). Secara formal ditunjukkan oleh Pemerintah Kabupaten Kerinci dalam bentuk memasukkan tale sebagai salah muatan lokal, sementara secara alamiah petale senior berusaha mewarisi tradisi ini dengan memberi peluang kepada petale muda untuk ikut bertale.

Tale for the departure of pilgrimage denotes an oral tradition of the community of Kerinci Regency that is performed by the departure of pilgrimage and becomes a realization of togetherness for the community. Tale is an identity of Kerinci society in Jambi Province. The presence and development of this tradition is also influenced by the coming of Islam religion in Kerinci. Tale functions not only as an entertainment but also as a ritual. The existence of this tradition can?t be dispensed with the social context of its community. The persons who perform tale that consists of men and women perform their tale by singing the messages for the pilgrimage participants in order to do the principles of pilgrimage. Besides, it contains the praise to the God and Prophet and the Holy Town of Mecca. The inheritance of tale for the departure of pilgrimage is conducted both formally and non formally (naturally). Formally, it is performed by the Government of Kerinci Regency in the form of entering tale as one of the local loads, whereas naturally, the old persons who perform tale strive to inherit this tradition by giving a chance to the young generations who perform tale to join in performing tale."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2011
T29225
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fatoni Ramadhan Perkasa
"Banyuwangi pada masa kolonial di Nusantara memegang peranan penting dalam perkembangan perdagangan dan telekomunikasi antar negara jajahan Eropa. Salah satu tinggalan sejarah yang penting di Banyuwangi adalah Kompleks Inggrisan yang berperan penting dalam sejarah Banyuwangi. Penelitian ini akan membahas mengenai bentuk dan gaya bangunan pada Kompleks Inggrisan serta fungsi dan peranan Kompleks Inggrisan dalam sejarah telekomunikasi Banyuwangi. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan analisis bentuk, analisis gaya, dan analisis kontekstual. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa bangunan–bangunan yang terdapat pada Kompleks Inggrisan menggunakan perpaduan bentuk dan gaya antara gaya arsitektur indische empire dengan gaya arsitektur tradisional Jawa pada masa Jawa Kuno serta Kompleks Inggrisan memiliki peranan dan fungsi penting dalam sejarah telekomunikasi antara Banyuwangi dan Australia.

Banyuwangi in the colonial period in the archipelago played an important role in the development of trade and telecommunications between European colonial countries. One of the important historical remains in Banyuwangi is the English Complex which plays an important role in the history of Banyuwangi. This research will discuss the shape and style of the building in the English Complex as well as the function and role of the English Complex in the history of Banyuwangi telecommunications. The research method used in this research is qualitative research using form analysis, style analysis, and contextual analysis. The results of this study indicate that the buildings in the English Complex use a combination of shapes and styles between the Indische Empire architectural style and traditional Javanese architectural styles during the Old Javanese period and the English Complex has an important role and function in the history of Banyuwangi and Australia telecommunications."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>