Ditemukan 110057 dokumen yang sesuai dengan query
Rulyusa Pratikto
"
ABSTRAKTujuan utama dari disertasi ini adalah untuk mengetahui kebijakan pengendalian harga yang berperan penting dalam penanggulangan kemiskinan. Dari tujuan utama tersebut, maka disertasi ini terdiri dari tiga essai. Essai pertama berusaha untuk mengetahui kelompok komoditas mana yang jika terjadi peningkatan harga lebih merugikan kesejahteraan masyarakat miskin. Penulis menemukan bukti bahwa saat terjadi peningkatan harga makanan, maka kelompok rumah tangga miskin lebih dirugikan karena proporsi pengeluaran mereka yang relatif tinggi. Hasil tersebut kemudian dijadikan dasar oleh penulis untuk mengkaji essai kedua dan ketiga. Essai kedua mengkaji apakah pakem pengendalian inflasi yaitu kebijakan moneter memiliki peran yang penting dalam pengendalian inflasi makanan.
Temuan pada kajian kedua ini menunjukkan bahwa kebijakan moneter tidak memiliki peran yang cukup signifikan dalam pengendalian inflasi makanan. Namun demikian terdapat spill-over effect dari inflasi makanan ke inflasi nonmakanan. Maka saat terjadi shock pada inflasi makanan, kebijakan moneter tetap dibutuhkan sebagai pengendali inflasi non-makanan yang mengalami tekanan karena inflasi makanan. Essai ketiga kemudian mengkaji kebiπjakan dari sisi struktural, yaitu perbaikan konektivitas domestik melalui infrastruktur transportasi darat dan laut terhadap pengendalian harga makanan. Bukti empiris pada kajian ketiga ini menunjukkan bahwa peningkatan kualitas dan kuantitas infrastruktur transportasi berperan penting dalam pengendalian harga makanan. Secara khusus, pelabuhan dengan skala relatif besar (komersial) memiliki peran yang lebih penting, mengingat kondisi geografis Indonesia yang merupakan Negara kepulauan.
ABSTRACTThis dissertation seeks to find the price stabilization policy that have important role in poverty alleviation. Spesifically, this dissertation consists of three essays. The first essay is to find the commodity basket that when the price increases would have more adverse impact on the poor. The empirical evidence found in this essay is food is the most important commodity for the poor, since food inflation has the most detrimental effect on the poor welfare. Thus, food price stabilitzation is important in poverty alleviation. Based on this result, I investigated the role of monetary policy in stabilizing food inflation on the second essay. The evidence shows that monetary policy has relatively little role on food inflation, but relatively high on non-food inflation.However, monetary policy response is still needed in the event of food inflation shock. This is because there is significant evidence that food inflation propagated into non-food inflation. The second essay result implies that Indonesia needed structural policy to maintain the food price. One of the structural factors that has been contributing to the high cost economy in Indonesia is domestic connectivity problem. Thus, the third essay main purpose is to determine whether increasing the quality and quantity of transportation infrastructure can have important role in food price stabilization. The empirical results show that this is true. In particular, increases in quality and quantity of commercial ports relatively has higher role in this matter. The geographical characteristic of Indonesia that is an archipelago supported the argument."
2015
D2130
UI - Disertasi Membership Universitas Indonesia Library
Arif Setiawan
"Inflation Targeting Framework (ITF) dalam dua dekade terakhir semakin popular sebagai sebuah pendekatan baru dalam kebijakan moneter yang menggunakan inflasi sebagai sasaran utama kebijakan menggantikan besaran lain seperti pertumbuhan jumlah uang beredar. Namun ITF menemui banyak kritik menyangkut orientasi kebijakan yang mengutamakan stabilisasi yang menurut pengkritik akan mengorbankan pertumbuhan dan pengangguran. Atas kritik tersebut pendukung ITF menunjukkan bahwa ITF adalah kerangka kebijakan yang flexible yang dalam jangka pendek dapat merespon permasalahan output seperti di masa krisis. ITF merupakan pendekatan kebijakan yang bersifat diskresi daripada sebuah rule yang kaku. Sementara beberapa penelitian justru menunjukkan bahwa respon terhadap inflasi pada negara yang menerapkan ITF justru menurun setelah penerapan ITF. Sedangkan untuk Indonesia, yang menerapkan ITF sejak Juli 2005, bagaimana perubahan respon kebijakan moneter dengan penerapan ITF menjadi objek utama dalam penelitian ini. Penelitian menggunakan model Taylor Rule sebagai fungsi respon kebijakan moneter. Perubahan respon diukur dari perubahan parameter dalam fungsi respon kebijakan moneter yang akan diestimasi dengan model Time Varying Parameter. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan ITF di Indonesia membuat respon kebijakan moneter lebih responsif terhadap Inflasi. ITF bersifat diskresi dengan parameter respon yang berfluktuasi dari waktu ke waktu dalam periode yang diteliti.
Inflation Targeting Framework (ITF) in the last two decades had been popular as the new framework in setting monetary policy which used inflation as nominal anchor, replacing other nominal anchor such as money growth. But its popularity was not without critics. Opponents of ITF criticized ITF to its concern on stabilization only that would sacrifice other objectives of policies: output and employment. Proponents of ITF answered the critics by arguing that ITF was a flexible framework rather than a rigid rule. It could anticipate problem of output in the short run such as during a crisis. While some researches on this field found that in some ITF countries monetary policy response to inflation tended to be lower after implementing ITF. For Indonesia which had implemented ITF since July 2005, how the changes in monetary policy responses due to ITF implementation was an object of this research. Using Taylor Rule as monetary policy responses function, changes of the response measured by changes in parameter of the model which estimated by a time varying parameter method. Evidence showed that ITF in Indonesia had changed the response of monetary policy to be more responsive to inflation than before. ITF implemented as discretion rather than a rule with monetary policy response changed over time during observed periods."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesiapp, 2011
T32764
UI - Tesis Open Universitas Indonesia Library
Rindani Dwihapsari
"Kebijakan moneter dalam suatu negara adalah kunci untuk menggapai tujuan perekonomian dalam skala makro. Bank Sentral yang telah diberikan amanah oleh pemerintah sebagai pengelola kebijakan moneter selalu berupaya mengendalikan jumlah uang beredar dengan menjaga nilai uang agar tetap stabil dari berbagai factor baik internal maupun eksternal. Di sisi yang lain, Indonesia adalah salah satu negara yang menerapkan dual monetary system, dimana kebijakan moneter dengan instrumen konvensional dan syariah berjalan berdampingan. Hal tersebut tentunya akan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kondisi di sektor riil maupun sektor moneter dalam perekonomian. Oleh karena itu, otoritas moneter menyusun berbagai penerapan kebijakan moneter ganda untuk mengatasi isu utama perekonomian nasional, yaitu tingkat inflasi dan tingkat pertumbuhan ekonomi. Penelitian ini bertujuan untuk melihat efektivitas dan pengaruh dari mekanisme transmisi kebijakan moneter konvensional yang tercermin dari suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI), total kredit bank konvensional (LOAN), dan rata-rata
yield Surat Utang Negara (SUN) serta transmisi kebijakan moneter syariah yang tercermin dari bagi hasil Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), total pembiayaan bank syariah (FINC), dan rata-rata yield Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), terhadap tingkat inflasi dan tingkat pertumbuhan ekonomi di Indonesia pada Januari 2013 sampai Desember 2019. Penelitian ini menggunakan metode analisis VAR/VECM dengan data sekunder jenis time series. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa untuk pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang, variabel LOAN dan FINC memiliki pengaruh yang negative sedangkan dalam jangka pendek variabel SBSN memiliki pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Adapun untuk inflasi, dalam jangka panjang variabel SBIS dan FINC memiliki pengaruh yang positif terhadap tingkat inflasi, sedangkan variabel SBSN memiliki pengaruh yang negative. Pada analisis efektivitas yang diukur dengan pengujian Impulse Response Function (IRF) dan Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) menunjukkan hasil bahwa kebijakan moneter syariah memiliki kontribusi yang lebih besar terhadap pengendalian tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi dibandingkan kebijakan moneter konvensional.
Monetary policy in a country is the key to achieve economic goals on a macro scale. The Central Bank, which has been given the mandate by the government as the manager of monetary policy, always tries to control the money supply by keeping the value of money stable from various factors, both internal and external. On the other hand, Indonesia is one of the countries that implements a dual monetary system, where monetary policy with conventional and sharia instruments goes side by side. This of course will have a different effect on conditions in the real sector and the monetary sector in the economy. Because of this, the monetary authorities prepared various implementations of dual monetary policies to address the main issues of the national economy, namely the rate of inflation and the rate of economic growth. This study aims to examine the effectiveness and influence of the conventional monetary policy transmission mechanism as reflected in interest rates on Bank Indonesia Certificates (SBI), total conventional bank loans (LOAN), and the average yield of Government Bonds (SUN) and sharia monetary policy transmission. which is reflected in the profit sharing of Bank Indonesia Sharia Certificates (SBIS), total Islamic bank financing (FINC), and the average yield of State Sharia Securities (SBSN), toward inflation rate and economic growth rate in Indonesia from January 2013 to December 2019. This study used the VAR/VECM analysis method with secondary data of the time series type. The results of this study indicate that for long-term economic growth, the LOAN and FINC variables have a negative effect, while in the short term, SBSN variables have a positive effect on economic growth. As for inflation, in the long-term the SBIS and FINC variables have a positive effect on the inflation rate, while the SBSN variable has a negative influence. In the effectiveness analysis as measured by the Impulse Response Function (IRF) and Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) tests, the results show that Islamic monetary policy has a greater contribution to controlling inflation rates and economic growth than conventional monetary policy."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Alethea Yuwanda Murtiningrum
"Dalam penelitian ini akan dibahas analisis pengaruh kebijakan moneter terhadap inflasi regional di Indonesia yang tidak simetri. Penelitian ini mengkaji apakah pengaruh kebijakan moneter yang tercerminkan melalui suku bunga kebijakan, akan direspons secara tidak simetris terhadap pergerakan tingkat inflasi regional di Indonesia. Sesuai dengan Kajian Regional yang dilakukan oleh Bank Indonesia, regional di Indonesia akan dibagai menjadi 5 wilayah utama yaitu, Wilayah Sumatera, Wilayah Jawa, Wilayah Kalimantan, Wilayah Bali-Nusa Tenggara (Balinustra), dan Wilayah Sulawesi-Maluku-Papua (Sulampua). Dengan menggunakan model structural vector autoregressive (SVAR) akan dijelaskan bahwa respons laju inflasi regional bersifat asimteris terhadap suku bunga kebijakan yang ditetapkan. Hasilnya menunjukan bahwa saat terjadi gangguan pada kebijakan moneter, tingkat harga di Wilayah Balinustra, dan Sulampua langsung merespons gangguan tersebut secara negatif di periode awal.
This paper will discuss the response of monetary policies on regional inflation in Indonesia. This research examines whether monetary policy that reflected through policy interest rates, will be responsded asymmetrically to movements in regional inflation in Indonesia. Based on the Regional Research that conducted by Bank Indonesia, regional in Indonesia will be divided into 5 (five) main regions, namely Sumatra Region, Java Region, Kalimantan Region, Bali-Nusa Tenggara Region (Balinustra), and Sulawesi-Maluku-Papua Region (Sulampua). Using the structural vector autoregressive (SVAR) model, it will be explained that the response of the regional inflation rate is asymmetrical to the policy interest rates set. The results show that when there is a shock in monetary policy, the price level in the Balinustra, and Sulampua Region immediately responsds to the shock negatively in the initial period."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Sugiharso Safuan
"Mencapai cita cita menuju Indonesia Emas 2045 akan menjadi tantangan, tetapi itu adalah tujuan yang patut diperjuangkan. Dengan berinvestasi di bidang pendidikan, infrastruktur, teknologi, dan pembangunan berkelanjutan, Indonesia dapat menciptakan masa depan yang lebih baik bagi semua warganya. Selain itu, untuk mewujudnya membutuhkan upaya bersama dari pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil. Ini juga akan membutuhkan komitmen yang kuat untuk reformasi dan inovasi. Dari sisi kebijakan (moneter), salah satu elemen penting dalam jangka kaitannya dengan independensi bank sentral adalah komitmen untuk stabilisasi harga (price stability). Tingkat harga yang stabil akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja yang maksimum."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
PGB 0616
UI - Pidato Universitas Indonesia Library
Amrial
"Penelitian ini bertujuan melihat respon kebijakan moneter dalam penerapan dual monetary policy terhadap dua indikator penting dalam makro ekonomi, yaitu inflasi dan pengangguran. Selain itu, penelitian ini juga mengungkapkan relevansi kurva Phillips di Indonesia. Metode yang digunakan adalah Vector Autoregressive VAR dengan data bulanan pada periode Februari 2005 hingga Oktober 2016 untuk model pertama, dan data semesteran pada periode Februari 2005 hingga Agustus 2017 untuk model kedua.
Hasilnya menunjukkan kebijakan moneter telah tepat merespon masalah inflasi dan pengangguran. Inflasi mendapatkan respon yang lebih besar dibandingkan pengangguran, hal ini mengkonfirmasi kerangka kebijakan yang digunakan oleh Bank Indonesia adalah Inflation Targeting. Namun, kondisi ini tidak ideal dalam pandangan ekonomi Islam karena belum seimbang dalam mengatasi permasalahan inflasi dan pengangguran secara bersamaan. Kemudian, Bank Indonesia mempertimbangkan aspek ekspektasi inflasi dari acuan konvensional maupun Islam. Terakhir, konsep kurva Phillips terbukti tidak relevan di Indonesia.
This study aims to see monetary policy response in the implementation of the dual monetary policy to two important indicators in the macroeconomy, namely inflation and unemployment. In addition, this study also reveals the relevance of the Phillips curve in Indonesia. The method used is Vector Autoregressive VAR with monthly data from February 2005 to October 2016 for the first model, and semi annual data from February 2005 to August 2017 for the second model. The result shows that monetary policy has responded appropriately to the problem of inflation and unemployment. Inflation gets a bigger response than unemployment, confirming the policy framework used by Bank Indonesia is Inflation Targeting. However, this condition is not ideal in view of Islamic economics because it has not balanced in overcoming the problems of inflation and unemployment simultaneously. Then, Bank Indonesia considers the inflation expectations aspect of both conventional and Islamic references. Finally, the concept of the Phillips curve proved irrelevant in Indonesia."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Jayadi
"
ABSTRAKAnalisis Dinamik menggunakan Model VAR menunjukkan bahwa tingkat inflasi mempengaruhi kesejahteraan petani di Indonesia secara signifikan dalam jangka panjang, tetapi tidak dalam jangka pendek. Selanjutnya, berdasarkan analisis kuadran, terdapat peningkatan dari waktu ke waktu terhadap jumlah provinsi yang berbasis sektor pertanian di Indonesia. Namun demikian, kemiskinan pedesaan di Indonesia tetap stabil pada tahun 2011 dengan masih banyaknya provinsi yang terletak di kuadran normatif atau di kuadran transisi. Secara umum, dari hasil analisis disimpulkan bahwa tingkat inflasi berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap indeks NTP dalam jangka panjang dan indeks NTP tidak dapat mempengaruhi tingkat kemiskinan dalam jangka pendek, atau dengan kata lain ada faktor lain diluar faktor kesejahteraan petani yang memiliki peranan penting dalam mengurangi tingkat kemiskinan di pedesaan.
ABSTRACTThe dynamic analysis using VAR model shows that inflation rate affects Indonesian farmers’ welfare significantly in the long run but not in the short run. Furthermore, based on the quadrant analysis, we can see that there is an increase over time of the number of agriculture based provinces in Indonesia. Nevertheless, the rural poverty in Indonesia remained stable in 2011 with many provinces located in the normative quadrant or in the transition provinces. Generally, we find in our analysis that inflation rate influences significantly and positively the NTP index in the long run and the NTP index cannot affect poverty rate in the short run, or that beyond other factors of the farmers’ welfare are at play to reduce rural poverty rate."
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Farrah Noor Fitria Agus
"Dalam upaya memeriksa efektivitas transmisi kebijakan moneter, penelitian ini memeriksa interest rate pass-through di Indonesia dengan mempertimbangkan adanya perubahan suku bunga kebijakan dan pandemi COVID-19. Data suku bunga kebijakan, suku bunga deposito dan suku bunga kredit diambil secara bulanan dari April 2012-Desember 2022. Vector Error Correction Model (VECM) digunakan untuk mengukur interest rate pass-through dan Mean Adjusted Lag (MAL) digunakan mengukur kecepatan pass-through. Hasil menemukan dengan penetepan suku bunga kebijakan baru belum memberikan pengaruh pada suku bunga deposito dan kredit dalam analisis jangka panjang dan jangka pendek. Kebijakan moneter membutuhkan waktu yang lebih lama untuk memberikan pengaruhnya pada suku bunga perbankan. Pandemi COVID-19 semakin melemahkan transmisi kebijakan moneter memberikan pengaruh pada suku bunga kredit.
To examine the effectiveness of monetary policy transmission, this study examines interest rate pass-through in Indonesia by considering changes in policy rates and the COVID-19 pandemic. Data on policy rates, deposit rates and lending rates are taken monthly from April 2012-December 2022. Vector Error Correction Model (VECM) is used to measure interest rate pass-through and Mean Adjusted Lag (MAL) is used to measure the speed of pass-through. The results found that the new policy rates have not yet influenced deposit and lending rates in the long-run and short-run analysis. Monetary policy takes a longer time to affect bank interest rates. The COVID-19 pandemic has further weakened the transmission of monetary policy influence on lending rates."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
M. Rayyan HS
"Dalam kondisi krisis menurunnya pertumbuhan kredit perbankan yang cukup signifikan berasosiasi dengan fenomena credit crunch. Kemampuan sistem perbankan menyediakan kredit dalam perekonomian terbatas dibandingkan dengan permintaan kredit. Ketika terjadi pandemic covid-19, pertumbuhan kredit di Indonesia mencapai titik terendah jika dibandingkan dengan periode pre-covid 19. Namun, faktor penyebabnya masih ambigu. Dengan menggunakan model disequilibrium pasar kredit yang diestimasi dengan Maximum Likelihood, Studi ini menguji apakah penurunan kredit selama pandemi Covid-19 merupakan fenomena credit crunch. Hasil studi ini menunjukkan bahwa parameter model probability penurunan kredit selama pandemi Covid-19 merupakan fenomena credit crunch tidak signifikan. Artinya, estimasi dari permintaan kredit lebih kecil dari penawaran kredit (excess supply). Sehingga implikasi terhadap peran kebijakan moneter dengan menurunkan suku bunga menjadi terhambat akibat penurunan aktivitas ekonomi selama pandemi Covid-19.
Under crisis conditions, the significant decline in bank credit growth is associated with the credit crunch phenomenon. The ability of the banking system to provide credit in the economy is limited compared to the demand for credit. During the Covid-19 pandemic, credit growth in Indonesia reached its lowest point when compared to the pre-Covid-19 period. However, the causative factor is still ambiguous. Using a credit market disequilibrium model estimated with Maximum Likelihood, this study tested whether the decline in credit during the Covid-19 pandemic was a credit crunch phenomenon. The results of this study show that the parameter of the probability of credit decline during the Covid-19 pandemic is an insignificant credit crunch phenomenon. This means that the estimated demand for credit is less than the excess supply. Thus, the implications for the role of monetary policy by lowering interest rates have been hampered due to the decline in economic activity during the Covid-19 pandemic."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Dina Alvionita
"Koordinasi antara kebijakan moneter dan fiskal diperlukan untuk mencapai stabilitas makroekonomi. Dengan menggunakan metode Two Stage Least Square, ditemukan bahwa pada tahun 2001 triwulan 1 hingga 2013 triwulan 4 telah terdapat koordinasi antara kebijakan moneter dan kebijakan fiskal di Indonesia. Akan tetapi koordinasi ini belum optimal karena terbatasnya fiscal space membuat pemerintah menjadi tidak fleksibel dalam merespon perubahan yang terjadi pada perekonomian. Sebagai akibatnya, upaya pencapaian stabilitas perekonomian dibebankan kepada Bank Indonesia. Hal ini menyebabkan upaya Bank Indonesia dalam mencapai target inflasi sering kali tidak tercapai.
Coordination between monetary and fiscal policy are crucial to stabilize macroeconomic condition. Using Two Stage Least Square method, there is an evidence that during the period of 2001:Q1 to 2013:Q4 there are coordination between monetary and fiscal policy in Indonesia. Hence, the coordination between those two policies is not optimal caused by the limited fiscal space that create the rigidity for government to response the changes on the economy. As a consequence, the effort to stabilize the economic condition being held by Indonesian Central Bank (Bank Indonesia). As a result, Bank Indonesia often failed to achieve the inflation target."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2015
S58536
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library