Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 132166 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nita Kusuma Sugiono
"Batik Lasem merupakan tetesan budaya masyarakat Cina peranakan yang tinggal di Lasem Jawa Tengah Keunikan batik Lasem terletak pada corak dan pewarnaannya yang memadukan budaya Cina dan Jawa Melalui batik Lasem kita dapat melihat percampuran budaya Cina dan Jawa yang berkolaborasi dengan indah Corak binatang binatang Cina yamg megah dan penuh dengan falsafah hidup khas Cina dipadukan dengan bunga bunga lokal Jawa yang cantik dan mempesona ditambah dengan warna khas Lasem yang cerah dan menawan menjadikan batik Lasem sebagai suatu karya seni bernilai tinggi Batik Lasem merupakan warisan budaya yang telah dipelihara dan dilestarikan oleh masyarakat Lasem selama ratusan tahun lamanya Hingga saat ini apabila kita melihat batik Lasem kita dapat menyaksikan bukti nyata percampuran budaya Cina dan Jawa yang tertoreh dalam selembar kain batik yang indah
Batik Lasem is a cultural heritage of the Peranakan Chinese whom resides in Lasem Central Java The uniqueness of Batik Lasem lies in its patterns and coloring which incorporates Chinese and Javanese culture Through Batik Lasem we are able to see a mix of Chinese and Javanese influences in unified beauty Majestic patterns of animals which epitomizes a distinct philosophy of the Chinese merged together with the allure and charm possessed only by a local Javanese flower added with the prominent and vibrant color of Lasem is what attributes to the high value of this work of art Batik Lasem is a cultural heritage that has been preserved by the people of Lasem for decades To this day whenever Batik Lasem is sighted its striking merge of Chinese and Javanese cultures is perpetually embedded on a length of batik garment "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2016
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Almy Birama Jufaransyah
"Masjid merupakan sebuah tinggalan arkeologis yang dapat menjelaskan bagaimana agama Islam berkembang di suatu daerah. Agama Islam yang berkembang di pulau Jawa merupakan wujud akulturasi dari penyesuaian terhadap agama dan kebudayaan sebelumnya. Penyesuaian kebudayaan yang dihasilkan dari sebuah proses akulturasi tersebut terlihat dari adanya beberapa komponen masjid yang menunjukkan corak-corak kebudayaan yang berbeda. Pada bagian atap masjid terdapat gaya Tionghoa yaitu atap Tsuan Tsien, pada bagian ruang inti masjid terdapat banyak unsur kebudayaan Jawa, dan pada bagian mihrab dan ragam hias terdapat unsur Timur Tengah. Berdasarkan hasil analisis mengenai dua aspek yaitu arkeologi dan akulturasi, dapat disimpulkan bahwa Masjid Jami Lasem merupakan wujud dari sebuah masjid yang merangkul semua golongan masyarakat, dan merupakan wujud dari cerminan masyarakat multikultural.

The mosque is an archaeological heritage that can explain how Islam developed in this area. The Islamic religion that flourished on the island of Java was a form of acculturation from adaptation to previous religions and cultures. The result of  an acculturation process is proven from the existence of several components of the mosque that show different cultural elements. On the roof of the mosque there is a Chinese elements called the roof of Tsuan Tsien, in the center space of the mosque there are many elements of Javanese culture, and in the mihrab and ornaments of the mosque there are elements of the Middle East culture. Based on the analysis of two aspects of archeology and acculturation, it can be concluded that Jami Lasem Mosque is a form of a mosque that embraces all community groups, and is a manifestation of the reflection of multicultural society."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuha Afina Khalish
"Batik telah ditetapkan sebagai salah satu warisan budaya tak benda Indonesia oleh UNESCO. Batik besurek merupakan salah satu kain batik di Indonesia yang berasal dari Bengkulu. Kain batik besurek memiliki kekhasan pada motifnya, yaitu kaligrafi Arab yang menjadikan hal tersebut sebagai bentuk akulturasi budaya. Akulturasi budaya dalam kain batik besurek juga menghasilkan motif kain besurek baru hasil perkembangan dari perajin kain besurek di Bengkulu. Dalam penelitian ini dibahas tentang hasil akulturasi budaya Arab dengan budaya Indonesia pada batik besurek Bengkulu. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode studi pustaka dan wawancara. Data-data diperoleh dari artikel jurnal, laporan penelitian, dan buku serta wawancara dengan narasumber. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori akulturasi budaya dari Koentjaraningrat. Hasil dari akulturasi budaya dalam kain batik besurek berupa perkembangan motif kain besurek yang terdapat bunga raflesia yang merupakan ikon dari Provinsi Bengkulu.

Batik has been designated as one of Indonesia's intangible cultural heritage by UNESCO. Besurek batik is a batik cloth in Indonesia originating from Bengkulu. Besurek batik cloth has a unique motif, namely Arabic calligraphy, which makes it a form of cultural acculturation. Cultural acculturation in besurek batik cloth also produces new besurek cloth motifs as a result of developments from besurek cloth craftsmen in Bengkulu. This study discusses the results of the acculturation of Arabic culture with Indonesian culture in Bengkulu besurek batik. This research is a qualitative research using literature and interview methods. The data were obtained from journal articles, research reports and books as well as interviews with source person. The theory used in this study is the theory of cultural acculturation from Koentjaraningrat. The result of cultural acculturation in the development of besurek batik cloth is in the form of besurek cloth motifs which contain rafflesia flowers which are icons of Bengkulu province."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Clarissa Amelinda
"Makalah ini membahas eksistensi tari Cokek sebagai warisan budaya Betawi yang juga merupakan hasil akulturasi dengan budaya masyarakat Tionghoa. Dalam penelitian ini akan dipaparkan bagaimana kebudayaan masyarakat Tionghoa memperngaruhi tari Cokek. Di samping itu, penelitian ini juga memaparkan pandangan kedua masyarakat ini terhadap tari Cokek, serta usaha-usaha pelestarian yang telah dilakukan maupun yang seharusnya dilakukan oleh masyarakat dan pemerintah agar eksistensi tari ini tetap terjaga. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pengaruh-pengaruh budaya Tionghoa pada tari Cokek dan juga menjelaskan keberadaan tari Cokek dari masa awal perkembangannya oleh masyarakat Tionghoa dan masyarakat Betawi. Di samping itu, penelitian ini juga diharapkan dapat menumbuhkan ketertarikan pembaca untuk mengenal tari ini. Hingga kini, tari Cokek masih dapat bertahan, meskipun keberadaannya hanya sebatas pada daerah kelahirannya, yakni Tangerang.

The Existence of Cokek Dance as The Acculturation of Chinese and Betawi Culture discusses the existence of Cokek dance as one of Betawi cultural heritages and an acculturation with Tionghoa culture. This paper will explain how far Chinese culture influences this dance. In addition, this paper also explains the overview of these two communities, Betawi and Tionghoa, to Cokek dance and preservation efforts that have been done and should be done by the public and government to maintain the existence of this dance. The purposes of this research are to explain Chinese culture influences that affected Cokek dance and to explain the existence of Cokek dance from the beginning of its developments by Chinese and Betawi society. This research aims to gain readers’ interest about Cokek dance. Now, Cokek dance can still survive up, eventhough its presence merely in the area where it was developed first, Tangerang.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2014
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Lestari
"Skripsi ini membahas mengenai program CSR Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem yang berupaya untuk meningkatkan taraf kondisi ekonomi masyarakat dengan memanfaatkan budaya lokal yaitu batik tulis Lasem. Jenis penelitian yang digunakan adalah evaluasi proses dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kegiatan program CSR Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem dapat dikatakan sesuai dengan output yang telah direncanakan. Output didapatkan dari hasil kegiatan yang dilakukan yaitu dengan adanya pelatihan, peminjaman modal, pendampingan, monitoring, dan evaluasi. Namun dalam proses pelaksanaannya tersebut terdapat kegiatan yang dinilai masih kurang maksimal yaitu pada kegiatan monitoring evaluasi. Dalam pelaksanaannya juga terdapat faktor pendorong seperti adanya antusias dari masyarakat, adanya dukungan dari pemerintah, dan adanya showroom BNI sebagai tempat pemasaran hasil produk. Disisi lain juga terdapat kendala seperti kurangnya sinergis antara pemerintah dan masyarakat serta kurangnya pemahaman masyarakat tentang pemasaran. 

This thesis discusses about CSR program of Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem which aiming to escalate the level economic condition of society by utilizing local culture, i.e. Batik Tulis Lasem. Type of research is being used is a formative evaluation which applying the qualitative approach. The result of such research is to indicate the CSR program of Kampoeng BNI Batik Tulis Lasem can be considered suitable with the planned output. This output obtained thru several activities which were carried out towards society, such as training, capital loan, accompaniment, monitoring, and evaluation. Nevertheless, in the implementation process, there was an activity which is considered still not maximal, namely evaluation activity. In the implementation there are also some factors which can support this program, such as the enthusiasm of the community, the support of the government, and the exsistance of BNIs showroom as a market place. On the other hand, there are whereas the obstacles such as the lack of synergy between the community and the government and the community have lack of knowledge about marketing."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dita Dea Desita
"Batik merupakan warisan budaya leluhur bangsa Indonesia. Periode awal kemunculan batik erat hubungannya dengan masa kerajaan Majapahit dan penyebaran Islam di tanah Jawa. Motif batik secara general dapat dibagi menjadi dua, yaitu motif batik pedalaman (keraton) dan motif batik pesisir. Motif batik pedalaman biasanya bermotif simbolik geometrik, serta corak-corak yang yang memiliki makna tertentu. Batik pedalaman biasanya berwarna hitam, cokelat, biru atau putih. Sedangkan batik pesisir biasanya memiliki motif yang banyak dipengaruhi oleh negri lain karena daerah pesisir biasanya dijadikan tempat persinggahan oleh para saudagar asing. Motif batik pesisir yang mendapat pengaruh dari negri lain, antara lain : awan, burung phoenix, naga, gajah, dll. Warnanya pun biasanya berwarna terang. Salah satu batik pesisir yang terkenal di Indonesia adalah batik mega mendung, batik ini merupakan produk asimilasi budaya antara kebudayaan Cina dan Indonesia.

Batik is the ancestral heritage of Indonesia. The initial period of batik emergence is closely connected with the Majapahit empire and the spread of Islam in Java. Batik motifs in general can be divided into two, namely the inland batik motif (palace) and the coastal batik motifs. Inland batik motif is usually symbolic geometric motifs, and the motifs that have specific meanings. Batik inland usually black, brown, blue or white. Meanwhile, coastal batik motifs usually have a lot of other lands as influenced by coastal regions typically be a haven by foreign merchants. Coastal batik motifs from other lands influenced by, among other things: clouds, phoenix, dragon, elephant, etc.. The color is usually light. One of the famous coastal batik in Indonesia is a batik mega mendung, batik mega mendung is a product of cultural assimilation between Chinese and Indonesian culture.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2013
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Rissa Amanda
"Jurnal ini membahas tentang asal-usul bakcang dan kue cang secara lebih mendalam, juga bakcang dan kue cang di Indonesia sebagai hasil dari akulturasi antara budaya Tiongkok dengan Indonesia. Bakcang dan kue cang ini biasanya disajikan dalam Perayaan Peh Cun yang merupakan salah satu perayaan yang dirayakan oleh masyarakat Tionghoa setiap tahun, tepatnya pada tanggal 5 - bulan 5 penanggalan Imlek. Masyarakat Tionghoa meyakini bahwa munculnya bakcang dan kue cang dalam perayaan Peh Cun didasari oleh cerita Wu Zixu seorang tokoh dari zaman Musim Semi ndash; Musim Gugur dan tokoh Qu Yuan dari zaman Negara Berperang. Bagi masyarakat Tionghoa, bakcang dan kue cang ini menjadi salah satu simbol untuk mengenang jasa dan kematian Wu Zixu dan Qu Yuan yang kemudian simbol ini dijadikan salah satu simbol terpenting dalam perayaan Peh Cun. Seiring dengan berjalannya waktu, karena berkembangnya zaman dan terjadinya akulturasi antara budaya Tiongkok dengan Indonesia, lambat laun bakcang dan kue cang mengalami perkembangan dalam segi makna, fungsi, serta bentuk fisik maupun variasi isi bakcang yang disesuaikan dengan bahan makanan yang ada di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan dalam jurnal ini adalah metode kualitatif berbasis studi kepustakaan.

This journal discusses the origin of bakcang and kue cang more deeply, also bakcang and kue cang in Indonesia as a result of acculturation between Chinese culture and Indonesian. Bakcang and kue cang is usually presented in Peh Cun Celebration which is one of the celebrations that celebrated by Chinese people every year, precisely on the fifth day of the fifth lunar month. The Chinese people believe that the emergence of bakcang and kue cang in the Peh Cun Celebration based on the story of Wu Zixu, a figure from the Spring ndash; Autumn era and Qu Yuan, from the Warring States era. For Chinese society, bakcang and kue cang become one of the symbols to commemorate the kindness and the death of Wu Zixu and Qu Yuan which later become one of the most important symbols in the Peh Cun celebration. As time goes by because of the current development and the occurrence of acculturation between Chinese culture and Indonesian, bakcang and kue cang gradually go through development in terms of meaning, function, as well as physical form and variations of bakcang contents which be adjusted with foodstuff in Indonesia. The research method that were used in this journal is a qualitative method based on literature study.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Siska Nurazizah Lestari
"Dalam menghadapi kompetisi perdagangan dengan warga etnis Tionghoa, warga Belanda (vrijburgers) memang tidak dapat menandingi, sehingga timbul perasaan tidak senang. Hal itu membuat VOC menerapkan pembatasan pembatasan terhadap warga etnis Tionghoa. Sementara itu, kepiawaian etnis Tionghoa dalam berdagang opium menyebabkan etnis Tionghoa di Lasem tumbuh sangat kaya pada abad XIX. Setelah meredupnya bisnis candu, warga Tionghoa Lasem kembali lagi menggeluti bisnis batik yang telah lama ditinggalkan. Sejak abad ke 19, para pengrajin Tionghoa telah berperan penting dalam produksi sejumlah rumah produksi batik di pesisir di Lasem. Akan tetapi hubungan sosial antara pengusaha dan buruh kurang terjalin dengan baik, karena hak hak buruh tersebut kurang terpenuhi dengan baik. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, dan termasuk dalam penelitian sejarah sosial ekonomi, di mana masyarakat Lasem abad XIX hingga XX sebagai objek. Adapun tujuan historiografis yang ingin dicapai dari penelitian ini yaitu mendokumentasikan sejarah sosial ekonomi sebagai dampak perkembangan bisnis opium dan batik di Lasem pada abad XIX sampai dengan abad XX."
Yogyakarta: Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta, 2018
959 PATRA 19:3 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ifryansyah Putra
"Skripsi ini membahas analisis makna simbol yang berada di Masjid Agung Demak. Pada skripsi ini menggunakan teori semiotik yaitu memahami simbol atau makna berdasarkan segitiga makna. Kemudian dalam skripsi ini menggunakan beberapa teori untuk mengacu pada pembahasan skrispi ini. Beberapa teori yang digunakan dalam skripsi ini seperti teori kebudayaan, teori kebudayaan Islam, teori kebudayaan Jawa, teori akulturasi, dan teori simbol dan makna. Peneliti mendapat beberapa temuan yang menjadi bahasan skripsi ini. Temuan yang pertama adanya akulturasi pada bagian atap Masjid Agung Demak serta puncak atap Masjid Agung Demak. Kemudian akulturasi kedua terdapat pada bagian utama Masjid Agung Demak seperti pada gambar penyu, keramik, pintu dan jendela. Kemudian terdapat mihrab, mimbar, dan serambi pada Masid Agung Demak yang mengacu kepada masjid yang pertama dibangun oleh Nabi Muhammad. Kemudian terdapat kentongan dan bedhug yang memiliki akulturasi dari Cina. Selain itu, keramik yang ada di dalam Masjid Agung Demak juga akulturasi dari Cina. Ketiga adalah hiasan dalam Masjid Agung Demak yang memiliki makna dan akulturasi dari Majapahit seperti, hiasan pintu petir, gambar penyu, dan hiasan kaligrafi pada makam para raja. Keempat pada halaman Masjid Agung Demak memiliki akulturasi dan makna dari Majapahit seperti kolam, Gapura, dan pagar masjid. Kelima adalah lokasi Masjid Agung Demak yang memiliki makna dan akulturasi dari Majapahit. Sebenarnya pendirian lokasi Masjid Agung Demak dipengaruhi oleh Kerajaan Demak sebelum berdiri. Sampai pada akhirnya Kerajaan Demak berpindah yang saat ini sebagai kota Demak dan didirikan Masjid Agung Demak.

This Thesis is discuss/talked about analysis the meaning of symbol in Agung Demak Mosque. This thesis use semiotic method which is understanding the triangle of meaning. Then this thesis use several theory referred to this thesis discussion. Several theory that used in this thesis such as culture theory, moeslim culture theory, Javaness culture thory, acculturation theory, and the theory symbol and meaning. Researcher discovered view things that become the discussion of this thesis. The firs discovery: there is an acculturation that found in the part of the Agung Demak Mousque rooftop also an the top of the rooftop of Agung Demak Mosque. The second discovery is in the main part of Agung Demak Mosque like the picture of turtle, ceramics, door, and window. And then there are mihrab, mimbar, and serambi which is the part of Agung Demak Mosque that referred to the first mosque built by the prophet Muhammad saw. After that there is "kentongan" and "bedhug" that have the acculturation from China. Besides that, ceramics in the Agung Demak Mosque are also acculturation from China. The third is the gatnish/ornament inside Agung Demak Mosque that has meaning and acculturation from Majapahit such as "pintu petir", the drawing of turtle, "kaligrafi" garnish/ornament in the king's grave. Fourth, they yard of Agung Demak Mosque has the acculturation and meaning from Majapahit such as the pool, "gapura" and the mosque gate. Fifth, is the location of Agung Demak Mosque that has meaning and acculturation from Majapahit. Actually the decision of Agung Demak. Mosque location is affected by the Kingdom of Demak before it way built in the end, the Kingdom of Demak moved to a city that right now we call it Demak city and established Agung Demak Mosque.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2015
S58747
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ernawati Purwaningsih
"This descriptive qualitative research examines social solidarity of the Chinese and Javanese (pesantren) ethnic groups in Lasem. Both Chinese and Javanese ethnic groups live side by side safely and peacefully, thus creating a harmonious life. The aim of this research is to explain the mechanical and organic solidarity between the Chinese and the santris living in the pesantren (Islamic Boarding School) in Kauman, Lasem. The research result indicates that organic solidarity can be seen when these two ethnic groups help each other in various activities. For example, in the haul (commemoration of the death of a person) of Mbah Sambu held by the Kauman Islamic boarding school, the Chinese ethnic gave support both morally and materially. Similarly, when the Chinese ethnic commemorate their feast days, they will receive support from the pesantren."
D.I. Yogyakarta: Yayasan Jurnal Perempuan, 2018
400 JANTRA 13:2 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>