Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 92283 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Viscanita
"Latar Belakang : Penggunaan terapi hormon memiliki efek samping pada payudara yang dapat terdeteksi pada ultrasonografi (USG) berupa peningkatan ketebalan jaringan fibroglandular yang berhubungan dengan peningkatan risiko kanker payudara. Hingga saat ini masih terdapat kontroversi mengenai efek samping terapi hormon tibolone terhadap payudara.
Tujuan Penelitian : Mengetahui perubahan ketebalan jaringan fibroglandular payudara setelah terapi hormon tibolone.
Metode : Penelitian ini berlangsung dari bulan Desember 2013 hingga Agustus 2015 di Departemen Radiologi RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo dengan desain penelitian berupa studi kuasi eksperimental dengan amandemen berupa pengambilan data USG payudara sebelum dan sesudah terapi hormone tibolon. Pengukuran dengan USG payudara dilakukan di empat regio (superior, inferior, medial dan lateral) yang kemudian dilakukan analisis terhadap rerata perubahan ketebalan jaringan fibroglandular sebelum dan sesudah terapi hormon tibolone.
Hasil : Dari 40 subjek yang dianalisis, terdapat 36 subjek yang mengalami peningkatan ketebalan jaringan fibroglandular. Terdapat perbedaan bermakna (p<0,001) pada ketebalan jaringan fibroglandular payudara sebelum dan sesudah 3 bulan pemberian tibolon. Indeks massa tubuh (p = 0,020) dan riwayat kontrasepsi hormonal (p=0,015) merupakan faktor yang memengaruhi peningkatan ketebalan jaringan fibroglandular payudara sesudah terapi hormon tibolon. Sedangkan paritas, usia melahirkan anak pertama, riwayat menyusui, usia menarke, usia menopause dan riwayat kontrasepsi hormonal tidak berhubungan.
Kesimpulan : Terdapat peningkatan ketebalan jaringan fibroglandular berdasarkan pemeriksaan USG payudara perempuan menopause yang mendapat terapi hormon tibolone.

Background : The use of hormone therapy has side effects in the breast which detected on ultrasound by increasing the thickness of breast fibroglandular tissue associated with increased risk of breast cancer. Until now there is still controversy regarding the side effects of tibolone on the breast tissue.
Purpose : This study aims to determine the thickness changes of the fibroglandular tissue due to tibolone hormone therapy.
Methods : This research was done between December 2013 untill August 2015 in Department of Radiology, dr. Cipto Mangunkusumo Hospital. Design of this research is a quasi-experimental study with the amendment in the form of data retrieval breast ultrasound before and after tibolon hormone therapy. Measurements with breast ultrasound was done in four regions (superior, inferior, medial and lateral) then the average change in fibroglandular thickness was analyzed.
Results : Of the 40 subjects were analyzed, there were 36 subjects showed significant increase (p <0.001) of breast fibroglandular tissue thickness after 3 months of tibolone hormone therapy. The body mass index (p = 0.02) and a history of hormonal contraception (p = 0,01) were factors that influence the increase of fibroglandular thickness post tibolone hormone therapy. While parity, age of first child, history of breastfeeding, age of menarche, age of menopause and history of hormonal contraception were not related.
Conclusions : There is an increase of fibroglandular tissue thickness by breast ultrasound examination of menopausal woman who received tibolone hormone theraphy.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nina Riana Haryoko
"Kemoterapi sangat penting dalam tatalaksana kanker payudara, namun efek sitotoksiknya seperti leukopenia, dapat meningkatkan risiko infeksi dan menyebabkan penundaan jadwal kemoterapi. Berdasarkan penelitian sebelumnya, terapi akupunktur efektif untuk meminimalkan efek samping kemoterapi termasuk leukopenia. Sebanyak 42 pasien kanker payudara secara acak dibagi menjadi kelompok akupunktur manual dan medikamentosa n = 21 dan kelompok akupunktur manual sham dan medikamentosa n = 21.
Titik akupunktur yang dipilih yaitu PC6 Neiguan, LI4 Hegu, ST36 Zusanli dan SP6 Sanyinjiao. Perangsangan dilakukan secara manual selama 20 menit tiap sesi, sebanyak 8 kali. Parameter yang dinilai adalah jumlah leukosit darah dan skor kualitas hidup WHO-QoL BREF. Terdapat perbedaan bermakna terhadap peningkatan skor WHO-QoL BREF sebelum dan sesudah perlakuan akupunktur antara kedua kelompok 9,85 7,065 dan 1,0526 5,778, p = 0,000. Terdapat peningkatan jumlah leukosit darah pada kelompok perlakuan sebelum dan sesudah akupunktur sebesar 0,65 x 103/mL, namun tidak bermakna secara statistik p = 0,955 . Sementara pada kelompok kontrol terdapat penurunan jumlah leukosit darah sebesar 0,7 x 103 mL p = 0,334.
Tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistik rerata peningkatan jumlah leukosit darah sebelum dan sesudah akupunktur antara dua kelompok 0.475 5.287 and -0.989 3.712, p = 0.326. Terapi akupunktur efektif dalam meningkatkan kualitas hidup pasien kanker payudara dengan kemoterapi, namun dalam meningkatkan jumlah leukosit dibutuhkan terapi yang lebih lama untuk mendapatkan hasil yang lebih maksimal.

Chemotherapy is essential in the management of breast cancer, but its cytotoxic effects such as leukopenia, may increase the risk of infection and lead to delay in chemotherapy schedules. Based on previous research, acupuncture therapy is effective to minimize the side effects of chemotherapy including leukopenia. A total of 42 breast cancer patients were randomly divided into groups of manual acupuncture and medicamentous n 21 and the sham manual acupuncture and medicamentous group n 21.
The selected acupuncture points are PC6 Neiguan, LI4 Hegu, ST36 Zusanli and SP6 Sanyinjiao. The stimulation is manually, 20 minutes per session, for 8 times. Parameters assessed were the number of blood leukocytes and quality of life scores WHO QoL BREF . There were significant differences in WHO QoL BREF score before and after acupuncture treatment between the two groups 9.85 7.065 and 1.0526 5.778, p 0.000 . There was an increase in the number of blood leukocytes in the treatment group before and after acupuncture by 0.65 x 103 mL, but not statistically significant p 0.955 . While in the control group there was a decrease in the number of blood leukocytes by 0.7 x 103 mL p 0.334.
There was no statistically significant difference in the mean change of blood leukocyte count before and after acupuncture between two groups 0.475 5.287 and 0.989 3.712, p 0.326. Acupuncture therapy is effective in improving the quality of life of breast cancer patients with chemotherapy, but in increasing the number of leukocytes it takes longer therapy to get maximum results.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T58960
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zulhafiz Mufti Agung
"Kanker payudara merupakan keganasan pada jaringan payudara yang berasal dari epitel duktus maupun lobules dan jaringan penunjang payudara dan merupakan salah satu jenis kanker terbanyak di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek terapi kombinasi akupunktur manual dan medikamentosa dibandingkan dengan akupunktur manual sham dan medikamentosa pada pendertita kanker payudara yang mendapat kemoterapi. Uji klinis acak tersamar tunggal dengan kontrol dilakukan terhadap 42 pasien. Tindakan akupunktur manual dilakukan pada titik LI4 Hegu, PC6 Neiguan unilateral dan ST36 Zusanli, SP6 Sanyinjiao bilateral dua kali seminggu selama delapan kali.
Hasil penelitian menunjukkan perbedaan bermakna sebelum dan sesudah antara kelompok akupunktur manual dan medikamentosa dengan kelompok akupunktur manual sham dan medikamentosa terhadap penurunan skor NAS -3 -6- -2 dan -1,00 -3-1 , p=0,000. Setelah terapi akupunktur didapatkan penurunan kadar IL6 pada kelompok akupunktur manual dan medikamentosa dari 2,42 pg/ml ke 2,32 pg/ml, sedangkan pada kontrol tidak terdapat perubahan,walaupun secara statistik tidak bermakna p=0,989. Tidak terdapat perbedaan bermakna antara kelompok akupunktur manual dan medikamentosa dengan kelompok akupunktur manual sham dan medikamentosa terhadap jumlah sel NK -46 -295-99 dan -50 -766-246 , p=0,633.
Kesimpulan : terapi akupunktur manual yang dilakukan sebanyak delapan kali efektif menurunkan skor NAS, namun secara statistik kurang efektif menekan sitokin inflamasi IL6 pada penderita kanker payudara yang mendapat kemoterapi dan kurang efektif meningkatkan jumlah sel NK.

Breast cancer is a malignancy in breast tissue derived from ductal epithelium and lobules and breast supporting tissue and is one of the most cancer types in Indonesia. This study aims to determine the effect of combination therapy of manual acupuncture and medication compared with manual acupuncture sham and medication on breast cancer patients receiving chemotherapy. A single blinded, randomized clinical trial with control was performed on 42 patients. Manual acupuncture acts are performed at the point of LI4 Hegu, PC6 Neiguan unilaterally and ST36 Zusanli, SP6 Sanyinjiao bilaterally twice a week for eight times.
The results showed significant differences before and after between manual acupuncture and medication group with manual acupuncture sham and medication group on NAS 3 6 2 and 1.00 3 1 , p 0.000. After acupuncture therapy, there was a decrease of IL6 level in manual acupuncture and medication group from 2.42 pg ml to 2.32 pg ml, while in control there was no change, although it was not statistically significant p 0.989. There was no significant difference between manual acupuncture and medication group with manual acupuncture sham and medication group on NK cell count 46 295 99 and 50 766 246 , p 0.633.
Conclusion manuals acupuncture therapy performed eight times effectively decrese NAS score, but statistically less effective in suppressing IL6 inflammatory cytokines and less effective increase the number of NK cells in breast cancer patients who received chemotherapy.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T58847
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Philip Waruna
"ABSTRAK
Latar belakang dan tujuan: Kanker payudara merupakan kanker yang menempati urutan pertama dari keseluruhan kanker pada perempuan di Indonesia dan menurut data dari Indonesia Journal of Cancer 2012 menyebabkan kematian sebesar 458.000 perempuan. Kepadatan payudara merupakan salah satu faktor resiko terjadinya kanker payudara yang dipicu oleh adanya estrogen yang menjadi prekursor jaringan fibrogladular menjadi padat. Pada perempuan dengan kanker payudara dan densitas payudara yang tinggi ditemui juga adanya perlemakan hati yang tinggi. Hubungan antara pasien dengan kanker payudara dengan densitas payudara yang tinggi dan perlemakan hati masih belum banyak diteliti. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi kepadatan jaringan payudara yang diperiksa dengan mammografi dan perlemakan hati yang diperiksa dengan ultrasonografi serta melihat hubungannya dengan estrogen reseptor yang diperiksa dengan immunohistokimia.
Metode: Penelitian potong lintang menggunakan data sekunder ultrasonografi abdomen dan mammografi dari sistem PACS RS Kanker Dharmais. Penilaian yang dilakukan dengan melihat derajat kepadatan payudara yang diperiksa dengan mammografi dan derajat perlemakan hati yang diperiksa dengan ultrasonografi serta melihat status estrogen reseptor dari immunohistokimia pada pasien kanker payudara tersebut. Analisa data dilakukan dengan mengelompokan kepadatan payudara sampai 50 % dan kelompok lain dengan kepadatan lebih dari 50% dan membandingkan dengan perlemakan hati ringan dan berat.
Hasil: Pengelompokan pasien dengan kepadatan payudara sampai 50% menunjukkan terdapat banyak perlemakan hati berat, demikian juga pada kepadatan payudara yang lebih besar dari 50% menunjukkan terdapat lebih banyak lagi perlemakan hati derajat berat namun secara statistik tidak terdapat hubungan yang signifikan dengan Nilai Odds Ratio (OR) = 0.60 dengan 95% Interval Kepercayaan 0.12 – 3.01.
Kesimpulan: Hasil penelitian ini menunjukkan adanya kecenderungan hubungan antara kepadatan jaringan payudara yang tinggi dengan perlemakan hati yang juga tinggi walaupun secara statistik tidak menunjukkan hasil yang signifikan.

ABSTRACT
Background and Objectives: Breast cancer are the most common cancer and the first in all cancer that affected women in Indonesia and the data from Indonesian Journal of Cancer 2012 said, it cause death for about 458.000 women. Breast density are one of the risk factor that cause breast cancer and estrogen are the precursor for high density of the fibroglandular tissue. Women with breast cancer and high breast density are found to have a high degree of fatty liver. The relationship between breast cancer with high breast density and high fatty liver was unknown. The aim of these research wants to evaluation the breast density on mammography and fatty liver on ultrasound and the relationship with estrogen reseptor which was examined with immunohistochemistry.
Method: A cross sectional research is perform using mammography and ultrasound from PACS system. These research wants to evaluation the high breast density with mammograms and fatty liver with ultrasound and their relationship with estrogen receptor by immunohistochemistry. Data was merged in to two groups, one group with breast density until 50% and the other group was breast density more than 50% and compared it with mild and severe fatty liver.
Result: Patient with breast density until 50% showed more severe fatty liver as well as patient with breast density more than 50% had more severe fatty liver, although statistically had no significant relationship with Odds Ratio (OR) = 0,60 and confidence interval 0,12-3.01.
Conclusion: There are tendency relationship between higher breast density and higher fatty liver although statistically showed no significant relationship."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jarot Kunto Wibowo
"ABSTRAK
Latar belakang: Keganasan merupakan salah satu penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik di dunia maupun di Indonesia. Salah satu modalitas pengobatan kasus keganasanadalah kemoterapi. Carboplatin cis-diammine-cyclobutanedicarboxylato platinum adalah senyawa platinum generasi kedua yang sering digunakan dalam tata laksana kasus keganasan seperti neuroblastoma, retinoblastoma, hepatoblastoma, tumor otak dan tumor sel germ. Efek samping pemberian obat sitotoksik perlu dipertimbangkan, khususnya ototoksik, yaitu gangguan fungsi dan kerusakan struktur telinga dalam yang dapat disebabkan oleh obat atau bahan kimia tertentu. Tujuan: Menilai efek ototoksisitas akibat pengaruh Carboplatin pada anak dengan kasus keganasan. Metode: Penelitian ini menggunakan desain serial cross sectional untuk mengetahui perubahan signal to noise ratio SNR pada OAE sebagai akibat efek ototoksik dan faktor-faktor risiko yang ikut berperan pada kejadian ototoksik akibat pemakaian Carboplatin di Divisi Hematologi Onkologi IKA FKUI-RSCM. Hasil: terdapat dua dari 52 subyek penelitian yang mengalami kejadian ototoksik. Kesimpulan: didapatkan dua 5 dari 40 subyek mengalami kejadian ototoksik pada kelompok yang mendapat kemoterapi, sedangkan pada kelompok yang belum mendapat terapi tidak ditemukan adanya nilai SNR kurang dari enam. Faktor risiko berupa jenis kelamin, usia, siklus kemoterapi dan dosis Carboplatin tidak memiliki hubungan yang bermakna secara statistik p>0,05 . Kata kunci: Carboplatin, ototoksik, otoacoustic emission OAE
ABSTRACT
Background Malignancy is one of the non contagious diseases are a public health problem, both globally and Indonesia. Chemotherapy is one of modality in malignancy cases. Carboplatin cis platinum diammine cyclobutanedicarboxylato is a second generation platinum compound that is often used in the management of cases of malignancies such as neuroblastoma, retinoblastoma, hepatoblastoma, brain tumors and germ cell tumors. Side effects of cytotoxic drugs need to be considered, especially ototoxic. Ototoxic is disfunction and damage to the structure of the inner ear that can be caused by drugs or other certain chemicals. Objective Assess the effects of ototoxicity due to the influence of Carboplatin in children with malignancy cases. Methods This study uses a serial cross sectional design to assess changes in signal to noise ratio SNR at the OAE as a result of ototoxic effects and risk factors that come into play in the event due to the use of ototoxic Carboplatin in the Hematology Oncology of pediatric Department Cipto Mangunkusumo General Hospital. Results There are two of 52 study subjects, who experienced ototoxic. Conclusion we obtained two 5 of the 40 subjects experienced ototoxic events in the group receiving chemotherapy, whereas in the group that had not received therapy was not found SNR value less than six. The risk factors such as gender, age, Carboplatin dose cycles of chemotherapy and did not have a statistically significant relationship p 0.05 . "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T58713
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indryani Dewy
"Kanker payudara merupakan penyakit kanker yang umum pada wanita dan menjadi masalah diberbagai belahan dunia termasuk di Indonesia. Pengetahuan tentang kanker payudara dan motivasi melakukan mamografi berperan penting untuk mendeteksi kelainan pada payudara agar dapat ditemukan sedini mungkin.
Metode penelitian ini menggunakan desain deskriptif yang bertujuan mengidentifikasi motivasi dan tingkat pengetahuan tentang kanker payudara sampel berjumlah 90 responden yang melakukan mamografi di Rumah Sakit Kanker Dharmais. Tehnik sampling yang digunakan adalah consecutive sampling. Pengumpulan data menggunakan kuesioner.
Hasil penelitian menunjukkan analisa univariat tentang pengetahuan kanker payudara dan mamografi didapatkan tingkat pengetahuan cukup. Motivasi untuk melakukan mamografi tinggi, alasan melakukan mamografi karena faktor resiko seperti operasi payudara.
Peningkatan pendidikan kesehatan terutama tentang kanker payudara sehingga perempuan termotivasi melakukan mamografi dan penelitian selanjutnya menggunakan desain deskriptif korelasional agar diketahui hubungan antara tingkat pengetahuan dan motivasi untuk melakukan deteksi dini mamografi.

Breast cancer is the most common cancer in women and became important worldwide issue including in Indonesia. Knowledge of breast cancer and motivation doing mammograph plays crucial role to detect abnormalities at the breast to found out as early as possible.
Methods of descriptive design research used which aimed to identify motivation and knowledge level of breast cancer. The sample were 90 respondents who were checking mammograph at Dharmais Cancer Hospital. The sampling tehnique used consecutive sampling. Data collection using questionnaires.
The result showed univariate analysis knowledge of breast cancer and mammography was moderate and motivation level of doing mammography was high. The reasons doing mammograph because of risk factors example operating history.
Increase health education of breast cancer to make women motivated doing mammograph and it is recommended that the next study would use correlative study to identify relationship between knowledge level and motivation doing mammograph.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2012
S42950
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Toruan, Yulia Margareta L.
"Katarak subkapsular posterior (SKP) dan peningkatan tekanan intraokular (TIO) adalah komplikasi okular tersering akibat penggunaan kortikosteroid oral. Hal ini dapat terjadi pada pemberian dosis tinggi dan jangka panjang. Di Indonesia, tidak data mengenai hubungan antara dosis dan lama terapi terhadap kedua komplikasi tersebut pada anak sindrom nefrotik idiopatik (SNI). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara dosis kumulatif, lama terapi dengan kejadian katarak SKP maupun peningkatan TIO dan faktor yang memengaruhinya pada anak SNI di rumah sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Studi ini merupakan studi potong lintang pada anak SNI usia 4-18 tahun yang mendapat terapi kortikosteroid oral minimal enam bulan secara terus menerus. Pemeriksaan mata lengkap dilakukan untuk mengevaluasi katarak SKP, tajam penglihatan dan peningkatan TIO. Dari 92 anak yang dianalisis, terdapat 19,6% anak yang menderita katarak SKP, 12% anak dengan peningkatan TIO dan satu anak dengan best corrected visual acuity (BCVA) <6/20. Median dosis kumulatif kortikosteroid oral adalah 12.161 mg (rentang 1.795-81.398) dan median lama terapi adalah 23 bulan (rentang 6-84). Terdapat hubungan antara dosis kumulatif (P=0,007) dan lama terapi (P=0,006) terhadap kejadian katarak SKP dengan titik potong optimal 11.475 mg dan 24 bulan. Jenis kelamin perempuan akan meningkatkan kejadian katarak SKP sebesar empat kali dibandingkan lelaki (PR=4; IK 95%=1,57-13,38; P=0.001). Penelitian ini menunjukkan makin tinggi dosis kumulatif dan/atau makin lama terapi kortikosteroid oral, maka makin besar angka kejadian katarak SKP (nilai batasan ≥ 11.475 mg dan  ≥ 24 bulan). Dosis kumulatif dan lama terapi tidak berhubungan dengan kejadian peningkatan TIO.

Posterior subcapsular cataract (PSC) and raised intraocular pressure (IOP) are the most common ocular complications due to administration oral corticosteroid. These can occur in high dose and long term use. In Indonesia, no data regarding correlation between dose, therapeutic duration and both complications in children with idiopathic nephrotic syndrome (INS). The aim of this study was to evaluate the correlation between cumulative dose, therapeutic duration with the occurrence of PSC and raised IOP and factors associated with these complications in children with INS at Cipto Mangunkusumo Hospital (CMH).
This is a cross-sectional study of children with INS aged 4-18 years who received oral corticosteroid therapy for at least six months continuously. A complete eye examination was performed to evaluate PSC, raised IOP and visual acuity. Of the 92 children analyzed, 19.6% had PSC, 12% had raised IOP and one child with best corrected visual acuity (BCVA) <6/20. The median cumulative dose of oral corticosteroids was 12,161 mg (range 1,795-81,398) and the median duration of therapy was 23 months (range 6-84). There were associaton between cumulative dose (P=0.007) and duration of therapy (P=0.006) to the occurrence of PSC with cut off point 11,475 mg and 24 months. Female sex will increase the occurence of PSC four times compared to male
(PR=4; 95% CI=1.57-13.38; P=0.001). This study revealed that the higher cumulative dose and/or
the longer of oral corticosteroid therapy, the higher occurence of PSC (cut off point ≥ 11.475 mg and ≥ 24 months). Cumulative dose and therapeutic duration were not associated with the occurence of raised IOP.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58737
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Drevina Ursula Andarini
"Kanker payudara merupakan jenis kanker penyebab utama kematian pada 40 dari 100.000 perempuan Indonesia. Salah satu metode deteksi dini kanker payudara yang paling mungkin dilakukan oleh perempuan di Indonesia adalah pemeriksaan payudara sendiri (SADARI). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktorfaktor yang berhubungan dengan praktik SADARI, menggunakan desain cross sectional dengan sampel sebanyak 110 pasien perempuan berusia 15-75 tahun di Puskesmas Kecamatan Jatinegara. Hasil diperoleh pasien perempuan sebagian besar berusia <40 tahun (60%), sudah menikah (94,5%), tidak bekerja (78,2%), tingkat pendidikan tinggi (58,2%), dan tidak memiliki riwayat kanker pada keluarganya (77,3%), memiliki tingkat pengetahuan rendah (60%), persepsi kurang serius (54,5%) namun merasa cukup rentan terhadap kanker payudara (68,2%), persepsi manfaat tinggi (62,7%), serta persepsi hambatan rendah dalam mempraktikkan SADARI (98,2%). Faktor pengetahuan terkait kanker payudara dan SADARI menunjukkan hubungan signifikan positif terhadap praktik SADARI (p = 0,001; α = 0,05). Dapat disimpulkan melalui penelitian ini bahwa variabel pengetahuan merupakan faktor yang paling kuat dalam memprediksi praktik SADARI.

Breast cancer is one form of cancer which killed 40 out of 100.000 women in Indonesia. Various methods of early diagnosis are acknowledged until today. One which can be easily performed by women through any socio-demographical backgrounds known as breast self-examination (BSE). This study is conducted to find out about the factors associated with the practice of BSE carried out by female patients in Puskesmas Kecamatan Jatinegara using cross-sectional design and 110 women aged 15 through 75 were involved. The results show the proportion of patients are mostly aged under 40 (60%), married (94,5%), unemployed (78,2%), have high education level (58,2%), have no family history of cancer (77,3%), have poor knowledge about breast cancer and BSE practice (60%), low perceived seriousness of breast cancer (54,4%) but are tend to feel susceptible (68,2%), have high perceived benefits (62,7%), and are tend to have low percerived barriers in performing BSE (98,2%). Knowledge of breast cancer and how to perform BSE shows a significantly positive association with the BSE practice itself (p = 0,000; α = 0,05). This study conclude that knowledge is the best predictor of BSE practice among women."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
S65227
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bunga Riadiani
"Tujuan: Menganalisis korelasi kehilangan gigi dengan kemampuan mastikasi perempuan pasca menopause.
Latar belakang: Pada perempuan menopause terjadi perubahan fisiologis akibat perubahan hormon. Salah satu akibatnya adalah penurunan densitas tulang yang berkontribusi terhadap hilangnya gigi. Fungsi mastikasi dipengaruhi oleh jumlah gigi, namun masih belum jelas bagaimana hubungan fungsi mastikasi yang dinilai secara subyektif dengan kehilangan gigi pada perempuan pasca menopause terutama di Indonesia.
Metode: Penelitian potong lintang dengan subyek 95 perempuan pasca menopause di Posbindu Lansia Pergeri Depok, Jawa Barat. Subyek menjawab kuesioner kemampuan mastikasi dan dilakukan pemeriksaan intra oral. Analisis Chi Square digunakan untuk menghubungkan usia, lama menopause, tingkat pendidikan, kehilangan gigi dan pemakaian gigi tiruan dengan kemampuan mastikasi.
Hasil: Subyek lansia sebanyak 71% dan lama menopause >5 tahun dialami 79% subyek. Tingkat pendidikan terbanyak adalah lulus sekolah menengah (46% subyek). Sebanyak 47% subyek mengalami kehilangan >10 gigi, 27% subyek kehilangan 6-10 gigi dan 26% subyek kehilangan <6 gigi. 76% subyek tidak memakai gigi tiruan. Kemampuan mastikasi memiliki hubungan bermakna (p<0,05) dengan kehilangan gigi (p=0,011), lama menopause (p=0,009) dan usia (p=0,025). Penggunaan gigi tiruan (p=0,611) dan pendidikan (p=0,849) tak berpengaruh signifikan terhadap kemampuan mastikasi.
Kesimpulan: Jumlah gigi hilang, lama menopause, dan usia mempengaruhi kemampuan mastikasi perempuan pasca menopause secara signifikan.

Objective: To determine association between tooth loss and masticatory ability in post menopausal women.
Background: Hormonal physiological changes in post menopausal women reduce bone density which leads to tooth loss. Masticatory function is affected by the number of teeth, but it is not yet clear how the subjectively perceived masticatory function associates with tooth loss in post menopausal women in Indonesia.
Method: Cross sectional study of 95 post menopausal women at Posbindu Lansia Pergeri Depok, West Java was performed. Subjects answered questionnaires about masticatory ability and intra oral examination was performed. Chi square analysis was conducted to relate age, menopausal period, educational level, tooth loss and denture use with masticatory ability.
Results: There were 71% elderly subjects and 79% subjects have experienced menopausal period ≥5 years. Forty-six percent of subjects were highschool graduates. Forty-seven percent subjects lost >10 teeth, 27% subjects lost 6-10 teeth and 26% subjects lost <6 teeth. Seventy-six percent of subjects did not wear dentures. Menopausal period (p=0.09), tooth loss (p=0.011), and age (p=0.025) had significant correlation with masticatory ability (p<0.05). Educational status (p=0.611) and denture wearing (p=0.849) did not significantly affect masticatory ability.
Conclusion: Masticatory ability in post menopausal women is significantly affected by length of menopausal period, tooth loss and age.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
S45438
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>