Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 186213 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Veinardi Madjid
"Latar Belakang: Penggunaan klomifen sitrat sebagai obat induksi kehamilan masih memiliki angka keberhasilan kehamilan yang rendah. Letrozol merupakan agen penghambat aromatase yang dianggap memiliki efektivitas lebih baik dibanding klomifen sitrat, namun efektivitasnya masih dilaporkan bervariasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan pemberian klomifen sitrat dan letrozol terhadap ketebalan endometrium, morfologi endometrium dan jumlah folikel dominan pada perempuan yang dilakukan induksi ovulasi atau stimulasi ovarium.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian retrospektif dengan menggunakan medis pasien yang dilakukan induksi ovulasi atau stimulasi ovarium pada Januari 2011 - Mei 2015. Didapatkan 143 wanita siklus anovulasi yang terbagi dalam empat kelompok: klomifen sitrat 50 mg, klomifen sitrat 100 mg, letrozol 2,5 mg dan letrozol 5 mg. Agen pemicu ovulasi pada subjek dimulai pada hari ke-2 selama berlangsung selama lima hari. Data ketebalan endometrium, morfologi endometrium dan jumlah folikel dominan didapat pada status dari data pemeriksaan ultrosonografi transvaginal di hari ke-12 siklus haid.
Hasil: Dari semua subjek, didapatkan 45 subjek (31,5%) mendapat klomifen sitrat 50 mg, 29 subjek (20,3%) dengan klomifen sitrat 100 mg, 23 subjek (16,1%) dengan letrozol 2,5 mg, dan 46 subjek (32,2%) dengan letrozol 5 mg. Subjek dengan letrozol memiliki endometrium yang lebih tebal dibandingkan dengan klomifen sitrat (p<0,05). Didapatkan pulan subjek dengan letrozol memiliki lebih banyak proporsi subjek dengan morfologi endometrium trilaminer. Tidak dijumpai perbedaan ketebalan endometrium pada subjek dengan perbedaan dosis pada masing-masing obat. Selain itu, tidak ditemukan perbedaan jumlah folikel dominan pada keempat kelompok.
Kesimpulan: Penggunaan letrozol menghasilkan endometrium yang lebih tebal dan endometrium trilaminer dibandingkan klomifen sitrat. Tidak dijumpai perbedaan jumlah folikel dominan pada kedua kelompok.

Background: The use of clomiphene citrate as an induction agent still has dissappointing results regarding its pregnancy rate. Letrozole is an aromatase inhibitor that is perceived to has better efficacy compared to clomiphene citrate, however, the reporting results were still varied. This study aimed to know the efficacy of clomiphene citrate and letrozol for ovulation induction in anovulation women.
Method: This was a retrospective study using medical recors of women undergone ovulation induction from January 2011-May 2015. A number of 143 anovulation women were divided into clomiphene citrate 50 mg, clomiphene citrate 100 mg, letrozol 2,5 mg and letrozol 5mg. Every group of ovulation induction agent recieved the agent daily on 3rd until 7th day menstrual cycle. On 12th menstrual cycle the transvaginal ultrasound was performed to measure endometrial thickness and dominant follicle number.
Results: From all subjects, 45 subjects (31,5%) were in 50 mg clomiphene citrate groups, 29 subjects (20,3%) in 100 mg clomiphene citrate group, 23 subjects (16,1%) in 2,5 mg letrozole group, and 46 subjects (32,2%) in 5 mg letrozole group. Subjects receiving letrozol had thicker endometrium compared to clomiphene citrate (p<0,05). Different doses did not associated with different endometrial thickness between subjects receiving either letrozole or clomiphene citrate. In addition, subjects receiving letrozole had higher proportion of having trilaminar endometrium morphology. We did not observe a difference in total number of dominant follicle between groups.
Conclusion: The usage of letrozol resulted in thicker endometrium and proportion of subjects with trilaminar endometrium. Yet, there is no difference in number of dominant follicle between groups.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Yuwono Sri Negoro Setia Budi
"Latar Belakang: Sindrom Ovarium Polikistik (SOPK) menjadi penyebab 60-85% infertilitas pada wanita. Gangguan ovulasi pada SOPK diperbaiki dengan obatobatan yang menstimulasi ovarium seperti klomifen sitrat. Klomifen menstimulasi ovarium untuk memulai folikulogenesis hingga terjadi ovulasi. Pada 20-60% wanita SOPK tidak mengalami ovulasi setelah pemberian klomifen. Hal ini diduga karena tidak terjadi perkembangan folikel dominan akibat tingginya kadar AMH. AMH yang tinggi menyebabkan sensitivitas reseptor FSH terhadap stimulasi FSH berkurang. AMH memiliki peran negatif terhadap perkembangan folikel pada SOPK. Kadar AMH tertentu diduga dapat meramal keberhasilan stimulasi ovarium yang bermanfaat untuk menentukan terapi yang tepat.
Tujuan: Mendapatkan titik potong kadar AMH sebagai peramal keberhasilan stimulasi ovarium dengan klomifen sitrat.
Metode: Studi analitik dengan desain potong lintang selama periode Juni 2013 hingga April 2014 di Poliklinik Endokrinologi Ginekologi, RSCM, Jakarta.
Hasil: Didapatkan 50 subjek SOPK yang diberikan klomifen sitrat 100 mg pada hari ke-2 hingga ke-5 haid kemudian dievaluasi folikel dominan > 16 mm pada hari ke-12 haid. Kemudian Subjek dibagi dua; kelompok responder (n=23) dan kelompok non-responder (n=27). Kadar AMH serum kedua kelompok dibandingkan. Terdapat perbedaan bermakna kadar AMH serum antara kedua kelompok (p 0,001). Pada kurva ROC didapatkan AUC Kadar AMH sebesar 0,75 (IK 95% 0,62 – 0,88). Titik potong AMH dalam menentukan keberhasilan stimulasi ovarium adalah 4,4 ng/ml dengan sensitifitas 35%, spesifisitas 86%. Pada analisa multivariat probabilitas keberhasilan stimulasi ovarium pada kadar AMH 4,4 ng/ml adalah 71%.
Kesimpulan: Kadar AMH serum dapat digunakan sebagai parameter untuk meramal keberhasilan stimulasi ovarium dengan klomifen sitrat pada populasi SOPK.

Background: About 60-85% women with infertility have PCOS. It is characterized by anovulation which is corrected by giving ovulatory medication. Clomiphene has become first line drug of ovarian stimulation. Since only 40-80 % women respond to clomiphene, many remains anovulatory. The cessation of follicle development may be influenced by high level of Anti Mullerian Hormone (AMH). It decreases sensitivity of FSH receptor within granulose cells. Studies reveal AMH has regulatory effect of follicle development. It is possible that certain level of AMH might predict the success of ovarian stimulation and therefore benefit women’s choice of treatment.
Objective: To obtain AMH cutoff level that can predict success of ovarian stimulation in PCOS receiving clomiphene.
Method: This is a cross sectional study conducted in Endocrinology Gynecology Clinic in RSCM during a period of June 2013 till April 2014.
Result: Fifty women were enrolled in this study. All subject received 100 mg of clomiphene and followed to acquire domminat follicle and then divided into two groups; responder (n=23) and non-responder (n=27). AMH serum level was obtained. We found statistical difference of AMH serum level between two groups (p 0,001). On ROC curve, the AUC of AMH was 0,75 (CI 95% 0,62-0,88). Cut off level of AMH used in this study was 4,4 ng/ml with sensitivity 35% and specificity 86%. This cut off level has 71% of ovulatory success prediction after entering it to the multivariate analysis.
Conclusion: The AMH serum level may be used as predictor of ovarian stimulation success in selected PCOS women receiving clomiphene.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Athyya Wulan Syafitri
"Gangguan reseptivitas endometrium telah diidentifikasi sebagai penyebab potensial infertilitas yang tidak dapat dijelaskan. Hewan model dapat menggambarkan patofisiologi terkait gangguan ini. Pembentukan hewan model gangguan reseptivitas endometrium sudah pernah dilakukan sebelumnya, tetapi belum pernah dilakukan di Indonesia. Konfirmasi dan validasi dibutuhkan untuk menilai reliabilitas pembentukan hewan model. Identifikasi siklus estrus penting untuk melacak fase sebagai variabel yang dapat mempengaruhi penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis karakter tiap fase siklus estrus untuk penentuan waktu awal pemberian perlakuan dan menganalisis pengaruh induksi hidroksiurea-adrenalin dalam pembentukan hewan model terhadap ketebalan endometrium. Tikus betina galur Wistar dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu kelompok model (hidroksiurea 450 mg/kgBB, adrenalin 0,3 mg/kgBB), kontrol normal (CMC Na 0,5%), dan kontrol positif (hidroksiurea 450 mg/kgBB, adrenalin 0,3 mg/kgBB, progesteron 0,9 mg/200gBB). Pemberian perlakuan dilakukan setelah fase statik teridentifikasi. Metode apusan vagina digunakan untuk mengidentifikasi siklus estrus. Hasil pengamatan apusan vagina menunjukkan ciri khas dari fase yang diketahui dari siklus estrus dan dapat dengan mudah diidentifikasi. Fase statik dapat diidentifikasi sebagai fase diestrus dari siklus estrus. Pemberian perlakuan dilakukan selama 10 hari, kemudian tikus betina dipasangkan dengan tikus jantan dan dikorbankan pada hari ke-8 kehamilan. Organ uterus diambil dan ketebalan endometrium dihitung dari pengukuran panjang rata-rata antara batas lumen uterus dan batas miometrium pada 4 kuadran. Hasil analisis menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan secara statistik pada ketiga kelompok (F(2,15) = 1.584, p = 0.238). Sebagai kesimpulan, pembentukan hewan model dimulai setelah fase diestrus teridentifikasi dan pemberian hidroksiurea dan adrenalin tidak menyebabkan penurunan ketebalan endometrium.

Impaired endometrial receptivity has been identified as potential cause of unexplained infertility. Animal models can provide depiction of the pathophysiology related to this impairment. The establishment of impaired endometrial receptivity animal models has been done previously, but has never been done in Indonesia. Confirmation and validation are required to assess the animal models reliabilities. Identification of the estrus cycle is important to track the phase as a variable that can affect the study. The present study aims to analyze the character of each estrous cycle phase to determine the initial time of treatment and analyze the effect of hydroxyurea-adrenaline induction on the animal models establishment on endometrial thickness. Female Wistar rats is divided into 3 groups, namely the model grpup (hydroxyurea 450mg/kgBW, adrenaline 0.3mg/kgBW), normal control (CMC Na 0.5%), and positive control (hydroxyurea 450mg/kgBW, adrenaline 0, 3 mg/kg, progesterone 0,9 mg/200gBW). Treatment is carried out after the static phase is identified. The vaginal smears method is used to identify the estrus cycle. The results of vaginal smears observations showed the characteristics of a known phase of the estrus cycle and can be easily identified. The static phase can be identified as the diestrus phase of the estrus cycle. The treatment was carried out for 10 days, then female rats were paired with male rats and sacrificed on the 8th day of pregnancy. Uterine organs were removed and endometrial thickness was calculated from the measurement of the average length between the inner and outer layers of the uterus in 4 quadrants. The results of analysis showed that there is no statistically significant difference in the three groups (F(2.15) = 1.584, p = 0.238). In conclusion, the animal models establishment begins after the diestrus phase is identified and administration of hydroxyurea and adrenaline did not cause a decrease on endometrial thickness."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Familia Bella Rahadiati
"Latar belakang: Karsinoma ovarium adalah salah satu keganasan paling mematikan di bidang ginekologik. Penyebab keganasan belum diketahui pasti dan umumnya tidak memiliki gejala klinik yang jelas. Karsinoma ovarium tipe I khususnya karsinoma endometrioid dan karsinoma sel jernih diketahui dapat berasal dari endometriosis. Karsinoma yang berasal dari endometriosis dikenal sebagai endometriosis-associated ovarian carcinoma (EAOC). Pengembangan model hewan coba karsinoma ovarium yang berhubungan dengan endometriosis diperlukan untuk penelitian dasar dan uji klinik menggantikan jaringan manusia. Pada penelitian ini dikembangkan model hewan coba karsinoma ovarium dengan teknik autoimplantasi dan induksi DMBA.
Bahan dan cara kerja: Penelitian ini mengunakan blok parafin dari tikusyang sebelumnya telah mendapatkan operasiplasebo (SHAM), autoimplantasi endometrium, kombinasi autoimplantasi endometrium dan induksi DMBAyangdikorbankan pada minggu ke-5,10, dan 20. Dilakukan penilaian histopatologik dan pulasan imunohistokimia ARID1A dengan penilaian persentase positivitas pada 200 sel.
Hasil: Penelitian ini menghasilkan lesi endometriosis atipik sebanyak 1 (20%) dan karsinoma sel jernih sebanyak 1 (20%)pada implantasi dan induksi DMBA 10 minggu dan karsinoma endometrioidsebanyak 100% pada kelompok induksi DMBA. Pulasan ARID1A tidak menunjukkan perbedaan bermakna (p=0,313) pada seluruh kelompok perlakuan.

Background: Ovarian carcinoma is one of the most deadly malignancies in the gynecologic field. The cause of malignancy is not known for sure and generally do not have clear clinical symptoms. Type I ovarian carcinoma especially endometrioid carcinoma and clear cell carcinoma is known to originate from endometriosis. Carcinoma originating from endometriosis is known as endometriosis-associated ovarian carcinoma (EAOC). The development of experimental animal models of ovarian carcinoma associated with endometriosis is needed for basic research and clinical trials replace human tissue. In this study an experimental model of ovarian carcinoma was developed with autoimplantation and DMBA induction techniques.
Materials and methods: This study used paraffin blocks from mice that had previously received placebo surgery (SHAM), endometrial autoimplantation, combination of endometrial autoimplantation and DMBA induction and were sacrificed at 5,10 and 20 weeks. Assessment of ARID1A expression by assessing the percentage of positivity in 200 cells.
Results: This study resulted in 1 (20%) atypical endometriosis lesions and 1 (20%) clear cell carcinoma in 10 weeks DMBA implantation and 100% endometrioid carcinoma in the DMBA induction group. ARID1A ekspression did not show a significant difference (p = 0.313) in all treatment groups.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Familia Bella Rahadiati
"ABSTRAK Karsinoma ovarium adalah salah satu keganasan paling mematikan di bidang ginekologik. Penyebab keganasan belum diketahui pasti dan umumnya tidak memiliki gejala klinik yang jelas. Karsinoma ovarium tipe I khususnya karsinoma endometrioid dan karsinoma sel jernih diketahui dapat berasal dari endometriosis. Karsinoma yang berasal dari endometriosis dikenal sebagai endometriosis-associated ovarian carcinoma (EAOC). Pengembangan model hewan coba karsinoma ovarium yang berhubungan dengan endometriosis diperlukan untuk penelitian dasar dan uji klinik menggantikan jaringan manusia. Pada penelitian ini dikembangkan model hewan coba karsinoma ovarium dengan teknik autoimplantasi dan induksi DMBA. Penelitian ini mengunakan blok parafin dari tikus yang sebelumnya telah mendapatkan operasi plasebo (SHAM), autoimplantasi endometrium, kombinasi autoimplantasi endometrium dan induksi DMBA yang dikorbankan pada minggu ke-5,10, dan 20. Dilakukan penilaian histopatologik dan pulasan imunohistokimia ARID1A dengan penilaian persentase positivitas pada 200 sel. Penelitian ini menghasilkan lesi endometriosis atipik sebanyak 1 (20%) dan karsinoma sel jernih sebanyak 1 (20%) pada implantasi dan induksi DMBA 10 minggu dan karsinoma endometrioid sebanyak 100% pada kelompok induksi DMBA. Pulasan ARID1A tidak menunjukkan perbedaan bermakna (p=0,313) pada seluruh kelompok perlakuan.
ABSTRACT Ovarian carcinoma is one of the most deadly malignancies in the gynecologic field. The cause of malignancy is not known for sure and generally do not have clear clinical symptoms. Type I ovarian carcinoma especially endometrioid carcinoma and clear cell carcinoma is known to originate from endometriosis. Carcinoma originating from endometriosis is known as endometriosis-associated ovarian carcinoma (EAOC). The development of experimental animal models of ovarian carcinoma associated with endometriosis is needed for basic research and clinical trials replace human tissue. In this study an experimental model of ovarian carcinoma was developed with autoimplantation and DMBA induction techniques.This study used paraffin blocks from mice that had previously received placebo surgery (SHAM), endometrial autoimplantation, combination of endometrial autoimplantation and DMBA induction and were sacrificed at 5,10 and 20 weeks. Assessment of ARID1A expression by assessing the percentage of positivity in 200 cells.This study resulted in 1 (20%) atypical endometriosis lesions and 1 (20%) clear cell carcinoma in 10 weeks DMBA implantation and 100% endometrioid carcinoma in the DMBA induction group. ARID1A ekspression did not show a significant difference (p = 0.313) in all treatment groups.

 

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andhea Debby Pradhita
"GnRH digunakan dalam program fertilisasi in vitro (FIV) sebagai salah satu regimen stimulasi ovarium. Agonis GnRH memiliki efek langsung maupun tidak langsung terhadap perkembangan endometrium terutama saat fase implantasi. Penggunaan agonis GnRH dapat berefek negatif terhadap perkembangan endometrium setelah pemberian stimulasi ovarium terhadap ekspresi reseptor dan apoptosis sel endometrium. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis dampak pemberian agonis GnRH terhadap ekspresi reseptor GnRH dan protein apoptosis sel-sel endometrium fase luteal terhadap perkembangan endometrium. Sampel dari penelitian ini menggunakan bahan biologi tersimpan berupa serum dan jaringan endometrium Macaca nemestrina. Total sampel ada 8 yang terbagi atas 2 kelompok, Stimulasi dan Kontrol. Setiap sampel dilakukan 2 pemeriksaan yaitu Enzym-Linked Immunosorebent Assay (ELISA) untuk serum dan Imunohistokimia (IHK) untuk jaringan endometrium. Jaringan IHK diperiksa dengan 2 jenis antibody, reseptor GnRH dan Caspase 3. Consentrasi diukur menggunakan ELISA reader lalu dikonversi dengan Optical Density (OD) menggunakan software SoftMax Pro. Sel pada jaringan IHK dihitung secara kuantitatif berdasarkan pewarnaan menggunakan software ImageJ lalu dinilai menggunakan IHC Optical Density Score. Tidak ada perbedaan signifikan pada serum GnRH, Reseptor GnRH, dan Caspse 3 diantara kedua kelompok (p> 0,05). Terdapat korelasi negatif pada serum GnRH dengan reseptor GnRH (p=0,014; r=-0,762). Tidak terdapat korelasi antara serum GnRH dengan caspase 3 (p>0,05). Tidak ada korelasi antara reseptor GnRH dengan caspase 3 (p>0,05).

GnRH is widely used in the embryo fertilization program as one of the ovarian stimulation regimens. At the implantation window, GnRH agonists are known to have an effect on the endometrium directly or indirectly. GnRH estimated has a negative effect on the development of endometrial cells after ovarian stimulation. This study is to analyze the impact of GnRH agonist on ovarian stimulation procedures on receptor expression and endometrial cell apoptosis due to endometrial development. The study sample was a stored biological material (BBT) from serum and the endometrial tissue of Macaca nemestrina. The total sample is 8 and divided into 2 groups, the stimulated and control groups. Each sample will be examined 2 types which are the enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) for serum and immunohistochemistry (IHC) for endometrial tissue. IHC was performed with anti-GnRH receptor and caspase 3 antibody. Serum concentration is measured using an ELISA reader and then converts to a concentration using SoftMax Pro Software. Quantitative data of IHC were performed using the Image-J Analyzer programs and scored by IHC Optical Density Score. There is no significant difference between GnRH serum, GnRH receptors, and Caspase 3 in stimulation or control group (p>0,05). There was a strong negative correlation between serum GnRH levels and GnRH receptors (p=0,14; r=-0,762). There was no correlation between GnRH in serum with activation of caspase 3 (p>0,05). There was no correlation between GnRH receptors with activation of caspase 3 (p>0,05)."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afif Rasyad
"Latar Belakang: Salah satu prosedur dalam fertilisasi in vitro (FIV), yaitu stimulasi ovarium terkendali (SOT), dapat mengurangi reseptivitas dari endometrium. Hal ini disebabkan oleh administrasi dari recombinant follicle stimulating hormone (r-FSH), yang akan menyebabkan tubuh untuk melepaskan beberapa folikel disaat yang bersamaan (supervoulasi). Kondisi ini dapat mempengaruhi ekspresi dari glikodelin-A (GdA), yang memiliki peran dalam mempersiapkan endometrium dalam proses implantasi.
Tujuan: Mengetahui pengaruh pemberian berbagai kadar r-FSH dalam prosedur SOT pada ekspresi glikodelin-A pada berbagai kompartemen jaringan endometrium dari hewan Macaca nemestrina (beruk).
Metode: Penelitian ini menggunakan jaringan uterus beruk yang tersimpan di dalam blok parafin. Subjek dari penelitian ini terdiri dari 15 beruk betina yang berada di dalam usia reproduksi, sekitar 8-10 tahun, dan telah melahirkan sebelumnya. Subjek kemudian dibagi menjadi empat kelompok; kelompok kontrol yang tidak dilakukan administrasi r-FSH, dan juga kelompok uji yang diberikan administrasi r-FSH dengan berbagai kadar (30, 50, dan 70 IU) sesuai dengan protokol SOT. Jaringan kemudian akan diberi pewarnaan immunohistokimia, dan ekspresinya diukur menggunakan plugin IHC Profiler dari perangkat lunak ImageJ, dimana hasil pengukuran berupa Histological Score (H-Score). Hasil tersebut kemudian dianalisis secara statistik dengan ANOVA satu arah.
Hasil dan Pembahasan: Hasil analisis ANOVA satu arah menunjukkan bahwa perbedaan ekspresi GdA di kelenjar (F(3,10) = 0,80, p = 0,52) dan stroma (F(3,11) = 0,92, p = 0,47) endometrium antar kelompok tidaklah signifikan, dan variasi data di dalam kelompok lebih besar dibandingkan antar kelompok . Ekspresi GdA memiliki variasi perbedaan antar kelompok lebih tinggi, namun tidak signifikan (F(2,8) = 1,80, p = 0,23). Hasil ini dapat disebabkan oleh; Ekspresi GdA yang tidak dipengaruhi secara langsung oleh administrasi r-FSH, perbedaan fase antar sampel, dan juga jumlah sampel yang kecil.

Background: One of the crucial steps of in vitro fertilization (IVF), the controlled ovarian hyperstimulation (COH), may decrease the receptivity of endometrial tissue. This is due to the administration of recombinant follicle stimulating hormone (r-FSH), which aims to make the body to release multiple follicles at the same time (superovulation). This can alter the expression of Glycodelin-A (GdA), which has a role in preparing the endometrial tissue to go through the implantation process.
Objective: To find out the effects of different r-FSH dosages administration during COH protocol on glycodelin-A endometrial tissue compartments expression in Macaca nemestrina (southern pig-tailed macaque).
Methods: Paraffin-embedded tissue blocks of macaques uterus were used for this study. The subjects that were included consist of 15 female macaques, all on reproductive age of 8-10 years and have given birth beforehand. The subjects were then divided into four groups; the control group were those who had not been administered with r-FSH, and those who had been administered with different dosages of r-FSH (30, 50, and 70 IU) in accordance to the COH protocols. The tissues were then stained using immunohistochemistry, and the expressions were measured using the plugin IHC Profiler of the ImageJ software, where the result of the measurement were in Histological Score (H-Score). The result were then statistically analysed using one-way ANOVA.
Results and Discussion: The result of one-way ANOVA showed, that the differences of glycodelin-A expression in the endometrial glands (F(3,10) = 0.80, p = 0.52) and stromal parts of the tissue (F(3,11) = 0.92, p = 0.47) between the groups were insignificant, the variance of data among the groups were larger than between the groups. Glycodelin-A expression in the four groups of luminal parts however, have higher variances between the groups than among the groups, but the differences were insignificant (F(2,8) = 1.80, p = 0.23). This result were caused by; The expression of GdA which is not directly affected by the administration of r-FSH, different phases of each samples, and also the low number of samples.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Karina Rahmaningrum
"ABSTRAK
Latar Belakang: Stimulasi ovarium terkendali (SOT) merupakan langkah krusialdalam prosedur fertilisasi in vitro (FIV). SOT dilakukan dengan memberikan hormon gonadotropin eksogen. Pemberian hormon eksogen ini akan menyebabkan kondisi suprafisiologis hormon steroid. Perubahan kadar hormon-hormon steroid ini mempengaruhi reseptivitas endometrium, sehingga berpengaruh pada peristiwa implantasi. Biomarker mucin-1 dapat digunakan sebagai indikator terhadap perubahan yang terjadi dalam jaringan endometrium.
Tujuan: Mengetahuipengaruh prosedurSOT dengan berbagai dosis r-FSH yang berbeda pada ekspresi mucin-1 pada berbagai kompartemen jaringan endometrium dari hewan primata Macaca nemestrina.
Metode: Studi ini menggunakan jaringan uterus Macaca nemestrinayang tersimpan dalam blok paraffin. Subjek terdiri dari 15 kera betina berusiareproduktifdan memiliki riwayat melahirkan. Subjek terbagi dalam empat kelompok; kelompok kontrol dan kelompok intervensi yang mendapatkan administrasi r-FSH dengan dosis yangberbeda (30, 50, dan 70 IU) sesuai dengan protokol SOT. Immunohistokimia dilakukan pada jaringan endometrium dan ekspresi mucin-1 dihitung menggunakan pluginRGB Measuredari perangkat lunak imageJ dan secara manual. Hasil kemudian dianalisis dengan uji statistik ANOVA satu-arah, uji post-hocTukey HSD, dan uji korelasi bivariat Pearson
Hasil dan Pembahasan: Tedapat perbedaan ekspresi mucin-1 yang bermakna pada kompartemen kelenjar endometrium antara kelompok intervensi dengan uji ANOVA satu arah (F (3,10) = 7,474, p = 0,007). Namun, hasil yang tidak bermakna ditunjukkan dalam luminal (F (3,8) = 1,129, p = 0,394) dan stromal (F (3,11) = 1,129, p = 0,357) endometrium. Hasil yang signifikan dari kelenjar endometrium dapat dijelaskan dengan kondisi suprafisiologis hormon steroid. Sedangkan hasil yang tidak signifikan dapat dijelaskan oleh ekspresi mucin-1 yang terbatasdi bagian stromal, perbedaan 7 hari antara administrasi SOT dan pengambilan jaringan. Keterbatasan dalam penelitian ini adalah sedikitnya jumlah subjek, karena spesies subjek Macaca nemestrina, terbatas untuk pemanfaatan penelitian di negara kami.
Kesimpulan: Perbedaan dosis r-FSH memiliki pengaruh ekspresi mucin-1 pada jaringan endometrium secara signifikan pada bagian glandular namun tidak pada bagian stromal dan luminal.

ABSTRACT
Different r-FSH dosages affects mucin-1 expression on endometrial tissues significantly in glandular parts but not in luminal and stromal parts."
2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adriana Viola Miranda
"Latar belakang: Meski krusial untuk keberhasilan fertilisasi in vitro (FIV), stimulasi ovarium terkendali (SOT) diketahui dapat menurunkan reseptivitas endometrium dan mempengaruhi keberhasilan prosedur tersebut secara keseluruhan. Hal ini terkait dengan administrasi recombinant follicle stimulating hormone (r-FSH) yang meregulasi ekspresi regulator reseptivitas endometrium, termasuk leptin, melalui perantara estradiol.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian berbagai dosis r-FSH pada SOT terhadap perubahan ekspresi leptin pada jaringan endometrium Macaca nemestrina (beruk).
Metode: Penelitian ini menggunakan blok parafin berisi jaringan uterus Macaca nemestrina fase midluteal dari penelitian sebelumnya. Subjek adalah 15 beruk betina usia reproduktif (8-10 tahun) dengan riwayat melahirkan yang dibagi ke dalam empat kelompok: kelompok dengan administrasi r-FSH dosis 30 IU, 50 IU, 70 IU (kelompok intervensi), dan tanpa pemberian r-FSH (kelompok kontrol). Stimulasi ini diberikan selama 10 atau 12 hari pertama siklus haid. Pewarnaan dilakukan secara immunohistokimia. Ekspresi leptin diukur menggunakan plugin IHC Profiler pada software ImageJ serta dihitung secara semikuantitatif sebagai Histological Score (H-score). Analisis statistik untuk data normal dan homogen dilakukan dengan ANOVA satu arah, sedangkan untuk data tidak normal atau tidak homogen dilakukan dengan uji Kruskal-Wallis.
Hasil dan Pembahasan: Pengaruh SOT pada jaringan endometrium ditemukan pada kompartemen epitel kelenjar, stroma, dan epitel luminal. Perbedaan ekspresi leptin antara keempat kelompok pada ketiga kompartemen tersebut bersifat tidak bermakna secara signifikan (Fkelenjar(3,10) = 0.464, p = 0.714; pstroma = 0.436; pluminal = 0.155). Hasil ini kemungkinan disebabkan oleh hubungan r-FSH dan leptin yang tidak bersifat langsung, tetapi diperantarai oleh estradiol. Limitasi penelitian ini adalah jumlah sampel yang kecil, serta keterbatasan dalam mengukur durasi fase siklus haid dan cadangan ovarium pada subjek penelitian.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>