Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 129849 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Armin
"Di penghujung abad ke dua puluh Indonesia di landa oleh gelombang reformasi yang menuntut perubahan yang mendasar dalam berbagai bidang. Salah satu tuntutan yang bergulir adalah pemberian otonomi yang lebih besar kepada daerah. Hal itu berimplikasi pada perubahan pola hubungan pusat daerah. Adanya perubahan dalam hubungan pusat daerah mendorong penulis untuk mengkaji lebih jauh.
Studi hubungan pusat dan daerah berfokus pada masalah kebebasan pemerintah daerah provinsi kalimantan timur dalam berprakarsa dan mengambil keputusan mencari sumber keuangan dan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas dan kepentingan masyarakat setempat. Suasana kebebasan di satu sisi dan adanya kontrol pemerintah pusat terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah di sisi lain memicu konflik kepentingan antara tingkatan pemerintahan. Di samping itu konflik kepentingan di provinsi kalimantan timur juga disebabkan oleh perebutan sumber daya oleh semua tingkatan pemerintah, baik pemerinta pusat dengan pemerintah daerah provinsi maupun antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah kabupaten/kota.
Metode penelitian yang digunakan dalam studi ini ada 5 aspek. Pertama, tipe penelitian eksplanatif. Kedua, pendekatan penelitian yang digunakan adalah struktural. Ketiga, konteks penelitiannya transisi. Keempat, teknik pengumpulan data menggunakan wawancara mendalam dan observasi terbatas. Kelima, teknik analisisnya kualitatif.
Temuan-temuan yang diperoleh dari studi ini akan dikemukakan sebagai berikut. Pertama, pemerintah daerah provinsi kalimantan timur memiliki kebebasan untuk berprakarsa dan mengambil keputusan mencari sumber keuangan sesuai dengan batas-batas kewenangan yang diberikan kepadanya. Batas-batas kewenangan itu ditentukan oleh pemerintah pusat dalam bentuk peraturan perundang-undangan.
Kedua, ada dua upaya pemerintah daerah provinsi kalimantan timur dalam berprakarsa dan menciptakan sumber pendapatan baru bagi daerahnya. Pertama, intensifikasi pendapatan asli daerahnya. Kedua, ekstensifikasi pendapatan asli daerahnya.
Ketiga, kontrol pemerintah pusat terhadap pelaksanaan otonomi daerah ada dua macam. Pertama, pengawasan terhadap pelaksanaan APBD dan peraturn daerah dan atau keputusan kepala daerah. Kedua pengendalian pemerintah pusat dilakukan dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang selanjutnya dijadikan pedoman dan acuan bagi pemerintah daerah untuk melaksanakan pemerintahan dan pembangunan daerah.
Keempat, konflik kepentingan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi kalimantan timur terjadi disebabkan oleh dua faktor. Pertama, ketidakadilan dalam bagi hasil minyak dan gas. Pasalnya provinsi papua dan NAD diberikan bagi hasil minyak dan gas sebanyak 70%, sedangkan provinsi kalimantan timur dan riau hanya diberikan sebanyak 15%. kedua, konflik dalam penentuan Dana Alokasi Umum, konflik itu berawal dari simulasi DAU yang dilakukan oleh departemen keuangan pertengahan tahun 2001. Simulasi itu merugikan daerah penghasil termasuk provinsi kalimantan timur. Oleh karena itu daerah penghasil bersatu membentuk Kaukus Pekan Baru dan Kaukus jakarta. Kedua kaukus itu menuntut kepada panitia anggaran DPR RI agar kebijakan formulasi DAU yang disimulasikan ditinjau kembali. Panitia anggaran DPR RI berpendapat bahwa mereka tidak terikat dengan simulasi yang dilakukan oleh Departemen Keuangan. atas dasar itu dalma Rapat Kerja Panitia Anggaran DPR RI dengan Menteri Keuangan disimpulkan bahwa tidak ada Daerah yang menerima DAU lebih rendah dari 2001.
Kelima, konflik antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah kota samarinda bersumber dari pencabutan peraturan daerah No. 20 Tahun 2000 tentang ketentuan pengusahaan pertambangan umum dalam wilayah kota samarinda. Pencabutan peraturan daerah itu didasarkan atas dua faktr. Pertama, peraturan daerah No. 20 Tahun 2000 bertentangan dengan kontrak karya (KK) yang dilakukan antara pemerintah pusat dengan pengusaha batubara. Kedua, peraturan daerah tersebut bertentangan dengan UU No. 11 Tahun 1967 tentang ketentuan-ketentuan pokok pertambangan.
Secara teoritis, studi ini menunjukkan relevansi terhadap beberapa teori yang diginakan dan mengkonstruksi teori baru tentang nasionalisme masyarakat Kalimantan Timur. Kebebasan pemerintah daerah provinsi kalimantan timur dalam berprakarsa dan mengambil keputusan mencari sumber keuangan dan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas dan kepentingan masyarakat setempat, menunjukkan relevansi dengan teori Otonimi Daerah menurut Abdul Muttalib dan Mohd Ali Khan. Teori yang dikemukakan oleh Mack dan Snyder dan Maswadi Rauf tentang konflik menunjukkan relevansinya. Di samping relevansi teoritis juga dikemukakan konstruksi teoritis mengenai tingginya nasionalisme masyarakat Kalimantan Timur. Tingginya nasionalisme masyarakat Kalimantan Timur disebabkan oleh tiga faktor. Pertama, masyarakat tidak frustasi terhadap pemerintah-baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah-. Hal itu disebabkan oleh dua faktor. Pertama, masyarakat tidak mendapat tekanan dari pemerintah. Kedua, masyarakat masing-masing memiliki kesibukan sehingga kurang waktu untuk memikirkan masalah pemerintahan apalagi melakukan gerakan separatis. kedua, heterogenitas masyarakat kalimantan timur. Tingginya heterogenitas masyarakat sehingga tidak ada suku yang mayoritas. Ketiga, masyarakat dan elite beranggapan bahwa melakukan gerakan separatis kerugiannya lebih banyak dari pada manfaatnya. Kerugian bagi elite jika terjadi gerakan separatis atau semacamnya adalah mereka sendiri akan terlempar dari struktur kekuasaan. Sedangkan kerugian bagi masyarakat adalah kalau terjadi kekacauan maka iklim untuk berusaha juga akan terganggu. Oleh karena itu elite politik Kalimantan Timur memegang prinsip bahwa bekerjasama dengan pemerintah Pusat lebih banyak manfaatnya dari pada melawannya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
D475
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tantri Lisdiawati
"ABSTRAK
Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk menggambarkan reformasi birokrasi yang dilakukan di pemerintah provinsi dalam salah satu pelaksanaan urusan pemerintahan wajib yaitu penanaman modal, khususnya mengungkap dan memperlihatkan tugas dan fungsinya dalam rangka memberikan pelayanan publik sesuai dengan peran dinas penanaman modal dan PTSP. Pelaksanaan tugas dan fungsinya menggunakan metode deskriptif kualitatif . Adapun hasil yang diperoleh adalah bahwa DPMPTSP telah menyiapkan SIMAP (sistem informasi manajemen administrasi) yang digunakan dalam proses pemberian perizinan dan non perizinan. Selain dukungan dari sisi IT, DPMPTSP pun dilengkapi dengan tim teknis yang memberikan verifikasi terhadap ajuan perizinan yang diusulkan oleh setiap permohonan perizinan, bahkan penyediaan sumber daya aparatur yang memiliki keunggulan dalam menguasai beberapa bahasa asing, yaitu bahasa inggris, jepang, perancis"
Jakarta: Biro Hukum dan Komunikasi Informasi Publik Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, 2018
320 JPAN 8 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Rahayu Lestari
"Coronavirus Disease (Covid-19) telah membawa dampak tidak hanya pada sektor kesehatan tetapi juga pada sektor ekonomi. Telah banyak masyarakat khususnya di perkotaan yang kehilangan pekerjaan diakibatkan adanya kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Program Kolaborasi Sosial Berskala Besar (KSBB) Pangan merupakan program pencarian dana bantuan sosial di Provinsi DKI Jakarta yang dikeluarkan untuk membantu masyarakat terdampak dalam memenuhi kebutuhan dasar akan pangan. Pogram ini mengindikasikan adanya penerapan collaborative governance antara aktor pemerintah dan non-pemerintah yaitu lembaga kemanusiaan. Adanya ketidakseimbangan sumber daya secara tidak langsung dapat memengaruhi proses tata kelola kolaboratif yang dilakukan oleh para pemangku kepentingan. Oleh karena itu, peneliti membahas faktor yang memengaruhi proses tata kelola kolaboratif dan proses tata kelola kolaboratif antar aktor dalam program KSBB pangan di DKI Jakarta. Tujuan penelitian ini adalah untuk menggambarkan faktor yang memengaruhi proses tata kelola kolaboratif dan proses tata kelola kolaboratif antar aktor pada program KSBB pangan dalam perspektif collaborative governance. Penelitian ini menggunakan pendekatan post-positivist dengan metode wawancara mendalam dan studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukan bahwa faktor kepemimpinan fasilitatif, desain institusional, lingkungan dan etika memengaruhi secara langsung proses tata kelola kolaboratif dalam program KSBB pangan. Adapun proses tata kelola yang terjalin dalam program KSBB pangan juga telah memenuhi seluruh dimensi yang ada pada variabel collaborative process oleh Ansell & Gash (2008), yaitu dialog tatap muka, membangun kepercayaan, pemahaman bersama dan hasil antara.

Coronavirus Disease (Covid-19) has had an impact not only on the health sector but also on the economic sector. Many people, especially in urban areas, have lost their jobs as a result of the Large-Scale Social Restrictions (PSBB) policy. The Food Large-Scale Social Collaboration Program (KSBB) is a program to seek social assistance funds in DKI Jakarta Province which is issued to assist affected communities in meeting their basic needs for food. This program indicates the implementation of collaborative governance between government and non-government actors, namely humanitarian agencies. The existence of an imbalance of resources can indirectly affect the collaborative governance process carried out by stakeholders. Therefore, the researcher discusses the factors that influence the collaborative governance process and the collaborative governance process between actors in the food KSBB program in DKI Jakarta. The purpose of this study was to describe the factors that influence the collaborative governance process and the collaborative governance process between actors in the KSBB for food program from a collaborative governance perspective. The approach that was used in this research is post-positivist with descriptive intention through deep interview and literature studies as a data collection technique. The result showed that the factors of facilitative leadership, institutional design, environment and ethics directly influence the collaborative governance process in the KSBB for food program. The management process that is involved in the KSBB for food program has also fulfilled all the dimensions in the collaborative process variable by Ansell & Gash (2008), namely face-to-face dialogue, trust building, mutual understanding and intermediate outcomes."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novriansyah Zulkarnaen
"Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh bukti empiris tentang pengaruh komisaris independen, kompensasi manajemen eksekutif dan investor institusional terhadap manajemen pajak. Variabel independen yang digunakan komisaris independen, kompensasi manajemen eksekutif dan investor institusional. Variabel dependen yang digunakan adalah manajemen pajak. Populasi dalam penelitian adalah perusahaan non-keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BElj pada periode 2010-2013. Sampel yang dikumpulkan rpenggunakan metode purposive sampling. Total 86 perusahaan ditentukan sebagai sampel Metode analisis penelitian ini menggunakan regresi linier berganda. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa korhisaris independen, kompensasi manajemen eksekutif dan investor institusional memiliki pengaruh secara parsial terhadap manajemen pajak dengan nilai singnifikasi masing- masing sebesar 0,004, 0,046 dan 0,000. Kemudian, komisaris independen, kompensasi manajemen eksekutif dan investor institusional memiliki pengaruh secara simultan dan signifikan terhadap manajemen pajak, hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansi sebesar 0,000."
Jakarta: FEB UIN Syarif Hidayatullah, 2015
650 ESENSI 5:1 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"The present research is intended to study and analyze influence of protabolity (ROE) to corporate givernance (CG) discoure, This study 5 controlling variables; size, listing status, auditor status industry group and dispersed ownership level. The research was conducted at Indonesia Stock Exchange using 30 emitens include Jakarta Islamic Index (JII). The hypothesis was analyzed using multiple regrission with -test and T-test. The result of F-test shows all variables (ROE,size, listing status, auditor status industry group and dispersed ownership level ) influence to CG. The based of the result T-test show listing status and size were significant influence to corporate governance (CG) discourre. And the other hand, protability (ROE) ,auditor status, industry group and dispersed ownership level were not significant influence to corporate governance (CG) discoure."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Sunoto Setyo
"Memasuki era reformasi yang terjadi di Indonesia, pemerintah pusat maupun daerah dihadapkan pada kenyataan semakin meningkatnya tuntutan .masyarakat terhadap kinerja pemerintah. Oleh karena itu, tidak dapat dihindari bahwasannya pemerintah perlu melakukan perubahan dan pembenahan manajemen pemerintahannya. Perubahan dan pembenahan yang dimaksud akan terwujud jika pemerintah dalam menjalankan pemerintahannya dengan paradigma baru manajemen pemerintahannya Artinya jika selama ini pemerintahan belum sepenuhnya memperdulikan kepentingan dan kebutuhan masyarakat, maka dalam era baru manajemen pemerintahan ini menjadi obyek sekaligus subyek manajemen pemerintahan. Di sisi lain, dengan adanya tuntutan untuk terwujudnya pemerintahan yang baik (good governance), kembali pemerintah dituntut untuk mampu menata kembali pola-pola kerja yang dilakukan selama ini. Dengan kata lain, tuntutan untuk terwujudnya pemerintahan yang baik ini, pemerintah diharapkan mampu menjaga sinergitas dengan komponen pemerintahan lainnya, yaitu masyarakat madani dan dunia usaha.
Perubahan mendasar yang dilakukan pemerintah dalam pengelolaan keuangan negara adalah merubah Financial Administration menjadi Financial Management. Reformasi tersebut merupakan salah satu wujud implementasi Undang Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaha raan Negara serta Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
Implementasi peraturan perundang-undanganyang dimaksudkan untuk memenuhi agenda reformasi manajemen keuangan di bidang kelembagaan (institutional reform) dan manajemen publik (public management reform), sebagai tindak lanjut atas reformasi di bidang hukum (legal reform).Pengelolaan APBN sejak disahkannya paket undang-undang tersebut mengalami perubahan dalam proses penganggaran dari perencanaan hingga pelaksanaannya. Menurut Nota Keuangan dan RAPBN Tahun Anggaran 2005 reformasi pengelolan keuangan negara adalah melaksanakan alokasi anggaran negara secara efektif dan efisien, antara lain melalui penerapan sistem anggaran terpadu (unified budget), penggunaan kerangka pengeluaran jangka menengah dalam penyusunan anggaran (Medium Term Expenditure Framework ? MTEF) serta penerapan sistem penganggaran yang berbasis kinerja (performance based budget).
Perumusan permasalahan dalam penelitian ini yaitu bagaimana penerapan prinsip-prinsip good governance dalam pelaksanaan anggaran di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah menganalisis dan menjelaskan sejauh mana penerapan prinsip-prinsip good governance terhadap pelaksanaan anggaran di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah metode deskriptif analisis, dengan teknik pengumpulan data berupa studi kepustakaan dan studi lapangan (kuesioner). Analisis yang dilakukan bersifat analisis kualitatif dan kuantitatif.
Kesimpulan dari hasil penelitian adalah Prinsip-prinsip good governance mempunyai hubungan dengan efektivitas pelaksanaan anggaran. Prinsip-prinsip good governance dalam penyusunan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban anggaran dilingkungan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dapat dilaksanakan dan bukan merupakan suatu yang sulit dilaksanakan Saran dalam penelitian ini adalah mengingat hubungan good governance dengan efektivitas pelaksanaan anggaran masih positif, yang berarti penerapan good goverment masih dapat bertindak sebagai subyek dalam meningkatkan efektivitas pelaksanaan anggaran hendaknya melakukan evaluasi terhadap sistem tersebut secara terus menerus sehingga dapat memberikan kontribusi yang lebih besar dalam peningkatan visi, misi, tujuan dan sasaran pada Kementerian Koodinator Bidang Perekonomian.

When reform era in Indonesia entered, the Central and Regional Governments are faced to its reality on increased public demands to government performance. Therefore, it is surely that the government shall carry out changes and enhancement on management of the government. Relevant changes and enhancement shall realize if the government maintains it with new paradigm of management. It means that the government currently has not been fully cared on public interests and needs, when entering this new era to manage government, this shall be the object as well as subject to manage the government.
On other hand, for demands on realization of good governance, the government is demanded to manage its currently performed working patterns. In other words, the government shall be able to maintain its synergies to other government entities on the demands to realize a good governance. Performed fundamental changes by government in order to manage state monetary is to change Financial Administration into Financial Management. This reform is one of realizations to implement Act Number 7 / 2003 pertaining to State Monetary and Act Number 1 / 2004 pertaining to State Treasure and Act Number 15 / 2004 pertaining Examination and Accountability of State Monetary. Implementation of these acts above are to fulfill reform agenda on financial management at the institutional departments as well as for public management as a follow-up to reform on legal affairs.
Since the package of acts above passed, management of APBN (state's Income and Expenditure Budget) has changed in estimating process which is from planning to implementation. According to Monetary Note and draft of 2005 APBN, reform on state monetary management is to implement an effective and efficient state?s budget allocation with applying unified budget, the usage of Medium Term Expenditure Framework ? MTEF) and to applying performance-based budget systems). Formulation of problem of this research that is how principals applying of good governance in execution of budget in The Ministry of Coordinator of Economics Affairs.. Target which will be reached from this research is analyse and explain how far the principal applying of good governance to execution of budget in The Ministry of Coordinator of Economics affairs.
Used study methodology in this thesis is descriptive-analysis with data gathering techniques by library and field studies (questionnaire). Performed analysis is qualitative and quantitative. Conclusion of this study is good governance Principle has a correlation to Budget Performance. To compile, implement, accountable budget on the Coordinating Minister of Economics Affairs for good governance Principles can be done and it is not hard to implement.
Recommendation of this study is considering that correlation between good governance Principle and budget performance is still positive, which means good governance Principle could act as a subject to enhance budget performance can surely maintain evaluation in this system continuously and it can give more contributions on the enhancement of vision, mission, objective of target at theCoordinating Minister of Economics Affairs.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
T19253
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Irsyad Reza
"Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kesesuaian implementasi sistem pengendalian internal pada manajemen PT. XYZ dengan standar ketentuan yang berlaku serta mengidentifikasi kelemahan dalam pengimplementasian good corporate governance (GCG). Penelitian kualitatif ini menganalisis lingkungan pengendalian pada PT. XYZ berdasarkan hasil wawancara dan menganalisis hasil penilaian skoring good corporate governance (GCG) untuk mendapatkan kesimpulan penelitian. Proses wawancara pada penelitian ini menggunakan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah nomor 60 tahun 2008, sementara proses penilaian skoring menggunakan ketentuan dalam Keputusan Sekretaris Kementerian Badan Usaha Milik Negara nomor SK/16/S.MBU/2012.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa, penerapan sistem pengendalian internal pada manajemen PT. XYZ belum sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Belum ditetapkannya pedoman pengaturan serta ketidaksesuaian struktur organisasi menjadi faktor penyebabnya. Hasil penilaian skoring menunjukan bahwa lemahnya komitmen manajemen perusahaan terhadap penerapan tata kelola secara berkelanjutan serta kurangnya efektivitas peran Direksi PT XYZ menjadi faktor penyebabnya.

The purpose in this study to analyse internal control implementation and identified the weakness of corporate governance implementation based on governmental regulations. This qualitative research case study focuses on analysis implementing of control environment based on interviews information and analysis implementing of corporate governance based on governance scoring at PT. XYZ to reach conclusions. The interviews on this study refers to regulations no. 60/2008 and the scoring based on the regulation on Secretary of State Minister for State Owned Enterprises act (BUMN) no. 16/S.MBU/2012.
This study findings that implementation of internal control at PT. XYZ not appropriate with the standards on this regulations. Additionally, the company haven't internal guidelines to set code of conduct and incompatibility of organizational structure are the causes. This study also concluded that the implementation of corporate governance at PT. XYZ was ineffective. Ineffectiveness the role of the Directors and lack of management commitment to implementing corporate governance are the factors causes.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Teguh Satrio Prakoso
"Dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, menjadi tonggak awal perencanaan pembangunan yang ada di Indonesia. Jika merunut dalam beberapa tahun sebelumnya, Indonesia telah memiliki pedoman perencanaan pembangunan nasional.
Namun demikian, pedoman tersebut belum menjadi satu kesatuan sistem yang terintegrasi. Fokus pengaturan undang-undang dimaksud adalah berkaitan dengan sistem perencanaan yang dijadikan dasar pembangunan nasional. Perencanaan pembangunan merupakan pedoman mutlak bagi penyelenggara negara ketika akan melakukan pembangunan nasional. Dalam era keterbukaan seperti saat ini, proses perencanaan pembangunan dicoba untuk dihadirkan secara terbuka. Kepentingan masyarakat harus tertampung dalam arah strategi pembangunan nasional. Masyarakat ditempatkan sebagai aktor pemegang peranan penting dalam perencanaan pembangunan nasional. Dalam persepsi ini, aktor pembangunan nasional berkembang bukan hanya dilakukan oleh pemerintah, tetapi juga dilakukan
oleh masyarakat dan swasta. Harapan yang ingin dicapai oleh pembentuk undangundang adalah adanya sinergi antara tiga aktor pembangunan nasional yang akan menciptakan hasil pembangunan sesuai dengan kebutuhan masyarakat, swasta, maupun pemerintah. Selain itu juga, membuka peluang partisipasi masyarakat dalam pembangunan nasional khususnya pada saat perencanaan juga menempatkan
pemerintah yang membuka peluang demokrasi untuk melakukan tata kelola sesuai dengan semangat good governance.

By the passing of Law Number 25 of 2004 concerning the National Development Planning System, it became the initial milestone for development planning in Indonesia. Tracing the preceding few years, Indonesia has already had guidelines for national development planning. However, these guidelines have not become a
single integrated system. The focus of the regulation of this law is related to the
planning system which is utilized as the basis for national development. Development planning is an absolute guideline for State administrators when undertaking national development. In this era of openness, the development planning process is made fit to be presented openly. The interests of the community must be accommodated in the line direction of the national development strategy. The community is placed as a crucial figure who plays an essential role in national development planning. In this perception, the characters of national development are not only shoout by the
government, but also by the public and the private sector. The goal that the legislators feel imperative to accomplish is a synergy among the three national development figures that will create development results in accordance with the
needs of the community, the private sector and the government. In addition, opening up opportunities for public participation in national development, especially during planning, also places the government that welcomes opportunities for democracy to perform governance in accordance with the spirit of good governance.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Winda Yunika
"Pengawasan merupakan unsur terpenting dalam suatu sistem manajemen di dalam pemerintahan. Salah satu faktor utama yang dapat menunjang keberhasilan pelaksanaan pengendalian adalah efektivitas peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP), hal ini diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 Tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. Kendala yang dialami oleh APIP dalam menjalankan tugas sebagai pengawas internal pemerintah adalah kekurangannya sarana dan prasarana yang memadai khususnya terkait dibidang Informasi dan Teknologi (IT), yang mengakibatkan pelaksanaan sistem e-audit tidak berjalan dengan optimal. Selain itu, kuantitas dan kualitas auditor dalam melakukan proses audit yang sesuai dengan standar audit dan kode etik Inspektorat Jenderal masih sangat rendah, sehingga kualitas Laporan Hasil Pengawasan menjadi kurang akuntabel.
Dalam penelitian ini diajukan dua masalah pokok yaitu bagaimana sistem pelaksanaan pengawasan fungsional yang dilakukan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Faktor-faktor apasaja yang menghambat sulit terwujudnya sistem pengawasan yang dapat mewujudkan Good Governance and Clean Governance.
Penelitian ini adalah penelitian hukum doktrinal yang bersifat kualitatif dengan menggunakan pendekatan sejarah dan perbandingan. Dalam penelitian ini, digunakan 3 (tiga) kerangka teori yaitu teori negara hukum, teori pengawasan dan teori pemerintahan yang baik. Adapun kerangka konsep yang digunakan adalah konsep sistem pengawasan dan konsep prinsipprinsip good governance and clean governance. Adapun faktor penghambat dalam pengawasan internal yang dilakukan oleh Inspektorat Jenderal antara lain adalah pelaksanaan pengawasan berbasis teknologi (eaudit) yang belum optimal, serta pengembangan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia di Inspektorat Jenderal yang kurang maksimal.
Atas dasar uraian tersebut maka perlu dilakukan re-sosialisasi terkait pentingnya penerapan e-audit yang harus dilakukan oleh auditor pada proses pengawasan internal di satuan kerjanya, selain itu perlu adanya koordinasi yang baik mengenai masalah Informasi dan Teknologi (IT) ke Sekretaris Jenderal (SEKJEN) Kementerian Hukum dan HAM untuk menyelesaikan permasalahan IT di Inspektorat Jenderal Kementerian Hukum dan HAM.

Supervision is an important element in a system of management in government. One of the main factors that can support the successful implementation of control is the effectiveness of the role of Government Internal Supervisory Apparatus (APIP), it is stipulated in Article 2 paragraph (1) of Government Regulation Number. 60 Year 2008 on Government Internal Control System. The problem faced by the APIP in stints as an internal watchdog of government is a drawback facilities and adequate infrastructure, especially related to the field of Information and Technology (IT), which resulted in the implementation of e-audit system is not running optimally. In addition, the quantity and quality of auditors in performing the audit in accordance with auditing standards and ethical codes of the Inspector General is still very low, so the quality of the Monitoring Reports to be less accountable.
In this study posed two main problems, namely how the system functional supervision performed by the Inspectorate General of the Ministry of Justice and Human Rights and the factors that hinder the difficult realization whatever, surveillance systems that can realize Good Governance and Clean Governance.
This research is a qualitative doctrinal law by using historical and comparative approach. In this study, used 3 (three) theoretical framework, namely the theory of a state of law, supervision theory and the theory of good government. As for the conceptual framework used was the concept of surveillance systems and the concept of the principles of good governance and clean governance. The limiting factor in the internal control performed by the Inspectorate General, among others, is the implementation of technology-based monitoring (e-audit) is not optimal, and the development of the quality and quantity of human resources in the General Inspectorate less than the maximum.
On the basis of the description it is necessary to re-socialization related to the importance of implementing e-audit should be done by the auditors on the internal supervision unit of work, in addition to the need for better coordination on the issue of Information and Technology (IT) to the Secretary General (Secretary General) Ministry of Justice and human rights to resolve IT issues at the Inspectorate General of the Ministry of Justice and human rights.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T46726
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>