Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 173650 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sri Endang Setiowati
"ABSTRAK
Upaya pemberdayaan masyarakat pesisir yang dilakukan Pemerintah Daerah Kabupaten Gunungkidul sejak 20 tahun yang lalu masih belum dirasakan secara merata oleh masyarakat di kawasan tersebut. Padahal di wilayah pesisir ini telah terjadi pergeseran dalam mata pencaharian, yaitu peralihan dari petani ke petani-nelayan ataupun nelayan-petani. Peralihan ini mungkin terjadi karena tuntutan keadaan dan dalam batas tertentu akan berdampak pada keberlanjutan sumberdaya daratan dan perairan Upaya pernberdayaan masyarakat pesisir dalam rangkaian pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam masyarakat pesisir inilah yang merupakan permasalahan yang mendasari penelitian.
Tujuan dari pellitian ini adalah untuk rnengetahui sejauh mana pengaruh kegiatan pemberdayaan dalarn peningkatan kesejahteraan dan partisipasi masyarakat terhadap pelestarian lingkungan masyarakat pesisir, sehingga dapat ditentukan atau disusun strategi pemberdayaan agar diperoleh hasil yang berdaya guna.
Pemberdayaan masyarakat pada dasarnya bertujuan untuk mengembangkan potensi masyarakat pesisir di lokasi, baik yang menyangkut ilmu pengetahuan, teknologi maupun kesadaran dalam memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki, sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup lebih baik. Diharapkan dengan adanya pembahan tersebut akan terjadi peningkatan kesejahteraan serta tingkat partisipasi atau kepedulian dalam pelestarian lingkungan.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif dengan menekankan pada pendekatan kualitatif disertai dengan data dan analisis statistik (kuantitatif) sebagai penunjang. Penelitian ini mengambil kasus pemberdayaan sekelompok masyarakat di pesisir Kecamatan Tepus dan Tanjungsari, Kabupaten Gunungkidul dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam daratan, pesisir dan laut, yang mencakup wilayah Pantai Baron, Drini, Sundak dan Siung. Upaya pernbcrdayaan nelayan di pesisir Kabupaten Gunungkidul ini pertama kali dilakukan di Pantai Baron pada tahun 1980 yang kemudian diikuti oleh keetiga pantai lainnya.
Hasil penelitian rnenunjukkan bahwa upaya pemberdayaan berupa peningkatan kesejahtraan masyarakat belum dapat menjangkau seluruh rnasyarakat nelayan disebabkan seluruh rangkaian kegiatan pemberdayaan yang terdiri lima upaya pemberdayaan tampak tidak terpola dan terkesan tidak ada perencanaan yang matang, baik untuk cara, waktu dan tempat pemberdayaan. Kemelimpahan sumberdaya laut pada umumnya belun dapat dimanfaatkan secara optimum oleh penduduk setempat, antara Iain disebabkan oleh keterbatasan teknologi dan kondisi sosiokultural yang menjadi kendala dalam adopsi dan keberlanjutan pemanfaatan teknologi mengingat pembinaan sosial budaya masih sangat kurang dibandingkan dengan upaya pemberdayaan lainnya.
Partisipasi masyarakat dalam pelestarian lingkungan sebagai hasil dan program pemberdayaan juga menunjukkan hasil yang belum optimal. Kepedulian masih ditunjukkan dalam pemahaman saja bukan pada suatu tindakan atau perbuatan yang nyata dengan tujuan yang lebih mengarah kepada pemenuhan kebutuhan ekonomi. Tujuan utarna dari pemberdayaan, yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat belum dapat tercapai secara menyeluruh dan berkelanjutan.
Konsep keberlanjutan program pemberdayaan masyarakat pesisir harus memperhatikan 5 (lima) upaya pemberdayaan yang terdiri atas upaya memotivasi masyarakat (motivasi), pembinaan ketrampilan, pembinaan dalam bidang pengelolaan (manajemen), pembinaan dalam usaha pelestarian lingkungan dan pembinaan sosial budaya, dimana faktor sosial budaya merupakan bagian penting dmi kelima upaya tersebut seluruh rangkaian, proses dan hubungan antar upaya pemberdayaan tersebut adalah proses pemberdayaan lanjutan dalam rangka pembangunan yang berkelanjutan sehingga tujuan dari pemberdayaan masyarakat pesisir dapat tercapai baik dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat dan lingkungan yang Iestari baik daratan, pesisir dan laut.
Program pemberdayaan lanjutan hendaknya dimasukkan dalam kerangka perencanaan yang matang dan lebih menekankan pada bidang sosial budaya khususnya pendidikan mengingat masih diperlukan sumberdaya manusia (SDM) masyarakat pesisir yang tanggap terhadap inovasi dan perubahan baru.
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dalam kajian dan analisis mengenai upaya pemberdayaan masyarakat pesisir, terutama untuk daerah yang mempunyai karakteristik hampir sama dengan Iokakaji, dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam (daratan, pesisir dan laut) serta perubahan kondisi ekonomi, sosial dan budaya petani serta partisipasinya (petani-nelayan) dalam pengelolaan sumberdaya alam sebagai dampak adanya kegiatan pemberdayaan (diversitikasi mata pencaharian) tersebut. Dari penelitian ini dapat tergali dan terungkap pola kehidupan masyarakat setelah adanya upaya pemberdayaan yang menyangkut pola sosial, ekonomi dan budaya setempat dan dihubungkan dengan upaya mereka untuk melestarikan sumberdaya alam yang menjadi sumber kehidupannya untuk mendapatkan keseimbangan dan kesinambungan.

Abstract
Efforts to empower people living in coastal areas made by the regional govemment of Gunungkidul over the past 20 years have produced results although these are not enjoyed by all the people. The region has seen people in coastal areas change jobs. The shifts from farmers to farming-fishermen and fishing-farmers may be due to the current circumstances, and to a certain extent will affect the sustain- ability of land and marine resources. The coastal community empowerment program to enable them to use and manage marine resources is the issue on which this research was based on.
The research aimed at finding out how the empowerment activities affect the promotion of the people?s welfare and their participation in conservation the coastal environment so that efficient empowennent strategies can be set up or devised.
The community empowerment basically aimed at developing the potentials of the studied coastal communities with respect to scientific knowledge, technologies and awareness of using the available resources so that their quality of life could improve. These changes were expected to promote people?s welfare and their level of participation in or concern for environmental protection.
The research was conducted using the analytical-descriptive method with emphasis on the qualitative- approach; supporting data and statistical (quantitative) analysis were also furnished It studied the case of the empowerment program targeted at a group of people living in the coastal districts of Tepus and Tanjungsari in the regency of Gunungkidul, the program of which was supposed to enable them to use and manage the land, coastal and marine resources in the coasts of Baron, Drini, Sundak and Siung. The efforts to empower Eshennan in coastal of Gtmtmgkidul has been done for the Erst time in the coast of Baron in 1980 and then followed by the other coasts.
Research results showed that the empowemient program to promote people?s welfare had not been enjoyed by all the fishing communities because the empowerment program which consisted of tive activities was not properly outlined and carefully planned, in terms of method, time and place. Local communities had not been able to use the abundant marine resources because of tl1e lack of technological advances. Socio-cultural conditions also hampered the adoption and sustained use of technology be use training on socio-cultural was very limited compared with the other more iiequent empowennent activities.
Community participation in the environment conservation following the empowerment program was also not encouraging. People showed only awareness rather than actual steps or real actions toward fulfilment of economic requirements. The main objective of the program - promoting people?s welfare ~ had not been fully and sustainably achieved.
The concept of a continued coastal community empowerment program should take into account live empowering activities: motivating the communities (motivation), skills training, management training, environment conservation training and socio-culture. In all these five activities, the socio-cultural element plays an important part. The whole program, processes and interconnected activities are part of a follow-up empowerment process within the framework of sustainable development to achieve the goal of the coastal people empowerment program to promote people?s welfare and to protect land, coastal and marine environments.
Further programs should be carefully planned and emphasize on the socio-cultural aspect, particularly education, considering that coastal community members who are responsive to changes and innovations are vital to the programs.
This research were expected can be used as reference in find out and analysis about the coastal community empowerment program, specially for region that almost have similar characteristics, in use and manage natural resources (land, coastal and marine) and the changes of economic, social and culture condition of farmer also the participation (farmer-iisherman) in manage natural resources following the empowerment progam (diversification of employment) implementation From this research can be excavate and reveal the pattern of communities life after the empowerment activities with respect to local social, economic and cultural patterns and related with their effort to the natural resources conservation to get the balancing and contiously of their sources of life.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
D646
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
"Abstract:
Coastal and marine resources of Teluk Saleh, Nusa Tenggara Barat Province, Indonesia."
Cibinong: Pusat Survei Sumberdaya Alam Laut, Bakosurtanal, 2009
333.917 IND s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Sutiman
"Dampak dari krisis ekonomi yang terjadi sejak pertengahan tahun 1997 hingga saat ini masih membawa dampak bagi perekonomian Indonesia, terutama dibidang ekonorni yaitu melemahnya kinerja sektor keuangan domestik khususnya perbankan. Kondisi ini sangat berpengaruh terhadap sector riil perekonomian sehingga menimbulkan permasalahan sosial seperti pengangguran dan kemiskinan yang meningkat tajam (Penduduk miskin pada ahun 1997 berjumlah 22,5 juta jiwa meningkat menjadi menjadi 98 juta atau naik sebesar 48% pada tahun 1998 dan sekitar 70%nya merupakan penduduk desa).
Dampak posistif dari krisis ekonomi tersebut, yaitu bangkitnya kegiatan usaha yang berbasis pada usaha kecil dan menengah khususnya yang berbasis pada sector produksi yang berpeluang strategis dapat memberikan nilai tambah cukup besar bail( nasional maupun daerah yaitu sektor perikanan dan kelautan.
DKI Jakarta sebagai salah satu daerah yang mempunyai sumber pendapatan dari sektor perikanan dan kelautan, terlihat kontribusinya yang cukup dominan dalam PDRB yaitu menyumbang sebesar 71% kepada sektor pertanian, walaupun sektor pertanian hanya menyumbang sebesar 0,28 bagi pembentukan PDRB DKI Jakarta.
Kotamadya Jakarta Utara dengan wilayah 97,8% merupakan wilayah lautan, sudah barang tentu sektor perikanan merupakan unggulan dari segi PAD. Dengan kapal motor sebanyak 3.299 buah dan 4 TPI (tempat pelelangan ikan) pada tahun 1999 telah menghasilkan produksi ikan sebanyak 70,119,5 ton dengan nilai sebesar Rp 120,1 milyar meskipun pada tahun 2000 menurun dengan nilai sebesar Rp 92,8 milyar.
Pendapatan regional perkapita merupakan, salah satu indikator kesejahteraan penduduk yang dilihat dari segi produk yang dihasilkan. Selama kurun waktu 1996-1999 pendapatan regional perkapita atas harga berlaku naik dari Rp12,9. juta menjadi Rp.22,5 juta. Namun pada tahun 1998 turun sebesar 19,08% dibanding tahun 1997.
Jumlah nelayan yang ada di Jakarta Utara sebanyak 21.012 orang atau 2,94% dari jumlah penduduk. Jumlah tersebut sebanyak 9.460 nelayan penduduk tetap selebihnya merupakan pendatang. Sedangkan jumlah nelayan di Kepulauan Seribu sebanyak 4.717 orang nelayan atau 56,5% dari jumlah penduduk di kepulauan Seribu. Persentase jumlah nelayan pekerja terhadap pemilik di Kepulauan Seribu mencapai 362, artinya sebagian besar nelayan (65%) yang ada di Kepulauan Seribu hanya sebagai pekerja.
Kabupaten Kepulauan Seribu dibentuk dengan PP nomor 55 tahun 2001 dan SK Gubernur DKI Jakarta Nomor 186 tahun 2000 tentang pembentukan Kelurahan di Kepulauan Seribu. Dengan pembentukan kecamatan menjadi kabupaten Kepulauan Seribu dapat diartikan bahwa Pemda Kepulauan Seribu harus dapat membiayai berbagai sarana dan prasarana maupun SDM untuk mendukung kegiatan pelayanan masyarakat maupun dalam membangun prasarana publik dan mencari sumber pembiyaannya.
Kondisi sumberdaya alam Kepulauan Seribu memberikan peluang bagi sektor pariwisata dan perikanan laut. Komoditas yang dikembangkan adalah budidaya rumput laut dan ikan kerapu dengan jumlah petani sebanyak 460 nrang. Produksi perikanan laut mencapai 57,2 juta kg dengan nilai Rp 97,26 milyar pada tahun 2000 menurun dibanding pada tahun 1999 yang mencapai 63 juta ton. Meskipun produksi sektor perikanan di Kepulauan Seribu cukup besar namun masyarakat nelayan belum dapat menikmati hasilnya atau dapat diartikan tidak merubah kesejahteraannya atau masih tetap miskin. Dalam hal ini tidak ada hubungan antara jumlah penduduk pada satu wilayah dengan tingkat kesejahteraan masyarakat.
Faktor-faktor yang dapat berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan para nelayan berdasarkan data yang tersedia adalah rendahnya kualitas sumberdaya manusia, alat tangkap yang masih tradisional, kurangnya sarana dan prasarana dasar (transportasi/Kapal/perahu motor, pendidikan, kesehatan), tempat pelelangan ikan (TPI), pencemaran laut, tingginya biaya hidup, namun masih perlu dibuktikan dengan suatu penelitian secara komprehensif.
Penanggulangan kemiskinan masyarakat nelayan di Kepulauan Seribu, baik Pemerintah pusat maupun daerah telah mengambil beberapa kebijakan. Penanggulangan masyarakat pesisir/nelayan oleh pemerintah pusat melalui pemerintah daerah adalah bantuan PDM-DKE selama 2 tahun (1998-1999), bantuan ingub sudah cukup lama dan sampai sekarang (2002) dan Program PEMP dimulai tahun 2001 sampai sekarang (2002). Masalahnya adalah hanya sebagian kecil yang menerima bantuan dengan kriteria-kriteria tertentu dibandingkan dengan jumlah masyarakat miskin yang ada kepulauan Seribu.
Program Penanggulangan Kemiskinan untuk pengelolaan wilayah pesisir dan pemberdayaan masyarakat nelayan, pada umumnya dengan menggunakan perencanaan strategis. Artinya penanganan suatu wilayah akan berbeda dengan wilayah lain karena harus didasarkan kepada permasalahannya. Perbedaan ini juga dapat dilihat dari Strength, Weakness, Opportunuity dan Threat. Namun perbedaan tersebut juga bisa dilihat dari segi nisi, misi, strategi dan sasaran yang hendak dicapai.
Kebijakan-kebijakan yang ada di Kepulauan Seribu, pada umumnya masih bersifat Top Down, yaitu kebijakan yang dilahirkan dari pendekatan manajemen strategis, sementara masyarakatnya masih bersifat pasif atau menerima apa adanya, apalagi kegiatannya adalah bersifat bantuan dana.
Pemilihan prioritas strategi kebijakan dalam tesis ini dilakukan dengan menggunakan metode TOWS dan metode Game Theory atau teori permainan. Kebijakan tersebut diharapkan dapat mengidentifikasi permasalahan dan prioritas strategi serta dapat memecahkan masalah konflik antar stakeholder dalam pengelolaan wilayah pesisir dan pemberdayaan nelayan karena prioritas strateginya merupakan kombinasi dari para stakeholder yang ada. Prioritas strategi kebijakan yang diusulkan sebagai suatu kebijakan baru adalah peningkatan kematnpuan teknis keterampilan penangkapan dan budidaya ikan serta konservasi bagi para nelayan dan masyarakat pesisir pada umumnya."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
T8603
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diden Rostika
"Tesis ini merupakan hasil penelitian mengenai pemberdayaan masyarakat miskin, melalui Program Pengembangan -Kecamatan, di Kabupaten Sumedang, Kecamatan Tanjungsari tahun 1999-2002.
Dilatarbelakangi oleh ketidakberhasilannya program ini dalam meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat miskin, maka peneliti mencoba melakukan penelusuran terhadap proses sosialisasi ditahap perencanaan kegiatan, proses pelaksanaan kegiatan dan pemeliharaan program.
Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif, dengan jenis penelitian deskriptif analitik untuk menghasilkan informasi-informasi tentang proses pelaksanan program, yang diperoleh melalui informan. Pemilihan informan didahului dengan membuat theoretical sampling dan dilanjutkan dengan penarikan sample secara "snowball sampling" yang meliputi petugas, dan penerima program. Untuk mendapatkan informasi dari informan tersebut peneliti menggunakan teknik "in-depth inleruiew ", observasi dan studi dokumentasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, pemberdayaan masyarakat miskin di Desa Margaluyu kurang berhasil memberdayakan masyarakat miskin. Penyelenggaraan program tidak mampu meningkatkan pendapatan ekonomi bagi masyarakat miskin, bantuan yang diberikan program terutama untuk UEP dan KSP belum cukup memberikan peluang bagi peningkatan pendapatan, penyediaan lapangan kerja, dan juga belum bisa membangun kelompok masyarakat dalam bentuk UEP atau KSP yang kuat, juga malah membuat keharmonisan sebagian masyarakat dengan aparat desa menjadi terganggu karena kecurigaan-kecurigaan masalah dana proyek.
Kegagalan ini berawal dari sosialisasi program yang kurang memasyarakat. yang berakibat pada persepsi yang berbeda, dan motivasi partisipasi yang berlainan, disini motif ekonomi sangat dominan dalam mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dalam program ini. Didukung oleh pendampingan yang tidak berkesinambungan, kompetensi sebagai cotmnunity worker tidak memadai dan pendamping masyarakat yang bekerja lebih berorientasi pada tugas sesuai petunjuk teknis dan petunjuk operasional bukan pada proses sehingga kurang bermanfaat bagi anggota kelompok dan anggota masyarakat pada umumnya. Juga pendekatan yang dilakukan pada proses pemberdayaan untuk mencapai.hasil yang maksimal perlu disesuaikan dengan komunitas yang ada, dalam satu komunitas ada saatnya `didekati' dengan pendekatan yang directive tetapi ada saatnya menggunakan pendekatan yang non-directive.
Pola perguliran yang dikembangkan tidak menyebarluas menjangkau sasaran yang lebih jauh, tapi membentuk kelompok-kelompok kecil yang lebih eksklusif karena hanya orang-orang tertentu dan orang-orang yang sama yang bisa menikmati pelayanan program melalui UEP.
Berbagai upaya perubahan dan perbaikan perlu dilakukan, program pemberdayaan harus dilakukan secara komprehensif dalam seluruh aspek kehidupan dengan memprioritaskan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan dengan pendekatan directive atau non-directive. Membangun perekonomian desa dengan potensi yang ada dengan memperluas jaringan kerja, membangun lembaga perekonomian seperti misalnya koperasi, guna menghimpun petani tembakau dan kelompok UEP lainnya kedalam satu wadah yang dapat mempermudah dan daya tawar menjadi transparan, menguatkan kelompok UEP agar mampu bersaing dan menumbuhkan produktifitas yang pada akhirnya dapat mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T10942
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sutrisno
Kementerian Dalam Negeri Ri,
351 JBP 7:1 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Aloen Samodro
"ABSTRAK
This study is inspired by the debate between economic interests and environmental conservations where each interest has its own argumentation. The study employed the concept of involution used by Clifford Geertz when analyzing the planting pattern of sugar cane and rice in Javanese society. By using a similiar analytical framework this study examined how the interaction between the two factors (internal and external) that affected the coastal community and their relations with the natural resources. The study is located in kelurahan pulau Panggang, Kecamatan Pulau Seribu Utara, Kabupaten Administrasi Kepulaian Seribu. The study using qualitative approach. In-depth interviews, observation and focus group discussion methods and literature study for data collection and analysis."
Depok: LabSosio, Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu sossial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
301 MAS 13:2 (2006)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Riadini
"Karst dapat dicirikan dengan mengidentifikasi terdapatnya sinkhole atau lembah kering dalam berbagai ukuran dan bentuk, langka atau tidak terdapatnya sungai permukaan, dan terdapatnya goa dari sistem drainase bawah tanah. Kecamatan Semanu dan Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunung Kidul termasuk ke dalam kawasan karst Gunungsewu. Kedua kecamatan ini banyak dijumpai fenomena sinkhole. Sinkhole pada proses karstifikasi lebih lanjut dapat terjadi amblesan. Amblesan dapat sangat berbahaya dalam aspek kewilayahan karena berhubungan dengan kehidupan di permukaan dan perencanaan infrastruktur. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola persebaran amblesan pada bentang alam karst di Kecamatan Ponjong dan Kecamatan Semanu, Kab. Gunung Kidul dan menganalisis wilayah potensi amblesan berdasarkan faktor pendorong dan faktor pengontrol yang mempengaruhi terjadinya amblesan pada bentang alam karst Pola sebaran amblesan dianalisis menggunakan analisis tetangga terdekat dan menghasilkan nilai indeks 0.553 yang berarti pola sebaran amblesan adalah mengelompok. Wilayah potensi amblesan dibuat dengan mengolah peta kelerengan, peta ketinggian, peta indeks vegetasi, dan peta suhu permukaan tanah. Keempat peta dioverlay kemudian dibuat klasifikasi menjadi wilayah potensi tinggi, sedang, dan rendah. Hasil pengolahan menunjukkan sebagian besar wilayah Kecamatan Ponjong dan Kecamatan Semanu merupakan wilayah potensi tinggi amblesan dan dibuktikan dengan 80 persen amblesan terjadi di wilayah potensi tinggi dengan curah hujan mempengaruhi wilayah amblesan.

Karst can be characterized by identifying the presence of sinkhole or dry valleys in various sizes and shapes, rare or absent surface rivers, and the presence of caves from underground drainage systems. District of Semanu and District of Ponjong, Gunung Kidul Regency belong to karst area Gunungsewu. Both subdistricts are often foundphenomenon synthetic. Sinkhole on further karstification process can occur subsidence. Amblesan can be very dangerous in the cantonal aspect as it relates to life on the surface and infrastructure planning. This study aims to determine the pattern of dispersal distribution in karst landscapes in District Ponjong and District Semanu, Kab. Gunung Kidul and analyze the potential region of subsidence based on the driving factors and the controlling factors that affect the occurrence of subsidence in the karst landscape. The dispersion distribution pattern is analyzed using nearest neighbor analysis and yields the index value 0.553 which means the pattern of the distribution of the subsidence is clumped. Areas of potential subsidence are made by treating gradient maps, altitude maps, vegetation index maps, and surface temperature maps. The four dioverlay maps are then classified into high, medium, and low potential areas. The processing result shows that most of Ponjong and Semanu sub districts are high potential subsidence area and proved by 80 of subsidence in high potential area with rainfall affecting the subsidence area.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Ita Yuniarsih
"Pembangunan pada hakekatnya adalah usaha untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui peningkatan pendapatan perkapita dan memperluas lapangan kerja. Agar pembangunan mencapai tujuan dan sasaran yang diharapkan diperlukan peran serta masyarakat. Adanya kesadaran akan pentingnya peran serta masyarakat dan pembangunan perekonomian yang berakar pada kekuatan masyarakat maka pemerintah kemudian berupaya untuk menerapkan suatu kebijakan melalui perancangan berbagai program pembangunan yang melibatken masyarakat sebagai salah satu komponennya. Sebagal salah satu upaya pemerintah untuk melibatkan masyarakat dalam program pembangunan yaitu dengan menerapkan suatu kebijakan pemberdayaan masyarakat melalui pelaksanaan Program Pendukung Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Daerah (P2MPD) yang salah satunya dilaksanakan di Kabupaten Lampung Tengah selama 3 tahun.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis proses pelaksanaan Program P2MPD serta menganalisis pelaksanaan kebijakan pemberdayaan masyarakat. Untuk lebih mengetahui bagaimana proses pelaksanaan program tersebut maka penelitian yang dilakukan adalah dengan mengambii salah satu kecamatan di Kabupaten Lampung Tengah yang menerima alokasi program tersebut sebagai obyek studi. Lokasi yang dipilih sebagai obyek penelitian yaitu Kecamatan Seputih Mataram yang terletak di bagian timer wileyah Kabupaten Lampung Tengah. Dipilihnya kecamatan ini sebagai obyek studi karena walaupun herjarak re/atif dekat dengan ibukota kabupaten namun basil pembangunan yang tercermin dari ketersediaan sarana dan prasarananya masih dirasa sanget minim apabila dibandingkan dengan ketersediaan sarana den prasarana ibukota kabupaten.
Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder mengenai pelaksanaan Program P2MPD yang dianalisa secara deskriptif. Hasil analisa yang diperoleh kemudian dijadikan dasar dalam mengkaji pelaksanaan kebijakan pemberdayaan masyarakat di Kabupaten Lampung Tengah dengan menggunakan metode Analitycal Hierarchy Proses (AHP) yang didasarkan pada persepsi pars responden ekspert.
Hasil analisa menunjukkan bahwa secara umum pelaksanaan Program P2MPD di Kabupaten Lampung Tengah, terutama di Kecamatan seputih Mataram belum dapat berjalan dengan optimal. Hal ini dibuktikan dengan adanya berbagai kendala/permasalahan yang terjadi dalam proses pelaksanaannya. Walaupun demikian,. ban yak segi positif yang dapat diambil dan bermanfaat dengan dilaksanakannya Program P2MPD sebagai salah satu program pemerintah.
Pelaksanaan Program P2MPD di lokasi studi telah barhasil dalam menciptakan dan meningkatkan proses pemberdayaan masyarakat di tingkat lokal. Di samping itu Program P2MPD berhasil dalam meningkatkan peran organ isasi masyarakat desa melalui Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kampung. Dengan dilaksanakannya Program P2MPD, fungsi sarana dan prasarana ekonomi pedesaan lebih meningkat sehingga ha! ini merupakan salah satu keberhasilan pemerintah dalam mempercepat pembangunan di daerah terutama di kampung-kampung tertinggal.
Program P2MPD yang merupakan media bagi pemerintah dalam melaksanakan kebijakan pemberdayaan masyarakat pada dasarnya telah berhasil membangkitkan peranserta masyarakat dalam pembangunan. Meskipun masyarakat merupakan tokoh sentral dari pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat, namun peran fasilitator masih tetap dibutuhkan. ICeberadaan fasilitator ini dikaitkan dengan kemampuan masyarakat yang diberdayakan yang relatif masih sangat terbatas yang masih tetap membutuhkan pendampingan balk dalam tahap perencanaan, pelaksanaan maupun tahap perneliharaan.
Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan metode AHP diperoleh hasil bahwa kebijakan pemberdayaan masyarakat yang optimal dalam pelaksanaan pembangunan di daerah dapat terwujud apabila target kemandirian masyarakat dapat dicapai. Apabila ditinjau dari sisi kendala, maka kendala yang dihadapi dan perlu mendapat perhatian adalah mengenai kualitas masyarakat yang diberdayakan. Oleh karena itu pelaku yang paling berpengaruh dalam mengatasi permasalahan tersebut adalah aparat pemerintah yang berperan selaku penentu kebijakan. Jadi walaupun program yang dijalankan oleh pemerintah menempatkan masyarakat sebagai tokoh sentral pembangunan, namun peran pemerintah tetap diperlukan sebagai penga was atau pembina dalam mengatasi kondisi yang dihadapi dalam pelaksanaan program. Menurut hash analisa dari persepsi responden ekspert, bahwa strategi yang paling diprioritaskan agar kebijakan tersebut dapat terwujud adalah mendorong partisipasi aktif masyarakat, baik pada tahap perencanaan, pelaksanaan, maupun pada tahap pemeliharaan dan pengawasan.
Dari hasil analisis sensitivitas menunjukkan bahwa jika peran masyarakat lebih dipentingkan maka hat ini tidak akan mengubah strategi prioritas, yang berarti bahwa mendorong partisipasi aktif masyarakat tetap merupakan prioritas utama. Demikian juga apabila pendapat responden dari pihak akademisi dianggap lebih berpengaruh dibanding pendapat responden lain, make hash anatisis menunjukkan bahwa tidak ada perubahan strategi prioritas. Hal ini berbeda apabila pendapat responden dari pihak pemerintah, yang dalam hal ini diwakili oleh pihak Bappeda lebih dipentingkan dibanding pendapat responden lain. Menurut Bappeda, strategi yang diutamakan adalah melaksanakan program pembangunan secara berkelanjutan agar kebijakan pemberdayaan masyarakat dapat tercapai dengan optima!. Hal ini berkaitan dengan target yang dinarapkan tercapai dari sudut pandang Bappoda dan juga dikaitkan dengan penitikberatan sasaran kegiatan Program P2MPD, yaitu terciptanya akses sarana dan prasarana ekonomi pedesaan."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T20610
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>