Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 132834 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Abidin Widjanarko
"Selama ini di dunia telah Iama diketahui faktor prediksi respon terhadap pengobatan tertentu pada penyakit anemia apiastik, baik terhadap transplantasi sel induk hemopoietik, imunosupresif maupun siklofosfamid dosis tinggi. Kita di Indonesia belum memilikinya disebabkan beberapa faktor antara lain karena pada umumnya pasien anemia apiastik berasal dari tingkat sosial ekonomi menengah ke bawah sehingga pada mereka tidak menjalani pengobatan agresif dan mahal dan dengan demikian tidak mungkin dilakukan penelitian terhadap faktor prediksi respon karena kepentingan memperoleh faktor prediksi ini muncui apabila kita akan memberikan pengobatan yang mahai atau memiliki efek samping yang oukup berat. Penatalaksanaan pasien anemia aplastik berat di Divisi Hematologi-Onkologi Medik Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI / RSUPNCM selama ini masih menghadapi berbagai kendaia. Selain penyakitnya berat, biaya yang diperlukan untuk pengobatan juga tinggi, sebagian besar pasien tersebut berasal dari tingkat sosial ekonomi menengah ke bawah. Diperlukan upaya bam untuk mengobati pasien tersebut sehingga dicapai keadaan yang lebih baik.
Dalam peneiitian ini dipilih pengobatan menggunakan siklofosfamid dosis menengah karena memiliki selain efek imunosupresif yang cukup kuat harganya terjangkau, dapat diberikan secara berobat jalan, dan pengalaman dokter menggunakan obat tersebut sudah banyak. Untuk memperkirakan respon penyakit terhadap pengobatan siklofosfamid tersebut, dipiiih perneriksaan sei CD34 pra dan pasca kultur sel selama 12 hari, pemeriksaan sitogenetika kromosom sumsum tulang, pemeriksaan sel CD55- dan sei CD59-, pemeriksaan serologi penyakit Lupus Eritematosus Sistemik berupa ANA dan Anti ds DNA. Penelitian ini diharapkan dapat memperoleh hasil berupa perbaikan keadaan pasien anemia apiastik berat yang ditandai dengan membaiknya hitung darah tepi kadar hemoglobin, lekosit, dan trombosit; menurunnya kebutuhan transfusi komponen darah; menurunnya kekerapan infeksi selama 2 bulan pasca pengobatan dibandingkan seiama 2 bulan pra pengobatan. Diharapkan juga dapat diperoleh faktor prediksi respon pengobatan tersebut."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
D618
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abidin Widjanarko
"Selama ini di dunia telah Iama diketahui faktor prediksi respon terhadap pengobatan tertentu pada penyakit anemia aplastik, baik terhadap transplantasi sel induk hemopoietik, imunosupresif maupun siklofosfamid dosis tinggi. Kita di Indonesia belum memilikinya disebabkan beberapa faktor antara lain karena pada umumnya pasien anemia apiastik berasal dari tingkat sosial ekonomi menengah ke bawah sehingga pada mereka tidak menjalani pengobatan agresif dan mahal dan dengan demikian tidak mungkin dilakukan penelitian terhadap faktor prediksi respon karena kepentingan memperoleh faktor prediksi ini muncui apabila kita akan memberikan pengobatan yang mahai atau memiliki efek samping yang oukup berat. Penatalaksanaan pasien anemia aplastik berat di Divisi Hematologi-Onkologi Medik Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI / RSUPNCM selama ini masih menghadapi berbagai kendaia. Selain penyakitnya berat, biaya yang diperlukan untuk pengobatan juga tinggi, sebagian besar pasien tersebut berasal dari tingkat sosial ekonomi menengah ke bawah. Diperlukan upaya bam untuk mengobati pasien tersebut sehingga dicapai keadaan yang lebih baik. Dalam peneiitian ini dipilih pengobatan menggunakan siklofosfamid dosis menengah karena memiliki selain efek imunosupresif yang cukup kuat harganya terjangkau, dapat diberikan secara berobat jalan, dan pengalaman dokter menggunakan obat tersebut sudah banyak. Untuk memperkirakan respon penyakit terhadap pengobatan siklofosfamid tersebut, dipiiih perneriksaan sei CD34 pra dan pasca kultur sel selama 12 hari, pemeriksaan sitogenetika kromosom sumsum tulang, pemeriksaan sel CD55- dan sei CD59-, pemeriksaan serologi penyakit Lupus Eritematosus Sistemik berupa ANA dan Anti ds DNA. Penelitian ini diharapkan dapat memperoleh hasil berupa perbaikan keadaan pasien anemia apiastik berat yang ditandai dengan membaiknya hitung darah tepi kadar hemoglobin, lekosit, dan trombosit; menurunnya kebutuhan transfusi komponen darah; menurunnya kekerapan infeksi selama 2 bulan pasca pengobatan dibandingkan seiama 2 bulan pra pengobatan. Diharapkan juga dapat diperoleh faktor prediksi respon pengobatan tersebut."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
D762
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edi Widjajanto
Malang: UB Press, 2012
616.152 EDI m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Sitanggang, Ervina Julien Hotmangiring
"ABSTRAK
Latar Belakang: Transplantasi sel sumsum tulang dilaporkan memperbaiki fibrosis hati. Beberapa studi in vitro menunjukkan bukti mekanisme perbaikan dengan melakukan ko-kultur 2D sel sumsum tulang dan sel stelata hepatik. Pada studi tersebut, sel sumsum tulang menghambat aktivasi sel stelata hepatik dan mengurangi deposisi matriks ekstra sel. Pada penelitian ini, mekanisme perbaikan tersebut diteliti dengan melakukan ko-kultur sel sumsum tulang dan sel stelata hepatik pada model kultur 3D dan meneliti efeknya terhadap ekspresi tenascin-C, suatu glikoprotein matriks yang memiliki kontribusi dalam fibrogenesis hati.
Metode: Sel stelata hepatik dan sel sumsum tulang yang diisolasi dari tikus dikultur sendiri (monokultur) dan diko-kultur direk dengan metode hanging drop. Karakterisasi sel sumsum tulang dilakukan dengan analisis flowcytometry CD90CD34. Sampel dari kedua kelompok kultur dipanen pada hari ke-7 untuk analisis imunositokimia tenascin-C.
Hasil: Persentase sel CD90+CD34- dari sel sumsum tulang yang diisolasi adalah 35,2%. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini menunjukkan bahwa sel sumsum tulang memilki efek antifibrotik yang dibuktikan dengan penurunan signifikan ekspresi tenascin-C pada kelompok ko-kultur (p < 0,05) dibandingkan dengan kelompok monokultur pada hari kultur ke-7.
Kesimpulan: Temuan tersebut menunjukkan bahwa sel sumsum tulang memiliki efek terapeutik potensial terhadap proses fibrosis hati melalui efeknya dalam meminimalkan ekspresi matriks ekstra sel tenascin-C.

ABSTRACT
Background: Transplantation of bone marrow derived cells (BMCs) has been reported to improve liver fibrosis. Several in vitro studies have shown evidence for the mechanism of improvement by co-culturing BMCs and hepatic stellate cells (HSCs) in 2D models. In those studies, BMCs were reported to inhibit HSCs activation and reduce extracellular matrix deposition. In this study, we investigated the mechanism by co-culturing BMCs and HSCs in 3D model and its effect on tenascin-C expression, an extracellular matrix glycoprotein that has a contribution in liver fibrogenesis.
Methods: Primary isolated rat HSCs and BMCs were cultured alone (monoculture) and directly co-cultured with hanging drop method. Characterization of BMSCs was performed by flowcytometry CD90CD34 analysis. The monoculture and co-culture samples were harvested on day 7 for tenascin-C immunocytochemistry.
Results: The percentage of CD90+CD34- cells from the isolated BMCs was 35.2%. Result of the present study showed that BMCs have a significant antifibrotic effect as evidenced by the significant decrease in in tenascin-C expression in the co-culture group (p < 0.05) compared to the monoculture group on day 7.
Conclusions: This finding demonstrates that BMSCs have a potential therapeutic effect against liver fibrotic process through their effect in minimizing extracellular matrix tenascin-C expression.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Renindra Ananda Aman
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2008
D1744
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Salwito Sartafuta
"[ABSTRAK
Pendahuluan:
Antinuclear antibodies (ANA) adalah autoantibodi terhadap berbagai antigen
intranuklear seperti deoxyribonucleic acid (DNA), small nuclear
ribonucleoproteins (snRNPs) dan lain-lain. Hasil pemeriksaan ANA dilaporkan
dalam titer dan polanya. Pada saat ini sesuai anjuran manufacturer, interpretasi
titer ANA menggunakan kit Mosaic HEp-20-10/Liver (Monkey) dari Euroimmun
hanya berdasarkan pengenceran 1/100 dan 1/1000 dengan intensitas fluoresensi
strong, moderate atau weak, dan dilaporkan hasil titer 1/100, 1/320, 1/1000 atau
>1/1000. Pada penelitian ini dilakukan pemeriksaan ANA dengan pengenceran
1/100, 1/320 dan 1/1000. Interpretasi pembacaan dinilai dengan (3 pengenceran)
dan tanpa pengenceran 1/320 (2 pengenceran), kemudian dibandingkan
kesesuaian antara keduanya. Terdapat lebih dari 35 pola ANA-IFA yang telah
diidentifikasi, dengan sekitar 100 jenis kemungkinan autoantibodi. Pola tersebut
dapat dijadikan langkah awal identifikasi jenis autoantibodi. Tersedia tes dengan
kombinasi berbagai antigen yang dikenal sebagai profil ANA. Penelitian ini juga
dilakukan untuk mengetahui kesesuaian pola ANA-IFA dengan profil ANA.
Metodologi Penelitian:
Penelitian ini merupakan penelitian dengan desain potong lintang, dilakukan di
laboratorium imunologi RSCM selama Juni-Juli 2015. Subjek penelitian adalah
serum yang dikirim ke laboratorium RSCM untuk pemeriksaan ANA dengan
besar sampel 75 sampel. Data dilaporkan dalam bentuk deskriptif analitik. Data
dari interpretasi 2 pengenceran (1/100 dan 1/1000) dengan 3 pengenceran (1/100,
1/320 dan 1/1000) dinilai kesesuaiannya dengan menggunakan uji statistik Kappa.
Hasil Penelitian:
Pola ANA-IFA tersering yang ditemukan adalah spekel kasar (35,2%), spekel
halus (32,4%), nukleoli (13%), homogen (6,5%), sitoplasma granuler (6,5%),
sentriol (3,7%), sentromer (0,9%), nuclear dots (0,9%) dan negatif (0,9%).
Interpretasi yang sama antara 2 pengenceran dengan 3 pengenceran sebesar
80,6%. Pada perhitungan uji statistik kappa, didapatkan nilai kappa sebesar 0,67.
Kesesuaian pola ANA-IFA dengan profil ANA adalah sebesar 20,8%.
Kesimpulan:
Nilai kappa sebesar 0,67 menunjukkan kesesuaian pada tingkat good. Walaupun
demikian, kesalahan interpretasi titer ANA-IFA dengan menggunakan 2
pengenceran terjadi pada 19,4% kasus. Kesesuaian pola ANA-IFA dengan profil
ANA sebesar 20,8%.

ABSTRACT
Background:
Antinuclear antibodies (ANA) are autoantibodies which react with various
intranuclear antigens such as deoxyribonucleic acid (DNA), small nuclear
ribonucleoproteins (snRNPs) and others. Laboratory results of ANA were shown
as titer and pattern. Nowadays, manufacturer recommend ANA interpretation
using Mosaic HEp-20-10/Liver kit (Monkey) from Euroimmun with 1/100 and
1/1000 dilutions and strong, moderate or weak fluorescence intensity. The titer
should reported as 1/100, 1/320, 1/1000 or >1/1000. In this research, the dilution
used were 1/100, 1/320 and 1/1000. The data were interpreted from 3 dilutions
and 2 dilutions (without 1/320 dilution), the conformity from two interpretations
were compared. There are more than 35 ANA-IFA patterns identified, with about
100 autoantibodies possibility. Those patterns act as baseline identification of
autoantibodies. The test using few antigen combinations known as ANA profile.
The purpose of this study also to compare the conformity of ANA-IFA pattern and
ANA profile.
Methods:
This study is a cross-sectional research in immunology laboratory RSCM during
June-July 2015. The subjects were serum sample for ANA test. The sample was
75. Data were shown as analytical descriptive data. The conformity of
interpretation data from 3 dilutions and 2 dilutions were assessed using Kappa
statistical analysis.
Results:
The ANA-IFA pattern shown were coarse speckled (35,2%), fine speckled
(32,4%), nucleolar (13%), homogenous (6,5%), granular cytoplasm (6,5%),
centriole (3,7%), centromere (0,9%), nuclear dots (0,9%) and negative (0,9%).
The similar interpretation between 2 dilutions and 3 dilutions were 80,6%. Kappa
statistical analysis showed Kappa score 0,67. The conformity between ANA-IFA
pattern and ANA profile were 20,8%.
Conclusion:
Kappa score 0,67 showed the conformity in good level. Nevertheless, there are
mistakes of ANA-IFA interpretation using 2 dilutions in 19,4% cases. The
conformity of ANA-IFA pattern with ANA profile were 20,8%., Background:
Antinuclear antibodies (ANA) are autoantibodies which react with various
intranuclear antigens such as deoxyribonucleic acid (DNA), small nuclear
ribonucleoproteins (snRNPs) and others. Laboratory results of ANA were shown
as titer and pattern. Nowadays, manufacturer recommend ANA interpretation
using Mosaic HEp-20-10/Liver kit (Monkey) from Euroimmun with 1/100 and
1/1000 dilutions and strong, moderate or weak fluorescence intensity. The titer
should reported as 1/100, 1/320, 1/1000 or >1/1000. In this research, the dilution
used were 1/100, 1/320 and 1/1000. The data were interpreted from 3 dilutions
and 2 dilutions (without 1/320 dilution), the conformity from two interpretations
were compared. There are more than 35 ANA-IFA patterns identified, with about
100 autoantibodies possibility. Those patterns act as baseline identification of
autoantibodies. The test using few antigen combinations known as ANA profile.
The purpose of this study also to compare the conformity of ANA-IFA pattern and
ANA profile.
Methods:
This study is a cross-sectional research in immunology laboratory RSCM during
June-July 2015. The subjects were serum sample for ANA test. The sample was
75. Data were shown as analytical descriptive data. The conformity of
interpretation data from 3 dilutions and 2 dilutions were assessed using Kappa
statistical analysis.
Results:
The ANA-IFA pattern shown were coarse speckled (35,2%), fine speckled
(32,4%), nucleolar (13%), homogenous (6,5%), granular cytoplasm (6,5%),
centriole (3,7%), centromere (0,9%), nuclear dots (0,9%) and negative (0,9%).
The similar interpretation between 2 dilutions and 3 dilutions were 80,6%. Kappa
statistical analysis showed Kappa score 0,67. The conformity between ANA-IFA
pattern and ANA profile were 20,8%.
Conclusion:
Kappa score 0,67 showed the conformity in good level. Nevertheless, there are
mistakes of ANA-IFA interpretation using 2 dilutions in 19,4% cases. The
conformity of ANA-IFA pattern with ANA profile were 20,8%.]"
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Basuki Supartono
"ABSTRAK
Latar Belakang: Sel punca CD34+ adalah sel punca hematopoietik yang positif terhadap penanda sel CD34 dan mempunyai potensi regenerasi. Potensinya dapat ditingkatkan dengan penambahan asam hialuronat dan faktor pertumbuhan. Tujuan penelitian adalah menghasilkan regenerasi tulang rawan hialin pada defek osteokondral sendi lutut tikus Spraque Dawley (SD) non rekayasa melalui penyuntikan intraartrikular sel punca CD34+ darah tepi manusia, asam hialuronat, TGF-β1, IGF, FGF dan Fibronektin.
Metode: Penelitian dilakukan 3 tahap. Tahap 1: Pembuatan Model Defek, Model Intervensi, dan Uji Toksik. Tahap 2: Penyiapan Sel dan Pembuatan Suspensi. Tahap 3: Intervensi. Pada tahap intervensi, 30 tikus SD dibagi menjadi 3 kelompok dan setiap tikus dibuat defek dangkal dan dalam pada sendi lutut. Setelah luka operasi ditutup, tiap tikus diberi suspensi secara intraartrikular. Kelompok kontrol diberi PBS, kelompok perlakuan 1 diberi sel CD34+, kelompok perlakuan 2 diberi sel CD34+, asam hialuronat, TGF-β1, IGF, FGF dan Fibronektin. Setiap kelompok dievaluasi laboratoris, radiologis, makroskopis dan mikroskopis pada minggu ke-4 dan ke-8. Hasil penelitian diuji secara statistik (Uji Manova).
Hasil : Tidak terjadi reaksi penolakan. Terjadi perbedaan bermakna antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol dalam kadar Hb (p = 0,016), Trombosit (p = 0,009), SGPT (p = 0,000), dan Kreatinin (p = 0,029), namun mikroskopis hati dan ginjal normal.
Pemberian sel CD34+ tidak memperbaiki skor radiologis (p = 0,074), namun terjadi regenerasi, skor makroskopis defek dangkal (p = 0,000), makroskopis defek dalam (p = 0,000), mikroskopis defek dangkal (p = 0,000) dan mikroskopis defek dalam (p = 0,000). Kelompok perlakuan 2 tidak berbeda dengan kelompok perlakuan 1, skor makroskopis defek dangkal (p=1,000), mikroskopis defek dangkal (p = 1,000) dan defek dalam (p = 0,818), namun perlakuan 2 lebih baik dari perlakuan 1 pada makroskopis defek dalam (p = 0,023).
Skor defek dangkal dan defek dalam tidak berbeda bermakna pada kelompok kontrol dan perlakuan pada minggu ke-4 dan ke-8 (p makroskopis = 0,793, p mikroskopis = 0,754).
Skor minggu ke-4 dan ke-8 tidak berbeda bermakna pada kelompok kontrol dan perlakuan, pada defek dangkal dan defek dalam (p radiologis = 0,200, p makroskopis dangkal = 0,507, makroskopis dalam = 0.350, p mikroskopis dangkal = 0,446, p mikroskopis dalam = 0,239).
Simpulan : Sel punca CD34+ darah tepi manusia dapat menghasilkan regenerasi hialin pada model defek osteokondral. Penambahan asam hialuronat dan faktor pertumbuhan tidak meningkatkan hasil regenerasi. Pembuatan mikrofraktur pada defek osteokondral tidak meningkatkan hasil regenerasi. Hasil regenerasi minggu ke- 8 tidak lebih baik dari minggu ke-4.

ABSTRACT
Background: CD34+ is hematopoietic stem cell that is positive to CD34 cell markers and potential for tissue regeneration. The regeneration potential for the cartilage has never been researched. The potential can be increased by adding the hyaluronic acid and growth factors. The research was aimed at producing the hyaline cartilage regeneration in the osteochondral defect of naïve Spraque Dawley (SD) rats? knee joints by intraartricularily injecting human?s peripheral blood CD34+ stem cell, hyaluronic acid and TGF-β1, IGF, FGF, and Fibronectin.
Methods: The research comprised 3 stages. Stage 1: The Development of Defect Models, Intervention Model, and Toxic Test. Stage 2: Preparation of Cells and Suspension Making. Stage 3: Intervention. During the intervention process, 30 SD rats were grouped into three groupsandthesuperficialanddeepdefectsweremadeontheirknees. Afterthesurgicalwound was covered, each rat was intraartricularily injected by suspension. The control group received PBS, the treatment group 1 received CD34+ cell, the treatment group 2 was given CD34+ cell, hyaluronic acid, and TGF-β1, IGF, FGF, and Fibronectin. Every group was evaluated in the laboratory, radiologically, macroscopically, and microscopically on the 4th and 8th weeks. The research result was analyzed statistically (Manova Test).
Result: There was no rejection. There were significant differences between the treatment group and control group with respect to the Hb (p = 0.016), thrombocyte (p = 0.009), SGPT (p = 0.000), and creatinine (p = 0.029), but the liver and kidney microscopic were normal.
The administration of CD34+ cells did not improve the radiological score (p = 0.074), but there was regeneration, the macroscopic score of the superficial defect (p=0.000), macroscopic score of the deep defect (p=0.000), microscopic score of the superficial defect (p=0.000), and microscopic score of the deep defect (p=0.000). The macroscopic score of the superficial defect of the treatment group 2 was not significantly different from the results of the treatment group 1 (p=1.000), macroscopic score of the superficial defect (p=1.000), microscopic score of the superficial defect (p=1.818), and the microscopic score of the deep defect (p=0.023).
There were no significant differences between the score of the superficial defect and score of the deep defect in the control and treatment groups in the 4th and 8th weeks (p macroscopic = 0.793, p microscopic = 0.754).
There were no differences with respect to the scores in the 4th and 8th weeks in the control and treatment groups and with respect to the superficial and deep defects (p radiological = 0.200, p superficial macroscopic = 0.507, deep macroscopic = 0.350, p superficial microscopic = 0.446, p deep microscopic = 0.239).
Conclusion: Human?s peripheral blood CD34+ stem cell can produce hyaline regeneration in the osteochondral defect models. The addition of hyaluronic acid and growth factors does not improve the regeneration results. The microfracture deep in the osteochondral defect does not improve the regeneration result. The regeneration result in the 8th week is better than the result in the 4th week.
"
2013
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Taufiq Muhibuddin Waly
"Kasus DBD dewasa terus meningkat pesat, di lain pihak penelitian-penelitian yang dilaporkan terutama dilakukan pada anak-anak
Trombositopenia merupakan unsur sentral dalam patogenesis penyakit DBD. Penyebab utama trombositopenia yang diakui saat ini pada demam/sakit <5 hari adalah sumsum tulang, oleh karena didapatkan gambaran hiposelularitas pada seluruh sampel dengan jumlah megakariosit menurun sampai dengan normal. Sedangkan setelah demam/sakit 5 hari penyebab trombositopenianya terutama oleh proses di peri£er yaitu konsumtif koagulopati, antigen antibodi kompleks yang merusak trombosit, peningkatan aktivitas RES jaringan untuk menghancurkan trombosit serta kemungkinan kemampuan virus itu sendiri untuk merusak trombosit.
Masalah lain lagi yaitu terus berkembangnya patofisiologi DBD mulai dari teori secondary heterologus infection, teori virulensi dan teori genetik dani Halstead. Dengan diketahuinya bahwa sel target dan virus dengue untuk dapat berkembang biak adalah sel monosit, makrofag dan sel kupffer kemudian diketahui pula adanya respons imunologis tubuh terhadap infeksi virus dengue dan tersebarnya kompleks virus antibodi (antigen antibodi kompleks) ke banyak jaringan tubuh (endotel pembuluh darah, ginjal, otak, trombosit, pankreas), maka reaksi hipersensitivitas tipe III dipertimbangkan sebagai dasar patofisiologi DBD.
Hal ini akan bertambah kuat bila pemberian steroid temyata mampu untuk mengurangi lama trombositopenia sehingga mempercepat lama perawatan dan mencegah komplikasi. Hal lain yang memperkuat teori hipersensitivitas tipe III selain penyebaran kompleks imun di jaringan-jaringan tubuh ialah apabila diternukan reaksi autoimun (reaksi imunologis tubuh untuk menghancurkan jaringannya sendiri).
Pada penelitian ini ternyata didapatkan reaksi autoimun berupa antibodi trombosit yang positif sampai dengan 62,5% sampel dan terbukti secara statistik sebagai penyebab utama trombositopenia serta penurunan-penurunan tajam dari jumlah trombosit. Steroid ternyata terbukti secara klinik dan statistik mengurangi lama trobositopenia dan mencegah penurunan tajam dari jumlah trombosit pada pasien-pasien dengan antibodi trombosit yang positif.
Selain itu pada penelitian ini juga dibuktikan bahwa tidak semua gambaran sumsum tulang menunjukkan hiposelularitas pada demam/sakit <5 hari (hanya 63,5% sampel).
Sedangkan secara analisis regresi multipel sumsum tulang ternyata hanya menempati urutan ketiga sebagai penyebab trombositopenia kelompok demam/sakit <5 hari setelah antibodi trombosit dan DIC talc terkompensasi (berarti proses diperiferlah yang lebih berpengaruh).
Selain hal-hal di atas pada penelitian ini didapatkan bahwa hemokoensentrasi yang.meningkat hanya terdapat pada 30% sampel, trauma sebagai penyebab utama terjadinya perdarahan nyata dan sensitivitas serta spesifisitas dari rapid imunokrornatografi yang cukup baik."
1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
William Chandra
"Pendahuluan. Sel punca mesenkimal merupakan jawaban untuk berbagai penyakit, termasuk orthopedi. Meskipun jumlah terbatas, prosedur invasif, nyeri, dan sel yang relatif sedikit, sumsum tulang masih menjadi sumber utama. Adiposa menjadi alternatif menjanjikan dengan kemampuan sebanding. Dengan meningkatnya harapan hidup, jumlah pasien tua meningkat dan menjadi sangat potensial untuk aplikasi sel punca. Namun, timbul kontroversi mengenai kualitas sel punca pada penuaan.
Metode Penelitian. Penelitian dilakukan di Unit Pelayanan Terpadu Teknologi Kedokteran Sel Punca Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo-Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta sejak Oktober 2015 - Maret 2016. 12 subjek dibagi menjadi tiga kelompok usia; 15-30 tahun, 31-40 tahun, dan 41-55 tahun dan dilakukan pengambilan sumsum tulang krista iliaka posterior dan adiposa, kemudian dilakukan isolasi dan kultur sel punca mesenkimal. Peneliti melakukan analisis karakteristik biologis, waktu penggandaan populasi, diferensiasi osteogenik, dan pewarnaan Alizarin. Seluruh data dianalisis dengan SPSS 20.
Temuan Penelitian. Karakteristik biologis dan pewarnaan Alizarin Red menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna sel punca mesenkimal sumsum tulang dan adiposa pada kelompok usia sama(p>0,05). Waktu penggandaan populasi menunjukkan adanya perbedaan signifikan sel punca mesenkimal sumsum tulang dan adiposa pada kelompok 31-40 tahun(p=0,028) dan 41-55 tahun(p=0,035).
Kesimpulan. Sel punca mesenkimal adiposa menunjukkan karakteristik biologis, waktu penggandaan populasi, dan diferensiasi osteogenik yang konstan. Sel punca mesenkimal sumsum tulang menunjukkan waktu penggandaan populasi yang menurun seiring usia, berbeda dengan karakteristik biologis dan diferensiasi osteogenik. Adiposa dapat menjadi pilihan sumber sel punca mesenkimal pada setiap golongan usia.

Introduction. Mesenchymal stem cell is the answer of many medicine problems, including orthopaedic. Bone marrow is still the main source. Because of limited source, invasive procedure, pain, and relative less cell, adipose will be promising source with equal regenerating and differentiating ability. Along with increasing life expectancy, geriatric population is increasing as well as the potential need for stem cell application. Yet there is still controversy about stem cell quality in aging.
Methods. This study was conducted in Stem Cell Medical Technology Integrated Service Unit Cipto Mangunkusumo General Hospital-Faculty of Medicine Universitas Indonesia, Jakarta, October 2015 - March 2016. 12 patients were divided into 3 age group; 15-30 year, 31-40 year, and 41-55 year. Bone marrow from posterior iliac crest and adipose tissue were collected, mesenchymal stem cell isolation and culture were done subsequently. Biological characterization, Population Doubling Time, osteogenic differentiation, and alizarin red assay were carried out. All data was analyzed using SPSS 20.
Results. No significant difference was observed in biological characteristic and Alizrin red assay of bone marrow and adipose mesenchymal stem cell among age group (p>0.05). There is significant difference in Population Doubling time in 31- 40 year group(p=0.000) and 41-55 year group(p=0.000).
Conclusions. Adipose mesenchymal stem cell had steady biological characteristic, Population Doubling Time, and osteosteogenic differentiation. Bone marrow mesenchymal stem cell had increasing population doubling time in increasing age, apart from biological characteristic and osteogenic differentiation. Adipose could be the source of choice in harvesting mesenchymal stem cell at any age.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>