Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 94636 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Kompleks batuan gunung api Adang di daerah Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat secara lebih detail dapat dikelompokkan menjadi tujuh, yaitu kompleks Tapalang, Ampalas, Adang, Malunda, Karampuang, Sumare, dan Labuan Rano. Komplek Adang merupakan salah satu komplek gunung api utama yang masih dapat diidentifikasi bentukan morfologinya dengan baik. Komplek ini tersusun atas batuan gunung api basa hingga intermediet yang memiliki
nilai laju dosis radiasi cukup tinggi yang disebabkan oleh kandungan mineral radioaktif di dalamnya. Keterdapatan mineral radioaktif pada batuan basaltik-andesitik belum pernah dijumpai di Indonesia sehingga hal ini menjadi sangat menarik untuk dilakukan penelitian terutama tataan tektonika pembentukan batuan komplek gunung api tersebut. Tujuan penelitian
ini adalah untuk menentukan tipologi magmatik yang terkait dengan tataan tektonikanya dengan pendekatan geokimia batuan gunung api menggunakan analisis X-Ray Fluorescence (XRF). Batuan gunung api Adang merupakan hasil dari proses vulkanisme suatu komplek
gunung api yang memiliki pusat erupsi dan beberapa kubah lava. Batuan tersebut tersusun atas
batuan trachyte-phonolite, dengan afinitas magmatiknya ultrapotasik, Dari data tersebut dapat
diinterpretasi bahwa tataan tektonika magmatologinya adalah active continental margin (ACM). Magma asal yang membentuknya dari aktivitas sunung apinya dipengaruhi oleh kerak benua mikro barat daya (South West/SW) Sulawesi.
"
EKSPLOR 36:1 (2015) (1)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Andini Fitriastuti
"Lapangan geotermal WA merupakan lapangan geotermal yang memiliki sistem vulkanik. Secara geologi, batuan di daerah ini didominasi oleh batuan vulkanik diantaranya lava dan piroklastik yang berumur kuarter. Terdapat dua gunung utama pada lapangan geotermal WA yaitu Gunung W dan Gunung A. Terdapat manifestasi berupa fumarol di puncak Gunung W sehingga dikategorikan menjadi zona upflow sedangkan zona outflow berada di bagian barat dan barat laut Gunung W yang ditandai dengan adanya manifestasi mata air panas Cgr, Cbn, dan Pds. Inversi 3-D magnetotellurik dilakukan untuk mengidentifikasi deep seated heat source yang bertujuan untuk mengetahui hubungan sumber panas Gunung W dan Gunug A apakah merupakan satu bodi atau tidak, serta pengaruhnya terhadap sistem geotermal lapangan WA. Inversi 3-D magnetotelurik dilakukan menggunakan software MT3DInv-X. Hasil dari inversi tersebut, mampu menggambarkan penampang MT hingga kedalaman 20 km. Lapisan konduktif (<16 ohm-m) diindikasikan sebagai clay cap dan memiliki ketebalan 1-2 km. Sedangkan heat source ditandai dengan nilai resistivitas yang tinggi (>100 ohm-m) membentuk satu bodi besar dengan ukuran dan berada di kedalaman yang dalam (> 2.5 km) hingga menerus ke kedalaman 20 km. Heat source tersebut memiliki dua dome yang berbeda, yaitu dome bawah Gunung W dan Gunung A. Keterdapatan dome dapat membantu menganalisis evolusi clay cap pada daerah penelitian. Hasil dari inversi MT menggambarkan bahwa clay cap menebal dari Gunung A dan menipis ke arah Gunung W, maka menurut evolusinya Gunung W merupakan zona yang prospek untuk dikembangkan karena masih memiliki temperatur yang tinggi dibandingkan Gunung A.

The WA geothermal field is a geothermal field that has a volcanic system. Geologically, the rocks in this area are dominated by volcanic rocks including lava and pyroclastic which are quaternary in age. There are two main mountains in the WA geothermal field, namely Mount W and Mount A. There is a manifestation of fumarole at the top of Mount W so that it is categorized as an upflow zone while the outflow zone is in the western and northwestern parts of Mount W which is marked by the manifestation of Cgr hot springs, Cbn, and Pds. 3-D magnetotelluric inversion was carried out to identify deep seated heat sources which aims to determine the relationship between Mount W and Mount A heat source whether it is a single body or not, and its effect on the WA field geothermal system. The 3-D magnetotelluric inversion was performed using the MT3DInv-X software. The results of the inversion are able to describe the cross-section of MT up to a depth of 20 km. The conductive layer (<16 ohm-m) is indicated as clay cap and has a thickness of 1-2 km. While a heat source with a high resistivity value (> 100 ohm-m) forms a large body with a size and is at depth (> 2.5 km) continuously to a depth of 20 km. The heat source has two different domes, namely the lower dome of Mount W and Mount A. The existence of the dome can help analyze the evolution of the clay cap in the study area. The results of the MT inversion show that the clay cap is thickening from Mount A and thinning towards Mount W, so according to its evolution Mount W is a prospective zone for development because it still has a higher temperature than Mount A."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Daerah penelitian berada di perbatasan antara Dataran Yogyakarta dengan Pegunungan Selatan Yogyakarta bagian barat. Secara morfologi dan litologi yang tersingkap, indikasi gunung api purba
yang dibuktikan dengan keterdapatan batuan gunung api seperti lava, breksi, dan tuf. Tujuan dari
penelitian ini adalah identifikasi adanya batuan gunung api purba di bawah permuaan sepanjang Berbah-Imogiri berdasarkan data geolistrik. Metode yang digunakan adalah melakukan pengukuran geolistrik di empat lokasi secara mapping dengan konfigurasi dipole-dipole. Panjang bentangan untuk
setiap lintasan 500 meter. Hasil pengukuran geolistrik menunjukkan pada lintasan 1 di Sumber KulonKalitirto,
Kecamatan Berbah,diinterpretasi adanya batuan gunung api berupa lava basal dan tuf. Lintasan 2 di Pilang-Srimulyo, Kecamatan Piyungan, diinterpretasi berupa breksi skoria. Lintasan 3 di Ngeblak-Bawuran, Kecamatan Pleret, diinterpretasi adanya tuf dan lava. Lintasan
4 di Guyangan-Wonolelo, Kecamatan Pleret diinterpretasi berupa tuf dan lava. Batuan gunung api secara umum terbaca mempunyai nilai tahanan jenis yang tinggi, yaitu >300 Ωm. Adanya kandungan air atau mineralisasi cenderung menurunkan nilai tahan jenis batuan gunung api tersebut."
EKSPLOR 36:1 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Frederikus Dian Indrastomo
"Daerah Mamuju dan sekitarnya umumnya disusun oleh batuan gunung api. Batuan sedimen vulkanoklastik dan batugamping berada di atas batuan gunung api. Aktivitas gunung api membentuk beberapa morfologi unik seperti kawah, kubah lava, dan jalur hembusan piroklastika sebagai produknya. Produk tersebut diidentifikasi berdasarkan karakter bentuk-bentuk melingkar di citra Landsat-8. Hasil koreksi geometrik dan atmosferik, interpretasi visual pada citra Landsat-8 dilakukan untuk mengidentifikasi struktur, geomorfologi, dan kondisi geologi daerah tersebut. Struktur geologi regional menunjukkan kecenderungan arah tenggara ? baratlaut yang mempengaruhi pembentukan gunung api Adang. Geomorfologi daerah tersebut diklasifikasikan menjadi 16 satuan geomorfologi berdasarkan aspek genetisnya, yaitu punggungan blok sesar Sumare, punggungan kuesta Mamuju, kawah erupsi Adang, kawah erupsi Labuhan Ranau, kawah erupsi Sumare, kerucut gunung api Ampalas, kubah lava Adang, bukit intrusi Labuhan Ranau, punggungan aliran piroklastik Adang, punggungan aliran piroklastik Sumare, perbukitan sisa gunung api Adang, perbukitan sisa gunung api Malunda, perbukitan sisa gunung api Talaya, perbukitan karst Tapalang, dan dataran aluvial Mamuju, dataran teras terumbu Karampuang. Berdasarkan hasil interpretasi citra Landsat-8 dan konfirmasi lapangan, geologi daerah Mamuju dibagi menjadi batuan gunung api dan batuan sedimen. Batuan gunung api terbagi menjadi dua kelompok, yaitu Kompleks Talaya dan Kompleks Mamuju. Kompleks Talaya terdiri atas batuan gunung api Mambi, Malunda, dan Kalukku berkomposisi andesit, sementara Kompleks Mamuju terdiri atas batuan gunung api Botteng, Ahu, Tapalang, Adang, Ampalas, Sumare, dan Labuhan Ranau berkomposisi andesit sampai basal leusit. Vulkanostratigrafi daerah ini disusun berdasarkan analisis struktur, geomorfologi, dan distribusi litologi. Vulkanostratigrafi daerah Mamuju diklasifikasikan ke dalam Khuluk Talaya dan Khuluk Adang. Khuluk Talaya terdiri atas Gumuk Mambi, Gumuk Malunda, dan Gumuk Kalukku. Khuluk Mamuju terdiri atas Gumuk Botteng, Gumuk Ahu, Gumuk Tapalang, Gumuk Adang, Gumuk Ampalas, Gumuk Sumare, dan Gumuk Labuhan Ranau.
"
Badan atenaga Nuklir Nasional, 2015
660 EKSPLOR 36:2 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta : Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, 2005
306 IND t
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1992
338.642 IND p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Rivo Adikusuma
"Kawasan Gunung Endut merupakan kawasan yang tersusun atas batuan beku plutonik Tersier dan batuan beku vulkanik Kuarter yang diduga merupakan hasil proses subduksi tektonik yang terjadi di selatan Jawa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis batuan beku dan menginterpretasikan jenis magma, evolusi magma, dan tatanan tektonik yang membentuk batuan beku di daerah penelitian. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis petrologi, analisis petrografi, dan analisis geokimia batuan beku menggunakan XRF. Batuan beku Gunung Endut terdiri dari beberapa satuan batuan beku yaitu batuan beku lava basaltik/andesitik, batuan beku intrusi tanggul basaltik/andesitik, dan batuan beku intrusi stok basaltik/andesitik. Analisis petrografi batuan beku Gunung Endut menunjukkan bahwa batuan lava beku terdiri dari porfiri andesit, sedangkan batuan beku intrusi terdiri dari porfiri diorit dan porfiri dasit. Tekstur mikro dari plagioklas yang terdapat pada setiap sampel menunjukkan bahwa batuan beku Gunung Endut telah mengalami pencampuran magma dengan magma primitif. Berdasarkan diagram TAS, batuan lava beku tersusun atas andesit, dasit, traki-andesit, andesit basaltik, trakhdasit trakit, dan basaltik trachy-andesit. Batuan beku intrusi terdiri dari batuan beku andesit, trachy-andesite, basaltic andesite, dan trachy trachydacite. Deret magma pembentuk batuan beku Gunung Endut merupakan gugus magma kalk-alkali yang menopang lingkungan tektonik pembentuk batuan beku Gunung Endut yaitu batas kontinen aktif.

The Mount Endut area is an area composed of Tertiary plutonic igneous rocks and Quaternary volcanic igneous rocks which are thought to be the result of a tectonic subduction process that occurred in southern Java. This study aims to determine the types of igneous rocks and interpret the types of magma, magma evolution, and tectonic arrangements that form igneous rocks in the study area. The methods used in this research are petrological analysis, petrographic analysis, and geochemical analysis of igneous rocks using XRF. Mount Endut igneous rock consists of several igneous rock units, namely basaltic/andesitic lava igneous rock, basaltic/andesitic embankment intrusion igneous rock, and basaltic/andesitic stock intrusion igneous rock. Petrographic analysis of the Gunung Endut igneous rock shows that the igneous lava rock consists of andesite porphyry, while the intrusive igneous rock consists of diorite porphyry and dacite porphyry. The micro texture of the plagioclase contained in each sample shows that the igneous rock of Mount Endut has undergone magma mixing with primitive magma. Based on the TAS diagram, igneous lava rock is composed of andesite, dacite, trachy-andesite, basaltic andesite, trachyde-tracheal and basaltic trachy-andesite. Intrusion igneous rock consists of igneous andesite, trachy-andesite, basaltic andesite, and trachy trachydacite. The magma series that forms the igneous rocks of Mount Endut is a calc-alkaline magma group that supports the tectonic environment that forms the igneous rocks of Mount Endut, which is the active continent boundary."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Rahmawati
"ABSTRAK
Dampak erupsi terhadap pertanian tanaman pangan dapat terlihat dari hasil
produktivitas pasca erupsinya. Besar pengaruh erupsi tersebut ditentukan oleh
jenis fraksi, ketebalan material, kondisi angin, topografi, dan intensitas curah
hujan. Penelitian ini mengkaji perubahan hasil produktivitas pada lahan pertanian
tanaman pangan pasca erupsi serta menganalisis keterkaitannya dengan tingkat
ketebalan endapan. Hasil penelitian menunjukkan terdapat variasi sebaran
material vulkanik di Kecamatan Ngantang, selain itu terjadi penurunan hasil
produktivitas pada lahan yang didominasi oleh fraksi pasir juga abu dengan
ketebalan 2-6 cm dan <2 cm. Akan tetapi, terjadi kenaikan pada lahan yang
didominasi oleh fraksi abu dengan ketebalan >6 cm. Adanya variasi sebaran
endapan dipengaruhi oleh kondisi angin dan fisik wilayah dan perubahan hasil
produktivitas dipengaruhi oleh curah hujan, jenis fraksi, serta tingkat ketebalan
endapan.

ABSTRACT
The impatc of eruption on agricultural crops can be seen in after the eruption of
the productivity. That effects depending on material type of ash, its thickness,
wind direction, topography, and intensity of subsequent rainfall. This research was
to study the changing productivity of agricultural crops after 12 month eruption
and to analyze ash thickness effect to the changing productivity. The results
showed that there was variation of volcanic ash distribution, a decline in
productivity of agricultural crops that dominated by sand and ash, with 2-6 cm
and <2 cm thickness. However productivity increase occured on agricuktural
crops which were dominated by ash material with the thickness >6 cm. Wind
direction and topography effects on variation of volcanic ash distribution and the
changing of productivity influenced by the intensity of subsequent rainfall, also
ash thickness."
2015
S60804
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>