Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 116997 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rustam
"Ketidakpastian energi di era globalisasi yang dilatarbelakangi oleh pengaruh Lingkungan Strategis: lokal, nasional, regional, dan internasional telah mengakibatkan carut-marutnya Sistem Ketahanan Energi Nasional (SKEN) di Indonesia sehingga diperlukan suatu model geostrategi perencanaan energi yang komprehensif dan interdisiplin. Model keuletan dan ketangguhan merupakan mixed model method yang mengidentifikasi karakteristik faktor-faktor eksternal dan internal secara kualitatif dan kuantitatif.
Tujuan penelitian: 1). menganalisis faktor-faktor keuletan dan ketangguhan dalam dinamika sistem kebijakan ketahanan energi Indonesia pada empat variabel input; 2). Menganalisis tingkat pentingnya faktorfaktor keuletan dan ketangguhan terhadap Indikator Strategik output SKEN; dan 3). Menganalisis prioritas rencana stratejik intengrasi perencanaan Jaringan Energi ASEAN dalam pengembangan sistem ketahanan energi di Indonesia.
Hasil penelitian selain merumuskan teori SKEN secara kontekstual juga menemukan model (Keuletan dan Ketangguhan) dalam pengembangan sistem ketahanan energi di Indonesia. Implikasi penelitian merekomendasikan pentingnya model keuletan dan ketangguhan dalam mentransformasi perencanaan dan kebijakan pengembangan sistem ketahanan energi Indonesia dalam pengembangan Jaringan Energi ASEAN.

The uncertainty of energy in the era of globalization is grounded by the strategic environment influences; in local, national, regional, and international affecting the unclear National Energy Resilience System (SKEN) in Indonesia. Therefore, a comprehensive and interdisciplinary geostrategic planning model is required. The model, ductility and toughness, is proposed by using a mixed method study to identify external and internal factors characteristics in qualaitative and quantitative approach.
The study aims: 1) To analyze ductility and toughness factors in system dynamics in Indonesia's energy resilience system policy through four input variables; 2). To analyze the level of importance of ductility and toughness indicators on SKEN strategic planning output, and 3). To analyze the priority of strategic planning on ASEAN energy network planning related on Indonesia?s resilience energy system development.
The study has resulted not only to formulate the contextual of SKEN but also to find the model (ductility and toughness) upon development of Indonesia's reseilience energy system. Furthermore, the study has implication to recommend the importance of ductility and toughness factors to transform Indonesia's reseilience energy system planning and policy on ASEAN Energy Network development.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
D2173
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Galby Rifqi Samhudi
"ASEAN merupakan organisasi regional yang menaungi negara-negara Asia Tenggara yang salah satu tujuan pembentukannya adalah untuk menjaga perdamaian dan stabilitas kawasan. Pada proses menggapai tujuan tersebut, tampaknya ASEAN mengalami kesulitan untuk menemukan pijakan dasar keamanan yang dapat disetujui oleh seluruh anggotanya. Baru pada 1976 disepakati Treaty of Amity and Cooperation (TAC) yang di dalamnya memuat konsepsi Ketahanan Regional (regional resilience. Konsep tersebut sedianya merupakan kebijakan Ketahanan Nasional (Tannas) yang diterapkan oleh Presiden Soeharto di Indonesia. Tesis ini menganalisis mengapa ASEAN menerima konsep Tannas Presiden Soeharto sebagai mekanisme dasar kesepakatan keamanan di ASEAN. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, teori norm life cycle dari paradigma konstruktivisme digunakan dalam penelitian ini. Adapun metode penelitian yang digunakan adalah teknik penelitian process-tracing pada studi kasus dalam penelitian kualitatif. Pada akhirnya, penelitian ini menyimpulkan bahwa konsep Tannas yang ditawarkan oleh Presiden Soeharto dapat melalui proses regionalisasi di ASEAN karena peran penting Presiden Soeharto, kesesuaian norma tersebut dengan keadaan regional Asia Tenggara, dan kemampuan norma tersebut mengakomodasi kepentingan nasional negara anggota ASEAN.

One of the objectives of ASEAN as a regional organization in Southeast Asia is to maintain a peaceful and stable environment. In the process of achieving that goal, in fact, ASEAN had difficulties to find common security foothold that can unite its member-states perception on the matter. In 1976, the Treaty of Amity and Cooperation (TAC) which contains the concept of regional resilience was agreed. That concept was initially applied by President Soeharto in Indonesia as National Resilience. This thesis analyzes why ASEAN accepted President Soehartos National Resilience as the basic mechanism of security cooperation in ASEAN. In answering that question, the theory of norm life cycle from constructivism is utilized by this thesis. In addition, this thesis also uses process-tracing research method of study case in qualitative research. In the end, this thesis explains the regionalization process of Indonesias National Resilience in ASEAN has been delivered due to the role of President Soeharto, its relevance with regional environment, and its ability to accommodate ASEAN member states national interests."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
T54166
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cindejayanimitta Dwi Anggaramurti
"Indonesia dan Filipina merupakan dua negara kepulauan yang bertetangga. Kedua negara menjalin hubungan diplomatik secara resmi sejak tahun 1949. Kedua negara telah berhasil melakukan penetapan batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) melalui persetujuan batas ZEE yang ditandatangani oleh menteri luar negeri kedua negara pada tanggal 23 Mei 2014. Apabila dilihat dari jangka waktu penyelesaian batas laut yang diawali dengan penjajakan sejak tahun 1973 menunjukkan bahwa kedua pemerintah membutuhkan waktu lebih dari 40 tahun, hal ini mengindikasikan bahwa terdapat berbagai masalah selama proses perundingan baik itu dalam aspek teknis maupun aspek hubungan politis kedua negara. Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui proses penetapan batas ZEE antara Indonesia dengan Filipina dan menganalisis dinamika hubungan politik dalam penetapan batas ZEE Indoesia-Filipina perspektif ketahanan nasional. Teori yang digunakan antara lain : teori kedaulatan negara, kerjasama, diplomasi dan negosiasi serta ketahanan nasional Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif, data yang digunakan dalam penelitian bersumber dari hasil studi literatur dan hasil wawancara. Narasumber wawancara terdiri 7 orang yaitu Prof. Hasjim Djalal, pakar hukum laut internasional yang terlibat langsung dalam diplomasi penetapan batas maritim Indonesia 1973-1994 dan sebagai tim penasehat delegasi Indonesia dalam perundingan batas maritim; Dubes Arif Havas Oegroseno, Diplomat Indonesia sekaligus sebagai Ketua Tim Perunding Batas ZEE Indonesia Filipina 2003-2007, Oktavino Alimudin Dirpolkamwil Kementerian Luar Negeri sebagai Ketua Tim Perunding Batas ZEE Indonesia Filipina 2012-2014, Prof. Dr. Sobar Sutisna, M.Surv.Sc, ahli teknis penetapan batas laut sekaligus sebagai Ketua Tim Teknis Perundingn Penetapan Batas ZEE Indonesia-Filipina 2003-2014 serta beberapa narasumber yang berasal dari beberapa instansi yang terlibat langsung dalam perundingan penetapan batas ZEE Indonesia-Filipina. Proses penetapan batas yang dilakukan antara lain : penjajakan awal pada tahun 1973-1994, perundingan intensif pada tahun 2003-2007 dan 2011-2013, serta proses perumusan perjanjian pada Januari 2014-Mei 2014. Pola hubungan kedua negara dalam penetapan garis batas ZEE dilakukan melalui proses politik dalam bentuk kerjasama. Dinamika hubungan politik kedua negara dalam penetapan batas ZEE dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya : faktor sejarah, kondisi politik internal pemerintah Filipina dan penyesuaian terhadap hukum internasional. Proses penetapan batas ZEE menyebabkan perubahan paradigma teori kedaulatan yang dianggap sebagai kekuasaan tertinggi dimiliki oleh negara, namun dalam penetapan batas dan pemanfaatan ZEE, kedaulatan negara dipengaruhi oleh hukum laut internasional. Diplomasi batas ZEE yang telah dilaksankan dapat memperkuat ketahanan nasional karena mempererat hubungan baik antara dua negara yang bertetangga dan dapat menjadi contoh bagi negera-negara di dunia bahwa Indonesia dan Filipina dapat menyelesaikan sengketa penetapan batas secara damai sehingga mendukung terciptanya stabilitas keamanan kawasan. Apabila dilihat dari aspek geopolitik yaitu sebagai upaya suatu negara dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya bahwa Indonesia berusaha mempertahankan keberlangsungan hidupnya dengan mempertahankan prinsip-prinsip negara kepulauan pada proses penetapan batas ZEE dan kejelasan batas ZEE yang telah disepakati dapat memberikan kepastian hukum bagi pengelolaan wilayah maritim khususnya dalam melaksanakan hak berdaulat sehingga dapat dimanfaatkan bagi kepentingan bangsa Indonesia.

Indonesia and the Philippines are two neighboring archipelagic states. The two countries formally established diplomatic relations since 1949. The two countries have managed to conduct the delimitation of the Exclusive Economic Zone (EEZ) boundary through the EEZ boundary agreement signed by the foreign ministers of both countries on May 23, 2014. When viewed from the period of time the sounding out of maritime boundaries since 1973 shows that the two governments took more than 40 years, this indicates that there are a variety of issues during the negotiation process both in technical aspects as well as political relations aspects between the two countries. This study intends to determine the process of the delimitation of the EEZ boundary between Indonesia and the Philippines and analyze the dynamics of political relations in the delimitation of the EEZ boundary between Indonesia and the Philippines, national resilience perspective. The theory used, among others: the theory of sovereignty, cooperation, diplomacy and negotiations as well as national resilience. The research was conducted using qualitative method, the data used in the study came from the study of literature and interviews. Formal Interviewee comprising seven members, namely Prof. Hasjim Djalal, international maritime law expert who directly, involved in Indonesia maritime boundary delimitation diplomacy 1973-1994; Arif Havas Oegroseno, Diplomat Indonesian Ambassador, as a Chairman of the Joint Permanent Working Group on Maritime and Ocean Concern between Indonesia- the Philippines 2003-2007, Oktavino Alimudin, the Director for Political, Security and Territory Treaties Ministry of Foreign Affairs as Chairman of the Maritime Boundary Delimitation Discussions between Indonesia-the Philippines 2012- 2014, Prof. Dr. Sobar Sutisna, M.Surv.Sc, a technical expert of maritime delimitation, as Chairman of the Joint Technical Team Meeting of the delimitation of the EEZ boundary between Indonesia-the Philippines 2003-2014, as well as some of the interviewee who come from several agencies who involved in negotiating the delimitation of the EEZ boundary between Indonesia and the Philippines. The process of setting the boundaries is carried out, among others: the early probes in 1973-1994, the intensive negotiations in 2003-2007 and 2011- 2013, as well as the process of formulating an agreement in January 2014 to May 2014. The pattern of relationship of the two countries in setting the EEZ boundary lines is done through the political process in the form of cooperation. The dynamics of political relations between the two countries in the delimitation of the EEZ boundary is influenced by several factors such as : historical factors, internal political conditions of the Philippines government and the adjustment to the international law. The process of delimitation of the EEZ boundary led to a paradigm shift theory of sovereignty which is regarded as the highest authority owned by the state, but in the delimitation of the EEZ and utilization, state sovereignty is influenced by international law. The diplomacy of the delimitation of EEZ boundary that have are conducted to strengthen national resilience because it could strengthen the good relations between the two neighboring countries and may become a model for other countries in the world. Indonesia and the Philippines can resolve disputes peacefully thus supporting the creation of regional security and stability. When viewed from the geopolitical aspects of a country's attempt to maintain their life, that Indonesia is trying to sustain his life by maintaining the principles of the archipelagic state in the process of the delimitation of the EEZ boundary. The EEZ boundary between two countries has been agreed, it can provide legal certainty for management of maritime areas, especially in existing sovereign rights so that it can be utilized for the Indonesian interest."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syarif Hidayat
"Jaminan keamanan pasokan energi di masa mendatang merupakan salah satu isu strategis yang sangat penting dalam rangka melindungi kepentingan nasional suatu negara. Ketergantungan perekonomian nasional pada BBM/solar yang menyebabkan biaya tinggi, subsidi BBM yang memberatkan keuangan negara, produksi gas nasional yang lebih berorientasi ekspor (asing), rendahnya daya serap pasar gas domestik terkait minimnya infrastruktur migas dan kendala geografis, ketergantungan pasokan gas dalam negeri pada impor LNG, kurangnya sosialisasi akan pentingnya konversi BBM ke gas di seluruh kalangan stakeholders, dan dinamika harga minyak global yang mempengaruhi pasokan bahan bakar nasional merupakan trends yang melatarbelakangi pentingnya peran gas LNG sebagai salah satu alternatif mengatasi kelangkaan energi dan bahan bakar di masa mendatang. Konversi BBM ke gas LNG dan pemenuhan kebutuhan gas dalam negeri tidaklah cukup tanpa didukung oleh rantai pasok LNG nasional yang efisien, ekonomis, dan mampu menyesuaikan kondisi geografis dan lokasi konsumen. Untuk itulah, tesis ini berupaya untuk memberikan early warning melalui pengembangan skenario hingga tahun 2025 kepada seluruh stakeholders terkait, dalam rangka memperkuat ketahanan energi nasional melalui perspektif pentingnya distribusi dan LNG shipping skala kecil.
Konsep dan teori yang digunakan sebagai dasar ilmiah tesis ini adalah konsep keamanan energi, ketahanan energi, kebijakan energi, rantai pasok LNG, PESTLE analysis, scenario planning, dan optimasi rantai pasok LNG. Metode penelitian adalah pendekatan kualitatif dengan sumber data berasal dari data sekunder (studi literatur) dan primer (wawancara). Analisis eksternal menggunakan konsep PESTLE analysis, sedangkan analisis internal menggunakan model optimasi rantai pasok pengangkutan LNG skala kecil. Dengan demikian skenario ini secara eksternal teruji dan secara internal layak untuk dikembangkan. Pengembangan skenario dalam tesis ini menggunakan konsep scenario planning dan TAIDA process.
Hasil penelitian menunjukan terdapat empat skenario yang mungkin terjadi hingga tahun 2025 terkait dengan peran distribusi dan LNG shipping dalam memperkuat pemenuhan kebutuhan gas LNG domestik, yaitu skenario 1 segera menuju kemandirian energi (optimis), skenario 2 tanpa arahan (pesimis), skenario 3 di sisi jurang krisis (terburuk), dan skenario 4 menggapai mimpi (pesimis). Indonesia berada pada skenario 4 yaitu political will terhadap pengembangan LNG skala kecil oleh pemerintah cukup kuat. Akan tetapi pembangunan infrastruktur LNG skala kecil dalam negeri masih belum memadai sehingga diperlukan suatu strategi, program, dan langkah-langkah pemenuhan kebutuhan gas domestik yang mempertimbangkan faktor politik-kebijakan-hukum, faktor ekonomi-pasar-infrastruktur, dan pola manajemen dan operasional yang tepat.

The guarantee for security of energy supply in the future is one of the strategic issues that are very important in order to protect national interests of a country. Dependence of the national economy on fossil fuel that has been bringing about high costs, fuel subsidies that have been causing state's financial burden, the national gas production that has been export oriented, low domestic gas market absorption related to lack of oil and gas infrastructure ? let alone geographical constraints, dependence on a domestic gas supply LNG imports, minimum socialization of the importance of converting oil into gas within all stakeholders, and the dynamics of global oil prices affecting the national fuel supply are some trends underlying the importance of the role of LNG as an alternative energy source to overcome the scarcity of energy and fuels in the future. Both fuel conversion to LNG and the fulfillment of domestic gas demands cannot be successful without the support by national LNG supply chain that is efficient, economical, and capable of adjusting with the geographical condition and the relatively remote location of the consumers. For this reason, this thesis seeks to provide "early warning" through the development of the scenario up to 2025 for all stakeholders, in order to strengthen national energy security through the perspective of the importance of distribution and LNG shipping small scale.
Concepts and theories used as scientific basis of this thesis are the concepts of energy security, energy resilience, energy policy, LNG supply chain, PESTLE analysis, scenario planning, and optimization of the LNG supply chain. The research method is qualitative approach, the data sources of which derived from secondary data (literature) and primary (interview). External analysis uses PESTLE whereas internal analysis uses a model of supply chain optimization of small-scale LNG transport. Therefore, this scenario is externally valid and internally feasibly to be developed. Scenario development in this thesis uses the concept of scenario planning and TAIDA process.
The results shows that there are four possible scenarios up to 2025 related to the role of distribution and LNG shipping in strengthening the fulfillment of domestic LNG gas needs, i.e. scenario 1 "coming toward energy independence" (optimistic), scenario 2 "without direction" (pessimistic), scenario 3 "on the edge of crisis" (the worst), and scenario 4 "reaching the dream" (pessimistic). Indonesiais in the fourth scenario which is "political will" of government for developing small-scale LNG that is strong enough. However, the construction of small-scale LNG infrastructure in the country is still not adequate so that some strategies, programs, and measurements are needed to meet the demand of domestic gas considering the combination of political-policy-legal factors, economic-market-infrastructure factors, and precise operational and management pattern.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewie Mardhani
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas konsep security dan defence dalam studi ketahanan nasional yang kemudian menganalisis ketahanan politik dan ketahanan ekonomi pada krisis kesehatan pandemi Covid-19 agar menjadi masukan dalam RUU Kamnas untuk dapat disahkan di DPR untuk menciptakan keamanan dan pertahanan negara. Penelitian ini bertujuan menjelaskan bentuk-bentuk ancaman kontemporer terkait security dan defence, serta persamaan dan perbedaannya.
Metode penelitian ini menggunakan desain penelitian kualitatif deskriptif. Teknik pengumpulan data penelitian ini dilakukan melalui wawancara dan studi kepustakaan. Informan yang diwawancarai sebanyak 2 orang pejabat setingkat Eselon III dari Kementerian Pertahanan Republik Indonesia.
Hasil analisis dari penelitian ini adalah bentuk ancaman kontemporer yang terjadi di Indonesia adalah ancaman di perbatasan yang mempengaruhi keutuhan wilayah, ancaman separatisme dari KKB di Papua serta beberapa bencana alam yang memakan korban jiwa, dan saat ini sedang terjadi pandemi Covid-19. Persamaan konsep security dan defence dapat dilihat dari regulasi dan konsepnya. Sedangkan perbedaannya dapat dilihat dari kelembagaan, konstitusi, dan sumber ancaman. Pada analisis ketahanan politik dan ketahanan ekonomi dalam menghadapi ancaman krisis kesehatan pandemi yang berimbas pada sektor lain baik politik, ekonomi, dan keamanan. Dampak yang paling dirasakan adalah banyaknya pasien yang meninggal dunia, menurunnya pertumbuhan ekonomi, dan tingginya jumlah pengangguran. Belum sinerginya pemerintah pusat dengan daerah serta tumpang tindihnya kewenangan dalam penyelesaian masalah menyebabkan makin bertambahnya korban pandemi. Oleh karena itu diperlukan regulasi kebijakan keamanan nasional yang mengatur tentang wewenang dan tanggung jawab serta koordinasi antar lembaga dalam penyelesaian pandemi ini.

ABSTRACT
This research discusses the concepts of security and defence in a national resilience study which then analyzes political resilience and economic resilience in the Covid-19 pandemic health crisis so that it becomes an input in the National Security Draft to be passed in the Parliament to create national security and defence. This study aims to explain the forms of contemporary threats related to security and defence, as well as their similarities and differences.
This research method uses descriptive qualitative research design. The research data collection technique was carried out through interviews and literature study. Informants who were interviewed were 2 echelon III officials from the Ministry of Defence of the Republic of Indonesia.
The results of the analysis of this research are the forms of contemporary threats that occur in Indonesia are threats at the border that affect the territorial integrity, the threat of separatism from the KKB in Papua and several natural disasters that take lives, and currently the Covid-19 pandemic is happening. The similarities between the concepts of security and defence can be seen from the regulations and concepts. While the difference can be seen from the institutional, constitutional, and source of threats. In the analysis of political resilience and economic resilience in the face of the threat of a pandemic health crisis which impacted on other sectors of politics, economy and security. The most pronounced impact is the number of patients who died, declining economic growth, and high unemployment. The lack of synergy between the central government and the regions and overlapping authority in solving problems has led to an increase in pandemic casualties. Therefore, national security policy regulation is needed that regulates the authority and responsibility and coordination between institutions in resolving this pandemic."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yasserina Rawie
"Salah satu permasalahan yang muncul di negara berkembang seperti Indonesia adalah keterbatasan dalam menangani bencana-bencana alam besar. Salah satu yang dilakukan pemerintah suatu negara adalah menerima bantuan dari negara asing. Meski demikian, bantuan internasional ternyata tidak sepenuhnya memberikan kontribusi terhadap suatu negara, tetapi juga bisa mengancam ketahanan nasional suatu negara. bantuan internasional membuat penanganan bencana alam bukan sekedar bersifat kemanusiaan dan filantropisme, tapi juga bersifat politis. Maka dari itu, penelitian ini menganalisis kelebihan, kekurangan, peluang dan ancaman dari penerimaan bantuan internasional untuk bencana alam di suatu negara terhadap dinamika ketahanan nasional dengan metode Delphi. Analisis akan dijabarkan melalui sejumlah gatra dalam ketahanan nasional, yaitu ekonomi, politik, ideologi, sosial budaya dan pertahanan keamanan. Berdasarkan hasil penelitian, terdapat 4 faktor yang pelru menjadi pertimbangan pemerintah dalam menyikapi bantuan internasional bencana alam, yaitu jenis dan skala bencana, bentuan bantuan, asal negara pendonor dan motif atau kepentingan dari negara pendonor. Para pakar juga menyarankan pemerintah untuk menerima bantuan berupa dana, barang/kebutuhan pokok dan teknologi/fasilitas, dan menolak bantuan berupa tentara dan relawan asing.

Problem that arises in developing countries like Indonesia is the limitations in dealing with major natural disasters. One of the actions of the government of a country is to receive assistance from a foreign country. However, foreign aid does not fully contribute to a country, but can also threaten a country's national resilience. Carneige and Dolan (2015) show that international assistance makes handling natural disasters not just humanitarian and philanthropic, but also political. Therefore, this study analyzes the strengths, weaknesses, opportunities and threats of receiving foreign aid for natural disasters in a country against the dynamics of national resilience by the Delphi method. The analysis will be elaborated through a number of gatra in national security, namely economic, political, ideological, socio-cultural and defense and security. Based on the results of the study, there are 4 factors that are considered by the government in responding to foreign aid in natural disasters, namely the type and scale of disasters, aid provisions, donor country of origin and motives or interests of donor countries. The experts also advised the government to accept aid in the form of funds, basic goods / needs and technology / facilities, and refused assistance in the form of foreign troops and volunteers."
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maaike Ira Puspita
"Kebijakan naturalisasi pesepakbola asing dengan alasan kepentingan negara senantiasa digaungkan demi peningkatan prestasi jangka pendek. Namun nyatanya, peningkatan prestasi sepakbola Indonesia masih belum bisa memenuhi harapan. Karena itu, penelitian ini ditujukan untuk mengeksplorasi dalam rangka menggali lebih jauh implementasi kebijakan naturalisasi dalam perspektif ketahanan nasional. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis studi kasus, dengan pengambilan data melalui observasi secara terstruktur, in-depth interview kepada 9 informan kunci dan penguatan dari data dokumen terkait informasi naturalisasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa walaupun peningkatan prestasi melalui jalur naturalisasi belum signifikan, namun berdampak besar pada ketahanan nasional karena berkontribusi terhadap pemain lokal melalui transfer of knowledge dan membangun rasa nasionalisme. Pembinaan usia dini menjadi masalah klasik yang terus terjadi sehingga Indonesia tetap stagnan berada di bawah negara-negara ASEAN seperti Vietnam, Thailand, Malaysia dan Filipina. Penelitian ini juga menemukan bahwa untuk peningkatan prestasi jangka panjang, dibutuhkan sumber daya manusia yang mumpuni, terlebih Indonesia akan menghadapi bonus demografi menuju generasi unggul dan Indonesia emas tahun 2045.

The naturalization policy for foreign footballers is often utilized to increase a short-term football achievement. However, in reality, Indonesia’s football achievement is still far from expectation. Therefore, this research is aimed at exploring in order to find out more on the implementation of naturalization policy in the perspective of national resilience. This research is using qualitative approach with study case methods, by using samples through a structured observation, in-depth interview on 9 key informants as well as gathering documented data on naturalization information. This research shows that although there is no significant increase in football achievement, it has proven to strengthen the national resilience due to the contribution of transfer of knowledge and the development of nationalism among players. Early childhood development is still a classic problem that restrain Indonesia to surpass the achievement of other ASEAN countiries such as Vietnam, Thailand, Malaysia and the Philippines. This research also finds that in order to increase sports achievement in the long term, Indonesia needs qualified human resources. Moreover, Indonesia will face a demographic bonus in building a high-competence generation towards the development of “Indonesia Emas” in 2045."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sa`dan Mubarok
"Skripsi ini membahas Ketahanan migas dalam perspektif kebijakan energi dan strategi NOC periode 1970-2010 melalui studi perbandingan Indonesia dan Malaysia. Penelitian ini adalah penelitian eksplanatif yang menggunakan metode kualitatif. Dengan menggunakan teori developmental state, konsep ketahanan energi (energy security), konsep desentralisasi, dan konsep paradigma kebijakan energi, hasil analisis dari penelitian ini menunjukkan bahwa ketahanan migas di Malaysia lebih baik dibandingkan Indonesia.
Hasil tersebut didasarkan atas kebijakan energi Malaysia yang mampu merespon dengan baik faktor karakteristik cadangan migas, karakteristik supply-demand migas, relasi pemerintah pusat dan daerah dalam pengelolaan sumber migas, dan relasi NOC dengan Pemerintah yang berperan terhadap ketahanan migas nasional. Selain itu, Petronas lebih unggul dalam jumlah kepemilikian cadangan migas baik di dalam negeri maupun luar negeri yang terlihat dari tingkat produksi migas yang mencapai dua juta barel setara minyak setiap hari. Keunggulan dari kebijakan energi dan strategi NOC Malaysia tidak terlepas dari perencanaan kebijakan energi yang lebih terkoordinasi, paradigma kebijakan energi supply demand dengan pendekatan demand side management yang mengkonstruksi kebijakan energi berdasarkan kondisi cadangan migas, dan model relasi pembagian tanggung jawab antara Petronas dengan Pemerintah Malaysia.

This thesis discusses oil and gas security in perspective of energy policy and NOC?s strategies period 1970-2010 through comparative study in Indonesia and Malaysia. this is an explanative research using a qualitative method. In this research, the writer used the developmental state theory, the concept of energy security, decentralization concept, and the paradigm of energy policy concept, where the result of the analysis showed that oil and gas security in Malaysia is better compared to Indonesia.
That result is based on Malaysia?s energy security policy that responds better to the following factors: characteristics of oil and gas reserves, characteristics of oil and gas supply-demand, the relationaship between central government and regional government, and the relationship between NOC and the government that contributed to national oil and gas security. Beside that, Petronas is superior in oil and gas ownership, both within and outside country. This is proven by their oil and gas production, which reaches two million boepd (barrel oil equivalent per day). The superior of Malaysia?s energy policy and NOC strategies cannot be separated from their more coordinated energy policy planning, a supply-demand energy policy paradigm using a demand side management approach that construct energy policy based on the condition of oil and gas reserves, and a relationship of shared responsibilities between Petronas and the Malaysian Government."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S47678
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eva Fauziah
"Ganja menjadi narkotika yang paling banyak disalahgunakan di Indonesia dengan proporsi sebanyak 41,4 persen (Puslitdatin BNN, 2022)bahkan di dunia (UNODC, 2022). Tingginya angka penyalahgunaan ganja menjadi salah satu pertimbangan PBB memasukkan ganja sebagai tanaman yang berbahaya dan Indonesia pun memasukkan ganja ke dalam golongan I Narkotika. Namun, dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin maju, tanaman ganja yang dianggap berbahaya dan hampir tidak memiliki manfaat mulai dilirik untuk dilihat pemanfaatannya. Hinggal tahun 2023, sudah lebih dari 50 negara di dunia telah melegalkan pemanfaatan ganja untuk kepentingan medis. Penelitian-penelitian pun telah banyak dilakukan di seluruh dunia. Melihat perkembangan di dunia, wacana legalisasi ganja medis mulai didorong oleh komunitas-komunitas dan sebagian masyarakat yang membutuhkan. Berdasarkan penelitian, ganja efektif pada terapi pada penyakit-penyakit seperti multiple sclerosis, nyeri neuropatik kronis, mual dan muntah akibat kemoterapi dan epilepsy, antiemetik, stimulan nafsu makan pada penyakit kanker dan AIDS, dan penyakit kronis lainnya (Vickery & Finch, 2020)(Arkell et al., 2023). Namun pemerintah Indonesia Indonesia masih konsisten menggolongkan ganja sebagai tanaman berbahaya. Aspek kesehatan masyarakat, sosial budaya dan keamanan menjadi aspek yang dekat dengan wacana legalisasi ganja medis di Indonesia. Manfaat dan dampak buruk kesehatan, persepsi masyarakat terhadap tanaman ganja, kedekatan sejarah budaya Indonesia dengan tanaman ini serta ancaman penyalahgunaan ganja yang meningkat menjadi hal yang dapat dipertimbangkan dalam wacana legalisasi ganja medis. Memperkuat  regulasi dan membukan kesempatan yang luas untuk penelitian menjadi langkah penting yang dapat diambil untuk menentukan akan dibawa kemana legalisasi ganja medis di Indonesia.

Cannabis is the most abused narcotic in Indonesia with a proportion of 41.4 percent (Puslitdatin BNN, 2022) even in the world (UNODC, 2022). The high rate of cannabis abuse is one of the UN considerations for including cannabis as a dangerous plant and Indonesia also includes cannabis in group I Narcotics. However, with the development of increasingly advanced science and technology, the cannabis plant, which is considered dangerous and has almost no benefits, has begun to be looked at for its utilization. Until 2023, more than 50 countries in the world have legalized the use of cannabis for medical purposes. Publication research has been carried out all over the world. Looking at developments in the world, the discourse on the legalization of medical cannabis has begun to be pushed by communities and some people who need it. Based on research, cannabis is effective in therapy in diseases such as multiple sclerosis, chronic neuropathic pain, nausea and vomiting due to chemotherapy and epilepsy, antiemetics, appetite stimulants in cancer and AIDS, and other chronic diseases (Vickery & Finch, 2020) (Arkell et al., 2023). However, the Indonesian government of Indonesia is still consistent in classifying cannabis as a dangerous plant. Aspects of public health, social culture and security are aspects that are close to the discourse on the legalization of medical cannabis in Indonesia. The health benefits and harms, public perception of the cannabis plant, the proximity of Indonesian cultural history to this plant and the increasing threat of cannabis abuse are things that can be considered in the discourse on the legalization of medical cannabis. Strengthening regulations and opening up broad opportunities for research are important steps that can be taken to determine where medical cannabis legalization will take in Indonesia."
Jakarta: Sekolah Kajian dan Stratejik Global Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silalahi, Theresa Devina
"ABSTRAK
Keterbatasan akan energi fosil pada akhirnya akan mendorong suatu negara untuk melakukan transisi energi menuju energi yang lebih bersih dan terbarukan. Pada umumnya transisi energi di sebuah Negara membutuhkan waktu yang relative cukup lama dan dibutuhkan manajerial transisi yang baik untuk dapat mencapai hasil yang diharakan. Indonesia dinilai berhasil melakukan transisi energi dalam waktu yang relatif cepat melalui program konversi minyak tanah ke LPG 3 kg Terbukti dari besarnya jumlah masyarakat yang mengadopsi LPG, konsumsi LPG yang meningkat, dan juga penghematan subsidi energi setiap tahunnya setelah program konversi. Kebijakan pemerintah memiliki peranan penting dalam mempercepat ataupun menghambat adopsi masyarakat terhadap energi baru tersebut. Dengan mengembangkan model sistem dinamis, yang berfokus untuk menggambarkan sistem program konversi yang secara umum terdiri dari kesiapan infrastruktur LPG, pertumbuhan industri kompor gas, tabung gas dan regulator, dan juga faktor sosial, penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi kebijakkan pemerintah yang berperan di dalam ketiga faktor tersebut. Dari beberapa kebijakan pemerintah yang diteliti, ditemukan bahwa penarikkan minyak tanah dari pasar dan juga usaha meningkatkan produksi kompor gas, tabung gas dan regulator memiliki peran paling besar dalam mempercepat konversi masyarakat terhadap LPG. Dari hasil penelitian ini diharapkan pemerintah dapat kembali mengkaji kedua kebijakan ini untuk dapat diterapkan di program transisi energi lainnya, salah satunya yaitu program konversi dari BBM ke BBG untuk transportasi darat.

ABSTRACT
Fossil fuel scarcity eventually will lead a nation to execute energy transition. In several countries, energy transition will generally take years, which transition management is also required to reach the target. Indonesia since 2007 has managed a successful energy transition, with Conversion Program of Kerosene to LPG for household consumption. This program has proved it rsquo s success that shows the numbers of LPG Users, increasing LPG consumption and annual subsidies savings. Government policy has huge contributions to push or even block the success of this program. This research aims to develop system dynamic model which are focused on describing the system of conversion program, which includes LPG infrastructure readiness, production capacity growth of starter kit industries and also social acceptance factors. This research focuses on evaluating government policy within this aspect. A set of policy interventions has been analyzed. Findings from this research are that government intervention to withdraw kerosene supply from the market and the government push to increase production capacity of starter kit industries has a major contribution to accelerating people adoption to the alternative energy. The results of this research are expected to be analyzed by the government so that the policy intervention could also be implemented in other energy transition phenomenon in Indonesia, one of a possible thing is on the conversion program from petrol to gas fuel."
2017
S66954
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>