Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 145968 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Masganti
"Upaya peningkatan produksi pangan bersifat mutlak mengingat kebutuhan pangan terus meningkat sejalan dengan pertam-bahan jumlah penduduk. Masalah utama peningkatan produksi pangan di Indonesia adalah penurunan kapasitas produksi akibat alih fungsi lahan subur, degradasi kesuburan dan produktivitas lahan, serta ancaman variabilitas dan perubahan iklim. Sebagian besar lahan yang tersedia untuk perluasan area tanaman pangan adalah lahan suboptimal, seperti lahan gambut dan lahan sulfat masam. Upaya peningkatan produksi pangan pada lahan gambut dan lahan sulfat masam memerlukan pende-katan dan teknologi spesifik dan inovatif, yang dicirikan oleh peningkatan produktivitas dan nilai ekonomi serta perbaikan lingkungan dan sosial budaya. Pemanfaatan lahan gambut dan lahan sulfat masam berpotensi besar mendukung peningkatan produksi pangan nasional. Arah pemanfaatannya adalah opti-malisasi lahan yang ada (eksisting) sebagai prioritas pertama serta lahan terdegradasi dan yang belum dimanfaatkan sebagai prioritas berikutnya, yang dikelola dalam sistem pertanian berkelanjutan dan ramah lingkungan berbasis inovasi. Peman-faatan lahan terdegradasi dapat melalui tiga alternatif, yakni dihutankan, ditanami tanaman hutan industri, dan digunakan untuk perkebunan atau tanaman pangan. Strategi pemanfaatan-nya meliputi redesain pengembangan dan kebutuhan teknologi, pemetaan kinerja kelembagaan pertanian dan aksesibilitas, percepatan mekanisasi pertanian dan model perencanaan pem-bangunan pertanian ramah lingkungan (m-P3RL), serta refo-kusing penelitian, pengkajian, pengembangan, dan penerapan."
Kementerian Pertanian RI, 2013
630 PIP 6:4 (2013)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Zulfa Fauzia
"ABSTRAK
Di Indonesia, tanah gambut menutupi daerah yang cukup luas di daerah-daerah Irian. Kalimantan dan Sumatera. Dengan semakin berkembangnya kota-kota di Indonesia, termasuk di daerah Kalimantan maka pemerintah merencanakan untuk membangun jalan penghubung antara kota-kota di kalimantan tersebut.
Pada tugas akhir ini penulis menggunakan contoh tanah gambut di daerah Kalimantan Tengah tepatnya di tepi ruas jalan Palangkaraya - Kuala Kapuas Km 3.5, Desa Bereng Bengkel. Hal ini dihubungkan dengan Proyek Peningkatan Jalan Bereng Bengkel - km 35.
Hal yang sangat penting diperhatikan dari suatu kegiatan kontruksi, baik itu bangunan maupun jalan adalah kondisi dari tanah tempat bangunan tersebut berada. yaitu bagaimana kekuatan tanah pada lokasi tersebut. Sebagai bagian dari jenis tanah yang ada di alam semesta ini, tanah gambut tidak dapat dilepaskan dari sifat-sifat ilmu mekanik tanah. Dalam hal ini karena sifat tanah gambut yang memiliki kadar air yang tinggi, memiliki daya susut yang besar dan kompresibilitas yang tinggi menyebabkan daya dukung tanah gambut ini rendah. Untuk memperbaiki daya dukung yang rendah itu, maka dapat dilakukan perbaikan kondisi tanah gambut tersebut. Perbaikan yang dilakukan yaitu dengan metode pemadatan tanah dan metode stabilisasi.
Stabilisasi dapat dilakukan dengan mencampur tanah gambut dengan stabilisatornya. Dalam hal ini dicobakan sebagai stabilisatornya adalah peat solid. Pencampuran stabilisator ini diharapkan dapat menaikkan daya dukung dari tanah gambut, sehingga dapat digunakan sebagai lapisan tanah dasar untuk bangunan-bangunan teknik sipil.
Dalam rekayasa geoteknik, konsolidasi merupakan salah satu aspek terpenting selain tegangan dan daya rembes, terutama jika media tanahnya merupakan tanah yang lunak seperti gambut.
Konsolidasi merupakan proses pengecilan volume secara perlahan-lahan pada tanah jenuh sempuma dengan permeabilitas rendah akibat terdisipasinya air pori yang merupakan fungsi dari koefisien permeabiliti, beban dan waktu. Tekanan air pori tersebut secara bertahap akan naik sesuai dengan kenaikan tegangan total yang ada dan kemudian air pori tersebut akan terdisipasi sampai mendekati nol yang disertai dengan bertambahnya tegangan efektif. Konsolidasi pada gambut sangat kompleks dan lama, karena gambut memiliki kandungan bahan organik yang tinggi.
Dalam penelitian ini, akan di analisa pengaruh stabilisasi dengan menggunakan peat solid pada perilaku konsolidasi tanah gambut yang diselidiki dengan serangkaian uji konsolidasi menggunakan alat Rowe Cell.
Analisa yang digunakan untuk pengujian ini merupakan model reologi Gibson dan Lo yang telah diadopsi oleh Edil dan Dhowian untuk mendapatkan karakteristik konsolidasi gambut. Parameter yang dianalisa yaitu parameter pemampatan primer, pemampatan sekunder, dan faktor kecepatan pemampatan sekunder. Dilakukan pula analisa terhadap kompresibilitas dan prilaku pemampatannya.

"
2001
S35513
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"The increase of national food production is relatively slower than its requirements due to several constrains,such as rice field conversion,water use competition,floods,and land slides...."
JUPEPEP
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Muslikah
"Perilaku konsolidasi tanah gambut sangat kompleks dan berbeda dibanding dengan tanah lempung. Ini disebabkan, kandungan serat-serat organik di dalam tanah gambut dan terjadinya proses dekomposisi pada serat-serat organik tersebut selama konsolidasi. Karena kondisi anaerob maka proses dekomposisi tanah gambut berjalan secara lambat. Salah satu cara untuk mempercepat terjadinya dekomposisi atau degradasi tanah gambut, yaitu dengan memberikan mikroorganisme yang dapat mendegradasi serat-serat tanah gambut.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana pengaruh konsolidasi pada tanah gambut untuk melihat degradasi yang terjadi jika tanah gambut tersebut ditambahkan mikroorganisme. Mikroorganisme yang diinjeksi ke dalam tanah gambut berasal dari tanah gambut itu sendiri dengan cara diisolasi dan dikembangbiakan untuk dimasukkan kembali ke dalam tanah gambut. Sebagai pembanding digunakan mikroorganisme yang berasal dari pupuk hayati EM4 dan P2000Z. Pada penelitian ini tanah gambut yang digunakan berasal dari Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan.
Hasil pengujian di laboratorium menunjukkan bahwa, sampel tanah gambut yang diinjeksi dengan kombinasi antara mikroorganisme asli (10%) dengan pupuk hayati EM4 (10%) + P2000z (10%) atau sampel tanah gambut variasi 4 (A4) memiliki tingkat degradasi yang lebih baik dibandingkan sampel tanah gambut variasi injeksi mikroorganisme lainnya.

Consolidation peat soil behavior very complex and differ to be compared to with clay. This is caused, organic fibre content in peat soil and the happening of decompotition process at the organic fibre during consolidation. Because condition of anaerob hence peat soil decompotition process walk tardyly. One of the way of to quicken the happening of decompotition or peat soil degradation, that is by giving mikroorganism which can degradation fibre peat soil.
This research is done to know how consolidation influence at peat soil to see degradation that happened if the peat soil enhanced by microorganism. Microorganism which is injection into peat soil come from itself peat soil by isolation and grown to be reentered into peat soil. As comparator used by microorganism coming from biofertilizer EM4 and P2000Z. At this research of used peat soil come from Ogan Komering Ilir Region, South Sumatra.
Result of examination in laboratory indicate that, peat soil sampel which is injection with combination among original microorganism (10%) with biofertilizer EM4 (10%) + P2000Z (10%) or variation 4 of peat soil (A4) have degradation level which is better to be compared to other microorganism injection variation of peat soil.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
T30137
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Roman Franca Wungkana
"ABSTRAK
Metoda lintasan tegangan (Stress Path) adalah suatu cara pendkatan penyelesaian masalah stabilitas dan defommasi yang banyak teljadi dalam mekanika tanah. Metoda ini memudahkan pengenalan akan masalah-masalah di lapangan dan karena itu dapat menunjukan cara yang tepat dalam mengatasi masalah tersebut.
Deiinisi Stress Path sendiri ialah suatu garis yang menghubungkan titik-titik yang mengalami tegangan dimana titik-titik tersebut adalah titik-titik yang mengalami tegangan geser maximum.
Diagram Stress Path (kurva hubungan p? - q) didapat dengan memplot titik-
titik pada situasi yang berlainan karena adanya pembahan tekanan pori. Stress Path ini meninjau keadaan tegangan tanah dan tekanan pori yang timbul dalam elemen tanah_
Secara umum, analisa lintasan tegangan (stress path) ini meninjau keadaan tegangan, regangan, dan tekanan air pori yang ada dalam elemen-elemen tanah.
Pada analisa ini tekanan pori dievaluasi dari kondisi nudraimzd sampai kondisi drained. Prinsip uji triaksial dalam kondisi Consolidared-Undraiued yaitu : contoh tanah diberikan tegangan normal dan air diperbolehkan mengalir dari contoh tanah.
Tegangan normal ini bekerja sampai konsolidasi selesai, yaitu sampai tidak terjadi lagi perubahan pada isi contoh tanah Kemudian jalan air dari contoh tanah ditutup dan contoh tanah diberi tegangan geser secara undrained (tertutup) dan tegangan normal masih tetap bekerja Tegangan air pori diukur selama tegangan geser dibedakan.
Contoh tanah yang digunakan dalam tugas akhir ini adalah tanah gambut Sumatera Selatan dan Riau. Tanah gambut adalah tanah yang berkadar organik tinggi, yang pada umumnya teljadi dari campuran serat-serat material organik yang berasal dari tumbuh-tumbuhan yang telah berubah sifatnya secara kimiawi dan telah menjadi fosil, dimana tanah ini Sangat buruk untuk mendukung beban konstmksi diatasnya sehingga seringkali menjadi penyebab kegagalan proyek-proyek infrastruktur dalarn bidang teknik sipil yang dikaitkan dengan masalah kestabilan bangunan.
Dan dari uji triaksial di laboratorium dimana tanah diberikan tegangan aksial /
vertikal (cr,) yang bertambah dan tegangan horisontal yang merata/konstan (03 ), dan melalui analisa lintasan tegangan (stress parh) akan diperoleh parameter-parameter kekuatan geser tanah yaitu M, F, 7L, dan lc yang dibutuhkan untuk analisa geoteknis tanah.

"
1996
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irfan Pratantyo
"Smoldering (pembakaran membara) adalah pembakaran yang lambat, bersuhu rendah, dengan jilatan api yang tidak terlihat dan sering terjadi di kebakaran lahan gambut. penyebaran smoldering terjadi karena tercapainya parameter besar suplai oksigen, panas yang dihasilkan dan panas yang dilepas ke lingkungan. Kondisi tanah gambut yang berpori dan berserat menyebabkan mudah masuknya suplai oksigen. Sulitnya menuju lokasi lahan gambut yang terbakar adalah salah satu masalah untuk melakukan pemadaman. Penelitian ini bertujuan mengamati secara visual bagaimana pengaruh permeabilitas gambut palangkaraya terhadap fenomena perambatan smoldering dengan cara melakukan pemadatan pada gambut. Proses pemadatan dilakukan sebagai konstruksi awal dalam pembuatan jalan dan dapat mengurangi permeabilitas dan densitas serta nilai pori pada tanah, sehingga dapat memutus suplai oksigen di tanah yang terpadatkan. Pekerjaan eksperimental dilakukan di reaktor stainless steel 20 x 20 cm dengan papan insulasi pada dinding reaktor untuk meminimalisir panas yang terbuang ke lingkungan. Eksperimen dilakukan dengan memadatkan sampel gambut yang telah dikeringkan (MC ~11%) di bagian tengah reaktor dengan alat pemadat. Gambut dinyalakan dengan electric coil heater dengan daya 100 watt di salah satu sisi reaktor. Proses pembakaran yang terjadi di permukaan diamati dengan kamera normal, kamera inframerah FLIR dan sistem penyimpanan data. Hasil penelitian menunjukkan terjadinya perlambatan smoldering pada bagian tanah yang terpadatkan dibanding pada smoldering tanah gambut undisturbed, walaupun pada akhirnya smoldering tetap terjadi di seluruh bagian reaktor.

Smoldering is a slow burning, low temperature, a flameless combustion and frequently happens in peatland fires. The smoldering spread occurs because of the parameter achievement in oxygen supply, generated heat and heat released to environment. The condition of porous and fibrous peat soils makes oxygen supply easily happens. The difficulty of getting to the location of the burning peatland is one of the problems to extinguish the fire. This study aims to observe with thermal visual the permeability impact on Palangkaraya peat to smoldering propagation phenomenon with peat compaction. Compaction is an initial step on road construction and reduces permeability and pore value in soils, so it can cut off the oxygen supply on compressed soil. The experimental works were carried out in a stainless 20 x 20 cm reactor with an insulation board on reactor walls to minimize the heat that wasted to environment. The experiment works by compacting a dried peat samples (MC ~11%) in the center region of the reactor with a compactor. Peat then ignited using an electric coil heater powered by 100 watts of electricity on one side of the reactor. The combustion process that occur in the surface are observed by a normal camera, an infrared FLIR Camera and data storage system. The results showed a slowdown effects of smoldering on the compacted soil compared to undisturbed peat smoldering, although in the end smoldering stil occurs in all region of the reactor"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rani Toersilaningsih
Jakarta: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1985
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Waode Dea Astria
"Menawarkan produk pangan dengan harga lebih murah mendekati tanggal kadaluarsa disebut sebagai produk pangan suboptimal dinilai dapat mendorong pertimbangan pembelian oleh masyarakat. Hal ini didasarkan pada pengetahuan tentang pembelian produk makanan yang dikurangi harga oleh masyarakat dan potensi sampah di masyarakat terfokus. Studi ini bertujuan untuk berkontribusi pada evaluasi apakah menawarkan makanan suboptimal dengan harga lebih rendah akan mengurangi limbah makanan dalam rantai pasokan. Penelitian ini menganalisis pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat terhadap penawaran harga produk yang kurang optimal di toko eceran. Penelitian dilakukan di tiga toko eceran di Kota Depok dengan menggali pertanyaan penelitian yang melibatkan 274 pelanggan toko eceran yang dianalisis berdasarkan kuesioner. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif dengan metode analisis linier berganda menggunakan software SPSS. Hasil temuan menunjukkan bahwa pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat mempengaruhi penawaran harga produk yang kurang optimal di toko eceran. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi solusi yang efektif untuk mengatasi kelebihan pangan yang berujung pada food waste di tingkat eceran dalam pengelolaan pangan berkelanjutan.

Offering food products at lower prices approaching the expiration date, referred to as suboptimal food products, is considered to be able to encourage purchasing considerations by the public. It is based on knowledge of purchasing price-reduced food products by the public and the potential waste in the community focused. The study aims to contribute to the evaluation of whether offering suboptimal foods at a lower price will reduce food waste in the supply chain. This study analyzes public knowledge, attitudes, and behavior toward suboptimal product price offers in eceran stores. The research was conducted in three eceran stores in Depok City by exploring research questions involving 274 eceran store customers who were analyzed based on a questionnaire. The approach used is a quantitative approach with multiple linear analysis methods using SPSS software. The findings show that public knowledge, attitudes, and behaviors influence suboptimal product price offers in eceran stores. This research is expected to be an effective solution to overcome excess food, which leads to food waste at the eceran level in sustainable food management."
Jakarta: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitti Aminah
"Petani lahan kering belum berperan mendukung ketahanan pangan. Sebagian besar petani adalah petani kecil dengan kapasitas yang rendah untuk menghasilkan pangan. Penelitian bertujuan merumuskan rekomendasi kebijakan untuk meningkatkan kapasitas petani kecil untuk mendukung ketahanan pangan. Data dikumpulkan menggunakan beberapa instrumen: kuesioner, wawancara dan fokus group diskusi. Analisis data menggunakan statistik deskriptif dan Structural Equation Model (SEM). Hasil penelitian menunjukan bahwa karakteristik dan kapasitas petani kecil berada pada kategori rendah, berpengaruh terhadap tingkat ketahanan pangan yang rendah. Rekomendasi kebijakan meningkatkan kapasitas petani kecil untuk menciptakan ketahanan pangan melalui: menyelenggarakan pelatihan dan penyuluhan secara partisipatif, meningkatkan kualitas peran pendamping da peneliti dalam proses pemberdayaan, meningkatkan akses petani terhadap input, fasilitas modal, dan pasar, memberikan insentif agar petani mau berusaha sampingan serta meningkatkan koordinasi antara institusi pemerintah dan stakeholder."
Kementerian Dalam Negeri Ri,
JBP 7:3 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sholehien
"Tahun 2002 jumlah penduduk Indonesia diperkirakan mencapai 210 juta orang. Pertambahan penduduk ini berdampak pada dua hal, yaitu bertambahnya permintaan pangan, dan meningkamya tekanan terhadap sumberdaya alam. Dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan penduduk pemerintah selama ini melaksanakan upaya swasembada beras dengan cara intensifikasi dan ekstensifikasi. Kekurangan produksi untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dipenuhi dengan mengimpor. Usaha-usaha peningkatan ketahanan pangan nasional telah banyak dilakukan namun masalah kekurangan pangan masih menjadi masalah utama. Di sisi lain, sangat rentan jika ketahanan pangan dilakukan dengan mengimpor beras dari pasar internasional, karena negara-negara predusen beras umumnya dihadapkan pada masalah yang sama, yaitu tidak stabilnya produksi.
Teknik budidaya sebagian besar masyarakat di Indonesia pada dasarnya lebih mengarah pada teknik budidaya monokultur, yang berlawanan dengan ekosistem kodrati aslinya Usaha penyederhanaan spesies dalam komunitas akan menghadapi perlawanan alam yang mengakibatkan besarnya biaya lingkungan yang harus dibayar untuk mempertahankan ekosistem buatan. Kecenderungan praktek pertanian yang bersifat monokultur mengancam keanekaragaman hayati, yang kemudian akan menimbulkan masalah ekologi maupun ekonomi.
Jenis pangan seperti ketela pohon, sagu, sukun adalah jenis pangan yang selama ini dianggap kurang bernilai sehingga belum dikembangkan atau mulai menghilang. Banyaknya lahan yang tidak dimanfaatkan, misalnya lahan marjinal yang tersebar di seluruh tanah air, sebenarnya dapat menghasilkan pangan yang bermutu dan bergizi dengan biaya dasar yang rendah karena menggunakan tanaman khas tropis dan tidak bertentangan dengan kaidah ekologi seperti sagu. Sementara Indonesia yang memiliki potensi sagu sekitar satu juta hektar dan tersebar di Sumatera, Sulawesi, Maluku serta Irian Jaya Bagian timur Propinsi Sumatera Selatan yang mencakup dua kabupaten yaitu Kabupaten Musi Banyuasin dan Kabupaten Ogan Komering Ilir, memiliki lahan rawa seluas 705.547 Ha dan 524.477 Ha yang sebagian besar belum termanfaatkan.
Diversifikasi pangan non beras sudah lama di kenal sebagian masyarakat Indonesia. Di Sumatera Selatan, makanan-makanan khas Palembang seperti empek-empek, laksan, burgo, celimpungan dan lain-lain, dibuat dari bahan baku tepung sagu dan ikan. Pemenuhan kebutuhan sagu sementara ini di pasok dari Riau dan Lampung.
Rumusan permasalahan pangan dimasa depan adalah:
Belum optimalnya penggunaan lahan rawa untuk tanaman pangan akibat tidak optimalnya pemanfaatan sumberdaya pangan non betas.
Pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Apakah pemanfaatan lahan rawa untuk menggantikan konversi lahan pertanian ke lahan non pertanian di Jawa dapat memenuhi kebutuhan pangan nasional (beras) dimasa depan?
2. Apakah tanaman pangan sagu menguntungkan dibudidayakan di lahan rawa?
3. Apakah penggunaan lahan rawa untuk tanaman sagu dengan sistem hutan dapat menjadi cadangan pangan yang berkelanjutan?
Penelitian ini bertujuan antara lain sebagai berikut:
1. Memprediksi kebutuhan dan produksi pangan nasional (beras) dimasa depan dari pemanfaatan lahan rawa.
2. Mengetahui budidaya tanaman pangan sagu di lahan rawa menguntungkan secara ekologi, ekonomi, dan sosial.
3. Mengetahui penggunaan lahan rawa dengan tanaman sagu sistem hutan dapat menjadi cadangan pangan yang berkelanjutan.
Penelitian dilaksanakan mulai Bulan Maret sampai dengan Agustus 2002. Lokasi penelitian adalah daerah lahan rawa di Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan.
Data penelitian berupa data primer dan data sekunder. Data sekunder diperoleh melalui serangkaian pengumpulan data tercatat dari instansi pemerintah, dan sumber-sumber lain yang dipercaya (literatur). Data primer diperoleh antara lain melalui wawancara dengan pendekatan kelompok atau individu masyarakat, mengenai kondisi lingkungan fisik dan kimia, hayati dan sosekbud, pengamatan, pengukuran, serta pengambilan contoh untuk beberapa komponen lingkungan fisika-kimia-biologi. Data yang dihasilkan dianalisis dengan sistem diskriptif analisis dan analisis sistem dinamis.
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah pangan dan lahan, sedangkan varibel bebasnya adalah penduduk, produksi, produktivitas, kebutuhan pangan, jenis vegetasi dan iklim.
Hasil simulasi menggambarkan angka pertumbuhan penduduk Indonesia mengalami penurunan, namun secara absolut pertambahan penduduk terus bertambah dan akan konstan (mendekati nol) pada tahun 2085, berjumlah sekitar 350 juta orang. Kebutuhan beras selalu lebih tinggi dari beras hasil pertanian, yang berakibat kebergantungan pada beras impor akan selalu kita hadapi.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa masyarakat di lokasi penelitian sebagian besar bermatapencaharian sebagai pembalok, buruh perkebunan dan nelayan, pekerjaan usahatani padi sawah hanya 5 persen, usahatani padi tidak dilaksanakan karena terlalu banyak hama (babi dan tikus), rendahnya produksi dan sering mengalami puso. Kemampuan panen untuk tanaman padi di wilayah penelitian sangat rendah yaitu 1,5 sampai 2 ton per ha.
Hasil simulasi memperlihatkan kenyataan bahwa kebutuhan tanam dan kebutuhan lahan tidak dapat dipenuhi oleh kemampuan panen dan kemampuan lahan. Hasil simulasi memperlihatkan keterbatasan lahan yang kita miliki tidak dapat memenuhi kebutuhan produksi. Hal ini berakibat pada pemenuhan kebutuhan pangan kita semakin besar bergantung pada impor dari negara lain.
Proyeksi penduduk pada tahun 2044 berjumlah lebih dari 306 juta orang. Untuk memenuhi kebutuhan pangan (beras) bagi penduduk Indonesia, maka proyeksi kebutuhan beras pada tahun yang sama sekitar 57 juta ton. Berdasarkan proyeksi tersebut, maka dibutuhkan produksi padi sebanyak 91,8 juta ton, untuk itu dibutuhkan lahan seluas 20,1 juta hektar.
Hasil simulasi memperlihatkan bahwa impor kita semakin tinggi. Hal ini terjadi karena selisih kebutuhan beras penduduk dengan beras hasil pertanian yang semakin besar. Hasil padi yang diperoleh di lahan pasang surut selama ini sangat rendah, yaitu 0,5 sampai 1,5 ton per hektar.
Produktivitas rata-rata lahan di Indonesia cenderung semakin menurun. Untuk meningkatkan produktivitas sebanyak 2 kali lipat, dibutuhkan masukan energi 4 kali lebih besar.
Hasil perhitungan curah hujan pada tingkat peluang 75% memperlihatkan bahwa bulan kering di wilayah ini dapat terjadi pada bulan Juni sampai September. Lama penyinaran matahari rata-rata 66,9% bervariasi antara 52,4% pada bulan Januari dan 80,0% pada bulan Juli. Temperatur udara maksimum adalah 32,6°C dan suhu minimum 22,4°C. kelembaban udara rata-rata tahunan 83,2% dengan kisaran 80,0% (September) dan 85,3% (Desember). Kecepatan angin bervariasi antara 1,6 lon/jam (Nopember) dan 2,7 km/jam (Januari) dengan rata-rata 2,1 km/jam, dan menurut skala Baufort, kecepatan angin tergolong dalam "angin lemah-sedang". Diproyekslkan kemungkinan terjadi defisit air yaitu pads bulan Juni, Juli, Agustus dan September.
Berdasarkan hasil analisa kesesuaian iklim memperlihatkan bahwa wilayah penelitian tergolong sangat sesuai (SI) untuk pengembangan tanaman sagu. Hasil penelitian melalui observasi, ditemukan tumbuhan sagu di beberapa lokasi yang berbeda Kenyataan ini semakin menguatkan bahwa daerah penelitian sesuai untuk ditanami pohon sagu.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa telah terjadi kekeruhan air di bagian hilir sungai akibat erosi yang terjadi di hulu sungai. Air di areal penelitian umumnya sangat masam berkisar 5,30-5,87.
Keadaan flora dan fauna cukup beragam, terutama adanya hewan-hewan yang dilindungi. Pemanfaatan daerah rawa ini harus juga menjaga kelestarian sumberdaya hayati yang ada. Kemampuan memproduksi sagu (aci kering) 170 juta ton ini dihasilkan dari 833 juta batang panen dari 1.388 juta pohon. Dengan luas tanam sagu 100 pohon/ha berarti dibutuhkan 14 juta hektar lahan. Di sisi lain, tersedianya lahan yang ada sebanyak 20 juta hektar, sehingga masih dapat terus dikembangkan di masa depan.
Kebijakan mengurangi kebergantungan konsumsi pada beras sudah mendesak, hasil simulasi dengan kebijakan pengurangan konsumsi sebesar 10 persen dan konsumsi pertahunnya menghemat penggunaan lahan, sampai tahun 2065.
Dari hasil dan pembahasan, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Pemanfaatan lahan rawa dengan tanaman padi untuk menggantikan lahan padi yang dikonversi ke lahan non pertanian di Jawa tidak dapat memenuhi kebutuhan pangan nasional dimasa depan.
2. Sagu tanaman pangan berwawasan lingkungan di lahan rawa.
3. Pemanfaatan lahan rawa dengan tanaman sagu sistem hutan dapat menjadi cadangan pangan yang lestari di mesa depan.
Saran yang diajukan adalah sebagai berikut:
1. Lebih memasyarakatkan sumberdaya pangan non beras, dengan upaya pengadaan yang ditunjang dengan dikembangkannya industri-industri pangan yang berbahan baku pangan domestik.
2. Pengembangan industri-industri pangan yang berbahan baku sagu,
3. Kebijakan pemanfaatan lahan rawa untuk tanaman padi cara monokultur untuk masa depan perlu ditinjau ulang.
4. Untuk dilakukan penelitian tentang mengubah sagu menjadi bahan pangan yang cepat diterima masyarakat dengan teknologi, misalnya dibuat beras dari sagu.

Wet Land For Environment Friendly of Food Crops CultivationBy the year 2085 the population of Indonesia is estimated to reach 339 million. This increase affects two issues i.e. increases of demand for food and pressure on the natural resources. To solve the people's demand for food, the government is so far been implementing a program to reach self sufficiency through agricultural intensification and extensification. Shortage of nice has been fulfilled by imports. Quite a number of efforts to increase national food resistance has been conducted while inspite of all, food shortage remains a mayor issue up to present. Many believe that importing rice to narrow the gap between national demand and national production of rice will place nation unenerable to danger since rice producing countries them selves face the same problem i.e. instability of production.
Method of application to cultivate rice by a large part of Indonesians is basically leading toward monoculture cultivation, which is contradictory to the natural ecological principles. Species simplification within a community will have to face natural forces that will result in the higher ecological cost to maintain th artificial ecosystem. Tendency shown by monoculture practies in agriculture will pose a challenge to the biological diversity such as destined by nature, that in turn will produce ecological and economical problems.
Food crops such as cassava, sogoo, and breadfruit are commodities which up to present undervalued as such that they remain undeveloped and begin to disappear. Wide area of unutilized land such as swampy marginal lands seattered all over the country actually could be cultivated to produce quality and nutritive food staff by low production costs using specific tropical plant adapted o local environment without conflicting ecological principles such as the sogoo plants.
Indonesia has at least 1 million hectares of sagoo forest scattered all over Indonesia in Sumatera, Sulawesi., Maluku, and Irian Jaya The eastern part of South Sumatera covering two regecies, the regencies of Musi Banyuasin and Ogan Komering Ilu, has areas of swampy land of 705.545 ha and 524.477 ha each, which largely unutilized.
Indonesian have long known diverse non rice food in South Sumatera, specific food such as empek-empek, laksan, burgo, cilimpungan and other prepared from sagoo starch and fish. Sagoo needed has been supplied from Riau and Lampung.
Problems related to food in the future could be defined as non optimal use of swampy land for food crop cultivation due to non optimal utilization of non rice resources. Reseach question to be answered are:
The Research questions are:
1. Can the usage of wet land in replacing the conservation land of agriculture into the non agriculture land in java can fill the needs of national food in the future?
2. Can the sagoo plantation give benefit when it is planted on the wet land?
3. Can the usage of wet land for planting sago by using the forest system will become for reservation continuously?
The objectives of this research are:
1. To product the needs and production of national food in the future by using wet land
2. To determine that sago plantation in wet land give benefit ecologically, economically and socially
3. To determine that the usage of wet land with sago plantation by using the forest system can become the food reservation continously
This research was started on March until August 2002. The research area was wet field in Musi Banyuasin Regency in South Sumatera Province.
The data in this research is Primer and Secondary data Secondary data gained through collecting printed data from Government's instantion, and other trusted sources (literature). Primer data gained, trough interview individual or grove approach about physic and chemical environment, and social, economy and culture, and observation, measurement, and sampling for several physical-chemical biological environment. The data are analyzed by using the descriptive analysis and dynamical analysis system.
The associated variable in this research are food and land, while the free variable are in habitants, production, productivity, food needs, the variety of vegetation and weather.
The simulation result describe that the developing of Indonesian is decreasing, however, absolutely the number of people will keep increasing and will constant (approaching zero) by the year of 2085 around 350 million people.
The result of research shows that most of the community around the area of research are block makers, labor at plantation area, and fisherman. Only 5% who works at paddy (rice) field as farmers. They do not interest in because there are too much diseases (rats and pigs), low product and puso are often happened. The harvest level for rice plantation in research area are very low around 1,5-2 tons per acre.
The result of simulation shows that the needs of plantation and field cannot be filled by the capability of harvest and field. The result of simulation shows that the limitation of field we own cannot fill the need of production. This gives effect to the our capability, that we become more relied on import from other countries.
The number people prediction by 2044 will be more than 306 million people. To fill the need of food (rice) for Indonesian people, predictable the need of food by the same year around 57 million ton. Based on the prediction, 91,8 million ton product of rice are needed, That 20,1 million acre of land are needed.
The result of simulation shows that our import is increasing, because the needs of rice and the agriculture product has bigger gap. Rice product in high-low land in Indonesia tends to decrease to double the production, four times in put of energy are need.
The result of measurement at the chance level 70%. Shows that dry season in this area occurs in July-September. The duration of sun-ray maximum temperature is 32,6°C and minimum is 22,4°C. the annually average moist is 83,2% around 80,0% (September) and 85,3% (December). The air speeds various between 1,6km/hour (November) and 2,7 km/hour (January) with average 2,1 km/hour and according to Baufort scale, the wind speeds is included in "Rather-slow wind".
Based on the result of weather adjusment shows that the research areas is very suitable (sl) for developing sago plantation. The result of research through observation, sago plantation are found in several different location. This reality ensures that the areas of research is suitable to be planted with sago.
The result of research show that the water has been changing in downstream part river because of erotion in the upstream part of river. The research area generally very acid, around 5,30-5,87.
The result of research show that flora and fauna in area of research is diverse, especially the rare fauna. The usage of the swamps have to keep the existence of biodiversity resources.
Capability to product of 170 million ton dry aci was produced of 833 million harvested tree of 1.388 million tree. The sago was planted by 100 tress/acre are needs 14 million acre. In out sider, destined 20 million acre, that still able to develop in the future.
The policy to decrease the consumption of rice is must be done, the result of simulation with policy of decreasing the consumption of rice, is 10% from the annual consumption and save the usage of land, till the year of 2065.
From result and discussion, this research has conclusion as follows:
1. The use of wet land with paddy (rice) plantation to replace the rice land that have been conversed into non agriculture land cannot fill the needs of national food in the future.
2. Sago is environmental food plantation in wet land.
3. The usage of wet land with sago plantation by using forest system will be become food reservation in the future.
Suggestion
1. More socialize the non-rice food resources, with the support of the development of food industry which use domestic food.
2. The development of food industry from sago as base material.
3. The policy of the usage of wet land for paddy (rice) plantation monoculturaly for future need to be reobserve.
4. To do a research about changing the sago into acceptable food material by using technology, as turn sago into rice made of sago.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11868
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>