Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 161436 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Hipertensi merupakan faktor risiko penyakit jantung. Endotelin-1 adalah vasokonstriktor kuat dan berkaitan dengan angiotensin II dalam pengaturan tekanan ateria. Pengaturan ini berpengaruh terhadap kondisi pantologis seperti hipertensi, gagal jantung kongesti dan gagal ginjal kronis. Tujuan penelitian ini adalah ingin membandingkan kadar endotelin-1 antara penderita hipertensi stadium 1; stadium 2 dan bukan penderita hipertensi. Rancangan penelitian ini adalah cross sectional. Subjek adalah penduduk di wilayah Kabupaten Puskesmas 2 Mlati, Sleman, DIY, pria dan wanita, usia 18-75 tahun. Hipertensi stadium 1, stadium 2 dan bukan penderita hipertensi ditentukan menuru kriteria JNC 7. Subjek penelitian diambil secara acak dengan stratifikasi, puasa minimal 8 jam sebelum sampel darah diambil untuk pemeriksaan kadar endotelin-1. Ada 43 pasien dengan hipertensi stadium 1, 54 pasien dengan hipertensi stadium 2 dan 54 orang non hipertensi. Perbedaan kadar enotelin-1 antar kelompok dianalisis dengan Anova. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kadar endotelin-1 maka semakin meningkat tekanan darah pada tahao 1 dan 2; dan peningkatan usia lebih jelas dan berarti pada kelompok usia 50-75 tahun. "
610 MUM 10:2(2010)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Harny Edward
"LATAR BELAKANG: Hipertensi merupakan salah satu masalah kesehatan yang turut berperan dalam peningkatan angka morbiditas dan mortalitas stroke, gagal jantung dan gagal ginjal. Morbiditas dan mortalitas hipertensi meningkat dengan makin banyaknya faktor risiko yang dimiliki, makin tinggi tekanan darah dan makin lama seseorang menderita hipertensi. Sampai saat ini mekanisme pasti terjadinya hipertensi belum jelas. Belakangan ini disfungsi endotel juga dikaitkan dengan hipertensi. Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan gambaran kadar sVCAM-1 dan MAU, membuktikan adanya hubungan antara kadar sVCAM-1 dan MAU, menganalisis pengaruh usia, gender, obesitas, terkendali tidaknya hipertensi, lama sakit dan kadar kolesterol terhadap kadar sVCAM-1 dan MAU pada penderita hipertensi primer.
BAHAN DAN METOPE: Penelitian ini menggunakan 65 subyek non diabetik dengan kadar hs-CRP < 5 mgIL dan protein win < 3+. Dilakukan pemeriksaan kadar sVCAM-1, K-LDL, albumin dan kreatinin urin terhadap subyek dengan protein win negatif atau trace, sedangkan subyek dengan protein urin 1+ atau 2+ hanya dilakukan pemeriksaan kadar sVCAM-1 dan K LDL. Penetapan kadar sVCAM-1 berdasarkan prinsip quantitative sandwich enzyme immunoassay, penetapan kadar K-LDL berdasarkan prinsip enzimatik homogen, penetapan kadar albumin urin berdasarkan prinsip imunoturbidimetri, penetapan kreatinin urin berdasarkan metode kinetik Jaffe dan MAU dinyatakan dengan rasio albumin 1 kreatinin urin.
HASIL: Hasil penelitian menunjukkan proporsi kadar sVCAM-1 tinggi sebesar 81,5 % dan MAU 27,7 %. Kadar sVCAM-1 tinggi dan MAU lebih banyak dijumpai pada subyek tua, lelaki, hipertensi tak terkendali, lama sakit > 10 tahun dan obese. Dari hasil analisis multivariat derigail regresi rr ultipel, Adak didapatkan korelasi -yang bermakna antara kadar sVCAM-1 dengangender dan lama sakit namun didapatkan korelasi yang bermakna antara kadar sVCAM-1 dengan usia, MAP dan K-LDL. Hubungan tersebut dapat digambarkan melalui suatu persamaan yaitu kadar sVCAM-1 = 175 + 9,7 x usia (tahun) + 5,9 x MAP (mmHg) -- 2,9 x kadar K-LDL (rngldL) dengan nilai R2 adjusted sebesar 23,1 %. Tidak didapatkan korelasi yang bermakna antara MAU dengan usia, gender, MAP. 1MT, lama sakit dan K-LDL.Tidak didapatkan korelasi yang bermakna antara kadar sVCAM-1 dan rasio A 1 K.
KESIMPULAN: Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan proporsi kadar sVCAM-1 tinggi 81,5 % dan MAU 27,7 %. Hal ini menunjukkan bahwa pada penderita hipertensi primer telah terjadi disfungsi endotel. Dari analisis multivariat menunjukkan kadar sVCAM-1 berkorelasi dengan usia, MAP dan K-LDL, sedangkan MAU tidak berkorelasi dengan variabel tersebut. Kadar sVCAM-1 tidak berkorelasi dengan MAU.

Hypertension is a health problem which contributes in the increase morbidity and mortality of stroke, heart failure, and renal failure. The morbidity and mortality of hypertension were influenced by various risk factors, the height of blood pressure and the lenght of illness. The mechanism of hypertension up to now remains unclear. Recently, endothelial dysfunction has been associated with hypertension. The aims of this study were to obtain the level of sVCAM-1 and microalbuminuria (MAU) in primary hypertension, to analyse the relationship between sVCAM-1 level and MAU, to analyse the influences of age, gender, obesity, control of hypertension, length of illness, and the level of LDL cholesterol on sVCAM-1 level and MAU.
Sixty five non diabetic subjects with hs-CRP level < 5 mg/L and protein urine < 3 + were enrolled in this cross sectional study. The level of sVCAM-1 were performed on all subjects by ELISA using reagents from R&D system, while MAU was determined by calculated the albumin : creatinine ratio in the urine. The level of LDL cholesterol was performed by homogenous enzymatic assay.
The results indicated that the proportion of increase of sVCAM-1 level was 81.5% and MAU was 27.7% in primary hypertension. Increase of sVCAM-1 level and MAU were found more frequently in older subjects, male, uncontrolled hypertension, length of illness more than 10 years, and obese subject. The results of multivariate analysis with multiple regression showed that sVCAM-1 level significantly correlated with age, mean arterial pressure (MAP), and LDL cholesterol level, but did not correlate with gender, and length of illness. The relationship could be formulated as: sVCAM-1 level = 175 + 9.7 x age (years) + 5.9 x MAP ( mm Hg) -- 2.9 x LDL cholesterol level (mgldL) with R2 adjusted 23.1%. There were no correlation between MAU with age, gender, MAP, obesity, ienght of illness, and LDL cholesterol level. The level of sVCAM-1 did not correlate with albumin:creatinine urine ratio (MAU).
Based on high proportion of increased sVCAM-1 and MAU, it is concluded that endothelial dysfunction occur in primary hypertension. The level of sVCAM-1 significantly correlates with age, MAP, and LDL cholesterol level, while MAU does not correlate with these variables. There is no correlation between sVCAM-1 level and MAU.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T21351
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fenida
"Hipertensi adalah salah satu penyakit sistim kardiovaskuler dengan prevalensi tinggi di masyarakat dan dapat menimbulkan berbagai gangguan organ vital tubuh dengan akibat kelemahan fungsi organ, cacat maupun kematian.
Banyak faktor yang mempengaruhi hipertensi tidak terkendali, namun demikian faktor mana yang paling dominan, berapa besar hubungannya belum terungkap sepenuhnya. Hal ini akan diungkapkan pada penelitian ini dengan menggunakan jenis disain kasus kontrol dimana kasus dan kontrol diambil dari pengunjung poliklinik Ginjal - Hipertensi RSUPNCM dengan besar sampel 200 untuk kasus dan 200 untuk kontrol.
Sebelum dilakukan analisis ditentukan terlebih dahulu " Cut off Point " dari variabel independen. Pada analisis bivariat ternyata variabel yang menunjukkan hubungan bermakna dengan hipertensi tidak terkendali (HTT) adalah lntensitas Terapi (IT), usia dan Body Mass Index (BMI), sedangkan variabel yang menunjukkan hubungan tidak bermakna yaitu merokok dan jenis kelamin, selanjutnya dilakukan analisis multivariat untuk menentukan model, temyata variabel yang dapat dimasukkan kedalam model adalah IT, usia dan BMI.
Untuk mengurangi risiko HTT, penderita hipertensi sebaiknya menjalani terapi nonfarmakologi (penurunan berat badan bila obesitas, latihan fisik secara teratur, mengurangi makan garam menjadi < 2,3 g Natrium atau < 6 g NaCL sehari, makan Ca, K dan Mg yang cukup dan diet, membatasi asupan alkohol , kafein, kopi, teh, berhenti merokok) dan terapi farmakologi dengan sebaik mungkin.

Hypertension is a cardiovascular disease with high prevalence in the society. The disease is able to distress vital organ function even worst death. There are two kinds of hypertension; control and uncontrolled.
Uncontrolled hypertension is influenced by many factors but the significant factors and their relationship can't be determined yet. Through this research. I would try to reveal the significant factors and their relationship. The research is used the control case design with 400 sample; case and control are taken from the visitors at the Polyclinic Ginjal-Hipertensi Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo.
Cut off point is determined from independent variables before we do analysis. Based on bivariat analysis, Define Daily Doses (DDD), age, and Body Mass Index (BMI) are significant variables for uncontrolled hypertension. On the other hand, gender and smoking are insignificant variables. Furthermore, model is determined by doing multivariate analysis. DDD, age, and BMI are variables that in fact can be input to the model.
To reduce the risk of uncontrolled hypertension, nonpharmacology and pharmacology should be treated to patients simultaneously.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2000
T1869
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hananto Andriantoro
"Percutaneous transluminal coronary angioplasty ( PTCA) is
known as the mechanical alternative intervention for
revascularization of coronary artcry stenosis.
Unfortunately reocclusion and coronary spasm is seen on quite a
number of patients. This process is said due to an imbalance of
vasoactive substances at the cellular endothelial level which cause vasoconstriction of the smooth muscle cells. It's believed that endothelin and lipid peroxidc ( oxigen frec radicals) has a significant role in this process. This study is designed to prove the hypothesis that there is an
increase of endothclin and lipid peroxide concomitantly
immediately after PTCA proseduce. On 37 patients with stenosis at left coronary artery, local plasma endothelin and lipid peroxide were measured before and after PTCA. Blood was obtained at side of coronary sinus. Endothelin was measured by specific competitive protein binding radioimmunoassay ( RIA Technique ), while lipid peroxide was measured by using Malonaldehyde (MDA) concentration. Local plasma MDA was measured by fuorosense spectrofotometri.
The results showed a significant increase of local plasma endothelin after PTCA (5,28+1-3,33 to 8,53 +1- 4,5 . Pglml, p = 0,0001) and a significant increase of local plasma MDA concentration after PTCA ( 0,540+1-0,279 to 0,868+1-0,438. Umol/L, p = 0,0001). There was no correlation found between the increase of local plasma endothelin with the duration of balloon inflation, peak pressure of balloon inflation, diameter of the balloon, length of the balloon, the number of balloon inflation. This finding suggest that beside endothelial injury during PTe" other unknown factor contribute to the increasing level of endothelin. However correlation was found between the increase of local plasma MDA and the number of the balloon inflation.
Conclusions: Local plasma endothelin and lipid peroxide were significantely increased immediately after PTCA, and there was correlation between the increase of local plasma lipid peroxide with the number of the balloon inflation."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1997
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erda Fitriani
"Judul halaman, Pernyataan Orisinalitas, Lembar Tanda Persetujuan Pembimbing, Abstrak, Daftar Isi, Daftar Gambar, Daftar Tabel, Bab I: Pendahuluan, Bab II: Orang Minangkabau Lanjut Usia: Pasien Hipertensi Rumah Saldt Cipto Mangunkusumo (RSCM), Bab III: Pola Kebiasaan Makan Lansia Hipertensi Minangkabau, Bab IV: Gaya Hidup Lansia Minangkabau Hipertensi, Bab V: Faktor-Faktor Sosial Budaya Yang Mempenganihi Kebiasaan Makan, Bab VI: Penutup, xi + 109 halaman, Bibliografi: 37 buku, 15 artikel, 2 disertasi, 1 skripsi, 4 artikel majalah, 2 website, 5 referensi. 1 makalah, Lampiran.
Tesis ini mengenai pola kebiasaan makan orang lanjut usia penderita penyakit hipertensi suku bangsa Minangkabau yang menetap di Jakarta. Orang Minangkabau termasuk kelompok usia lanjut memiliki kebiasaan makan yang suka mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung lemak dan protein tinggi, sehingga beresiko terkena penyakit hipertensi. Penelitian ini dilatar belakangi oleh banyaknya orang Minangkabau penderita penyakit hipertensi jika dibandingkan dengan suku bangsa lainnya. Bahkan menurut Kompas Cyber Media (27/10/2000) orang Sumatera Barat merupakan penderita penyakit hipertensi terbesar di Indonesia dan di dunia.
Orang lanjut usia Minangkabau yang seharusnya sudah mengatur cara makannya ketika memasuki fase degeneratif, ternyata tidak melakukannya sehingga mengalami resiko terkena penyakit hipertensi. Pertanyaannya adalah; (1) mengapa kebiasaan makan usia lanjut dipertahankan sehingga mengalami resiko terkena penyakit hipertensi, (2) bagaimana pengetahuan, kepercayaan dan kebiasaan makan kelompok usia lanjut, (3) Bagaimana pengetahuan, kepercayaan dan kebiasaan makan kelompok lanjut usia tersebut mempengaruhi kesehatan.
Penelitian ini dilakukan dengan mengunakan metode penelitian kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi partisipasi dan wawancara mendalam. Wawancara dilakukan untuk mengumpulkan informasi tentang kebiasaan makan informan sebelum sakit dan sesudah sakit dan kebiasaan makan keluarga pagi, Siang dan malam, dan pada waktu upacara. Wawancara dilakukan dengan bahasa Minangkabau dan bahasa Indonesia.
Setelah dilakukan penelitian terhadap lansia Minangkabau penderita penyakit hipertensi yang pernah di rawat di rumah sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, ditemukan bahwa adanya gaya kebiasaan makan tertentu dari Para lansia Minangkabau penderita penyakit hipertensi. Sebelum sakit kebiasaan makan lansia yaitu tiga kali sehari. Makan pokok mereka terutama adalah nasi. Mereka sering mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung lemak seperti daging, dan santan. Cara pengolahan makanan yang sering mereka lakukan adalah gulai dan goreng. Setelah sakit hipertensi kebiasaan makan mereka tidak banyak mengalami perubahan.
Berbagai faktor yang menjadi penyebab kebiasaan makan lansia yaitu; Faktor budaya makan orang lansia, makna simbolik makanan, kesukaan makanan atau selera, faktor keinginan untuk mendapat status yang tinggi dan makanan yang memiliki nilai tinggi dan gengsi. Terdapat juga faktor ekonomi yang cukup dan ketersediaan bahan makanan.
Faktor gaya hidup lansia dapat mempengaruhi kesehatan. Faktor gaya hidup seperti kurang beraktivitas karena telah lanjut usia dan tidak bekerja lagi, kebiasaan merokok terutama lansia laki-laki, kebiasaan minum kopi, dan stress, merupakan faktor resiko munculnya penyakit hipertensi pada lansia. Dari hasil penelitian diketahui bagi sebahagian besar lansia menyatakan sulit mengubah kebiasaan mereka yang lama. Namun peran keluarga sangat penting dalam mendorong lansia untuk mampu mengubah kebiasaan mereka yang lama."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T13778
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Leo Alfath Araysi
"Latar belakang: Kanker ovarium diduga dapat menyebabkan penurunan fungsi dan kerusakan ginjal. Cisplatin salah satu terapi kanker ovarium bersifat nefrotoksik. Kerusakan ginjal ini terjadi melalui berbagai mekanisme, salah satunya adalah peningkatan ekspresi ETAR. Kurkumin diduga mampu menurunkan ekspresi ETAR pada jaringan ginjal yang rusak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek ko-kemoterapi kurkumin pada cisplatin terhadap ekspresi ETAR serta gambaran histopatologi jaringan ginjal pada tikus model kanker ovarium. Metode: 24 tikus wistar betina dibagi menjadi empat kelompok: Kelompok normal sham (N), kanker ovarium tanpa perlakuan (Ca), kanker ovarium yang mendapat 4 mg/KgBB cisplatin (Cis), dan kanker ovarium yang mendapat 4 mg/KgBB cisplatin +100 mg/KgBB kurkumin (Cis+Cur). Setelah 3 minggu tikus dikorbankan, ginjal tikus diambil untuk pengamatan histopatolgi serta ekspresi mRNA ETAR. Hasil: Pada pengamatan histopatologi Masson Trichrome ditemukan fokus fibrosis pada kelompok tikus Ca dan Cis. Melalui qRT-PCR diketahui bahwa ekspresi mRNA pada kelompok Ca dan Cis relatif sama, namun meningkat masing-masing sebesar 133% (2,33 kali lipat) dan 123% (2,23 kali lipat) dibandingkan dengan kelompok normal. Sedangkan pada kelompok Cis+Cur terdapat penurunan ekspresi mRNA sebesar 31,5% (0.315 lebih rendah) dan 34,4% (0.344 lebih rendah) berurutan dibanding kelompok Cis dan Cur. Tidak ditemukan perbedaan bermakna secara statistik antar kelompok uji. Kesimpulan: Kanker ovarium dapat memicu kerusakan ginjal pada tiku dibuktikan dengan peningkatan ekspresi mRNA ETAR dan fokus fibrosis. Pemberian cisplatin pada dosis terapeutik tidak meningkatkan ekspresi mRNA ETAR pada jaringan tikus model kanker ovarium, meski demikian pemberian kurkumin sebagai ko-kemoterapi menurunkan ekspresi mRNA ETAR dan fokus fibrosis meskipun tidak bermakna secara statistik.

Background: Ovarian cancer is believed can lead to renal functional deterioration Furthermore, cisplatin as chemotherapeutic agent has nephrotoxic effects. Increased expression of the Endothelin A receptor (ETAR) is thought to be one of the mechanisms. Curcumin is believed to have protective effects in injured kidney. This study is to evaluate the co-chemotherapy effects of curcumin for cisplatin upon ETAR expression and histopathological appearances in rats’ kidney. Method: Total of 24 wistar rats, devided into four treatment groups: normal group (N), ovarian cancer without treatment group (Ca), ovarian cancer which received cisplatin 4 mg/kgBW group (Cis), and ovarian cancer which received cisplatin 4 mg/kgBW + 100 mg/kgBW curcumin group (Cis+Cur). Kidney tissue specimen was obtained for histopathological examination and ETAR messenger ribonucleic acid (mRNA) expression. Results: Fibrosis foci were found at kidney tissue of Ca and Cis group. The mRNA expression level among Ca and Cis group were relatively equivalent; however increased by 133% (2,33 fold) and by 123% (2,23 fold), respectively compared to N group. Meanwhile, the Cis + Cur group decreased by 31.5% (0.315 lower) and 34.4 % (0.344 lower) compared to Cis and Ca group respectively. There are no statistical significant among the experiment groups. Conclusion: Ovarian cancer is associated with kidney injury, demonstrated by increased of ETAR mRNA and fibrosis foci formation. Therapeutic dose cisplatin do not increased ETAR mRNA in the kidney of ovarian cancer rat. Curcumin administration as co-chemotherapeutic agent result in the decrease of ETAR mRNA level and the decrease of fibrosis foci formation."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rissa Ummy Setiani
"Maen pukulan merupakan budaya Betawi yang mengandung unsur olah raga, budaya, spiritual, dan bela diri. Ia merupakan warisan yang hidup pada masyarakat Betawi serta Jakarta dan sekitarnya. Satu aliran maen pukulan yang relatif lama, eksis, dan populer pada masa kini ialah Beksi Tradisional H. Hasbullah. Tujuan penelitian ini ialah mengkaji penggunaan memori kolektif pada perguruan maen pukulan Beksi Tradisional H. Hasbullah sebagai bagian dari budaya masyarakat Betawi dilihat dari sistem pewarisan dan pengelolaan perguruan pada masa kini. Pada perguruan tersebut, memori yang terpelihara terbagi menjadi memori individu yang teraplikasi pada guru maen pukul dan memori kolektif yang terdapat pada komunitas. Menggunakan tiga teori mengenai memori kolektif oleh Rubin, Bernecker, dan Halbwachs ditemukan bahwa maen pukulan Beksi Tradisional H. Hasbullah berkembang menggunakan memori kolektif para guru, murid, serta masyarakat yang menanggap pertunjukan Beksi. Ditemukan pula memori individu guru membentuk pola pewarisan yang ia pilih bagi muridnya serta tipe pengelolaan yang digunakan dalam kepengurusan perguruan. Memori kolektif berperan pada pertunjukan yang mengandung Beksi di dalamnya. Memori menjadi panduan ketika terjadi perbedaan walau di sisi lain, memori yang tereduksi menyebabkan terjadinya pengerucutan pakem pertunjukan. Penelitian ini menunjukkan pentingnya peran memori kolektif untuk eksistensi dan perkembangan maen pukulan di masa depan.

Maen pukulan is a part of Betawinese tradition that contains sport, cultural, spiritual, and martial arts elements. It is a living heritage among Betawinese community and is found in Jakarta and its surrounding areas. A relatively old school of maen pukulan which still exists and popular today is the H. Hasbullah’s Traditional Beksi. This research aims to investigate the use of collective memory in the current Maen Pukulan Beksi Traditional H.Hasbullah schools as a part of Betawinese culture related to its cultural inheritance pattern and management. At the maen pukulan schools, there are two types of preserved memory. The first is individual memory which is applied by the maen pukulan gurus and the second is collective memory which is found among the community. Using three theories about collective memory by Rubin, Bernecker, and Halbwachs, it is found that the traditional maen pukulan Beksi of H. Hasbullah has developed through the collective memory of the gurus, students, and the publics who perceive the Beksi performance. It is also found that individual memory of the gurus forms an inheritance pattern which they choose for their students and the type of management use at the maen pukulan school organisation. Collective memory has its role in the performance that contains Beksi in it. The memory, on the one hand, becomes their guide when there is a dispute about Beksi. On the other hand, reduced memory has caused some changes and reduction, along with the continuity in the maen pukulan Beksi performance. This research shows the important role of collective memory in maintaining the existence and development of maen pukulan in the future.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indoneisa, 2017
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indriawati
"ABSTRAK
Obat merupakan salah satu kornponen penting dan memeriukan biaya besar
dalarn pelayanan kesehatan. Harganya relatif mahal dan tidak berpihak kepada
konsumen, sehingga bisa menyebabkan temjadinya moral hazard pada para pelaku
kesehalan. Pasien tidak bisa memilih sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan
bayarnya karena mempunyai kctcrbatasan kemampuan.
Salah satu pengendalian biaya kesehatan yaitu melalui jaminan pelayanan
kesehatan sosial yang ditangani oleh PT Askes. Pelayanan yang dibenikan
seharusnya bersifat komprehensif, tetapi kenyataannya jaminan ditekankan pada
pcnycmbuhan dan pemulihan dengan iur biaya (cost sharing), ini berlaku untuk
pelayanan obat. Pengendalian biaya obat askes melalui penggunaan DPHO.
Penulisan resep dokter diluar DPI-I0 dapat membcratkan pasicn askes, apalagi
pada penderita penyakit kronis seperti hipertensi. Di RSUD Gunung Jati tahun 2006
penyukit hipertensi merupakan peringkat empat kelornpok penyakil di instalasi rawat
jalan dcngan kunjungan 470 pasien per bulan.
I Pcnclitian ini dilakukan untuk mengetahui pola peresepan dan biaya obat
pasien askes sosial penderita hiperlensi Instalasi Rawat Jalan RSUD Gunung J ati dan
perbedaan biaya obat gcncrik pcngganti obat bermerk di luar DPI-I0 yang ditulis dokter. Jenis penelitian kuantitatif dengan metode survey, dan dilakukan analisis data
dengan Wilcoxon's Signed Rank Test, Mann-Whitney Test, Kruska!-Wallis Test.
Hasil pcnelitian diketahui bahwa penderita hipertensi lebih banyak yang
mempunyai penyakit lainfpenyerta, dan terbanyak diabetes mellitus (49%). Resep
dokter untuk penderita hipertensi pescrta askes sosial semua obatnya masuk DPI-IO..
Obat antihipertensi yang terbanyak ditulis dokter adalah Amlodipin scbanyak SI R/
(2l,34%) dari total obat antihipertensi.
Dari hasil analisis diketahui jumlah item obat (R/) rata-rata = 2,8lR/, besar
rata-rata biaya obat pada penulisan rescp_dokter Rp 70.167 dan pelayanan apotik
Rp 5. 128, dengan nilai p = 0,000 menunjukan adanya perbedaan ra1a~rala besar biaya
obat amara keduanya. Hasil perbandingan rata-rata besar biaya obal pada pcnulisan
resep doktcr, ada perbedaan (p < 0,05) pada penulisan resep antar dokter, antar
poliklinik, antar kelompok umur pasien dan anlar penyakit pcnycrta serta tidak ada
perbedaan antar kelompok tempat tinggal dan antar jenis kelamin pasien. Hasil
perbandingan rata-rata jumlrtth item obat ada perbedaan (p < 0,05), pada pcnulisan
resep amar poliklinik dan antar penyakit penyerta serta tidak ada perbedaan (p > 0,05)
untuk penulisan resep antar dokter, antar jenis kelamin , antar umur dan antar kota
tempat tinggal pasien.
Kesimpulan dari pcnelitian ini adalah tidak ada obat di luar DPHO yang
ditulis dokter untuk pasicn askes sosial penderita hipertensi. Rata-rata jumlah item
obat pcrlcmbar resepnya 2,81 dan biaya penulisan resepnya sebcsar Rp 70.l67.
Sebagai saran kcpada rumah sakit agar terus melakukan pemantauan terhadap
para dokter tentang pcnulisan resep dalam DPI-IO untuk pasicn askes. Sedangkan
untuk P.T Askes dan Apotik Askes agar selalu rnenyedial-can obat yang diresepkan
dokter dan dapat mcmberikan obat kepada pasien sesuai resep dokter dan kctentuan
DPI IO (maksimal untuk 30 hari).

ABSTRACT
Medication is one of important component and needs great cost in health
service. The prices are relatively expensive and not stand for consumer, so that it
could cause moral hazard to health agent. Patient could not choose appropriate with
needs and ability to pay because has limited ability.
One of the health cost restriction is through social health service guarantee
that handled by PT Askcs. Given service should comprehensive, but apparently
guarantee stressed to heal and curing with cost sharing, it prevails for medication
service. Cost control of medication health assurance through using DPHO.
Doctor prescription outside DPHO could against health assurance patient,
especially on chronic diseases patient such as hypertension. In RSUD Gunung Jati
year 2006 hypertension disease is forth level disease group in outpatient installation
with visitation of 470 patients per month.
This research conducted to recognize prescription design and medication cost
of social health assurance patient with hypertension. RSUD outpatient installation
Gunung Jati and difference of genetic medication as substitute of branded medication outside DPHO that written by doctor. Quantitative research type conducted with
survey method, and conducted data analysis by Wi1coxon?s Signed Rank Test, Mann-
Whitney Test, and Kruskal-Waillis Test.
Research result known that more hypertension patient has other
disease/participate: and the most is diabetes mellitus (49%). Doctor prescription for
hypertension patient of social health assurance participant all of the medication
included in DPHO. The most anti-hypertension medication that written by doctor is
Amlodipin as much as Sl R/(21 ,34%) from total medication of anti-hypertension.
From analysis result known that average medication item (Rf) = 2,8lR/,
average medication cost on doctor prescription is Rp 70.167 and pharmacy service is
Rp. 5.128, with p value = 0,000 shows a difference of average medication cost
between both. Equivalent result of average medication cost on doctor prescription
there is difference (p < 0,05) on prescription between doctor, between polyclinic,
between patient age group and between disease participator and there is no difference
between residence groups and between patient gender. There is a difference of
average equivalent result of total medication item (p < 0,05) for prescription between
doctor, between gender, between ages and between patient town.
Conclusion from this research is not medication outside DPHO that written by
doctor for social health assurance hypertension patient. Total average of medication
item prescription sheet is 2,81 and prescription cost is Rp. 70. 167.
Suggested hospitals constantly do monitoring toward doctor about
prescription in DPHO for health assurance patient. While suggested both PT Askes
and Askes Pharmacy to give medication for patient appropriate with doctor
prescription and DPI-IO regulation (maximally 30 days).

"
2007
T34504
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rudy Rustam
"ABSTRAK
Hipertensi esensial sampai sekarang dianggap tidak mempunyai suatu etiologi yang jelas, melainkan terjadinya dipengaruhi oleh berbagai faktor. (2, 4, 9, 10, 11). Dengan demikian hipertensi esensial sering disebut sebagai suatu penyakit multifaktorial. Diperkirakan 90 % daripada kasus-kasus hipertensi merupakan hipertensi esensial/primer, sedangkan sisanya merupakan hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang terjadi sebagai akibat suatu gangguan fisik tertentu (gangguan renalis, gangguan CNS, gangguan adrenal, toksemia gravidarum).
Hipertensi merupakan masalah kesehatan penting bagi dokter yang bekerja pada pelayanan kesehatan primer, karena angka prevalensi yang tinggi 1,8-28,6 % (Boedi Darmoyo, 1977) dan selain itu mempunyai penyulit jangka panjang yang dapat mengenai target organ seperti otak, mata, jantung, ginjal. (2)
Berbagai hal seperti faktor genetik/hereditas, asupan garam, obesitas, gangguan pompa Na+Ca+2 melalui membran sel, stres; telah dibuktikan dapat menaikkan tekanan darah. (2, 9, 11).
Salah satu teori yang turut mendukurig tentang terjadinya hipertensi esensial yaitu faktor kepribadian. Dikatakan bahwa pada hipertensi esensial terdapat ciri-ciri kepribadian yang khas yaitu adanya hostilitas yang tinggi tapi dengan supresi dan represi secara lahiriah dari luar nampaknya tenang, submisif. (1, 4, 5, 6, 7, 11). Diduga bahwa hostilitas yang tinggi ini diinhibisi melalui perubahan-perubahan hormonal dan pembuluh darah berperan pada terjadinya hipertensi esensial. (4, 7, 8, 11).
"
1988
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sigarlaki, Herke J. O.
"ABSTRAK
Pada akhir-akhir ini telah terjadi pergeseran pola penyakit yaitu dari penyakit infeksi ke penyakit degeneratif termasuk penyakit hipertensi, dari beberapa penelitian sebelumnya terungkap bahwa ada faktor risiko terhadap kejadian hipertensi, namun demikian faktor mana yang paling dominan, berapa besar hubungannya belum terungkap sepenuhnya.
Hal ini akan diungkapkan pada penelitin ini, dengan mempergunakan jenis disain kasus kontrol dimana kasus dan kontrol diambil dari pengunjung RSU FK-UKI Jakarta dimana besar sampel 130 untuk kasus dan 130 untuk kontrol.
Sebelum dilakukan analisis ditentukan terlebih dahulu "Cut off Point" dari variabel independen yang kontinuous (umur, konsumsi garam, obesitas); dengan mengunakan program stata ditentukan Area under ROC Curve Maksimal. Hasil penelitian menunjukan bahwa pada analisis bivariat ternyata yang berhubungan dengan kejadian hipertensi adalah umur, riwayat keluarga, konsumsi garam, stres dan obesitas. Sedangkan pada analisis selanjutnya yaitu pada penentuan model, ternyata variabel-variabel yang masuk dalam model adalah variabel: konsumsi garam, umur, riwayat keluarga, obesitas (BMI), stres.
Ternyata hasil penelitian menunjukan bahwa yang berhubungan dengan kejadian hipertensi adalah sebagai berikut: konsumsi garam dengan OR=4,574, umur dengan OR=6,399, riwayat keluarga dengan OR=5,746 dan obesitas (BMI) dengan OR=2,448.
Dari hasil penelitian ini juga dapat dibuat beberapa saran antara lain dibuat penelitian yang belum terungkap sepenuhnya dalam penelitian ini dan beberapa saran yang berhubungan dengan pencegahan hipertensi.
Daftar bacaan : 40 (1973 - 1995)

ABSTRACT
In the last decade there has been a transition from Infections disease to Degenerative disease including hypertension, based on several research study depicted there 're several risk factors causing hypertension, but dominant risk factor particularly its influence still unclear.
The purpose of this study will disclose the risk factors of hypertension an a Case Control study was chosen as a design which Case Control were taken from patient seeking treatment at General Hospital Medicine Faculty Christian University of Indonesia, 130 Cases and Control were collected.
Prior further analysis must be carried out " A Cut off point- of independent variable with continue value (age, salt intake, obese) must be determined through Stata program which depicting Maximum Area Under ROC.
The bivariant analysis study result shown that hypertension was influenced by age, inherity, salt intake, stress, and obese. Furthermore a Multiple Regression analysis mandatory for a model from shown that salt intake, age, inherity, obese and stress were fit to from a model.
The end of the result proof that salt intake (OR=4,750), age (OR=6,339), inherity (OR=5,746) and obese (OR=2,448) play an important rule of hypertension.
Also based on this research study suggestion should be made several forthcoming research study necessary for hypertension prevention.
"
Depok: Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>