Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 54412 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Pertemuan sebagian besar masyarakat, dengan kemampuan fisik dan kebutuhan yang berbeda, di ruang perkotaan akan memunculkan kegiatan, obyek, dan tempat yang beragam dan berbeda-beda. untuk mendapatkan kualitas ruang perkotaan yang baik, kebutuhan akan akses yang mudah dan mampu menawarkan pilihan-pilihan terhadap keragaman dan perbedaan menjadi penting. Pengaturan informasi-informasi tentang kegiatan, obyek, dan tempat beragam dan berbeda akan diperlukan untuk memudahkan pengguna dalam berorientasi dan berkegiatan di ruang perkotaan juga menjadi prasyarat bagi ruang perkotaan yang baik. Tulisan ini merupakan studi teoritis yang berupaya mengeksplorasi sejauh mana elemen tata informasi dapat menjadi penentu terbentuknya ruang perkotaan yang baik atau ruang perkotaan yang aksesibel."
720 JAKUAJ 1:1 (2003)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dhurandhara Hidimbyatmaja Kartika Putra
"[ABSTRAK
Tesis ini mengambil studi kasus kegiatan keagamaan yang dilakukan Majelis Rasulullah di Pancoran, Kebayoran Lama dan Monumen Nasional. Menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif untuk data penguat, penelitian ini menemukan jika meskipun Majelis Rasulullah menggunakan ruang publik untuk kegiatannya, namun masyarakat di sekitarnya tidak terganggu karena berimbas positif kepada kegiatan sosial dan ekonomi mereka. Temuan lapangan kemudian dianalisis menggunakan 3 konsep ruang Henry Lefebvre: tindakan keruangan, konsep serta representasi ruang, dan ruang yang dihidupi atau ruang representasi. Tindakan keruangan dilakukan dengan kegiatan keagamaan di ruang publik, dengan adanya simbol-simbol yang ditunjukkan melalui bendera Majelis Rasulullah hingga pakaian muslim di ruang representasi. Hal ini dilakukan untuk mewujudkan konsep akan ruang oleh Majelis Rasulullah berupa Jakarta kota Sayyidina Muhammad SAW.;

ABSTRACT
This thesis is a case study of religious activities conducted Majelis Rasulullah in Pancoran, Kebayoran Lama and the National Monument. Using qualitative and quantitative methods for data amplifier, this study found that if though Majelis Rasulullah use of public space for activities, but the people are not bothered because a positive impact on their social and economic activities. Field findings were analyzed using a 3 concept of space by Henry Lefebvre: spatial practice, conceptualized space or representations of space and lived space or representational space. Spatial practice carried out by religious activities in public space with the symbol shown through the Majelis Rasulullah flag to moslem clothing in the representational space. This is done to realize the concept of space by Majelis Rasulullah: Jakarta as a City of Sayyidina Muhammad SAW., This thesis is a case study of religious activities conducted Majelis Rasulullah in Pancoran, Kebayoran Lama and the National Monument. Using qualitative and quantitative methods for data amplifier, this study found that if though Majelis Rasulullah use of public space for activities, but the people are not bothered because a positive impact on their social and economic activities. Field findings were analyzed using a 3 concept of space by Henry Lefebvre: spatial practice, conceptualized space or representations of space and lived space or representational space. Spatial practice carried out by religious activities in public space with the symbol shown through the Majelis Rasulullah flag to moslem clothing in the representational space. This is done to realize the concept of space by Majelis Rasulullah: Jakarta as a City of Sayyidina Muhammad SAW.]"
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sylva Asihtrisna Asmarawati Irnadiastputri
"[ABSTRAK
Perkembangan manusia menyebabkan krisis lingkungan dan memunculkan pemikiran pembangunan berkelanjutan sebagai upaya mengatasinya. Kota hijau merupakan sebuah metafora dari pencapaian tujuan- tujuan pembangunan perkotaan berkelanjutan. Kota hijau diwujudkan melalui pemenuhan 8 atribut, terdiri atas green planning and design, green community, green open space, green water, green waste, green building, green transportation, dan green energy. Salah satu atribut yang secara nyata dapat diukur dan telah menjadi masalah adalah green open space (ruang terbuka hijau). Isu kebutuhan akan ruang terbuka, terutama ruang terbuka hijau, muncul sebagai akibat perubahan lingkungan fisik yang terjadi di tingkat nasional dan internasional.
Kota Depok sebagai kotamadya yang baru berusia 14 (empat belas) tahun, secara administratif berada di bawah kewenangan Provinsi Jawa Barat, tetapi perkembangannya sangat dipengaruhi oleh Provinsi DKI Jakarta. Kota Depok merupakan wilayah hunian tujuan masyarakat Jabodetabek dan wilayah dengan fasilitas pendidikan yang dituju oleh seluruh Indonesia. Kota Depok telah berkomitmen untuk berupaya mewujudkan kota hijau melalui penandatanganan Piagam Kota Hijau tanggal 8 November 2012. Kemampuan kota Depok mewujudkan kota hijau dapat dilihat berdasarkan daya dukung dan daya tampung, potensi sosial dan budaya serta penegakan hukum di kota tersebut.

ABSTRACT
Human development causes environmental crisis and bring sustainable development thinking to handle. Green city is a methaphor of achieving sustainable urban development goals. Green city realized through the fulfillment of 8 atributes, consist of green planning and design, green community, green open space, green water, green waste, green building, green transportation, and green energy. One of the atributes that can actually measured and has become a problem is green open space. The issue of open space necessity, especially green open space, appear as the result of physical environmental changes that occur at the national and international level.
Depok City as a 14 years municipality, is administratively under the authority of West Java province, but its’ development is strongly influenced by DKI Jakarta. Depok is a residential area aimed by Jabodetabek society and have educational facility for Indonesia. Depok has committed for struggle create green city through the the signing of Green City Charter date 8th November 2012. The ability of Depok to make green city into realize can be seen by carrying capacity, social and cultural potential as well as law enforcement in the city., Human development causes environmental crisis and bring sustainable development thinking to handle. Green city is a methaphor of achieving sustainable urban development goals. Green city realized through the fulfillment of 8 atributes, consist of green planning and design, green community, green open space, green water, green waste, green building, green transportation, and green energy. One of the atributes that can actually measured and has become a problem is green open space. The issue of open space necessity, especially green open space, appear as the result of physical environmental changes that occur at the national and international level.
Depok City as a 14 years municipality, is administratively under the authority of West Java province, but its’ development is strongly influenced by DKI Jakarta. Depok is a residential area aimed by Jabodetabek society and have educational facility for Indonesia. Depok has committed for struggle create green city through the the signing of Green City Charter date 8th November 2012. The ability of Depok to make green city into realize can be seen by carrying capacity, social and cultural potential as well as law enforcement in the city.]"
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afri Fauzi
"Obyek penelitian yang dikaji dalam skripsi ini adalah pemukiman masyarakat Cina di Kota Indramayu, Jawa Barat. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran dan mengetahui kedudukan pemukiman masyarakat Cina di dalam tata ruang Kota Indramayu. Melalui observasi diketahui bahwa pada pemukiman masyarakat Cina di Kota Indramayu dapat dijumpai elemen-elemen pemukiman masyarakat Cina seperti: klenteng, bangunan-bangunan ruko/pasar, akses/orientasi bangunan-bangunan pada pemukiman, serta pelabuhan. Hasil analisis internal terhadap pemukiman masyarakat Cina di Kota Indramayu diketahui bahwa struktur pemukimannya membentuk pola grid dengan sumbu vertikal utara-selatan dan lintang horisontal barat-timur. Dari pola yang demikian, nampak adanya pembagian wilayah yang memperlihatkan fungsi komersial dan strata sosial yang berbeda. Perbedaan ini tergantung pada tingkat kemudahan aksesibilitasnya. Jalan-jalan primer membagi kawasan Pecinan yang memiliki tingkat komersial paling tinggi. Jalan-jalan tersebut juga dapat memperlihatkan batas-batas wilayah pemukiman. Sementara jalan-jalan sekunder merupakan jalan-jalan kecil di antara ruko_ruko yang lebih dikenal dengan gang-gang. Gang-gang ini menghubungkan daerah belakang dengan daerah depan dari pemukiman masyarakat Cina. Ukurannya relatif sempit sehingga gang-gang tersebut hanya dapat dilalui oleh pejalan kaki dan kendaraan_kendaraan seperti motor, becak, dan sepeda. Bangunan-bangunan hunian yang besar dan berornamen mewah menempati daerah di kiri-kanan jalan-jalan primer komersial. Sementara kelompok masyarakat Cina biasa menempati rumah-rumah kecil yang jauh dari jalan-jalan primer. Disamping itu, keletakkan klenteng ternyata memperlihatkan penafsiran yang berbeda-beda di sejumlah kawasan. Hasil analisis ekstemal menunjukkan bahwa di dalam tata ruang Kota Indramayu, pemukiman masyarakat Cina terletak di antara pemukiman Eropa (di utara) dan pemukiman Pribumi-Arab (di selatan) (mediating position). Pemukiman yang dibentuk atas dasar pola grid ini merupakan kawasan yang di dalamnya berlangsung interaksi keruangan, sosial, ekonomik, dan nilai-nilai budaya. Di satu sisi pemukiman masyarakat Cina ini merupakan daerah tertutup, monorasial yang warganya bersandar pada nilai-nilai solidaritas internal dan kekeluargaan. Di sisi lain wilayah ini juga merupakan kawasan multirasial; yakni sebagai pusat kegiatan ekonomi kota yang masyarakatnya heterogen baik dari kebudayaannya (etnik) maupun status sosialnya. Melalui penafsiran peran perantara terhadap tata letak pemukiman masyarakat Cina di dalam tata ruang Kota Indramayu, diketahui bahwa daerah ini memiliki peran perantara (mediating role) baik dalam politik (struktural) maupun ekonomi (fungsional)"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2003
S11517
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ondowafo, David
"Untuk memperoleh gelar Magister Sosial pada Program Pascasarjana Universitas Indonesia FISP-UI, penulis melakukan penelitian dengan judul tersebut di atas, dan tujuan penelitian adalah mendeskripsikan dan membahas Peran Badan Keswadayaan Masyarakat dalam pelaksanaan P2KP di Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, studi kepustakaan dan wawancara tidak berstruktur. Pemilihan informan ini menggunakan snow ball technique.
Kesimpulan yang diperoleh dari pembahasan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut
Peranan manajerial Badan Keswadayaan Masyarakat adalah sebagai fasilitator dan pendamping dalam proses penyusunan proposal peminjaman modal usaha dan penyaluran pinjaman modal usaha, dan jugs berperan sebagai motivator dan pemandu dalam proses pengembalian pinjaman modal usaha tersebut. Peran manajerial yang demikian itu merupakan penjabaran peran pokok BKM sebagaimana yang diatur dalam Manual P2KP, yakni menilai dan memberikan persetujuan, serta mengkoordinasikan rencana-rencana kegiatan KSM, baik yang berupa kelompok-kelompok usaha bersama (kube), maupun kelompok pengelola pembangunan prasarana dan sarana dasar lingkungan. BKM mempunyai tanggung jawab untuk merealisasikan pengelolaan dana modal bergulir di masyarakat wilayah penerima bantuan. Kelemahan peran manajerial BKM ini adalah bahwa BKM kurang pandai dalam membantu KSM-menyusun perencanaan dan penentuan tujuan peminjaman modal; mengkaji dan menyetujui permintaan pencairan dana bantuan; dan mengembangkan manajemen sumberdaya, terutama sumber daya KSM.
Peran teknis Badan Keswadayaan Masyarakat adalah sebagai pemantau kegiatan usaha KSM. Hal ini sejalan dengan ketentuan bahwa BKM berhak membahas, menyusun prioritas pendanaan dan mengawasi pelaksanaan kegiatan-kegiatan KSM berikut perguliran dananya. Kelemahan peran teknis BKM ini adalah bahwa BKM kurang mampu dalam melakukan koordinasi yang diperlukan untuk memfasilitasi kegiatan KSM; melakukan pemantauan kegiatan KSM; serta membantu menyusun dan menetapkan kegiatan KSM yang diprioritaskan.
Peran sosiabilitas Badan Keswadayaan Masyarakat adalah sebagai motivator, fasilitator dan koordinator kegiatan usaha KSM. Kelemahan peran sosiabilitas BKM ini adalah bahwa BKM kurang mampu membantu KSM dengan kegiatan-kegiatan manajemen konflik, manajemen sumber daya, koordinasi dan pemantauan kegiatan KSM untuk mensosialisasikan kebijakan P2KP; penyediaan kotak saran dan menindaklanjuti setiap saran dan keluhan yang dimasukkan kedalam kotak saran sebagai media komunikasi dan motivasi.
Faktor pendukung peran BKM sebagai organisasi pendamping dalam pelaksanaan kegiatan P2KP di Kecamatan Tanah Sareal adalah kemampuan dan pengalaman berorganisasi para pengurus BKM, insentif untuk para pengurus BKM yang dapat digunakan untuk memperlancar aktivitas administrasi BKM kebijakan P2KP yang menyatakan BKM berhak membahas, menyusun prioritas pendanaan dan mengawasi pelaksanaan kegiatan-kegiatan KSM berikut perguliran dananya, dan pengakuan terhadap eksistensi BKM, karena BKM dibentuk dari unsur-unsur lembaga swadaya masyarakat setempat.
Faktor penghambat peran BKM sebagai organisasi pendamping dalam pelaksanaan kegiatan P2KP di Kecamatan Tanah Sareal adalah keterbatasan sumber daya manusia di kalangan anggota-anggota KSM, mentalitas KSM dan tradisi lokal yang kurang mendukung rasionalisasi, praduktivitas dan efisiensi peminjaman modal bergulir dari P2KP, keterbatasan alokasi dana taktis operasional yang diperlukan untuk memperlancar dan memperluas aktivitas BKM, dan keterbatasan waktu di kalangan pengurus BKM, karena para pengurus BKM mempunyai pekerjaan pokok, dan eksistensinya sebagai pengurus BKM masih dipandang sebagai partisipasi sosial."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13864
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjuntak, Mangara
"Terjadinya krisis moneter yang terus berkepanjangan hingga saat ini, telah menambah jumlah angka kemiskinan di Indonesia. Krisis tersebut selain berdampak pada perubahan tatanan dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat maupun bernegara. Badan Pusat Statistik (2000) mencatat, dalam kurun waktu 1997-1999 angka pengangguran terbuka naik dari 4,79% menjadi 6,4%, suatu gambaran kenaikan yang relatif tajam. Kondisi ini telah membuat jumlah kelompok miskin semakin bertambah seperti pada tahun 1998 jumlah kelompok miskin sebanyak 34,5 juta menjadi 49,5 juta jiwa pada tahun 1999. Bahkan diprediksikan pada tahun 2001 penduduk miskin meningkat menjadi 80 juta-an jiwa (30%). Sebenarnya pemerintah telah melakukan berbagai program pembangunan yang bertujuan menanggulangi kemiskinan seperti program TAKESRA, KUKESRA, KUT, IDT, dengan pendekatan sentralistik dan top-down yang kurang memperhatikan kondisi daerah.
Untuk mengatasi dampak krisis ekonomi tersebut terhadap masyarakat miskin, maka pemerintah melakukan berbagai program seperti Jaring Pengaman Sosial (JPS), Pemberdayaan Daerah dalam Mengatasi Krisis Ekonomi (PDMKE), maupun bantuan sembako melalui pasar murah. Semuanya lebih bersifat darurat dan mengarah pada pola konsumtif. Berkaitan dengan masalah kemiskinan tadi, pemerintah melakukan perubahan pendekatan dengan menganut pendekatan "pemberdayaan" yang lebih berorientasi pada peningkatan kemampuan masyarakat miskin dengan penguatan institusi lokal. Salah satu program yang dimunculkan adalah "Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan" (P2KP) sebagai program pemberdayaan masyarakat miskin, agar mereka dapat menolong dirinya sendiri (self-help).
Proses pemberdayaan ini menekankan kepada proses memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kewenangan, kekuatan dan meningkatkan kemampuan masyarakat miskin agar mereka lebih berdaya. Dengan kata lain proses pemberdayaan ini harus mampu menyerap aspek-aspek pemberdayaan dalam setiap kegiatan pelaksanaan P2KP seperti (1) perencanaan program tumbuh dari KSM; (2) KSM sebagai aktor utama pelaksana program ; (3) adanya partisipasi dan swadaya KSM; dan; (4) Implementasi program lebih mengutamakan proses daripada hasil.
Bila dikaitkan dengan konsep pemberdayaan tadi, maka permasalahan dalam pelaksanaan P2KP sebagai pemberdayaan masyarakat miskin adalah "apakah sudah terserap aspek-aspek pemberdayaan dan sasaran program adalah orang miskin?. Permasalahan ini memunculkan pertanyaan penelitian yaitu: (1) Aspek-aspek pemberdayaan apa yang diserap dalam pelaksanaan P2KP; (2) Bagaimana proses pemberdayaan masyarakat miskin; (3) Peranan fasilitator dalam proses pemberdayaan masyarakat miskin; (4) Hambatan apa yang dijumpai dan usaha mengatasinya.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif untuk menghasilkan informasi-informasi tentang data-data proses pemberdayaan masyarakat miskin yang dilaksanakan melalui P2KP. Pemilihan informan dilakukan ,dengan metode "purposive sampling" yang meliputi Kabid.Pemberdayaan Ekonomi Bapade, Kasi Kesos, Sekretaris kelurahan, Faskel, Ketua BKM, Ketua KSM Cemara V dan anggota maupun Ketua KSM Papaya dan anggota. Untuk mendapatkan informasi dari informan penelitian ini melakukan wawancara mendalam, observasi dan studi dokumentasi.
Dari hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa terdapat aspek-aspek pemberdayaan dalam P2KP sebagai salah satu kebijakan penanggulangan kemiskinan. Tetapi pada tataran implementasi di lapangan penerapan aspek-aspek pemberdayaan dalam pelaksanaan P2KP di Kelurahan Margahayu masih rendah. Ini dapat dilihat dari dominannya fasilitator, RW/RT maupun pengurus BKM dalam pembentukan dan pemilihan pengurus kelompok, perencanaan program/pembuatan proposal usaha serta perguliran dana. Dalam tataran ini KSM hanya pelaksana pasif tanpa ikut terlibat. Sasaran program belum mengakses kelompok miskin yang mengalami kerentanan sosial dan ketidakberdayaan, karena 90 % dari anggota KSM adalah warga masyarakat yang telah memiliki usaha awal walaupun masih disebut "warga miskin".
Dalam tataran pelaksanaan P2KP yang terjadi adalah pemberdayaan program pada tingkat BKM. Ini dilihat dari upaya-upaya pencapaian target ekonomis saja yang selalu mengutamakan hasil daripada proses. Pada hal dalam kebijakan makronya, kegiatan P2KP tidak hanya bersifat ekonomis, tetapi juga bersifat sosial seperti peningkatan SDM masyarakat miskin.
Berdasarkan temuan lapangan yang direkomendasikan adalah: BKM dalam perguliran dana P2KP lebih memberdayakan masyarakat miskin dengan cara merubah kebijakannya yang lebih memprioritaskan warga yang telah memiliki usaha awal ke arah masyarakat miskin yang memerlukan bantuan usaha modal. Hal ini agar sasaran program P2KP sebagai upaya pengentasan kemiskinan dapat terwujud. Selain orientasi ekonomi, proses perguliran dana juga dapat diarahkan pada kegiatan sosial seperti upaya peningkatan SDM serta pemberian beasiswa SD terhadap anak-anak dari keluarga miskin. Untuk meningkatkan kemampuan fasilitator dalam pengembangan masyarakat perlu upaya peningkatan pengetahuan tentang teknik-teknik pengembangan masyarakat melalui pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan teknik pendampingan masyarakat serta dilanjutkan dengan peninjauan lapangan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T7136
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heri Wahyudi
"Penelitian ini merupakan evaluasi terhadap kebijakan, Kemiskinan Pemberdayaan,. Partisipasi, Program penanggulangan kemiskinan di Perkotaan (P2KP) dan Ketahanan Nasional di Kelurahan Mender Kecamatan Duren Sawit Jakarta Timur. permasalahan yang diangkat dalam Tesis ini meliputi : (1) Bagaimana tingkat partisipasi masyarakat terhadap program penanggulangan kemiskinan di perkotaan (P2KP)?(2) Bagaimana tingkat pendapatan. masyarakat miskin perkotaan dengan adanya P2KP?(3) Sasaran dan prioritas yang hendak dicapai? (4) Bagaimana dampaknya terhadap ketahanan nasional?
Analisis Program Penanggutangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) Perspektif Ketahanan nasional , diangkat 4 (empat) hal pokok , yakni :tingkat Partisipasi Masyarakat; Sasaran Penerima Bantuan; Bantuan Modal dengan Pendapatan dan Hubungan P2KP dengan Ketahanan Nasional. Sedangkan slat analisis yang digtmakan adalah " Analitik Hierarki Proses " (AHP).
Hasil Penelitian ini menemukan :
1. Pelaksanaan Program P2KP kelurahan klender terjadi penyimpangan penyaluran bantuan yang salah sasaran
2. Rendahnya Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Kegiatan P2KP.
3. Peningkatan Pendapatan Masyarakat belum dapat memberikan pengaruh nyata terhadap P2KP.
4. Campur tangan Aparat maupun pengelola P2KP yang cukup besar claim peiaksanaan program P2KP sehingga menimbulkan kerawanan sosial yang mempengaruhi ketahanan wilayah keturahan klender

Statement of the problems in this thesis includes: (1) the extent of public participation in the urban poverty prevention program (P2KP)? (2) The extent of urban-poor social income along with the existence of (P2KP)? (3) Feasible target and priority, (4) their impacts on the national defenses.
Analysis of the urban-based poverty program (P2KP) national defenses, are four variables namely: Participation coax unity, the target-aid granted by income and relation P2KP on the national defenses. The method of the research is "analytical Hierarchy Process".
The result of the research is:
1. The implementation of P2KP program at kelurahan Mender is not well managed
2. The Participation of community is low in P2KP
3. Community income rises, event though it is not significant to the P2KP
4. The intervention of infrastructure and facility development by kelurahan is too much, the result disturb social security
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T9867
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sabrina Burhanudin
"Kompleksitas masalah perkotaan telah menyebabkan tidak terakomodasinya kepentingan dasar warga kota. Sebagai reaksi atas model partisipasi demokratis kota Jakarta yang cenderung tidak inklusif serta fenomena ketidakadilan penataan ruang, gerakan akar rumput hadir untuk memperjuangkan hak atas ruang kota yang dimilikinya. Dalam rangka melengkapi studi-studi sebelumnya, penelitian ini berargumen; Pertama, kegiatan pengorganisasian yang berasal dari kelompok miskin kota guna mempertahankan ruang permukimannya tidak sekedar hanya dilihat sebagai hasil dorongan individual (survival), melainkan lebih bersifat politis. Kedua, pengorganisasian struktur gerakan yang berupa pengembangan jaringan menjadi faktor utama yang mendorong terciptanya mobilisasi dan dampak politis bagi suatu gerakan akar rumput kota. Penelitian ini mencoba menempatkan studi gerakan sosial kota dalam konteks analisa mikro-meso, dimana perubahan struktural kota merupakan implikasi dari aktivitas pengorganisasian yang dilakukan oleh antar aktor dalam mekanisme struktur gerakan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, data dikumpulkan melalui wawancara mendalam, observasi dan studi dokumen untuk mendeskripsikan dinamika pengorganisasian struktur gerakan mempertahankan kampung kota yang terjadi di kampung Tongkol Kelurahan Ancol Kecamatan Pademangan Jakarta Utara.

The complexity of urban problems has resulted in the inaccessibility of peoples’ basic interests. In reaction to the Jakarta’s democratic participation model that doesn’t inclusive enough and the phenomenon of spatial inequality, grassroots movements are present to claims their right to the city. In order to complement the previous studies, this study argues; First, the organizing activities that come from the urban poor communities to maintain their settlement are not only seen as the outcome of individual encouragement, but rather political. Second, structures’ movement organizing in the form of network development has become the main factor that encouraged the creation of mobilization and political impact for the urban grassroots movement. This study attempts to put the study of urban social movements in the context of micro-meso analysis, where urban structural change is the implication of the organizing activities undertaken by inter-actors in the mechanism of the movement structure. This study uses qualitative research methods, data collected through in-depth interviews, observations and document analysis to describe the dynamics of movement structures’ organizing that occurred in Kampung Tongkol, Ancol, Pademangan, North Jakarta as a part of citizens’ efforts to maintain their settlements."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purnomo
"PPMK merupakan program pemberdayaan masyarakat yang menyediakan bantuan masyarakat dengan pendekatan Bantuan Langsung Masyarakat, berbasis Komunitas, senilai 2 Milyar setiap kelurahan sifatnya block grant dengan mengutamakan prinsip Demokratis, Transparan dan Akuntabilitas. Adapun sasarannya secara garis besar sebagal berikut:
- Memperkuat kelembagaan komunitas RW untuk diberdayakan secara keseluruhan.
- Penambahan modal bagi usaha produktif untuk meningkatkan produktifitas dan membuka lapangan kerja baru.
- Meningkatkan prasarana dan sarana dasar lingkungan dan adanya matching fund swadaya dari masyarakat.
Dalam pelaksanaannya ada berbagai kendala tekhnis yang menafikan upaya sungguh-sungguh dari pelaku utama dalam hal ini adalah Dewan Kelurahan dan tidak tepat sasaran. Adapun beberapa kendala tekhnis tersebut adalah sebagai berikut:
- Kelembagaan yang sudah berakar dalam komunitas RW tidak diperankan justru dalam pelaksanaan PPMK membentuk kelembagaan baru sehingga perlu waktu untuk sosialisasi.
- Kegiatan PPMK dibatasi dengan beberapa kegiatan fisik dan ekonomi sedangkan nilai proyek 2 Milyar itupun melalui 4 tahap, sehingga menimbulkan kesenjangan, realisasi tidak sejumlah usulan, ada yang tertunda bahkan belum jelas, akhirnya banyak masyarakat yang tidak puas.
- Situasi banjir yang berakibat pada dialihkannya dana fisik untuk kegiatan bidang lain, namun prosesnya memerlukan waktu sehingga penyerapan tahap pertama dinilai lambat.
Namun demikian dari hasil penelitian yang menggunakan Analisis Dampak yang dipadukan dengan Analisis SWOT didapatkan bahwa strategi SO terpilih dengan nilai total 10,23.
Strategi ini menghendaki keterlibatan seluruh kelembagaan komunitas RW {Ketua LPM, Ketua RT-RW dan organisasi kemasyarakatan dalam pembinaannya yaitu PKK, Karang Taruna Indonesia, dan lainnya khas komunitas setempat} sebagai stakeholder untuk berperan sesuai dengan fungsinya dalam upaya pemberdayaan masyarakat dan didanai dengan BLM PPMK dengan tetap mengutamakan pada prinsip demokratis, transparan dan akuntabilitas. Kalupun mekanismenya baru, perlu dilakukan pelatihan khusus kepada kelembagaan komunitas RW tersebut. Tidak perlu dibentuk kelembagaan baru yang pada akhirnya banyak kelembagaan baru tapi aktivitasnya minim, timbul tenggelam dan tidak berkelanjutan.
Sehingga dengan melibatkan para stakeholder tersebut meskipun dalam pencapaian tujuan tidak maksimal namun dapat memberikan kepuasan kepada para stakeholder yang nantinya akan timbul saling pengertian dan kepercayaan yang dapat mengarahkan pemberdayaan masyarakat komunitas secara keseluruhan dalam meningkatkan kesejehteraan hidupnya."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T12572
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"This study looks to understand more on the possibility of improving the quality of housing environment based on community initiative that sustain residents' effort to accomodate changes or their surroundings, by observing housing-rnvironment at jalan gagak-Bandung as an area for case study...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>