Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 175825 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ignatius Haedjadi Widjaja
"Magnesium dan paduannya termasuk sebagai logam struktural teringan dengan ketahanan korosi yang paling rentan diantara logam struktural lainya. Lapisan MgO dibentuk pada permukaan paduan magnesium dengan proses anodisasi dalam larutan NaOH 3M untuk meningkatkan ketahanan korosi. Variasi tegangan (10 V, 15 V, 20 V) dan waktu (5 menit, 10 menit, 15 menit) dilakukan pada proses anodisasi untuk mengetahui hubungannya dengan laju korosi. Perubahan morfologi dan struktur lapisan oksida diamati dengan menggunakan mikroskop optik dan scanning electron microscope (SEM). Fasa lapisan oksida pada paduan magnesium diamati dengan menggunakan X-ray diffraction (XRD).

Magnesium and its alloys is the lightest of all structural metal with the most vulnerable corrosion resistance among other structural metal. MgO layer is formed on the surface of magnesium alloy with anodizing process in NaOH 3M solution to increase the corrosion resistance. Voltage variation (10 V, 15 V, 20V) and time variation (5 minutes, 10 minutes, and 15 minutes) is being done in anodization process to determine its relation with corrosion rate. Changes in morphology and structure of oxide layer is being observed with optik microscope and scanning electron microscope (SEM). The phase of oxide layer in magnesium alloy is being observed with X-ray Diffraction (XRD).
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
S64065
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Lubriandini Putri
"Magnesium alloy dapat digunakan sebagai implan biodegradable yang bersifat sementara untuk implan tulang dan vascular stents karena memiliki sifat biocompatible dan biodegradable. Tingkat kekakuan yang dimiliki oleh magnesium alloy juga dekat dengan tulang sehingga dapat mengurangi stress-shielding effect. Namun, magnesium alloy memiliki ketahanan korosi yang buruk apabila terkena kondisi lingkungan yang korosif sehingga akan menghasilkan laju korosi yang tinggi dan degradasi yang cepat sehingga akan menyebabkan kegagalan awal pada implan. Masalah tersebut dapat ditingkatkan dengan teknik pemrosesan yang tepat seperti perlakuan permukaan. Salah satu tekniknya adalah deposisi ZrO2 dan HA untuk meningkatkan ketahanan korosi implan magnesium alloy. Proses EPD dilakukan pada tegangan sel konstan 20 V selama 40 menit pada suhu kamar untuk masing-masing larutan ZrO2 dan HA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketahanan korosi implan magnesium alloy yang dilapisi ZrO2 dan HA meningkat seiring meningkatnya kekerasan dan kekasaran implan magnesium alloy. Mikrostruktur permukaan pada ZK61 yang telah dilapisi oleh ZrO2 dan HA lebih seragam dan merata dibandingkan dengan mikrostuktur AZ31 yang telah dilapisi oleh material yang sama. Icorr optimum yang didapatkan pada ZK61 sebesar 3.02 μA/cm2 dengan laju korosi sebesar 0.15mm/year. Hasil ini juga menyebabkan penurunan laju degradasi magnesium implan setelah proses perendaman pada simulated body fluids

Magnesium Alloy can be used as temporary biodegradable implants such as bone implants and vascular stent due to its biocompatible and biodegradable properties. The level of stiffness possessed by magnesium alloys is also the closest to bone so that it can reduce the stress-shielding effect. However, Mg-alloy has poor corrosion resistance when exposed to severe conditions which will result in a high corrosion rate and rapid degradation will lead to the early failure of implant. Those issues can be enhanced by appropriate processing techniques such as surface treatment. One of the techniques is the deposition of ZrO2 and HA to enhance the corrosion resistance of magnesium implants. The electrophoretic deposition process conducted at a constant cell voltage of 20 V for 40 min at room temperature for each ZrO2 and HA. The results shows that the corrosion resistance of magnesium implant coated by ZrO2 and HA increase as hardness and the roughness of magnesium alloy implant increases. Microstructure of ZK61 surface after deposition shows that ZrO2 and HA successfully deposited and evenly distributed. ZrO2 and HA coated ZK61 exhibited significantly better corrosion resistance as compared to AZ31 with Icorr 3.02¼A/cm2 and corrosion rate 0.15mm/year, confirmed by the polarization test. This results also lead to the decreasing of degradation of magnesium implant after the immersion process on simulated body fluids."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sofian Prakarso Budi
"Alumunium paduan 7075 adalah paduan aluminium kekuatan tinggi yang digunakan untuk membuat berbagai macam komponen struktural untuk pesawat ruang angkasa, roket, pesawat dan berbagai amunisi. Meskipun sifat mekanik pada paduan aluminium lebih baik, ketahanan terhadap korosi pada aluminium tersebut relatif rendah, khususnya pada kondisi dimana paduan tersebut digunakan pada atmosfer yang cukup agresif, hal tersebut akan membatasi jangkauan aplikasi paduan tersebut. Oleh karena itu metode anodisasi dengan variasi tegangan dan waktu dilakukan dengan larutan elektrolit H2SO4 30% pada suhu ruang untuk memperlambat terjadinya korosi.
Hasil dari anodisasi diuji dengan perendaman dengan 0,6 M NaCl selama 6 hari. Dari pengujian memperlihatkan hasil yang baik dari metode anodisasi menggunakan tegangan 10 Volt selama 15 menit. Data tersebut didukung dari pengujian XRD yang menunjukan kehadiran fasa Al2O3 setelah dilakukan anodisasi yang mempengaruhi laju korosi. Selain itu morfologi permukaan juga dapat dilihat pada pengujian SEM dan mikroskop optik yang memperlihatkan lapisan oksida yang tidak merata serta serangan larutan NaCl yang digunakan menyebabkan terjadinya korosi sumuran (pitting corrosion).

Aluminium alloy 7075 is a high strength compound that used to make various structural components for spacecraft, rockets, planes and a variety of ammunition. Despite the good mechanical properties on alumunium, corrosion resistance on alumunium is realtive low. Especially in circumstances where the alloy used in aggressive atmospheres, it would limit the range of applications of these alloys. Therefore the anodization method with variation of voltage and time is done with 30% H2SO4 electrolyte solution at room temperature to slow corrosion.
Results from anodizing tested by soaking with 0.6 M NaCl for 6 days. Results show that anodizing method using a voltage of 10 volts is 15 minutes. The XRD results also show the presence of phase Al2O3 after anodizing which affect the rate of corrosion. Besides the surface morphology can also be seen on testing SEM and optical microscopy showing uneven oxide layer as well as attacks NaCl solution used cause pitting corrosion (pitting corrosion.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
S63688
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Donnie Indrawan
"Aluminium 2024 (Al 2024) merupakan salah satu jenis paduan aluminium komersil dengan tembaga sebagai paduan utamanya. Jenis paduan ini sudah sejak lama digunakan dalam industri otomotif, penerbangan, dan militer. Keberadaan unsur Cu sebagai paduan utama memberikan efek penguatan pada segi mekanis tetapi melemahkan sifat korosinya. Anodisasi merupakan salah satu metode perlindungan aluminium paduan dari korosi menggunakan prinsip elektrokimia yang cepat, sederhana dan ekonomis. Variasi tegangan dan waktu dilakukan untuk melihat pengaruh parameter terhadap ketebalan serta ketahanan korosi Al 2024. Proses anodisasi dilakukan pada larutan H2SO4 30% pada temperatur ruang.
Hasil dari material anodisasi kemudian diuji pada medium korosif NaCl 3,5% selama 6 hari melalui proses immersion test. Ketebalan lapisan oksida paling efektif diperoleh pada anodisasi dengan parameter tegangan 15 V dan waktu 10 menit. Sebagian besar sampel uji menunjukkan trend yang sama dan indikasi terjadinya korosi sumuran (pitting corrosion) disertai munculnya endapan pada permukaan. Perlakuan anodisasi yang memberikan proteksi berupa lapisan oksida dibuktikan dengan kehadiran fasa α-Al2O3 and ɣ-Al2O3 dalam pengujian XRD. Pengamatan SEM dan mikroskop optik memperlihatkan penampakan permukaan Al 2024 setelah 6 hari immersion test pada larutan NaCl 3,5%.

Aluminium Alloy 2024 (Al 2024) is one of commercial alloy with copper as the main alloy. This alloy has been used in many industrial application such as automotive, aerospace, and military. Copper as a major alloying elements gives a mechanical strengthening effect but weaken the corrosion resistance. Anodizing is fast, simple, and economical method to protect aluminium from corrosion with the principal of electrochemical. The variations of anodizing voltage and time have been done with 30% H2SO4 electrolyte at room temperature to analyze its influence on thickness and corrosion behaviour of Al 2024.
Results of anodizing were then tested by immerse the samples in 3,5% NaCl solution for 6 days. The thickness of the oxide layer is most effective with the parameters obtained in anodizing voltage of 15 V and 10 minutes. Most of samples show the similar trend and indications of pitting corrosion along with the presence of deposition on its surface. Anodizing proccess gives the protection layer aluminium oxide which is proved by the presence of α-Al2O3 and ɣ-Al2O3 phase in XRD testing. SEM and optical microscope observation show the surface appearence of Al 2024 after immersion test for 6 days in 3,5% NaCl solution.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
S65455
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jordan Andrean Martin
"Paduan Feronikel (FeNi) merupakan salah satu produk utama yang dihasilkan dalam pengolahan bijih nikel laterit. Negara Indonesia merupakan salah satu negara dengan deposit nikel besar dalam bentuk bijih laterit. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kadar senyawa Magnesium melalui proses leaching menggunakan larutan asam klorida dengan variasi konsentrasi larutan dan waktu proses leaching. Sampel yang digunakan berupa Slag Feronikel yang telah diberikan penambahan aditif Na2CO3 dan telah dipanggang dengan temperatur 1100oC. Penelitian dilakukan dengan melakukan proses leaching sampel menggunakan larutan HCl 4M dan 6M. Proses leaching untuk setiap konsentrasi larutan kemudian divariasikan waktu proses leaching yang digunakan yaitu 2, 4, dan 6 Jam. Setelah proses leaching mencapai waktu yang ditentukan, dilakukan proses penyaringan untuk memisahkan filtrat dan residu yang dihasilkan. Pada filtrat hasil leaching dilakukan karakterisasi ICP-OES untuk mengidentifikasi unsur-unsur yang terlarut pada filtrat selama proses leaching berlangsung. Sedangkan residu hasil leaching dilakukan karakterisasi SEM/EDS untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada residu setelah proses leaching. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa adanya peningkatan kadar Magnesium dari kadar sebelum dilakukan proses leaching. Proses leaching menggunakan larutan HCl 6M menghasilkan peningkatan kadar Magnesium yang lebih besar. Selain itu, waktu proses leaching yang digunakan juga berpengaruh terhadap hasil yang dilakukan, dimana proses leaching Roasted Slag Feronikel memiliki waktu optimal untuk proses ekstraksi senyawa Magnesium. Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa larutan asam klorida (HCl) yang digunakan dalam proses leaching Roasted Slag Feronikel dapat meningkatkan kadar senyawa Magnesium pada filtrat. Proses leaching yang paling optimal pada penelitian ini menggunakan larutan HCl 6M selama 4 Jam, dengan persentase leaching sebesar 49,05%.

Feronickel Alloy (FeNi) is one of the main products produced in the processing of nickel laterite ore. Indonesia is one of the countries with a large nickel deposit in the form of laterite ore. This research aims to increase the levels of Magnesium compounds through the leaching process using hydrochloric acid solutions with varying solution concentrations and leaching process times. The sample used is the Feronickel Slag which has been given the addition of the Na2CO3 additive and has been baked at an 1100oC temperature. Research is conducted by conducting leaching process samples using a solution of HCl 4M and 6M. The leaching process for each solution concentration is then varied when the leaching process used are 2, 4, and 6 hours. After the leaching process reaches the specified time, the filtering process is performed to separate the filtrate and the resulting residue. In filtrate, leaching is performed ICP-OES characterization to identify the dissolved elements of the filtrate during the progress of the leaching process. Meanwhile, leaching residue is performed SEM/EDS characterization to know the changes occurring in residue after leaching process. The results of this study showed that the presence of increased levels of Magnesium from levels prior to leaching processes. The leaching process using a 6M HCl solution produces a greater increase in Magnesium levels. In addition, the leaching process time used also affects the results, where the leaching process of Roasted Slag Feronickel has the optimal time for the extraction process of Magnesium compounds. Based on the results of this study, it can be concluded that a solution of hydrochloric acid (HCl) used in the leaching process of Roasted Slag Feronikel can increase the levels of Magnesium compounds in filtrate. The most optimal leaching process in this study was using an 6M HCl solution for 4 hours, with a leaching percentage of 49,05%."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Reynaldo Putrayadi
"Magnesium (Mg) merupakan logam ringan yang memiliki beragam aplikasi, termasuk dalam industri otomotif dan sebagai bahan implan biodegradable. Meskipun penting, kelemahan utama magnesium adalah ketahanan korosinya yang rendah terutama dalam lingkungan yang mengandung klorida. Oleh karena itu, perbaikan sifat korosi magnesium diperlukan melalui rekayasa permukaan. Salah satu metode yang efektif dalam rekayasa permukaan magnesium adalah metode plasma electrolytic oxidation (PEO). Penelitian ini bertujuan untuk memahami pengaruh perbedaan kation yang digunakan sebagai elektrolit untuk PEO terhadap sifat mekanik dan ketahanan korosi lapisan PEO pada paduan magnesium AZ31. Elektrolit yang dimaksud adalah KOH dan NaOH. Dalam penelitian ini, dilakukan proses PEO pada paduan magnesium AZ31 menggunakan larutan basa seperti KOH, NaOH, dan campuran KNa. Proses ini menggunakan rapat arus 1000 A/m2 pada suhu 30ºC dalam waktu 10 menit. Sampel yang dihasilkan kemudian dianalisis menggunakan beberapa metode, termasuk pengamatan morfologi dan komposisi dengan SEM-EDS, uji mekanik untuk mengukur ketahanan aus dan kekerasan, serta eksperimen elektrokimia dengan EIS dan PDP. Larutan KOH, NaOH, dan KNa dapat meningkatkan ketahan korosi dan sifat mekanik lapisan PEO pada paduan magnesium AZ31. Data uji korosi menunjukkan bahwa larutan KOH memiliki tingkat korosi paling tinggi dibandingkan dengan NaOH dan KNa dengan nilai rapat arus dan resistansi polarisasi sebesar 7,31 × 10-5 A/cm2 dan 280 Ω.cm2 . Uji mekanik mengindikasikan peningkatan kekerasan dan ketahanan aus pada sampel yang diuji dengan larutan campuran KNa dengan nilai kekerasan sebesar 71 Hv dan nilai spesifik abrasi sebesar 9,07 × 10-6 mm3 /mm. Hal ini disebabkan oleh nilai at% dari unsur O pada elektrolit KNa lebih tinggi dibandingkan elektrolit NaOH dan KOH.

Magnesium (Mg) is a lightweight metal with diverse applications, including the automotive industry and as a material for biodegradable implants. Despite its significance, magnesium's primary weakness lies in its low corrosion resistance, particularly in chloride-containing environments. Therefore, improving magnesium's corrosion resistance is essential through surface engineering. One effective method for surface engineering of magnesium is the Plasma Electrolytic Oxidation (PEO) technique. This research aims to understand the influence of different cations used as electrolytes for PEO on the mechanical properties and corrosion resistance of PEO coatings on the AZ31 magnesium alloy. The electrolytes in focus are KOH and NaOH. In this study, the PEO process was conducted on the AZ31 magnesium alloy using basic solutions such as KOH, NaOH, and a mixture of KNa. The process employed a current density of 1000 A/m2 at a temperature of 30ºC for 10 minutes. The produced samples were then analyzed using various methods, including morphology and composition observation with SEM-EDS, mechanical testing for wear resistance and hardness measurement, as well as electrochemical experiments using EIS and PDP. KOH, NaOH, and KNa solutions successfully enhanced the corrosion resistance and mechanical properties of PEO coatings on the AZ31 magnesium alloy. Corrosion test data indicated that the KOH solution exhibited the highest corrosion rate compared to NaOH and KNa, with corrosion current density and polarization resistance values of 7,31 × 10-5 A/cm2 and 280 Ω.cm2 , respectively. Meanwhile, mechanical tests indicated improved hardness and wear resistance in samples treated with the KNa mixed solution, showing a hardness value of 71 Hv and specific abrasion value of 9,07 × 10-6 mm3 /mm. This can be attributed to the higher atomic percentage of oxygen in the KNa electrolyte compared to NaOH and KOH."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Dikdik Gumelar
"Magnesium Mg dan paduannya terdegradasi secara spontan dalam lingkungan fisiologis melalui peristiwa korosi sehingga berpotensi digunakan sebagai material implan biodegradabel. Namun diperlukan pengendalian laju degradasinya yang masih dianggap terlalu tinggi dalam tubuh manusia. Cara paling efektif dalam mengendalikan laju korosi bahan adalah dengan penambahan lapisan penghalang barrier di permukaan. Pada penelitian ini pengendalian korosi dilakukan dengan teknik anodizing untuk menghasilkan lapisan anodik oksida penghalang dan diuji coba pada paduan komersil AZ31. Untuk meningkatkan efisiensi lapisan oksida, dilakukan proses final coating dengan beeswax-colophony resin dengan tujuan menutup pori lapisan anodik oksida. Proses anodizing dilakukan pada tegangan konstan 5 volt dalam elektrolit 0.5 M Na3PO4 pada suhu 30 C 1 C dengan variasi waktu 2, 5, dan 10 menit. Pada waktu 2 menit belum terdeteksi lapisan, sedangkan pada 5 dan 10 menit terukur tebal lapisan 5 dan 11 ? m. Optimasi komposisi campuran beeswax-colophony menghasilkan rasio optimum 60:40, yang selanjutnya digunakan untuk proses final coating. Kinerja lapisan anodizing dan coating diuji dengan metode elektrokimia yaitu potentiodynamic polarization dan electrochemical impedance spectroscopy EIS . Hasil uji elektrokimia divalidasi dengan uji hilang berat secara invitro selama 14 hari dalam larutan ringer laktat pada suhu 37 C. Hasil uji korosi pada paduan AZ31 menunjukkan peningkatan ketahanan korosi bertahap yang diperlihatkan oleh kenaikan potensial korosi berturut-turut: -1.44, -1.42, -1.32, dan -1.19 VAg/AgCl dan penurunan arus korosi 9.11, 5.02, 1.92, 0.18 ? A/cm2 pada kurva polarisasi substrat; setelah coating; setelah anodizing; dan setelah anodizing dan coating. Kecenderungan yang sama diperoleh dari hasil uji hilang berat yang menunjukkan penurunan laju korosi berjenjang dari substrat, setelah coating; setelah anodizing; setelah anodizing dan coating berturut-turut yaitu 1.09, 0.49, 0.13, dan 0.01 mmpy. Hasil tersebut menunjukkan bahwa perlakuan anodizing dan coating terbukti dapat meningkatkan ketahanan korosi paduan AZ31 secara drastis sebesar 100 kali.

Magnesium Mg and its alloys are spontaneously degraded in physiological environments through corrosion events therefore potentially used as biodegradable implant materials. But it is necessary to control the degradation rate of Mg alloys that is still considered too high in the human body. The most effective way of controlling the corrosion rate of materials is by the addition of a barrier layer on their surfaces. In this study, corrosion control was performed by anodizing technique to produce anodic oxide barrier layer on AZ31 Mg alloy. To improve the coating efficiency, a final coating with beeswax colophony resin was conducted with the purpose to seal the pore in the anodic oxide layer. The anodizing process was carried out at a constant voltage 5 V in 0.5 M Na3PO4 electrolyte at 30 C 1 C with time variations of 2, 5, and 10 min. Within 2 minutes the layer has not been detected, while at 5 and 10 minutes the thicknesses were 5 and 11 m. Optimization of beeswax colophony mixture composition gives optimum ratio of 60 40, which is then used for final coating process. The anodizing and coating performance was tested and by electrochemical methods of potentiodynamic polarization and electrochemical impedance spectroscopy EIS and invitro weight loss method for 14 days, in lactated ringer solution at 37 C. The results of electrochemical test were validated by weight loss method. The corrosion test results in AZ31 alloys showed an increase in gradual corrosion resistance shown by the incremental corrosion potential increase 1.44, 1.42, 1.32, and 1.19 VAg AgCl and decreased corrosion currents 9.11, 5.02, 1.92, 0.18 A cm2 on the substrate polarization curve after coating after anodizing and after anodizing and coating. The same trend is obtained from the weight loss test results indicating a decrease in the tiered corrosion rate of the substrate, after coating after anodizing after anodizing and coating respectively are 1.09, 0.49, 0.13, and 0.01 mmpy. These results show that anodizing and coating treatment has been shown to significantly increase the corrosion resistance of AZ31 alloys by 100 times. "
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
T51492
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
James
"Perilaku korosi paduan aluminium seri 5xxx dimana aplikasinya banyak digunakkan pada sektor lingkungan aggresive (air laut) diketahui menggunakan metode immersion test pada sampel yang telah dianodisasi berbagai variasi waktu dan tegangan, serta sampel tanpa anodisasi. Proses anodisasi aluminium 5xxx menggunakan medium elektrolit H2SO4 25% dan Pb sebagai logam inert. Variasi tegangan pada proses anodisasi sebesar 10 V, 15 V, 20 V dan waktu selama 5 menit, 10 menit, 15 menit. Hasil XRD menunjukan adanya fasa Al2O3 yang terbentuk hasil anodisasi. Uji korosi dilakukan pada medium NaCl 3.5% selama 6 hari (144 jam) untuk sampel yang dianodisasi maupun tidak. Pada proses anodisasi pemberian tegangan dan waktu yang besar tidak begitu menghasilkan laju korosi yang lamban. Sampel 8 adalah sampel yang mempunyai laju korosi paling kecil. Sampel yang telah direndam mengalami penambahan massa hal ini diakibatkan terbentuknya endapan yang ditunjukkan oleh pengujian SEM dan mikroskop optik.

Corrosion behaviour of aluminium alloy type 5xxx which used in many sector especially marine are measured by using immersion test method. Anodizing process are using H2SO4 25% solutions and Pb as inert metal. Anodizing process voltage variation is 10V, 15 V, and 20 V and time 5 minutes, 10 minutes, and 15 minutes in order to slow the corrosion rate. XRD results show the existence of aluminium oxide (Al2O3) phase after sample anodized. Anodized sample and Un-Anodized sample soaked into a NaCl 3.5%. Sample are measured each 1 day soaked in a solution through 6 day. Anodizing at high voltage and time is not showed that CPR (Corrosion Penetration Rate) linear as function time and voltage. Sample 8 is the most resistance of corrosion. SEM and optical microscope result show there is any sediment and pitting after immersion test soaked after 6 day on a NaCl 3.5% solution."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
S64066
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pasha Akmal Rahmady
"Berbagai material logam telah dikembangkan sebagai bahan dasar implan untuk tulang. Sampai saat ini, standar emas untuk material implan masih dimiliki titanium. Namun, titanium sebagai material untuk implan masih memiliki beberapa kelemahan diantaranya keharusan untuk melakukan pengangkatan implan setelah tulang sudah teregenerasi sehingga memakan biaya dan usaha yang lebih serta menurunnya fungsi tulang karena kecenderungan tulang untuk bertopang pada implan berbahan titanium saat proses regenerasi. Magnesium beserta campurannya telah menarik beberapa penelitian untuk menjadikannya material implan. Hal ini dikarenakan sifatnya yang memiliki kompatibilitas dan toksisitas terhadap tubuh yang baik. Kemampuan luruh yang dimiliki magnesium dapat mengisi kekurangan yang dimiliki oleh titanium yaitu tidak perlunya operasi pengangkatan implan. Selain itu, sifat mekanis magnesium yang menyerupai tulang manusia membuat tulang tidak kehilangan kekuatan fisiknya setelah teregenerasi secara sempurna. Di sisi lain, kemampuan luruh yang dimiliki magnesium, yang dinilai terlalu cepat, juga menjadi kelemahan dari magnesium sebagai bahan dasar implan. Hal ini dikarenakan magnesium yang dapat terurai sebelum tulang teregenerasi secara sempurna. Oleh karena itu, pengaturan laju korosi dari magnesium sangat dibutuhkan. Untuk mengeliminasi kelemahan magnesium tersebut, penulis melakukan penelitian dengan melakukan modifikasi permukaan berupa coating pada implan berbahan magnesium untuk mengurangi laju korosi yang dimiliki magnesium. Bahan yang digunakan sebagai perlakuan permukaan adalah NaOH (Natrium Hydroxide), Pengujian yang dilakukan untuk membuktikan performa pelapis adalah imersi, three-point bending, dan morfologi. Proses imersi dilakukan selama satu bulan dengan larutan HBSS yang dipertahankan suhu dan keasamannya sesuai kondisi tubuh manusia (37 °C dan pH 7,4) untuk mendapatkan penurunan massa. Penurunan massa ini akan menjadi tolak ukur dari laju korosi implan. Hasilnya, ditemukan bahwa pelapis NaOH dapat menekan laju korosi dengan sangat baik dan mempertahankan sifat mekanis dari implan berbahan magnesium.

Various metal materials have been developed as implant materials for bones. To date, titanium remains the gold standard for implant materials. However, titanium implants still have some drawbacks, such as the need for implant removal after bone regeneration, which incurs additional costs and effort, as well as a decrease in bone function due to the tendency of bone to rely on titanium implants during the regeneration process. Magnesium and its alloys have drawn attention as potential implant materials. This is due to their good compatibility and low toxicity to the body. The biodegradable nature of magnesium can address the limitations of titanium implants, as there is no need for implant removal surgery. Additionally, the mechanical properties of magnesium resembling human bone prevent the loss of physical strength after complete regeneration. On the other hand, the relatively rapid degradation of magnesium, which can occur before full bone regeneration, is a disadvantage of magnesium as an implant material. Therefore, controlling the corrosion rate of magnesium is crucial. To overcome this drawback, the author conducted a study by modifying the surface of magnesium implants with a coating to reduce the corrosion rate. The surface treatment materials used were NaOH (Sodium Hydroxide). Testing was performed to evaluate the coating performance through immersion, three-point bending, and morphology. The immersion process lasted for one month in HBSS solution, maintaining the temperature and acidity similar to the human body conditions (37 °C and pH 7.4) to measure the mass loss. The mass loss serves as an indicator of the implant's corrosion rate. The results showed that the coating can decrease degradation rate significantly and maintain the mechanical properties."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anindya Putri Pratista
"Perubahan iklim yang disebabkan oleh peningkatan emisi karbon dioksida (CO2) dunia berdampak negatif pada kehidupan. Karbonasi mineral merupakan salah satu metode carbon capture, storage, and utilisation (CCUS) untuk menangkap CO2 dengan memanfaatkan mineral alkali seperti magnesium silikat yang keberadaannya melimpah di dunia. Pada penlitian ini dilakukan eksperimen karbonasi tidak langsung terhadap produk sampingan magnesium silikat dari bittern tambak garam. Eksperimen dilakukan dengan melindi magnesium silikat bersama asam sulfat sehingga memulihkan magnesium dalam bentuk magnesium sulfat. Larutan filtrat pelindian digunakan pada proses karbonasi dengan dialirkan gas CO2 dan penambahan NH3 secara berkala, yang dilakukan dengan variasi waktu 30 menit, 45 menit, dan 60 menit. Setelah pengujian dengan analisa karakterisasi, didapatkan kenaikan konsentrasi unsur magnesium pada produk karbonasi naik secara signifikan pada waktu karbonasi 45 menit menjadi sebesar 63,257% pada sampel magnesium silikat bittern dan 62,042% pada sampel magnesium silikat sintetis. Dimana pada waktu 30 menit konsentrasi magnesium sebesar 56,808% pada sampel magnesium silikat bittern dan 46,963% pada sampel magnesium silikat sintetis, dan kenaikan konsentrasi setelah waktu tersebut tidak signifikan. Sementara pada produk karbonasi, yang dihasilkan adalah senyawa karbonat, seperti hydromagnesite, magnesite, calcite, dan dolomite yang dapat menyimpan gas CO2 yang ramah lingkungan dan bersifat stabil untuk disimpan dalam jangka waktu yang lama. Hal ini dapat berpotensi untuk menurunkan emisi gas CO2 yang dihasilkan industri.

Climate change caused by the increasing carbon dioxide emissions (CO2) globally negatively impacts life. Mineral carbonation is one of the methods for carbon capture, storage, and utilization (CCUS) to capture CO2 by utilizing alkaline minerals such as magnesium silicate, which are abundant worldwide. This study conducted an indirect carbonation experiment on the byproduct of magnesium silicate from salt pond bittern. The experiment involved leaching magnesium silicate with sulfuric acid to recover magnesium as magnesium sulfate. The leachate filtrate solution was used in the carbonation process by flowing CO2 gas and periodic addition of NH3, with variations in the time intervals of 30 minutes, 45 minutes, and 60 minutes. After testing and analyzing the characteristics, it was observed that the concentration of magnesium in the carbonate product significantly increased during the 45-minute carbonation time, reaching 63.257% in the bittern magnesium silicate sample and 62.042% in the synthetic magnesium silicate sample. At the 30-minute mark, the magnesium concentration was 56.808% in the bittern magnesium silicate sample and 46.963% in the synthetic magnesium silicate sample. There was no significant increase in concentration beyond that time. The resulting carbonate products, such as hydromagnesite, magnesite, calcite, and dolomite, can store environmentally friendly CO2 gas and remain stable for long-term storage. This experiment has the potential to reduce the emissions of CO2 gas produced by industries."
Depok: 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>