Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 99622 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ahmad Maulana
"ABSTRAK
Analisis dimensionalitas merupakan parameter yang kuat untuk memilih pemodelan mana yang sesuai disetiap kondisi bawah permukaan. Hal ini karena sudah dikembangkannya teknologi inversi 1-D, 2-D dan 3-D. Selain itu analisis dimensionalitas dapat digunakan untuk mengetahui arah dari struktur utama. Pada penelitian ini digunakan dua parameter analisis dimensionalitas untuk dipelajari sebagai tahapan awal penelitian analisis dimensionalitas. Parameter diagram polar dan impedansi skew digunakan untuk menganalisis kondisi dimensionalitas model sintetik dan data riil lapangan panas Bumi. Selain itu juga dilakukan pembandingan inversi 1-D, 2-D dan 3-D pada setiap kondisi dimensionalitas bawah permukaan. Perbandingan menunjukkan inversi 3-D dapat menggambarkan kondisi dimensionalitas ideal 1-D, 2-D dan 3-D dengan baik sehingga analisis dimensionalitas untuk memilih pemodelan mana yang tepat tidak perlu lagi dilakukan. Namun, analisis dimensionalitas masih efektif untuk dilakukan dalam mengidentifikasi struktur bawah permukaan dan menentukan arah dari struktur sesuai dengan hasil yang telah ditunjukkan pada data sintetik dan data riil dari penelitian ini.

ABSTRAK
Development of 1-D, 2-D and 3-D inversion has causing dimensionality analysis as a powerful parameter that select which type of approach is more suitable to accomplish modeling, or interpretation : one dimensionality, two dimensionality and three dimensionality. It because 1-D, 2-D and 3-D inversion already developed. Moreover, dimensionality analysis can be used to know the path of geoelectrical strike. This thesis use two parameters of dimensionality analysis as the beginning of dimensionality analysis research. Polar Diagram and impedance skew parameter are used for analizing the dimensionality condition from syntetic model and real data of geothermal field. In this thesis, comparison of 1-D, 2-D and 3-D inversion has been made in each subsurface dimensionality condition. The comparison result show 3-D inversion could imaged the proper condition of ideal dimensionality 1-D, 2-D and 3-D, so the dimensioanlity analysis is not strictly necessary for selecting the more suitable inversion modeling. Otherwise, dimensionality analysis is still recommended in order to identify the subsurface structure, as likes the application of syntethic data and real data in this thesis."
2016
S64208
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wambra Aswo Nuqramdha
"Tahapan eksplorasi masih menyimpan tantangan terbesar dan memiliki resiko yang tinggi bagi para pelaku industri bidang geothermal. Oleh karena itu, diperlukan pemahaman yang baik mengenai kondisi bawah-permukaan dengan mengintegrasikan data geosains yang memiliki kualitas yang bagus. Target utama dari eksplorasi yaitu penentuan lokasi pemboran dengan tingkat kepastian yang lebih tinggi. Pemboran diarahkan pada area yang memiliki temperatur dan permeabilitas yang tinggi. Distribusi temperatur bawah permukaan dapat didekati dari nilai resistivitas yang diperoleh dari data MT. Sementara zona dengan permeabilitas yang tinggi, berasosiasi dengan struktur geologi. Pemetaan geologi hanya dapat menggambarkan struktur geologi di permukaan, sementara kemenerusannya di bawah-permukaan menjadi kesulitan tersendiri untuk dideteksi. Penelitian ini difokuskan pada identifikasi struktur geologi bawah-permukaan menggunakan data Magnetotellurik (MT) dan Gravitasi. Analisis pola spliting kurva, arah elongasi polar diagram, serta pencitraan struktur di bawah-permukaan dengan melihat hasil inversi 3-dimensi, yang diperoleh dari data MT, serta didukung oleh hasil pemodelan data Gravitasi, merupakan metodologi yang digunakan dalam penelitian ini. Data geologi dan geokimia, dilibatkan sebagai data pendukung untuk membuat analisis keberadaan struktur geologi bawah-permukaan ini menjadi lebih komprehensif. Tahap akhir dari penelitian ini adalah memberikan rekomendasi dalam menentukan lokasi pemboran, dengan sebelumnya membuat model konseptual dan mendelineasi daerah prospek. Hasil analisis struktur, model konseptual, dan delineasi daerah prospek, menghasilkan rekomendasi tiga buah sumur eksplorasi. Dua sumur mengarah pada upflow di Gunung ?X?, dan satu sumur mengarah pada upflow di scoria cone.

Exploration stage still holds the biggest challenges and have a high risk for the geothermal industry. Therefore, required a good understanding of subsurface conditions by integrating the geoscientific data that has a high quality. The main target of exploration is the determination of drilling trajectory. The subsurface drilling target is actually directed to high temperature and high permeability zone. Subsurface temperature distribution can be approximated from the resistivity values obtained from the data MT. While the zones with high permeability, associated with geological structures. Geological mapping could only figure out geological structures indicated at the surface. However, continuation of the geological structure into the subsurface is difficult to detect. This study focused on the identification of subsurface geological structure using Magnetotelluric (MT) and gravity data. Splitting pattern analysis from MT curve, the elongation of orientation of polar diagrams, as well as imaging of subsurface structures by looking at the results of 3-dimensional inversion, the data obtained from MT, and supported by the results of Gravity data modeling, a methodology used in this study. Geological and geochemical data, were included as supporting data to make the analysis of the presence of subsurface geological structure has become more comprehensive. And the final stage of this research is to provide recommendations in determining the location of drilling, by first making a conceptual model of the geothermal system and delineating the prospect area. The result of structure analysis, conceptual model, and prospect delineation, provide three exploration wells for recommendation. The first two will be directed to upflow at Mount ?X?, and the other one to upflow at scoria cone."
Jakarta: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
T43414
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mely Merindawati
"Penelitian ditujukan untuk mendapatkan perbandingan model inversi 1-D dan Inversi 2-D di 7 titik dalam 1 lintasan pengukuran. Pemodelan data magnetotelurik dilakukan dengan menggunakan dua metode inversi, yaitu metode inversi 1-Dimensi Occam dan inversi 2-Dimensi Non Linier Conjugate Gradient (NLCG). Data-data yang mendukung di lintasan ini adalah penampang seismik dan data sumur. Berdasarkan model penampang yang didapatkan, permodelan data magnetotelurik (MT) dengan metode inversi Occam satu dimensi tidak memperlihatkan model yang sesuai dengan data pendukung, sehingga tidak dapat didekati dengan pemodelan satu dimensi. Sedangkan pemodelan data MT dengan metode inversi NLCG dua dimensi, memperlihatkan kesesuaian dengan data pendukung sehingga metode tersebut lebih tepat digunakan.

Research is done to get comparison of model 1-D inversion and 2-D inversion in 7 points in 1 line measurement. Modelling of Magnetotelluric (MT) data is done by using two inversion method, those are method of 1-Dimensional Occam inversion and 2-Dimensional NLCG inversion. The supporting datas in this line of measurement are seismic section and well log data. Based on the result of MT model, modeling of MT data using 1-Dimensional Occam inversion does not show model matching with supporting datas, so that with modeling of MT data could not use 1-Dimensional inversion modeling. Meanwhile modeling of MT data using 2-Dimensional NLCG inversion show model matching with supporting datas so that the method more [is] precise used."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2007
S28973
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Surya Aji Pratama
"Eksplorasi panasbumi yang dilakukan pada daerah prospek panasbumi bertujuan untuk mencari zona reservoir. Zona reservoir yang baik bisa dilihat dari 2 faktor yaitu, batuan reservoir memiliki permeabilitas yang tinggi dan fluida reservoir memiliki suhu yang tinggi. Berdasarkan faktor pertama, permeabilitas batuan reservoir yang tinggi memungkinkan reservoir untuk memiliki kandungan fluida panasbumi yang banyak. Pada umumnya batuan memiliki permeabilitas lebih besar disebabkan oleh batuan tersebut memiliki permeabilitas sekunder yang berasal dari struktur geologi berupa patahan. Metode geofisika seperti metode Magnetotellurik (MT) dan Gravitasi diaplikasikan pada penelitian ini untuk memetakan zona reservoir sistem panasbumi. Metode MT digunakan untuk mendeteksi struktur resistivitas bawah permukaan. Analisis metode gravitasi yang melibatkan data anomali bouguer lengkap dan anomali residual dapat digunakan untuk memetakan struktur densitas bawah permukaan. Faktor kedua yaitu temperatur yang didapatkan dari data sumur yang ada. Selanjutnya, proses interpretasi terintegrasi dilakukan dengan melibatkan data penunjang lainnya berupa data geologi, geokimia, dan data sumur yang menghasilkan model konseptual panasbumi.

The objective of geothermal exploration which was concluded at geothermal prospects area is to find the reservoir zone. Good reservoir zones can be seen from two factors, reservoir rocks which have high permeability and reservoir fluid has high temperature. Under the first factor, high permeability of reservoir rocks allows the reservoir to contain much geothermal fluids. In general, great permeability of the rock is caused by secondary permeability derived from geological structures like faults. Geophysical methods such as magnetotelluric (MT) and gravity were applied in this study to delineate the reservoir zone. MT method was used to detect subsurface resistivity structure. Analysis of gravity data to complete bouguer anomaly map (CBA) and residual anomaly can figure subsurface density structures. Under the second factor, the temperature can be obtained from well data. Furthermore, the integrated interpretation is done by involving other supporting data such as geological, geochemical, and well data which produces geothermal conceptual model."
Jakarta: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
T43413
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Purbiyantoro
"Terdapat dua prospek panas bumi di sekitar Gunung Slamet, yaitu prospek Guci di sebelah barat laut dan prospek Baturaden di sebelah selatan dari Gunung Slamet. Menjadi sangat menarik untuk mengetahui hubungan kedua prospek tersebut, apakah prospek tersebut merupakan dua daerah prospek yang dipisahkan oleh tinggian low permeability barrier sehingga tidak akan terjadi interferensi diantara kedua prospek?
Dengan melakukan deliniasi zona permeabel berdasarkan analisis data magnetotelurik dan data gravity dikorelasikan dengan data struktur geologi permukaan dan data manifestasi permukaan yang ada, diharapkan dapat mengetahui hubungan diantara kedua prospek tersebut.
Dalam penelitian ini dilakukan pemrosesan dan pemodelan data geofisika menggunakan metode magnetotelurik inversi 2-D dan metode gravity 2-D forward. Pemodelan ini sangat efektif dalam mendeteksi zona-zona dengan kontras resistivitas tinggi untuk mendeliniasi zona permeabel lapangan panas bumi. Daerah prospek panas bumi Gunung Slamet dapat terdeliniasi dengan jelas berdasarkan beberapa penampang lintasan yang dibuat, yang menunjukkan daerah prospek berada di sisi sebelah barat Gunung Slamet dengan luas berdasarkan peta BOC sekitar 13 km2, dan berdasarkan peta resistivitas pada elevasi 0 meter yang dikombinasikan dengan peta struktur geologi luas daerah prospek sekitar 22 km2.
Dan hasil akhir dari penelitian ini adalah memberikan rekomendasi dalam menentukan lokasi pemboran, dengan sebelumnya membuat model konseptual prospek panas bumi Gunung Slamet.

There are two geothermal prospects in the vicinity of Mount Slamet, the prospect of Guci in northwest and prospects Baturaden in the south of Mount Slamet. Be very interesting to know the relationship between the two prospects, whether the prospect of two regions separated by low permeability barrier heights so that there will be no interference between the two prospects?
By doing permeable zone delineation based on data analysis magnetotelluric and gravity, correlated with surface geological structural data and existing surface manifestations, are expected to know the relationship between the two prospects.
In this research, processing and modeling of geophysical data using magnetotelluric inversion method 2-D and 2-D method of gravity forward. Modeling is very effective in detecting zones with high resistivity contrast to delineate the permeable zone geothermal field. Geothermal prospect areas of Mount Slamet can be delineated clearly based on some of the tracks that made cross-section, showing the prospect area is located on the west side of Mount Slamet with broad based map BOC about 13 km2, and resistivity maps based on elevation of 0 meters, combined with the structure geological maps, the prospect area about 22 km2.
And the end result of this study is to provide recommendations in determining the location of drilling, with previous a conceptual model of geothermal prospects Mount Slamet.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
T-43405
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faruk Afero
"Metode magnetotelurik merupakan metode yang menggunakan sumber gelombang elektromagnetik natural untuk mencitrakan struktur resistivitas bawah permukaan. Tetapi salah satu tantangan yang dihadapi dalam interpretasi adalah adanya distorsi data yang disebabkan efek galvanik dari heterogenitas konduktivitas dekat permukaan maupun topografi. Salah satu teknik yang dikembangkan untuk mengekstrak data yang tidak terdistorsi adalah analisis tensor fasa. Selain itu digunakan juga data induction arrow sebagai informasi tambahan dalam analisis tensor fasa. Analisis tensor fasa diterapkan ke data lapangan panas bumi ?FH?. Dari analisis tensor fasa dapat dilakukan analisis dimensionalitas serta resistivitas data. Dari analisis dimensionalitas diketahui bahwa data dapat didekati oleh kondisi 2-D pada rentang frekuensi antara 320 Hz sampai 0.5-0.01 Hz dan bersifat 3-D untuk frekuensi lebih rendah.
Hasil analisis menyatakan arah geoelectrical strike dari area pengukuran adalah N0°E-N10°E, dengan ambiguitas sebesar 90°, atau N90°E-N100°E. Hasil analisis tensor fasa diimplementasikan dalam pemodelan resistivitas. Pemodelan 1-D dan 2-D telah menghasilkan model resistivitas sistem panas bumi lapangan ?FH?. Model ini terdiri dari lapisan dengan resistivitas bervariasi yang diinterpretasikan sebagai overburden, merupakan intrusi batuan dioritik sampai granodioritik komplek dengan ketebalan berkisar antara 500-1000 meter. Konduktor kuat dengan ketebalan sekitar 1000-3000 meter yang bervariasi yang diinterpretasikan sebagai geothermal clay cap, lapisan dengan nilai sekitar 15-40 Ohm meter hingga ke kedalaman 3000 meter di bawah permukaan laut yang diinterpretasikan sebagai reservoir panas bumi, dan lapisan dengan nilai lebih dari 500 Ohm meter yang diinterpretasikan sebagai batuan dasar yang merupakan bagian dari sumber panas bumi.

Magnetotelluric is a method using natural electromagnetic wave source to delineate subsurface resistivity structure. However, one of the challenge in data interpretation is galvanic effects produced by heterogeneities in near-surface conductivity distort the regional MT response. One of technique being developed to extract undistorted data is phase tensor analysis. In the other hand, induction arrow data can be applied as additional information for phase tensor analysis. Phase tensor analysis has been applied to ?FH? geothermal field data. Dimensionality and resistivity analysis can be obtained from phase tensor analysis. From dimensionality analysis, it was shown that the dimensionality of the data are 2-D in between frequency of 320 Hz till 0.5-0.01 Hz and 3-D for the lower frequency.
The results of the resistivity analysis has shown that the geoelectrical strike direction of the measurement area is N0°E-N10°E, with 90° ambiguity, or N90°E-N100°E. The results from phase tensor analysis are then applied to 1-D and 2-D resistivity modeling of ?FH? geothermal system. This model consists of layers with varying resistivity which were interpreted as the overburden, derived from the complex of dioritic to granodioritic intrusion with the thickness of 500-1000 meter, strong conductor which was interpreted as geothermal clay cap with the thickness of 1000-3000 meter, a layer with resistivity value of 15-40 Ohm meters up to a depth of 3000 meters which was interpreted as geothermal reservoir, and layer with resistivity values more than 500 Ohm m which was interpreted as a basement which was part of geothermal heat source.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
S64657
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhara Adhnandya Kumara
"Dewasa ini Indonesia tengah berusaha untuk memenuhi kebutuhan energi untuk tujuan ketahanan energi nasional. Salah satu energi yang tengah diusahakan adalah energi baru dan terbarukan yang salah satunya adalah energi panas bumi. Untuk mencapai target ini, eksplorasi energi panas bumi perlu digencarkan. Dalam eksplorasi panas bumi, metode yang sering digunakan adalah metode magnetotellurik. Dalam melakukan survei magnetotellurik terdapat banyak hal yang perlu dipertimbangkan untuk membuat suatu desain survei. Salah satu parameter penting dalam proses akuisisi data adalah mengetahui jumlah dan jarak antar stasiun yang tepat untuk memberikan gambaran bawah permukaan terbaik. Jarak antar stasiun sebaiknya tidak terlalu besar, dikhawatirkan apabila terlalu besar resolusi yang didapatkan terlalu rendah dan juga terjadi ekstraplorasi pada saat pengolahan data. Namun, apabila membuat jarak terlalu rapat itu juga akan menguras biaya dan waktu selama pengukuran. Terutama dalam survei magnetotellurik, untuk mendapatkan data yang dalam diperlukan waktu pengukuran yang semakin lama. Biasanya dalam eksplorasi panas bumi, pengukuran data magnetotellurik dapat dilakukan hinnga 24 jam. Sehingga apabila semakin banyak titik yang diukur semakin lama juga waktu yang diperlukan untuk mengukur. Pada saat ini, belum ada penelitian yang membahas berapa jarak optimum dalam akuisisi data magnetotelurik untuk eksplorasi panas bumi. Penggunaan jarak antar stasiun pada penelitian-penelitian sebelumnya sangatlah bervariatif. Hal ini tentunya berpengaruh pada gambaran sistem panas bumi hasil pengolahan data magnetotelurik tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jarak antar stasiun yang paling optimum untuk eksplorasi pada lapangan panas bumi. Dimana penelitian ini akan dilakukan dengan melakukan pemodelan kedepan (forward modelling) dan pemodelan inversi (inverse modelling). Dengan membuat beberapa model dan melakukan variasi jarak stasiun, jarak antar stasiun yang optimal dapat disimpulkan. Berdasarkan studi yang dilakukan diketahui bahwa dengan jarak 500-1000 meter untuk daerah interest sudah mampu menggambarkan batasan clay cap dengan baik sehingga jarak ini sudah optimum. Sementara itu, diluar daerah interest diperlukan beberapa stasiun pengikat dengan jarak 1000 meter. Dibandingkan dengan inversi 2D, inversi 3D mampu menggambarkan sistem dengan lebih baik.

Currently Indonesia is trying to meet energy needs for national energy security goals. One of the energies being consideredis new and renewable energy, one of which is geothermalenergy. To meet this goal, exploration for geothermalenergy need to be intensified. The geophysics method which usually used for geothermal energy exploration is the magnetotelluric method. One of the important parameters in the data acquisition is decidingthe number and spacing for eachstation to provide the best sub-surfaceimage. The distance between stations should not be too large, that caused the resolution obtained will betoo low and extrapolation also occurs when the data processing obtained. However, if the distance too denseit will also drain the cost and time during the measurement. Especially in magnetotelluric surveys, to obtain deep depthrequires a longer measurement time. Usually in geothermalexploration, measurement of magnetotelluric data can be done up to 24 hours. Thus, whenmore points are measured the longer the time needed to measure. At present, there is no research that discusses the optimum distance in magnetoteluric data acquisition for geothermal exploration. The use of distance between stations in previous studies ishighly varied. This certainly affects the imaging of the geothermal system resulting from the processing of the magnetoteluric data. This study aims to determine the most optimum distance between stations for exploration on geothermal fields. Where this research will be carried out by doing forward modeling and inverse modelling. By building several models and varied the station spacing, optimum spacing in geotermalarea could be concluded. The study result shown that the optimum spacing is 500-1000 meters for the interest zone, it is capable to delineate the Top of Resevoar. Moreover, outside the interest zone several stasion should be put with the station spacing for about 1000 meters. 3D inversion shown better result in the ability on mapping the system compared with 2D inversion."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhara Adhnandya Kumara
"ABSTRAK
Saat ini Indonesia sedang berupaya memenuhi kebutuhan energi untuk kepentingan ketahanan energi nasional. Salah satu energi yang sedang diupayakan adalah energi baru dan terbarukan, salah satunya energi panas bumi. Untuk mencapai target tersebut, eksplorasi energi panas bumi perlu diintensifkan. Dalam eksplorasi panas bumi, metode yang sering digunakan adalah metode magnetotelurik. Dalam melakukan survey magnetotelluric, banyak hal yang perlu diperhatikan dalam membuat desain survey. Salah satu parameter penting dalam proses akuisisi data adalah mengetahui jumlah dan jarak yang tepat antar stasiun untuk menghasilkan citra bawah permukaan yang terbaik. Jarak antar stasiun tidak boleh terlalu besar, dikhawatirkan resolusi yang didapat terlalu rendah dan terjadi ekstraplorasi pada saat pengolahan data. Namun, jika jarak terlalu sempit juga akan memakan biaya dan waktu selama pengukuran. Khususnya pada survei magnetotelluric, untuk mendapatkan data yang dalam dibutuhkan waktu pengukuran yang lebih lama. Biasanya dalam eksplorasi panas bumi, pengukuran data magnetotelurik dapat dilakukan hingga 24 jam. Sehingga jika semakin banyak titik yang diukur, semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk mengukurnya. Saat ini belum ada penelitian yang membahas jarak optimum perolehan data magnetotelurik untuk eksplorasi panas bumi. Penggunaan jarak antar stasiun pada penelitian sebelumnya sangat bervariasi. Hal ini tentunya mempengaruhi gambaran sistem panas bumi yang dihasilkan dari pengolahan data magnetotelurik tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jarak optimal antar stasiun untuk eksplorasi di lapangan panas bumi. Dimana penelitian ini akan dilakukan dengan melakukan pemodelan maju (forward modelling) dan pemodelan inversi (inverse modelling). Dengan membuat beberapa model dan memvariasikan jarak antar stasiun maka dapat disimpulkan jarak optimal antar stasiun. Berdasarkan studi yang dilakukan diketahui bahwa jarak 500 - 1000 meter untuk area yang diinginkan mampu menggambarkan batas-batas clay cap dengan baik sehingga jarak tersebut optimal. Sedangkan di luar areal kepentingan diperlukan beberapa strapping station dengan jarak 1000 meter. Dibandingkan dengan inversi 2D, inversi 3D mampu mendeskripsikan sistem dengan lebih baik.
ABSTRACT
Currently, Indonesia is trying to meet energy needs for the benefit of national energy security. One of the energies that is being pursued is new and renewable energy, one of which is geothermal energy. To achieve this target, geothermal energy exploration needs to be intensified. In geothermal exploration, the method that is often used is the magnetoteluric method. In conducting a magnetotelluric survey, many things need to be considered in making a survey design. One of the important parameters in the data acquisition process is knowing the exact number and distance between stations to produce the best subsurface imagery. The distance between stations should not be too large, it is feared that the resolution obtained is too low and extraploration occurs during data processing. However, if the distance is too narrow it will also cost money and time during measurement. Especially in the magnetotelluric survey, it takes a longer measurement time to obtain the required data. Usually in geothermal exploration, the measurement of magnetoteluric data can be carried out for up to 24 hours. So that if the more points are measured, the longer it will take to measure it. Currently, there is no research that discusses the optimum distance to obtain magnetoteluric data for geothermal exploration. The use of the distance between stations in previous studies varies widely. This certainly affects the description of the geothermal system resulting from the processing of the magnetoteluric data. This study aims to determine the optimal distance between stations for exploration in geothermal fields. Where this research will be carried out by doing forward modeling (forward modeling) and inversion modeling (inverse modeling). By making several models and varying the distance between stations, it can be concluded that the optimal distance between stations. Based on the study conducted, it is known that the distance of 500 - 1000 meters for the desired area is able to describe the boundaries of the clay cap well so that the distance is optimal. Meanwhile, outside the area of ​​interest, several strapping stations with a distance of 1000 meters are required. Compared to 2D inversion, 3D inversion is able to describe the system better."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sabrina Hikmah Ramadianti
"ABSTRAK
Salah satu target eksplorasi panas bumi adalah zona permeabilitas tinggi, yang mana zona ini biasanya berhubungan dengan banyak struktur. Pemetaan struktur pada geologi hanya mampu menunjukkan struktur permukaan saja. Kemenerusan struktur ke bawah permukaan sulit dideteksi. Hal ini dapat dilakukan dengan analisis struktur menggunakan metode Magnetotelurik (MT), yaitu induction arrows, kurva splitting dan diagram polar. Dengan menggunakan induction arrow dan diagram polar kita dapat memetakan keberadaan anomali konduktif. Spliting pada data kurva MT pada range frekuensi tinggi biasanya terjadi karena struktur di bawah permukaan. Forward modeling 3-D pun dilakukan guna memastikan struktur pada daerah tersebut, dengan model sintetik yang lebih simple dibuat berdasarkan acuan dari hasil inversi 3-D sehingga dapat mempermudah dalam melihat respon analisis induction arrows, kurva splitting dan diagram polar data MT riil lapangan. Hasil penelitian dari penelitian Lapangan ?S? ini menunjukan adanya korelasi antara struktur geologi dengan data MT baik analisis kurva splitting, induction arrows, dan diagram polar. Korelasi tersebut memperlihatkan adanya kontrol struktur yakni Sesar Sm dan Cg terhadap hadirnya zona main conductor. Zona pemboran diorientasikan sebelah Selatan Sesar Sm berarah NW-SE, dimana berdasarkan kemiringan struktur Sm ini mengarah NE-SW.

ABSTRAK
One of the geothermal exploration target is a zone of high permeability, which is usually associated with a lot of structure. Geological mapping of the structure is only able to show the structure of the surface. Continuity of structures beneath the surface difficult to detect. However, to look for structure, can be done by using the methods of structural analysis magnetotellurics (MT), such as, the induction arrows, splitting curves and polar diagram. By using induction arrow and diagram polar we can map the presence of anomalous conductive. Spliting the MT curve data at high frequency range usually occurs because of the structure below the surface. Forward 3-D modeling was done to ensure the structure of the region, with a more simple synthetic models are based on 3-D inversion results. The results of the Field "S" shows a correlation between the geological structure of the data is good MT splitting curve analysis, Induction Arrows, and a polar diagram. The correlation shows that the control structure of the Sm and Cg Fault zone to the presence of the main conductor. Zone drilling is oriented southern Sm Fault trending NW-SE, which is based on the slope of the structure of Sm leads NE-SW."
2016
S64171
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Susmanto
"Tahap eksplorasi panas bumi merupakan tahap yang memiliki resiko paling tinggi dibandingkan dengan tahapan panas bumi lainnya. Sehingga diperlukan data-data kondisi bawah permukaan yang terintegrasi dengan baik dalam mendukung penentuan lokasi pemboran dengan tingkat kepastian yang lebih tinggi. Target pemboran ditujukan pada daerah yang memiliki temperatur dan permeabilitas tinggi. Distribusi temperatur bawah permukaan dapat didekati dari nilai resistivitas data Magnetotellurik (MT).
Penelitian ini difokuskan pada pemodelan sistem panas bumi menggunakan data MT. Inversi 3-dimensi (3-D) data MT dilakukan untuk mengetahui resistivitas bawah permukaan. Lapisan konduktif diindikasikan sebagai clay cap dari sistem panas bumi, lapisan yang berada di bawah clay cap dengan nilai resistivitas sedikit lebih tinggi diindikasikan sebagai zona reservoir, dan body dengan nilai resistivitas tinggi yang merupakan heat source dapat dideteksi dengan metode MT.
Hasil pengolahan data MT dan data interpretasi terpadu dengan data pendukung data geologi, geokimia, dan data sumur diperoleh model sistem panas bumi dan target pemboran. Berdasarkan peta elevasi Base of Conductor (BOC) dan hasil inversi MT 3-dimensi: luas daerah prospek Gunung Parakasak sekitar 15 km2 dengan potensi 117 MWe (untuk k=0.1) dan 257 MW (untuk k=2), struktur updome (upflow zone) di bawah puncak Gunung Parakasak dan aliran outflow menuju ke Rawa Danau.

Geothermal exploration phase is the phase that has the highest risk among the other geothermal activities. Hence, the good integrated data of the subsurface condition needed to support the determination of the drilling location with the higher probability. The target of drilling activities is addressed to any regions that have high temperature and permeability. The distribution of the subsurface temperature can be approached by the resistivity value of Magnetotelluric data (MT).
This research focus is modelling of geothermal system by using MT data. Inversion of 3-dimension MT data conducted to analyze the subsurface resistivity. The conductive layer can be indicated as clay cap of geothermal system, the layer that resided under the clay cap with much more higher resistivity value can be indicated as reservoir zone, and the body with high resistivity value is the heat source that can be detected by MT method.
The tabulation of MT data and integrated interpreted data with the supporting data, such as geology data, geochemical data, and geothermal-well data will result the model of geothermal system and well targeting. Based on Base of Conductor (BOC) elevation map and MT 3-D inversion result, prospect area of Mt. Parakasak are about 15 km2 with the geothermal potency 117 MWe (k=0.1), 257 MW (k=2), the updome structure (upflow zone) under the top of Mt. Parakasak, and outflow zone towards to Rawa Danau.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
T43404
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>