Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 39638 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Luhur Prayogo
"Ada dua tempat yang dimaknai wajib dalam hal pemenuhan kebutuhan akan kelangsungan hidup manusia. Tempat pertama dimaknai sebagai ruang dengan kegiatan bertinggal (living) serta dilihat secara keruangan sebagai ruang yang privat. Tempat kedua dimaknai sebagai ruang dengan kegiatan bekerja (working) serta dilihat secara keruangan sebagai ruang yang semi-publik. Kegiatan yang dilakukan di dua tempat wajib tersebut merupakan kegiatan yang sudah pasti dilakukan sesuai dengan fungsi ruangnya. Third place (tempat ketiga) muncul sebagai ruang yang menawarkan wadah untuk kegiatan "lain" diluar dari kegiatan yang pasti dan wajib tersebut. Kegiatan "lain" ini merupakan kesempatan untuk manusia menikmati hubungan sosial sebagai bentuk "release" - melepaskan diri sejenak dari keterikatan (keluarga) dan keharusan (pekerjaan) sebagaimana penyeimbang akan fisik dan psikologis. Kebutuhan akan third place ini memenuhi kebutuhan ruang yang bersifat publik namun privat. Skripsi ini membahas bagaimana masyarakat perkotaan Jakarta sebagaimana gaya hidup masyarakat perkotaan memaknai sebuah tempat sebagai sesuatu yang lain yang menawarkan kemungkinan-kemungkinan lebih terhadap ruang (affordance) dalam bentuk berkegiatan "lain" diluar dari kegiatan wajib yang telah dilakukan rutin. Fenomena munculnya sebuah bar yang diindikasikan sebagai tempat third place ini yang menjadi bahasan pada skripsi kali ini. Kegiatan "lain" yang muncul nantinya berwujud kegiatan tak terduga dan tanpa terencana dengan maksud sebagai sebuah kegiatan "release". Kemungkinan-kemungkinan ini diperlihatkan dengan beragam kegiatan "lain" yang dilakukan sehingga akan muncul keterlibatan interaksi serta tingkatan spasial pengguna ruang dalam sebuah ruang publik-sosial. Dengan munculnya hal tersebut akhirnya akan memberikan makna sebuah ruang menjadi tempat yang "diakui" (established) sebagai sebuah third place oleh masyarakat.
There are two places shall be interpreted in terms of satisfying the need for human survival. The first place is defined as a space for living activities as well as spatial seen as a private space. The second place is defined as a space for working activity as well as spatial seen as a semi-public space. Activities undertaken in these two places required is an activity that was certainly made in accordance with the spatial functions. Third place (third place) appears as a space that offers 'the other' activities. 'The other' activities is an opportunity for people to enjoy social relations as a form of 'release' - a short break away from the attachment (family) and necessity (work) as a counterweight to be physically and psychologically. Third place is public but also private space. This thesis discusses how urban communities Jakarta as an urban community lifestyle interpret a place as "the other" place that offers more possibilities of the space (affordance) in the form of activism 'other' outside of compulsory activities that have been carried out regularly. The phenomenon of the presence of a bar in Jakarta which is indicated as a third place on this thesis. the other Activities 'other' that present are an unexpected and unplanned for the purpose as an 'release' activity. These possibilities are shown in a variety of 'other' activities will appear involvement levels of spatial interaction and user space in a public-social space. With the advent of these things will give a meaning of the space into the place to be established as a third place by society."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S63455
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nisrina Muthi Meidiani
"Third place merupakan tempat seseorang melarikan diri dari rutinitasnya di first place dan second place, yang mana salah satu karakternya adalah kualitas homelike. Penulisan ini bertujuan untuk mencari aspek-aspek pembentuk kualitas home-like pada sebuah third place dengan metode studi literature berdasarkan teori at-homeness dan studi kasus. Studi kasus dilakukan di Hema Resto Kemang Pratama Kota Bekasi melalui defamiliarisasi dan wawancara.
Hasil penulisan memperlihatkan home-like terbentuk dari interaksi individu, pemilihan elemen interior dan penempatan objek yang mirip dengan tipikal rumah tinggal. Studi kasus ini berhasil menunjukan bahwa interioritas memiliki peran yang lebih besar dalam pembentukan kualitas home-like dibandingkan interaksi individu di third place itu sendiri. Hal tersebut terjadi karena kecenderungan seseorang terhadap places-for-things.

Third place is a spot for someone to runaway from his first place and second place?s routines, in which home-like is one of the characteristics of it. This essay aims to seek the composing aspects of home-like quality in third place based on at-homeness theory with literature and case study as methods. The case study was done in Hema Resto Kemang Pratama in Bekasi City through defamiliarization and interviews.
The result shows that home-like was composed from the interactions between individuals, the choosing of interior elements and object placements that resemble a typical housing. The case study shows that the interiority plays a bigger role in composing the home-like quality in a third place than an interaction. This may be led by people's preference of places-for-things.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S63108
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Catrin Putri Danik
"Semakin maraknya penggunaan internet mengakibatkan adanya perkembangan akan kebutuhan manusia dalam ruang sosial virtual. Hal ini diiringi dengan munculnya berbagai macam sosial media, yang memiliki ragam dan fungsi yang berbeda-beda. Melihat kritteria third place Oldenburg sebagai salah satu pemenuh kebutuhan manusia akan ruang interaksi sosial lalu melihat bagaimana peran teknologi dalam membentuk virtual third place pada ruang cyber. Dilakukanya studi kasus pada couchsurfing.org yang berfungsi sebagai sosial media yang mampu menghasilkan interaksi sosial di dalamnya. Dengan berkembangnya teknologi, virtual third place hanya mampu menstimulasi aktual third place. Namun virtual third place dapat mendorong munculnya third place pada ruang aktual.

The widespread of Internet users, lead to the development of human needs in the virtual social space . It is accompanied by the emergence of various kinds of social media, which has a wide and diverse functions. Seeing character Oldenburg third place as one of fulfilling the human need for social interaction space and then see how the role of technology in shaping a virtual third place on cyber space. a case study on couchsurfing.org that have functions as a social medium that is able to generate social interaction within it. With the development of technology, a virtual third place only able to stimulate the actual third place. However, a virtual third place could encourage the emergence of third place on the actual space."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S55037
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rayhan Mustofa Kartiyasa
"Dalam beberapa dekade terakhir, permintaan akan transportasi menjadi tantangan bagi para insinyur untuk meningkat. Jakarta adalah salah satu kota yang dikenal dengan permintaan lalu lintas yang padat dan kemacetan. Persimpangan merupakan salah satu tempat yang paling sering terjadi kemacetan karena volume kendaraan yang sangat besar dimana persimpangan menjadi titik pertemuan kendaraan dari jalan yang berbeda. Salah satu simpang di kota Jakarta adalah simpang Jalan Ampera Raya yang merupakan titik pertemuan kendaraan dari Cilandak, Kemang dan Pejaten. Untuk memperbaiki situasi ini, perbaikan dapat dilakukan pada aspek geometris simpang. Peningkatan geometrik menuju persimpangan dapat dianggap sebagai biaya rendah tetapi akan menciptakan peningkatan besar dalam kapasitas persimpangan dan menguntungkan.

In recent decades, the demand for transportation has become a challenge for engineers to increase. Jakarta is one of the cities known for its heavy traffic demand and congestion. Intersections are one of the most common places where congestion may occur due to the very large volume of vehicles where intersections become the meeting point of vehicles from different roads. One of the intersections in the city of Jakarta is the Jalan Ampera Raya intersection which is the meeting point for vehicles from Cilandak, Kemang and Pejaten. To improve this situation, improvements can be made to the geometrical aspect of the intersection. The geometric increase towards the junction can be considered low cost but will create a large increase in junction capacity and is profitable.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siringoringo, Cheelsy Rumondang
"Kota-kota besar membutuhkan third place inklusif yang bisa dinikmati oleh masyarakat dari berbagai kalangan. Ruang terbuka hijau berupa taman kota merupakan pilihan ideal yang memenuhi kebutuhan tersebut sebagai tempat bersosialisasi untuk bersantai di tengah rutinitas kota yang menjenuhkan. Namun seiring dengan perkembangan zaman, kemajuan teknologi, dan peningkatan kemampuan ekonomi membuat gaya hidup masyarakat ikut berubah. Beberapa taman kota yang dibangun beberapa dekade lalu jadi kurang relevan lagi saat ini, hingga akhirnya ditinggalkan pengunjungnya dan menjadi terbengkalai. Oleh karena itu revitalisasi pada taman kota perlu dilakukan agar tetap relevan dengan gaya hidup masyarakat perkotaan saat ini, salah satunya dengan menambahkan unsur komersial seperti tenant makanan dan minuman dengan tujuan untuk menambah daya tarik dan kenyamanan pengunjungnya. Sehingga keberadaan komersialisasi dalam hal ini tidak menghilangkan inklusivitas taman kota sebagai third place. Metode yang digunakan dalam skripsi ini adalah kajian studi literatur dan observasi dengan dua studi kasus yaitu Tebet Eco Park dan Taman Literasi. Skripsi ini dibuat dengan tujuan untuk menelusuri taman kota sebagai third place dan bagaimana pengaruh keberadaan komersialisasi terhadap inklusivitas taman kota.

Big cities needs an inclusive third place that can be enjoyed by various level of society. Green open spaces in the form of urban parks is an option that can fullfill these needs to socialize and relax amidst the tiring city routines. However, over time, technological advances and increasing of level economic capability that have a direct influence on changes in culture and livestyle, some urban parks were built several decades ago are no longer relevant today are ultimately ignored by visitors and become abandoned. Therefore, revitalization of urban parks needs to be carried out so that they become relevant to the lifesytle of today’s urban communities by adding commercial elements such as food and beverage tenants with the aim of increasing the attracttion and confort of visitors. Thus, the existence of commercialization in this case does not eliminate the inclusiveness of urban parks as a third place. The method used in this thesis is a literature review and observation with two case studies, Tebet Eco Park and Taman Literasi. This thesis was written with the objective of exploring urban parks as a third place and how the precence of commercialization influences the inclusiveness of city parks."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shenly Riatna Erliza
"Masa remaja yang dimulai dari umur 12 tahun hingga 18 tahun biasanya adalah mereka yang sedang menempuh pendidikan SMP/sederajat dan SMA/sederajat. Remaja yang sedang duduk dibangku sekolah ini, selain melakukan kegiatan belajar di sekolah, mereka juga melakukan kegiatan tersebut di ruang lainnya. Remaja mempunyai karakter khusus yang menjadi transisi antara karakter anak-anak menuju karakter dewasa seperti, kecenderungannya untuk menghabiskan waktu luang bersama dengan kelompoknya di ruang publik. Berdasarkan hal tersebut, keberadaan perpustakaan publik sebagai salah satu ruang belajar bagi remaja dipilih untuk menjadi topik yang akan dibahas pada penulisan ini. Dengan metode penulisan deksriptif analitis, penulis mencoba memaparkan bagaimana elemen ruang yang ada di dalam perpustakaan publik sebagai third place dapat memenuhi kebutuhan remaja saat mereka menggunakan suatu ruang dan dapat mendukung kegiatan belajarnya. Studi kasus dilakukan pada salah satu perpustakaan publik yang ada di Jakarta yaitu, Perpustakaan Kemdikbud (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan).

Adolescence starts from the ages of 12 to 18, who usually are studying in junior high school or senior high school. Those teenagers do learning activities at school and also in other rooms. Teenagers have a special character that becomes a transition from childrens characters to adults characters, such as their tendency to spend free time together with their groups in a public space. Based on this, the existence of a public library as one of learning spaces for teenagers was chosen to be the topic to be discussed. With analytical descriptive method, the author tried to explain how the elements of space in the public library as third place can meet the needs of adolescents when using a space and can support their learning activities. Case study was conducted in one of the public library in Jakarta, which is the Ministry of Education and Cultures Library.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kusyono Suryo
"Perkembangan dan penyebaran Convenience Store di Indonesia akhir-akhir ini, dapat dikatakan sangat pesat. Keadaan ini menuntut para pemilik dari Convenience Store tersebut untuk bersaing dalam hal penyediaan fasilitas, dan penciptaan suasana semenarik mungkin dengan tujuan memikat pengunjung dan pembeli agar lebih memilih untuk datang ke Convenience Store miliknya. Atmosphere (suasana atau nuansa) toko yang mampu memberi daya tarik, perasaan nyaman, menyenangkan, ketika berada di dalam toko merupakan salah satu startegi agar konsumen melakukan transaksi pembelian. Skripsi ini membahas bagaimana Store Atmosphere pada ruang ritel khususnya Convenience Store beserta hal-hal yang berpengaruh terhadap minat kunjungan konsumen dengan mengaitkan teori Store Atmosphere dan kualitas ruang.

The development and deployment of Convenience Stores in Indonesia nowadays can be said as very rapid. Such circumstance requires the owners of the Convenience Stores to compete in the provision of facilities, and creating the Store Atmosphere as attractive as possible in order to attract visitors and buyers to select and buy at their Convenience Stores. Store Atmosphere (the feel or nuance) which provide attractiveness, comforts, and pleasure while being in the store is one strategy towards the consumers, to make them purchase. This thesis discusses about Store Atmosphere of the Convenience Store retail space, with the factors that affect the consumer traffics interests, by linking the theories of Store Atmosphere and the Spatial Quality."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S45362
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aisyah Handa Muharami
"Hiperrealitas merupakan suatu kondisi representasi realitas ke dalam medium baru yang menyebabkan terjadinya peleburan antara realitas nyata dengan realitas semu. Arsitektur merupakan salah satu medium lingkungan pembentuk kondisi tersebut.  Elemen-elemen ruang membentuk atmosfer tertentu untuk memanipulasi sensasi yang memicu persepsi dan imajinasi manusia akan suatu realitas semu, yaitu dunia yang lain. Garden's by the Bay, taman ikonik Singapura, menciptakan pengalaman penuh sensasi akan alam yang berkesan di tengah kesibukan kota dengan struktur buatannya. Topik skripsi ini akan membahas bagaimana elemen ruang di dalam Garden's by the Bay dalam menciptakan pengalaman hiperrealitas.

Hyperreality is a condition of representation in which reality is reduce into a new medium which causes a fusion between real reality and the simulation of it. Architecture is one of the medium forming the condition. The element of space form a particular atmosphere for manipulating sensations that trigger human perceptions and imagination of a false reality, that is, another world. Garden's by the Bay, Singapore's iconic park, creates an experience of nature that is memorable amidst the bustling city with its artificial structure. This thesis topic will discuss how the elements of space in Garden's by the Bay create a hyperreality experience."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Roeqsana
"Place bukan hanya sekedar ruang dengan batas, bentuk, ketinggian, warna, serta segala sesuatu yang mendefinisikan identitasnya melalui 'keberadaan' benda lain, melainkan lebih merupakan sesuatu yang keberadaannya dapat dikenali melalui berbagai macam hubungan dan keterkaitannya dengan apa yang ada di alam. Pada dasarnya place merupakan kesatuan makna dari 'apa' yang hidup yang ada di dalamnya. Place didiami oleh manusia dan benda lain serta diberikan makna dan nilai. Interaksi manusia dengan lingkunganlah yang dapat menciptakan suatu makna dan nilai. Bentuk, kondisi fisik serta image merupakan elemen lain yang terkait dengan manusia sehingga suatu ruang tersebut dapat berubah menjadi sebuah place. Manusia sebagai pelaku ruang tersebut adalah subjek pokok yang menentukan apakah ruang tersebut merupakan place atau bukan. Dengan demikian, penciptaan atau pembentukan suatu place dapat dilihat dari 'apa' yang terjadi di dalamnya yakni keseluruhan rangkaian peristiwa yang melibatkan manusia dan benda. Pengalaman akan suatu peristiwa merupakan hal yang sangat penting untuk menunjukkan suatu esensi dari sebuah tempat. Dan manusia cenderung mengenali suatu tempat dari adanya rangkaian peristiwa yang berlangsung dalam suatu ruang yang terjadi secara berulang.

Place is not merely constructed by placing boundaries, form, height, colour, also everything that define its identity through other things' counterposition to other, but it is more, it's precisely as a thing that can be recognized through the plural of links and interconnections to that. Basically, place is a unity of meaning from what lives beyond. Place is occupied by a person or a thing and it is imbued with meaning and value. It is the interactions of people with this environment that gives it a meaning and value so it distinct from other place. Form, physical setting and image are other elements that interrelate with a human being so space can be a place. Human as a primer subject who decides, whether a space is a place or not. Thus, creation or construction of a p/ace can be seen from 'what' appened beyond, it is all events that involve human and things that combined. The experience of an event is a very important thing to point out a sense of a place. And a person inclined to recognize a place by its all events that happened continously.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S48540
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nizhar Marizi
"Dengan intensitas perkembangan yang tinggi, salah satu masalah yang dihadapi DKI Jakarta saat ini adalah perubahan pemanfaatan ruang yang tidak terkendali. Kawasan Kemang di Jakarta Selatan adalah kawasan yang diarahkan sebagai kawasan perumahan pada dokumen Rencana Tata Ruang. Namun pada kenyataannya, kini pola kegiatan pemanfaatan ruang di kawasan tersebut semakin bergeser menuju ke arah yang lebih komersial.
Perubahan pemanfaatan ruang ini meningkatkan intensitas kegiatan dan berdampak pada menurunnya tingkat pelayanan prasarana pendukung yang pada awalnya ditujukan untuk pelayanan perumahan. Berbagai kegiatan yang berlangsung di wilayah penelitian berlangsung di luar asumsi perencanaan sehingga dampak Lingkungan akibat berubahnya pemanfaatan ruang ditelusuri berdasarkan fenomena yang terjadi dengan adanya perubahan tersebut. Dampak pada Lingkungan fisik yaitu kemacetan lalu lintas, meningkatnya limbah padat dan cair, dan kebisingan. Selain itu, secara sadar pelaku usaha juga menggunakan fasilitas umum untuk kepentingan usahanya (free riders). Dampak pada Lingkungan sosial ekonomi adalah terjadinya konflik sosial, meningkatnya kesempatan kerja masyarakat dan penerimaan pemerintah dan pajak dan retribusi.
Untuk mengakomodasi munculnya kegiatan-kegiatan usaha di kawasan ini, dengan tetap mempertahankan peruntukan utama Kawasan Kemang sebagai kawasan perumahan, Pemerintah DKI memberlakukan Kawasan Kemang sebagai Kampung Modern, yaitu kawasan permukiman yang terintegrasi dengan kegiatan usaha yang ada, agar kawasan permukiman tersebut mampu untuk memenuhi kebutuhan penghuninya sendiri. Akan tetapi, sampai saat ini masih banyak kegiatan usaha yang kelengkapan izinnya belum memenuhi syarat, masih bermunculannya tempat-tempat usaha Baru, dan masih adanya kegiatan usaha yang berlokasi di Luar kawasan yang diperbolehkan. Hal ini secara langsung melanggar peraturan hasil penyesuaian tersebut. Untuk mengatasi permasalahan tersebut sangat dibutuhkan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif dan dapat diandalkan. Mengingat sudah banyaknya dokumen yang mengatur pemanfaatan ruang di Kawasan Kemang, maka masalah yang diangkat dalam penelitian ini menyangkut keefektifan institusi yang terkait dengan pengendalian pemanfaatan ruang di Kawasan Kemang.
Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan evaluasi formatif pada keefektifan produk dan proses pengendalian pemanfaatan ruang di Kawasan Kemang. Kriteria utama yang digunakan dalam evaluasi adalah kriteria keefektifan yang berkenaan dengan apakah suatu alternatif mencapai hasil yang diharapkan atau mencapai tujuan dari diadakannya tindakan. Penelitian dilaksanakan melalui dua pendekatan, yaitu pendekatan by product dan pendekatan by process. Pendekatan by product menilai keefektifan kegiatan pengendalian pemanfaatan ruang melalui evaluasi keefektifan produk yang mengatur pemanfaatan ruang, dan pendekatan by process, menilai keefektifan institusi yang terkait dengan pengendalian pemanfaatan ruang dengan menganalisis proses dan prosedur pengendalian pemanfaatan ruang yang dijalankan oleh institusi tersebut.
Dari sisi produk, pengendalian pemanfaatan ruang di Kawasan Kemang dikatakan efektif, jika ketiga indikator yaitu pemanfaatan lahan, kegiatan penunjang perumahan, dan pemanfaatan ruang di lokasi yang diizinkan dapat dipenuhi. Dari sisi proses, pengendalian pemanfaatan ruang di Kawasan Kemang dikatakan efektif, jika keenam indikator yaitu proses pelayanan IMB, proses pelayanan IPB, proses pelayanan izin UUG, proses pelayanan SKM, pelaksanaan tugas dan wewenang pengawasan, serta pelaksanaan tugas dan wewenang penertiban dapat dipenuhi.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa institusi yang terkait dengan pengendalian pemanfaatan ruang di Kemang belum efektif. Untuk penyempurnaan kinerja institusi terkait dengan pengendalian pemanfaatan ruang Kawasan Kemang, maka perlu dilakukan upaya untuk: 1) Melaksanakan up-grading atau peningkatan kualitas (capacity building) aparat institusi, terutama dalam hal pengaktifan monitoring dan pencegahan dampak; 2) Melakukan pemantauan, pendataan, dan pelaporan atas kegiatan pemanfaatan ruang secara menyeluruh dan periodik/rutin untuk mendapatkan basis data dalam melaksanakan pengendalian pemanfaatan ruang; 3) Melakukan penajaman tugas pokok dan fungsi institusi yang terkait atau mengupayakan dibentuknya tim khusus yang secara formal berada dalam struktur kepemerintahan daerah dan resmi berwenang.

With its high intensity development, Jakarta is currently faced with the problem of uncontrolled change of spatial use. South Jakarta's Kemang is an area determined by the city Spatial Planning document for housing. However, facts show that the area had gradually been used for more commercial purposes.
The change in spatial use has resulted in higher level of activities and consequently lower level of service of the supporting facilities initially planned for residences. Various activities in the research area took place beyond what had been settled. Therefore, the environmental impacts due to the change of spatial use in Kemang were measured based on the phenomena resulting from such change. Impacts on the physical environment included traffic jams, increased volume of solid and liquid waste and higher level of noise disturbance. Business owners consciously acted as free riders by intentionally making use of public facilities. Impacts on socio-economic conditions were social conflicts, more employment opportunities for residents in the area and increased government revenues from taxes and levies.
In order to make room for new businesses in Kemang while maintaining its status as a residential area, Jakarta city administration has determined the area as a Kampung Modern (Modem Village), i.e. an area integrated with existing business activities to enable it to meet the needs of its residents. However, there are still many businesses with no proper business licenses, and new ones keep springing up despite the fact that these violate the revised city regulation. People have even set up their businesses outside permitted zones. To solve this problem, it is crucial to have effective and reliable control measures regarding the area spatial use. Since there are already many documents concerning spatial use in Kemang, this research focused on the effectiveness of institutions related to spatial use control in the area.
Using formative evaluation approach, the research assessed the effectiveness of the products and spatial use control in Kemang. The key criterion used was effectiveness. It had to do with whether an alternative had achieved the expected result or had reached the target of the action. By product and by process approaches were used. The by product approach measured the effectiveness of spatial use control by evaluating the product controlling spatial use in Kemang while the by process approach reviewed the effectiveness of institutions dealing with spatial use by analyzing the process and procedure of spatial use control implemented by these institutions.
In terms of product, spatial use control in Kemang would be considered to have been effective when the following three indicators, i.e. land use, housing supporting activities and spatial use in permitted locations had been in place. In terms of process, such control would be effective when six indicators such as building construction permit, building use permit, nuisance law permit and construction certificate applications as well as monitoring and control duties and responsibilities had been properly in place.
It can be concluded from the research results that the institutions dealing with spatial use control in Kemang had not been performing effectively. Improving the performance of institutions concerned with spatial use control in Kemang calls for: 1) Upgrading or building the capacity of the institutions' officers, particularly in monitoring implementation and impact prevention; 2) Monitoring, collecting data and preparing comprehensive and periodic/routine reports of spatial use activities to develop a database to support spatial use monitoring and controlling; 3) Enhancing related institutions' key responsibilities and functions with one institution authorized to monitor the implementation, or establishing a special team which will be within the formal regional government structure and given the official authority to perform spatial use control.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15148
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>