Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 190563 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nisrina Andini Larasati
"Penelitian terbaru menunjukkan tren isolasi dan penurunan kualitas hubungan interpersonal, meskipun hubungan interpersonal sangat penting untuk kesehatan mental pada dewasa (Keefer, Landau, & Sullivan, 2014). Fenomena ini dihipotesiskan sebagai disfungsi Object Relations (Mukherjee & Sanyal, 2014), di mana perkembangan fungsi tersebut terkait dengan attachment kepada orangtua (Twomey, Kaslow, & Croft, 2000).
Perkembangan attachment kepada Tuhan sebagai perpanjangan dari orangtua, sebagaimana dijelaskan dalam hipotesis Correspondence dan Compensation, juga diprediksi dapat memengaruhi fungsi Object Relations (Tisdale, 1997). Terkait attachment kepada Tuhan, kebutuhan untuk terus-menerus mempersepsi kehadiran fisik dari Tuhan sebagaimana tersimbolisasi dalam NO-WAR (Non-Obligatory Worn Attribute of Religion) juga diperkirakan sebagai rendahnya adaptabilitas Object Relations terhadap ketidak-hadiran fisik objek (Bell, 1995).
Berdasarkan penjelasan tersebut, penulis mengaplikasikan Analisis Multilevel untuk mengetahui pengaruh attachment kepada Tuhan dan attachment kepada orangtua terhadap Object Relations dalam urutan hierarkis, di mana pengaruh kedua variabel tersebut bervariasi pada kelompok dengan NO-WAR dan tanpa NO-WAR.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemakaian NO-WAR meningkatkan prediksi attachment kepada Tuhan terhadap fungsi Object Relations yang lebih adaptif, sementara pengaruh tersebut tidak ditemukan pada prediksi attachment kepada orangtua terhadap fungsi Object Relations. Model keseluruhan akhir yang diperoleh sesuai dengan model hierarki yang dihipotesiskan penulis.

Latest findings showed isolation and derivation trends of interpersonal relations among cultures, despite the importance of interpersonal relations for adults? mental health (Keefer, Landau, & Sullivan, 2014). This phenomenon is hypothesized to be a dysfunction of Object Relations (Mukherjee & Sanyal, 2014), which development intertwined with attachment built to parents (Twomey, Kaslow, & Croft, 2000).
In the other hands, development of God attachment as the extension of parental attachment figure is expected to impact one's Object Relations (Tisdale, 1997), as explained in Correspondence and Compensation Hypothesis. Urge for physical presence of God as symbolized in NO-WAR (Non-Obligatory Worn Attribute of Religion), is expected to be a sign of Object Relations? lack of adaptability to the physical absence of others (Bell, 1995).
Building on this work, the author proposed the Multilevel Analysis in determining the effect both parental attachment and God attachment to Object Relations function in hierarchical order, where the effects are nested within the NO-WAR and Non-wearer group.
Results showed that NO-WAR elevated the effect of God attachment to better Object Relations, while none is found in the effect of parental attachment. The overall model fit the hierarchical model hypothesized by author.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
S64966
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kenichi Ohmae
Jakarta: Binarupa Aksara, 1989
658 KEN d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Annisa Binarti Farliani
"Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan antara parental attachment, peer attachment, dan psychological well-being pada mahasiswa tahun pertama di Universitas Indonesia. Mahasiswa tahun pertama yang dimaksud dalam penelitian ini adalah mahasiswa angkatan 2011 dari dua belas fakultas dan program vokasi (D3) yang ada di Universitas Indonesia. Penelitian ini menggunakan kuesioner sebagai alat pengambil data yang kemudian diolah dengan menggunakan Pearson Correlations. Alat ukur parental dan peer attachment yang digunakan adalah Inventory of Parent and Peer Attachment Revisited (IPPA-R) dari Armsden dan Greenberg (2009), sedangkan alat ukur psychological well-being yang digunakan adalah Ryff`s Scales of Psychological Well-Being (RPWB) yang diadaptasi dari penelitian sebelumnya oleh Yorikedesvita dan Puspa (2012). Dengan menggunakan partisipan sebanyak 169 mahasiswa, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara parental attachment dan peer attachment dengan psychological well-being. Artinya, semakin tinggi parental dan peer attachment yang dimiliki seseorang, maka semakin tinggi pula psychological well-being yang ia miliki. Selain itu, ditemukan juga bahwa terdapat perbedaan mean yang signifikan dari nilai parental attachment, peer attachment, dan psychological well-being berdasarkan data kontrol partisipan.

This research was conducted to find the correlation between parental attachment, peer attachment, and psychological well-being of first year students in Universitas Indonesia. First year students in this research was class of 2011 students from twelve faculties and vocational program in Universitas Indonesia. This research used questionnaires to collect the data and then analyzed it with Pearson Correlations. Parental and peer attachment was measured by the Inventory of Parent and Peer Attachment Revisited (IPPA-R) from Armsden and Greenberg (2009), while the psychological well-being was measured by Ryff?s Scales of Psychological Well-Being (RPWB) that modified from previous research by Yorikedesvita and Puspa (2012). Involving 169 students, the results of this study show that there is a significant positive correlation between parental and peer attachment to the psychological well-being. This results indicate that the higher the parental and peer attachment a person have, the higher the psychological well-being that he has. In addition, it was found that there are significant differences in mean values of parental attachment, peer attachment, and psychological well-being based on participants demographic data.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nadira Abida Salimah
"Beberapa penelitian terdahulu menunjukkan bahwa perilaku prososial berhubungan dengan sejumlah hasil positif di masa remaja seperti kepercayaan diri yang tinggi, lebih disukai teman, dan unggul secara akademik. Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana kelekatan dengan orang tua dan gender dapat berkontribusi terhadap perilaku prososial siswa SMP di Banyuwangi. Pengambilan data secara cross-sectional dilakukan terhadap 1.217 partisipan dengan rentang usia 11-17 tahun (M = 13,52, SD = 1,04). Analisis multiple linear regression menunjukkan bahwa kelekatan dengan orang tua dan gender secara signifikan memprediksi perilaku prososial siswa di Banyuwangi (F(2, 1214) = 19.496, p < ,001, R² = 0,031). Siswa perempuan yang memiliki kelekatan dengan orang tua yang lebih tinggi secara signifikan menunjukkan perilaku prososial yang lebih baik.

Previous studies found that prosocial behaviors have been linked with several positive outcomes in adolescence, including higher self-esteem, the tendency to be liked by friends, and excelling academically. This study aimed to assess how parental attachment and gender are contributed to prosocial behaviors among middle schoolers in Banyuwangi. Using a cross-sectional design, we conducted data collection on 1.217 participants with an age range of 11-17 years (M = 13,52, SD = 1,04). Multiple linear regression analysis indicated that parental attachment and gender significantly predicted prosocial behavior among students in Banyuwangi (F(2, 1214) = 19.496, p <,001, R² = 0,031). Female students and those with higher parent attachment levels have significantly better prosocial behavior."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Zubaidi
"Berawal dari pendapat beberapa orang ahli psikologi dan amatan penulis terhadap perilaku sosial di kota-kota besar terutama di Jakarta, nampak bahwa perilaku sosial negatif kian berkembang, hal itu ditunjukkan oleh kesadaran seseorang akan haknya untuk mempertahankan diri semakin kuat, sementara kesadaran mereka akan kewajiban melemah akibat beban kehidupan di kota besar yang terus meningkat. Juga nampak kompetisi semakin kuat, kesibukan urusan pribadi, egoistis, acuh terhadap kejadian disekeliling, yang kesemuanya dianggap sebagai gambaran melunturnya rasa setiakawan.
Fenomena tersebut mengantar penulis pada pertanyaan, sampai seberapa jauh rasa tanggung jawab sosial warga kota besar dapat diwujudkan, khususnya bagi mereka yang bertempat tinggal di lokasi pemukiman tertentu, yang dalam penelitian ini pengkajiannya ditetapkan di lingkungan pemukiman rumah susun dan rumah konvensional Perum Perumnas, serta faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya. Tanggung jawab sosial yang dimaksud adalah perilaku yang mengarah pada kepedulian seseorang untuk mensejahterakan dan membantu orang lain secara sukarela tanpa mengharapkan imbalan eksternal.
Dari telaah kepustakaan dan beberapa hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa individu-individu yang berorientasi pada nilai-nilai religius cenderung bertindak prososial. Kesadaran religius yang tinggi mendorong seseorang untuk selalu berbuat baik dan memiliki tanggung jawab sosial yang tinggi. Demikian pula halnya dengan mereka yang memiliki harga diri yang tinggi akan mudah menerima orang lain dan punya rasa empati. Harga diri merupakan salah satu penentu bagi terwujudnya perilaku sosial positif dalam bentuk tanggung jawab sosial.
Atas dasar acuan tersebut, dalam penelitian ini diajukan dua buah hipotesis mayor untuk menguji keterkaitan variabel tanggung jawab sosial dengan variabel kesadaran religius dan variabel harga diri, serta menguji perbedaan tingkat tanggung jawab sosial warga yang berdomisili di lingkungan pemukiman tertentu dengan karakteristik yang berbeda. Dua buah hipotesis yang hendak diuji tesebut meliputi (1) ada hubungan positif antara Kesadaran Religius dan Harga Diri dengan Tanggung Jawab Sosial penghuni komplek pemukiman Perum Perumnas di Jakarta, (2) ada perbedaan tingkat Tanggung Jawab Sosial antara penghuni komplek pemukiman Rumah Susun dengan tingkat Tanggung Jawab Sosial penghuni komplek pemukiman Rumah Konvensional Perum Perumnas di Jakarta. Hipotesis mayor tersebut masing-masing kemudian dijabarkan dalam dua hipotesis minor sesuai dengan sub-variabelnya yang ditujukan pada tetangga dan orang lain yang tidak dikenal.
Penelitian dilaksanakan di dua lokasi pemukiman yang dibangun oleh Perum Perumnas, masing-masing di komplek rumah susun Kebon Kacang Jakarta Pusat dengan 120 orang responden, dan 150 orang responden di komplek rumah konvensional Klender Jakarta Timur.
Pengumpulan data untuk mengungkap variabel tanggung jawab sosial, kesadaran religius dan harga diri menggunakan angket. Sementara untuk pengolahan data dilakukan secara kuantitatif menggunakan uji statistik melalui program SPSS.
Analisis data untuk menguji hipotesis mayor satu serta hipotesis minornya menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara kesadaran religius dan harga diri dengan tanggung jawab sosial para penghuni komplek pemukiman Perum Perumnas di Jakarta, baik pada lokasi rumah susun maupun rumah konvensional. Nampak pula adanya pengaruh yang berarti antara kesadaran religius dan harga diri terhadap tanggung jawab sosial terhadap tetangga maupun terhadap orang lain yang tidak dikenal pada penghuni kedua komplek pemukiman yang di bangun oleh Perum Perumnas di Jakarta tersebut.
Sementara hasil pengujian hipotesis mayor dua beserta hipotesis minomya menunjukkan bahwa ada perbedaan yang bermakna antara tanggung jawab sosial penghuni yang bermukim di komplek rumah susun dan mereka yang bertempat tinggal di komplek rumah konvensional. Nampaknya mereka yang bertempat tinggal di komplek rumah konvensional mempunyai tanggung jawab sosial yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan mereka yang bertempat tinggal di komplek rumah susun. Bila dikaji lebih jauh, ternyata tidak nampak adanya perbedaan tanggung jawab sosial terhadap tetangga antara penghuni yang berdomisili di komplek rumah susun maupun di rumah konvensional. Dengan kata lain tidak cukup alasan untuk membedakan penghuni yang menempati rumah susun dari mereka yang menempati rumah konvensional sehubungan dengan tanggung jawab sosial mereka terhadap tetangga. Sementara tanggung jawab sosial terhadap orang lain yang tidak dikenal secara meyakinkan lebih tinggi dijumpai pada mereka yang bertempat tinggal di komplek rumah konvensional dibandingkan dengan mereka yang menempati rumah susun."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizal Sukma, 1964-
Bandung: Abardin, 1989
327.2979 RIZ a
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Hartini
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara perilaku ibu yang bekerja sebagai perawat dengan perkembangan sosial anak usia 1-3 tahun (toddler). Desain penelitian yang di gunakan adalah deskripif korelasi. Populasi dalam penelitian ini adalah ibu yang bekerja sebagai perawat yang mempunyai anak usia 1-3 tahun (toddler) di Rumah Sakit Siloam Graha Medika dengan jumlah sampel 40 orang.
Instrumen dikembangkan sendiri oleh peneliti dan telah disesuaikan dengan kebutuhan penelitian, terdiri dari kuesioner demografi (A) dan kuesioner tentang perkembangan sosial anak toddler (B) dan kuesioner tentang peritaku ibu bekerja dalam menstimulus perkembangan sosial anak toddler (C).
Analisis yang dilakukan meliputi analisis univariat dan bivariat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara perilaku ibu yang bekerja sebagai perawat dalam menstimulus perkembangan sosial toddler dengan perkembangan sosial anak usia toddler. "
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2004
TA5323
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Okky Arif Rachmanputra
"ABSTRAK
Penelitian ini melihat pengaruh sudut pandang pada individu terjadap pemikiran
bias dalam kelompok agama. Variabel sudut pandang individu terbagi atas dua
variasi yaitu sudut pandang diri dan sudut pandang Ketuhanan. Pada studi pertama,
penulis ingin melihat perbedaan antara individu yang menggunakan sudut pandang
diri dengan sudut pandang Ketuhanan terhadap bias dalam kelompok agama. Pada
studi kedua, penulis ingin melihat moderasi persepsi keterancaman terhadap
hubungan sudut pandang terhadap bias dalam kelompok. Pada studi pertama,
sebanyak 81 mahasiswa Muslim orang yang secara acak dikelompokkan
berdasarkan sudut pandang diri dan sudut pandang Ketuhanan, menentukan
kesediaannya membantu kepada panti asuhan kelompok agama ingroup atau
kelompok agama outgroup dalam sebuah skenario. Hasil studi pertama
menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan pengaruh pada kelompok sudut
pandang diri dengan sudut pandang Ketuhanan terhadap pemikiran bias dalam
kelompok. Namun keaktifan organisasi berkorelasi positif dengan bias dalam
pemberian donasi kepada kelompok ingroup. Pada studi kedua, sebanyak 85
mahasiswa Muslim yang secara acak dikelompokkan berdasarkan kelompok sudut
pandang, menentukan kesediaannya membantu yayasan sosial dari kelompok agama
outgroup dalam sebuah skenario. Penulis juga mengukur persepsi keterancaman
partisipan. Hasil studi kedua menjelaskan bahwa tidak terdapat perbedaan antara
kelompok partisipan dengan sudut pandang diri dan Ketuhanan terhadap bias dalam
kelompok. Namun persepsi keterancaman memiliki korelasi yang positif terhadap
bias dalam pemberian donasi kepada kelompok outgroup. Perbedaan konteks
dimana keadaan kelompok tidak dalam keadaan berkonflik menjadi salah satu
alasan yang dapat menjelaskan hasil penelitian ini.

ABSTRACT
This study wanted to know whether the influence of the perspective to
ingroup bias. Perspective was divided into two variations, namely selfperspective
and the God perspective. In the first study, I wanted to see the
difference between individuals who use self-perspective and God perspective
on bias in religious groups. In the second study, I wanted to see the
moderation of perceived threat to the relationship of perspective to ingroup
bias. In the first study, 81 Muslims college students had randomly grouped
according to the self-perspective and viewpoint of Godhead. They decided to
help orphanage from their ingroup or outgroup religious groups in a scenario.
The results showed, there were no differences between groups of selfperspective
with the God perspective on ingroup bias. But organization
attendance had a significant correlation with bias in donating ingroup. In the
second study, 85 Muslim college students randomly grouped according to
perspective groups, determined their willingness to help non-profit
organizations from outgroup religious groups in a scenario. I also measured
the perceived threat to participants. The results showed that there was no
difference between participants with self-perspective and God perspective
toward ingroup bias. Differences in the context where the situation of the
group is not in the conflict were one reason that explained the results of this
study.
"
2019
T53800
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>