Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 62834 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Ilham Bakhti
"Penelitian ini membahas mengenai pengujian Peraturan Daerah melalui mekanisme executive review, executive preview yang terdapat dalam UU No. 23 Tahun 2014 dan judicial review. Selain itu penelitian ini juga membahas mengenai koordinasi pengujian antara executive review dengan judicial review. Skripsi ini dibuat dengan metode kepustakaan normatif. Hasil penelitian menemukan bahwa adanya pengujian ganda terhadap Peraturan Daerah dan belum terdapat koordinasi antara mekanisme executive review dengan judicial review.

The focus of this study discusses the testing of local act through the mechanism of executive review, executive preview based on UU No. 23 Tahun 2014 and judicial review. In addition this study also discusses the coordination between the executive review from judicial review. This research prepared by the method of normative literature. The study found that the presence of a double test against local act and yet there is coordination between the executive review with judicial review."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
S62845
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Omar, Imtiaz
London: Kluwer Law International, 1996
342.041 2 OMA r
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Carr, Robert K.
New York: Rinehart, 1942
342.73 CAR s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Barus, Sonia Ivana
"Nama : SONIA IVANA BARUSNPM : 160 693 4613Program Studi : Ilmu Hukum-Hukum KenegaraanJudul : ldquo;Kewenangan Pembatalan Peratuan Daerah oleh Menteri Dalam Negeri sebagai Executive Control terhadap Pemerintah Daerah rdquo; UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah jelas menyebutkan bahwa Menteri Dalam Negeri dengan instrumen berupa Peraturan Menteri, diberikan kewenangan untuk membatalakan peraturan daerah yang dianggap bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum dan/atau kesusilaan, adanya dualisme pandangan mengenai keabsahan penggunaan Peraturan Menteri untuk membatalkan perda juga memunculkan persoalan tersendiri. Belumselesai perdebatan mengenai keabsahan penggunaan Peraturan Menteri untuk membatalkan peraturan daerah, Putusan Mahkamah MK No. 137/PUU-XIII/2015 dan Putusan MK No. 56/PUU-XIII/2016 yang telah mencabut kewenangan Menteri Dalam Negeri untuk membatalkan Peraturan Daerah perda menibulkan permasalahan baru seputar eksistensi lembaga eksekutif pusat dalam hal membatalkan suatu peraturan daerah. Penulisan ini berbentuk yuridis-normatif yang menggunakan data-data skunder sebagai sumber datanya dan bersifat presfiktif yakni untuk memberikan saran penyelesaian terhadap topik yang diangkat. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, pada dasarnya, penggunaan peraturan menteri untuk membatalakan peraturan daerah kurang tepat, hal itu dikarenakan Menteri dengan Pemerintah Daerah tidak memiliki hubungan secara struktural, meskipun secara hiearki pearaturan menteri bisa saja berada diatas pearturan daerah, sehingga penggunaan instrumen hukum berupa Peraturan Presiden dianggap sebagai solusi paling ideal seperti yang digunakan dalam UU No. 32 Tahun 2004. Selain itu, Putusan MK yang kini menghilangkan kewenangan Menteri Dalam Negeri untuk membatalkan peraturan daerah, dianggap perlu dikaji lebih lanjut. Pasalnya, secara tidak langsung MK sudah menghilangkan kewenangan pusat eksekutif untuk melakukan kontrol terhadap daerahnya, padahal Indonesia adalah negara kesatuan dimana campur tangan pemerintah pusat kepada daerahnya adalah hal yang wajar dan bukanlah sesuatu yang melanggar konstitusi. Kata Kunci : Kewenangan, Peraturan Daerah, executive control

Name SONIA IVANA BARUSNPM 160 693 4613Study Program Ilmu Hukum Hukum KenegaraanTitle ldquo Regional Regulation Annulment by Minister Of Internal Affairs as Executive Control for Regional Government rdquo Law of Republic Indonesia Number 23 of 2014 about Regional government state that Minister of Internal Affairs with Ministerial Regulation, have an authority for annuling Regional regulation which is contradict higer rule of law provisions, public interest and or decency. Meanwhile, the duality of views about validity of Ministerial Regulation for annul Regional regulation creates contentions. Beside the contention about validity of Ministerial Regulation for annul Regional regulation, verdict of Constitutional Court number 137 PUU XIII 2015 and number 56 PUU XIII 2016 which has been revoked Minister of Internal Affairs authority for annul Regional regulation caused problem about the existance of executive in terms of annuling Regional regulation.This researchis in the form of juridical normative which is used secondary data as the resources and prespective point of view with the intention of providing solution towards the topic.The result of this research shows, basicly, the utilization of Ministerial Regulation for annul Regional regulation is not proper, because the Minister and Regional government are not related in a structural scheme, in despite of, Ministerial Regulation maybe higher than Regional regulation, with the result of that the most ideal solution is to use Presidential Regulation as in Law No. 32 of 2004.Moreover, verdict of Constitutional Court which is revoked the authority of Minister of Internal Affairs for annul Regional regulation, need to be reviewed. Because of that verdict, Contitutional Court undirectly revoked the authority of executive for controlling its region, considering Indonesia is an unitary state the central government intervention to the region is reasonable and not violating the constitution. Key Words Authority, Regional regulation, Executive Control"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Wynes, W. Anstey
Sidney: Law Book Company, 1970
342.94 WYN l
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Gabin, Sanford Byron
Washington: National University Publications, 1980
347.73 GAB j
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Fritz Edward
"The Constitutional Court of Indonesia plays significant role in securing democracy in Indonesia. In exercising their authorities, including the election result dispute and judicial review, the Court continues to affirm institutional judicial legitimacy and pursue their role to guard 1945 Constitution. The first Chief Justice Jimly Asshiddiqie showed how within five years of the Court?s establishment, he could strategically maximize its momentum and build the Court as a respectful institution. The Chief Justice Mahfud M D was then elected to reduce the judicial activism started by Jimly?s bench. However, against promises and expectations, Mahfud M D brought the Court to a level far beyond the imagination of the Constitution drafters. Parliament and President tried to limit the Court?s authority, not ones, and the Court was able to overcome those constrain. Current various available studies observed only how the Court issued their decisions and solely focus to the impact of the decisions. Scholars slightly ignore other constitutional actors in studying about the Court. In fact, political environment where the Court operated is one of the most important aspects which strengthen the Court?s institutional legitimacy. This paper attempts to discover the rise of the Court from political environment view outside the court. Political parties? maturity and political constraint are the key factors that support the development of the Court?s institutional power.

Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (Mahkamah) memerankan peran yang signifikan dalam mengawal demokrasi di Indonesia. Dalam menjalankan kewenangannya, termasuk di dalamnya penyelesaian sengketa tentang hasil pemilihan umum dan pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Mahkamah terus membangun legitimasi institutisinya dalam menjalankan peran sebagai pengawal Konstitusi 1945. Ketua Mahkamah yang pertama, Jimly Asshiddiqie, menunjukkan bagaimana dalam jangka waktu lima tahun dari pendirian Mahkamah, beliau dapat secara strategis memaksimalkan momentum pendirian ini dan membangun Mahkamah sebagai institusi yang dihormati. Kemudian Mahfud M D dipilih sebagai Ketua Mahkamah, dengan maksud untuk mengurangi kegiatan yudisial yang dimulai oleh Jimly dan jajarannya. Namun demikian, berlawanan dengan janji-janji dan harapan-harapan, Mahfud M D justu membawa Mahkamah ke tingkat yang jauh lebih tinggi dari yang semula dibayangkan oleh para pencetus pendirian Mahkamah. Perwakilan Rakyat dan Presiden kemudian mencoba untuk membatasi kewenangan Mahkamah, namun Mahkamah berhasil mengatasi hambatan-hambatan tersebut. Berbagai studi atas Mahkamah saat ini hanya meneliti bagaimana Mahkamah mengeluarkan putusan-putusan dan hanya berfokus pada dampak putusan-putusan tersebut serta acap kali mengesampingkan aktor-aktor konstitusional lainnya. Faktanya, situasi politik di mana Mahkamah berada saat itu merupakan salah satu hal yang terpenting yang dapat memperkuat legitimasi insitusional Mahkamah. Artikel ini mencoba untuk menemukan kebangkitan Mahkamah dari sudut pandang situasi politik di luar Mahkamah. Kedewasaan partai-partai politik dan kendala politis merupakan kunci yang mendukung perkembangan kewenangan institusional Mahkamah."
Depok: Faculty of Law University of Indonesia, 2015
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ely, John Hart
Cambridge, UK: Harvard University Press, 1980
347.012 ELY d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Zurn, Christopher F.
"shows why a normative theory of the legitimacy of constutional review. he further argues that this function should be institutionalized in a complex, multilocation structure including not only independent contutional courts , but also legislative and executive self - review that will be enable interbranch consitutional dialogue and constitutional forums. "
Cambrigde : Cambrigde University Press , 2009
347.73 ZUR d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>