Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 33803 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Atharyanshah Puneri
"Perkumpulan merupakan salah satu bentuk badan hukum yang sudah dikenal oleh masyarakat Indonesia sejak jaman kolonial Belanda. Bahkan banyak perkumpulan yang berjasa dalam kemerdekaan bangsa Indonesia, seperti perkumpulan Budi Utomo. Sampai sekarangpun Perkumpulan masih banyak digunakan dalam masyarakat Indoensia. Tetapi sayangnya perkembangan mengenai Perkumpulan tersebut di Indonesia tidak diikuti dengan perkembangan mengenai hukum yang mengatur mengenai Perkumpulan tersebut. Tujuan diadakannya penelitian ini adalah untuk memahami mengenai hukum apa yang dijadikan dasar bagi Perkumpulan-perkupulan yang ada di Indonesia. Lebih lanjut penelitian ini juga bertujuan untuk menjelaskan mengenai bagaimana urgensi mengenai pembaruan hukum mengenai Perkumpulan di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif yang menggunakan metode deskriptif analitis, yang dibuat dengan melihat bagaimana Perkumpulan berdiri dan eksis di Indonesia. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan, Perkumpulan di Indonesia masih diatur dalam Staatsblad 1870-64, KUHPerdata Pasal 1653-1665 dan Permenkumham Nomor 3 Tahun 2016. Lebih lanjut, aturan-aturan yang ada tersebut ternyata dianggap sudah tidak sesuai dengan perkembangan Perkumpulan yang ada di Indonesia, contohnya adalah yang terjadi dalam perkara dengan Putusan No. 203/G/2014/PTUN-Jkt dan Putusan No. 166/G/2013/PTUN-Jkt sehingga dibutuhkan adanya suatu pembaruan mengenai hukum yang mengatur Perkumpulan di Indonesia.

Association is one of the legal entity that is already known by the people of Indonesia since the Dutch colonial era. In fact, many associations are instrumental in the independence of Indonesia, such as association Budi Utomo. Until now, the Association is still widely used in public. But unfortunately the development of the Association in Indonesia is not followed by the development of the law governing the Association. The purpose of this study was to understand on what legal basis for the Associations in Indonesia. Furthermore, this study also aims to describe the urgency of the reform law on associations in Indonesia. This research is normative juridical that uses descriptive analytical method and made focusing on how an Association can rise and exist in Indonesia. Based on the results, it can be concluded, associations in Indonesia is still set in the Staatsblad 1870-64, Indonesian Civil Code Article number 1653-1665 and Regulation Minister of Law and Human Rights Number 3 Year 2016. Further, the existing rules is apparently considered incompatible with the development of the Association in Indonesia, for example on Case number 203/G/2014/PTUN-Jkt and Case number 166/G/2013/PTUN-Jkt, so it takes the existence of a reform of the laws governing the Association in Indonesia."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
S65137
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anbiya Annisa
" ABSTRAK
Data yang dikeluarkan oleh Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah dari tahun 2010 sampai tahun 2015 menunjukan bahwa jumlah koperasi tidak aktif di Indonesia tidak sedikit. Salah satu faktor dari tingginya jumlah koperasi tidak aktif di Indonesia adalah masalah keanggotaan, yaitu berkaitan dengan komitmen anggota-anggota koperasi yang tidak berlangsung lama hingga akhirnya meninggalkan koperasi menjadi koperasi tidak aktif. Di sisi lain, peraturan mengenai syarat pembentukan Koperasi yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian menentukan sekurang-kurangnya dua puluh 20 orang untuk mendirikan koperasi. Dibandingkan dengan badan usaha lain jumlah sebagai syarat pendirian koperasi adalah jumlah yang terbanyak. Hal tersebut nyatanya turut meningkatkan resiko masuknya calon anggota koperasi yang tidak memiliki tujuan yang sama dengan anggota-anggota koperasi, yaitu untuk mensejahterakan hidupnya. Maka dari itu, skripsi ini disusun dengan metode yuridis normatif untuk menekankan bahwa dibutuhkan pengaturan yang lebih jelas tentang anggota seperti apa yang seharusnya masuk kedalam sebuah koperasi. Dalam undang-undang yang mengatur tentang koperasi, perlu dijelaskan lebih lanjut terkait prinsip dan asas yang khusus membahas keanggotaan koperasi. Selain itu, perlu dilakukan upaya-upaya untuk menekan jumlah koperasi tidak aktif di Indonesia, seperti diadakannya Pra-Koperasi dan Pengendalian Intern Koperasi.
ABSTRACT Quantitative data from 2010 to 2015, which has been released by The Ministry of Cooperative and Small Medium Enterprises shows that the number of inactive cooperatives in Indonesia needs some solutions. One of the problems is cooperative member, whose commitment only last for a short period of time, and finished with them leaving the cooperation inactive. On the other hand, Act No. 25 Year 1992 stated that the minimum quantity to establish cooperative is twenty members. Compared to other business entity, this quantity is pretty much higher and put cooperative in a risk of having a lot of members who don rsquo t share the same goals, which is prosperity. Therefore, this thesis was made from juridical normative method. This thesis wants to emphasize that Indonesia critically needs a new regulations to make a clearer definitions and requirements about cooperative members. The regulations should have a separate article in relation to the principle of cooperative membership. Furthermore, Pre Cooperatives and Internal Control are needed to minimize the number of inactive cooperatives in Indonesia. "
Depok: Universitas Indonesia, 2017
S66194
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ketty Astari
"Tesis ini membahas mengenai pengaturan perkumpulan sebagai badan hukum dengan menganalisa Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH) yang merupakan sistem online. Perkumpulan untuk menjadi badan hukum harus membuat akta pendirian yang dilanjutkan dengan permohonan pengesahan Badan Hukum Perkumpulan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia melalui SABH. Prosedur pengesahan perkumpulan sebagai badan hukum melalui SABH tentunya diharapkan sinkron dengan pengaturan Akta pendirian dan pengesahan perkumpulan sebagai badan hukum. Prosedur pengesahan perkumpulan merujuk pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan (UU Ormas) dan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia nomor 3 tahun 2016 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan Badan Hukum dan Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar Perkumpulan (Permenkumham No. 3/2016). Sedangkan Format isian SABH tidak ditemukan pengaturannya dalam UU Ormas maupun Permenkumham no. 3 Tahun 2016, namun diambil dari draft Rancangan Undang-Undang Perkumpulan, sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum. Pengaturan perkumpulan tidak sinkron dalam hal pendirian, pengesahan badan hukum dan perubahan anggaran dasar. Sampai saat ini RUU Perkumpulan belum disahkan, tetapi dalam aplikasi SABH menggunakan aturan yang terdapat dalam RUU Perkumpulan, sementara RUU belum menjadi hukum positif.

This thesis discusses about the settings of associations as a legal entity by analyzing the Legal Entity Administration System (SABH) which is an online
system. The association to become a legal entity shall establish a deed of incorporation followed by the application for ratification of the Legal Entity to the
Minister of Law and Human Rights through SABH. The procedure of legitimating the association as a legal entity through SABH is certainly expected to be in sync
with the establishment of the Deed of establishment and ratification of the association as a legal entity. The procedure for ratification of the association refers
to Law Number 17 Year 2013 on Community Organizations (Community Law) and Regulation of the Minister of Law and Human Rights No. 3 of 2016 on Procedures for Applying of Legal Entitlement and Approval of Amendment of Articles Association (Permenkumham No. 3/2016). While the SABH fielding format is not found in the Community Law and Permenkumham no. 3 of 2016, but taken from the draft bill of association, thus causing legal uncertainty. The arrangement of associations is out of sync in the establishment, legalization and amendment of the articles of association. Up until now the Associations Law has not yet been ratified, but in SABH applications use the rules contained in the Draft
Bill, while the bill has not become a positive law yet.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T48597
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lalamentik, Ivan Satrio
"Pesatnya perkembangan ekonomi melatarbelakangi timbulnya perusahaan dengan struktur induk-anak perusahaan berdasarkan kepemilikan saham. Namun, hukum perusahaan di Indonesia hanya mengakui doktrin separate legal entity dari struktur tersebut. KPPU dalam Putusan Temasek tidak mengakui separate legal entity, melainkan menggunakan doktrin single economic entity yang ditafsirkan dari definisi "Pelaku Usaha" UU 15/1999.
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa KPPU menggunakan doktrin tersebut untuk memperluas yurisdiksinya (prinsip ekstrateritorial). Hasil penelitian membuktikan bahwa doktrin single economic entity tidak memiliki dasar hukum. Diperkuat Mahkamah Agung, doktrin tersebut dijadikan Preseden oleh KPPU untuk Kasus Astro dan Kasus Pfizer.

The rapidness of economic development has influenced the existence of company with parent-subsidiary structure, based on stock ownership. Indonesian Company Law only acknowledge separate legal entity doctrine towards such structure. Instead of use that doctrine, KPPU on Temasek case used the single economic entity doctrine which interpreted from the definition of "undertaking" Law of 15/1999.
The result shows that KPPU use such doctrine to expand its jurisdiction (extrateritorial principle). The reseach result shows that single economic entity doctrine does not have any legal basis. Supported by Supreme Court, the doctrine has become precedent by KPPU for Astro and Pfizer Case.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S57403
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alisha Nur Laili
"Notaris merupakan pihak yang diberikan kuasa oleh para penghadap untuk mengajukan perubahan anggaran dasar dalam sistem administrasi badan hukum. Salah satu persyaratan utama untuk mengajukan perubahan anggaran dasar perkumpulan berbadan hukum adalah pernyataan perkumpulan sedang tidak dalam sengketa kepengurusan atau sengketa di pengadilan. Akan tetapi, dalam kasus pada Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Nomor 216/G/2020/PTUN-JKT notaris mengajukan perubahan anggaran dasar perkumpulan AMPHURI ketika perkumpulan sedang dalam sengketa kepengurusan. Hal ini terjadi karena tidak adanya peraturan mengenai pihak yang berkewajiban, dan berperan untuk memverifikasi kebenaran data-data dalam proses perubahan anggaran dasar perkumpulan. Permasalahan yang dianalisis dalam penelitian ini adalah mengenai peran notaris dalam proses perubahan anggaran dasar perkumpulan, dan bentuk penerapan prinsip kehati-hatian notaris ketika terjadi sengketa kepengurusan dalam proses perubahan anggaran dasar perkumpulan yang mengakibatkan pembatalan perubahan tersebut. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan tipologi eksplanatoris, dan menggunakan pendekatan perundang-undangan, serta kasus. Hasil temuan dari penelitian ini menunjukkan bahwa notaris berperan penting dalam proses perubahan anggaran dasar perkumpulan dimulai dari membuatkan akta perubahan, hingga mencetak surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, dengan berpedoman pada ketentuan yang berlaku. Kemudian, bentuk penerapan prinsip kehati-hatian yang dapat dilakukan oleh notaris adalah menjalankan jabatan secara jujur, amanah, saksama, memberikan penyuluhan hukum ketika terdapat ketentuan yang tidak jelas, dan notaris dapat menolak apabila pelayanan yang diberikan berpotensi melanggar ketentuan hukum.

A notary is a party in which authorized by the parties to submit amendment to the articles of association in the administrative system of legal entities. One of the main requirements for submitting amendments to the articles of association of a legal entitiy is a statement that the entity is not in a management dispute or court dispute. However, in the case of Jakarta State Administrative Court Decision Number 216/G/2020/PTUN-JKT, the notary submitted an amendment to the entity of AMPHURI ‘s articles of association in which the association was in a management dispute. Such issues arise since there are no regulations regarding the parties in which are obligated, and acted in verifying the truth of the data in the process of amending the entity’s articles of association. The issues that are analyzed in this study are regarding the role of the notary in the process of amending the entity’s articles of association, and the form of applying the notary’s precautionary principle whereby there is a management dispute in the process of amending the entity’s articles of association which resulted to the cancellation of such amendments. The method used is this research are normative juridical, with a typological form in the form of explanatory, and applying a statutory approach, as well as cases. The results of this study indicate that the notary holds an important role in the process of amending the entity’s articles of association in which begin from drafting the deed of amendment, until printing the Minister of Law and Human Rights Decree, in accordance with the applicable provisions. Further, the application of a precautionary principle form that can be carried out by a notary is to carry out such occupation with honesty, trustworthiness, thorough, provide legal advisory in the event that there are unclear provisions, and a notary have the rights to reject in any event the services provided have the potential to violate a legal provisions.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Victoria Natalie
"Pemerintah menerapkan pembatasan terhadap kepemilikan tanah di Indonesia. Pemerintah melarang badan hukum memiliki hak milik atas tanah, kecuali badan hukum yang dinyatakan oleh peraturan pemerintah. Dalam transaksi yang berkaitan dengan pertanahan, seringkali dijumpai badan hukum (yang tidak ditunjuk pemerintah) yang mengupayakan untuk dapat memperoleh tanah dengan status hak milik dengan mekanisme perjanjian pinjam nama. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum doktrinal berdasarkan data sekunder yang diperoleh dari hasil penelitian kepustakaan dan data primer. Kasus pada putusan Mahkamah Agung Nomor 2305 K/Pdt/2020 menyatakan bahwa pemilik sebenarnya dari tanah dan bangunan objek sengketa adalah pihak Gapensi yang merupakan badan hukum berbentuk Perkumpulan. Majelis Hakim tidak mempertimbangkan perjanjian nominee yang dibuat dengan Akta Notaris No 7 antara Gapensi dengan Gito Suwiryo sebagai upaya penyelundupan hukum tetapi menjadikannya dasar bahwa tanah dan bangunan objek sengketa tersebut sebenarnya adalah milik Gapensi. Disisi lain perjanjian nominee tersebut apabila diuraikan berdasarkan syarat-syarat sah suatu perjanjian, maka perjanjian tersebut tidak memenuhi syarat “suatu sebab yang halal”. Hal ini karena perjanjian nominee tersebut melanggar Pasal 21 ayat (2) jo Pasal 1 ayat (1) PP No 38 Tahun 1963 dan Pasal 26 ayat (2) UUPA, sehingga seharusnya perjanjian nominee tersebut menjadi batal demi hukum karena melanggar hukum. Akan tetapi dalam putusan, Majelis Hakim mengakui keabsahan perjanjian nominee yang dibuat dihadapan notaris.

The government imposes restrictions on land ownership in Indonesia. The government prohibits legal entities from having ownership rights to land, except for legal entities declared by government regulations. In land-related transactions, legal entities (which are not appointed by the government) are often found who try to obtain land with ownership status using a nominee agreement mechanism. This research uses a doctrinal legal research method based on secondary data obtained from the results of library research and primary data. The case in the Supreme Court decision Number 2305 K/Pdt/2020 states that the actual owner of the land and buildings subject to dispute is Gapensi which is a legal entity in the form of an association. The Panel of Judges did not consider the nominee agreement made with Notarial Deed Number 7 between Gapensi and Gito Suwiryo as an attempt to smuggle the law but used it as the basis that the land and building objects in dispute actually belonged to Gapensi. On the other hand, if the nominee agreement is described based on the legal terms of an agreement, then the agreement does not fulfill the requirement of "a lawful cause". This is because the nominee agreement violates Article 21 paragraph (2) in conjunction with Article 1 (1) PP No. 38 of 1963 and Article 26 (2) UUPA, so the nominee agreement should be null and void because it violates the law. However, in the decision, the Panel of Judges acknowledged the validity of the nominee agreement made before a notary."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alan Wahyu Dharma Saputra
"Koperasi merupakan badan usaha yang dijadikan sokoguru perekenomian bangsa Indonesia memiliki banyak masalah yang dihadapi seperti kasus investasi bodong Koperasi Cipaganti, penipuan oleh Koperasi Pandawa yang disebabkan oleh lemahnya pengawasan internal yang terjadi di dalam badan koperasi. Oleh karena itu, perlu dilakukan sebuah penelitian mengenai pengaturan peran dan kedudukan organ pengawas dalam badan usaha koperasi dengan menganalisis pengaturan mengenai peran dan kedudukan organ pengawas dalam badan usaha koperasi, serta mengusulkan pengaturan ideal peran dan kedudukan organ pengawas dalam badan usaha koperasi dalam hukum Indonesia.
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian yuridis normatif, dengan sifat penelitian deskriptif analitis, dengan metode analisa data kualitatif, penelitian ini akan menjajaki pengaturanpengaturan mengenai peran dan kedudukan pengawas internal yang dijalankan oleh organ pengawas dalam badan usaha koperasi. Untuk memenuhi keperluan data untuk meneliti, penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan. Penelitian kepustakaan merupakan penelitian yang bersumber dari bahan-bahan pustaka atau data sekunder. Selain itu, salah satu cara untuk meningkatkan fungsi pengawasan adalah dengan memperbaiki sumber daya manusia anggota-anggota koperasi serta menerapkan prinsip koperasi dalam bidang pengawasan koperasi.

The cooperative is a business entity as a pillar of the Indonesian nation economies has many problems such as invesment case is bulging Koperasi Cipaganti, fraud by Koperasi Pandawa caused by weak internal supervisory that occur in the body of the cooperative. Therefore, it is necessary to do a research on the regulation regarding the role and position of the supervisory organ in the body of a cooperative business entity by analyzing the regulation regarding the role and position of the supervisory organ in the body of the cooperative business entity and proposes an ideal regulation regarding the role and position of the supervisory organ in the body of the cooperative business entity under Indonesian law.
This research is a normative juridical research, the nature of the research is analytical descriptive, with qualitative data analysis method, this study will explore the regulation regarding the role and position of internal oversight which is run by the supervisory organ in the body of a cooperative business entity. To meet the need to examine the data, the writer uses literature research methods. Literature research is a research literature that comes from material library or secondary data. In addition, one way to improve the function of oversight is to improve the human resources of their members as well as apply the principle of cooperation in the field of supervision of the cooperative.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S65963
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kartika Putri
"Saat ini, terdapat rumah sakit berbentuk unit usaha yang didirikan dan dikelola oleh BUMN seperti Persero (PT Persero) yang jika dikategorikan menurut peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan rumah sakit, tergolong sebagai rumah sakit swasta. Namun, rumah sakit berbentuk unit usaha memiliki permasalahan seperti masalah penentuan pihak-pihak rumah sakit yang akan bertanggung jawab kepada pasien, masalah eksistensi atau keberlangsungan usaha yang tergantung pada keberadaan PT Persero dan masalah kedudukan yang sudah tidak sesuai lagi dengan amanat Undang-undang No. 44 Tahun 2009. Penelitian ini membahas mengenai tanggung jawab hukum rumah sakit berbentuk unit usaha dan upaya pemisahan tidak murni rumah sakit tersebut dari PT Persero agar menjadi rumah sakit swasta yang mandiri. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada rumah sakit berbentuk unit usaha, tanggung jawab terhadap kesalahan dokter dipikul oleh unit usaha rumah sakit, sedangkan tuntutan kerugian atas kesalahan tersebut menjadi tanggung jawab PT Persero. Selain itu, terkait proses hukum pemisahan terhadap rumah sakit berbentuk unit usaha PT Persero, pemisahan tersebut harus mendapatkan persetujuan dari Menteri BUMN, yang tata cara pemisahannya sesuai dengan tata cara menurut UU PT dan PP No. 27 Tahun 1998 serta memperhatikan aspek-aspek hukum terkait.

At the moment, there are numerous hospitals owned by state but classified as private hospital. However, it creates problem of liability and problems of inexpediency with hospital act mandatary. This research examines the liability of an hospital governed as a unit of a state-owned limited liability company and the process of the hospital splitting into private hospital. This research uses normative juridical method. The result of this research shows that, the liability for doctor?s wrongful act at the hospital is beard by business unit hospital, whereas the occurred claim damages of the wrongful act is beard by the state-owned limited liability company. With respect to the process of splitting, it must obtained approval from competent authority that is the Cabinet Minister of State-Owned Enterprise first, which then the procedure of the splitting must be compatible with limited liability company act and the state regulation No. 27/1998 as well as concern about splitting related legal aspect.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S42496
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Baruga Ermond
"Pembentukan perusahaan grup badan usaha milik negara berbentuk persero sedang gencar dilakukan oleh Pemerintah Republik Indonesia agar tercipta perusahaan grup
yang ramping dan kuat. Dengan dilakukannya pembentukan perusahaan grup tersebut, persero-persero yang terlibat diharapkan akan semakin fokus dalam mengembangkan bisnisnya dari hulu hingga ke hilir. Akan tetapi, terdapat polemikpolemik dari gagasan pembentukan perusahaan grup ini. Mulai dari tidak adanya peraturan yang sistematis, rinci, dan komperhensif mengenai pembentukan perusahaan grup beserta hubungan-hubungan yang terjadi didalamnya, hingga terlalu kuatnya dominasi negara di dalam anak perusahaan akibat penyisipan saham seri A dwi-warna yang mengaburkan batasan antara kepemilikan dan pengendalian sehingga melunturkan prinsip separate legal entity. Adapun penelitian ini dilakukan dengan metode yuridis-normatif melalui kajian peraturan perundang-undangan yang relevan serta menganalisis doktrin-doktrin ahli hukum terkait dengan permasalahan yang dibahas. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa Indonesia belum mengakomodasi kerangka regulasi yang valid dan memadai dalam pembentukan perusahaan grup baik
dari segi pendirian, hubungan antara induk dan anak perusahaan, perpajakan, keuangan, persaingan usaha, kepailitan, dan sebagainya. Kemudian, tidak adanya
batasan yang jelas mengenai peran negara dalam dominasi dan/atau kontrol anak perusahaan melalui saham seri A dwi-warna yang berpotensi menyebabkan pengurusan perusahaan menjadi tidak efisien dan mencederai prisip-prinsip Good Corporate Governance.

The establishment of a state-owned group company is being intensively carried out by the Government of the Republic of Indonesia in order to create a lean and strong group company. By encouraging these group companies, the involved companies are expected to be more focused on developing their business from upstream to downstream. However, there are several problems and polemics about the establishment of this kind of group company. Starting from the absence of systematic, detailed, and comprehensive regulations regarding the establishment of group companies as well as the relationships that will occur within parent and subsidiary company, to the overly strong dominance of the state in the subsidiary company due to the insertion of golden share which is owned by Indonesia Government that obscures the boundary between ownership and control as well as injures the principle
of separate legal entity. The research is conducted by juridical-normative method through the study of relevant legislation and analyzing the doctrines from legal
experts which are related to the issues discussed. The results of this study conclude that Indonesia has not accommodated a valid and adequate regulatory framework
regarding group companies in terms of establishment, relations between parent and subsidiaries companies, taxation, finance, business competition, bankruptcy, and so on. Then, there is no clear boundary regarding the role of the state in dominating and/or controlling subsidiaries through golden share which has the potential to cause the management of the company to be inefficient and injure the principles of Good Corporate Governance.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
T53835
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abbad Salahudin Abbad
"ABSTRAK
Wakaf tumbuh dan berkembang seiring dengan berkembangnya kebutuhan
yang ada dalam masyarakat di Indonesia, difasilitasi oleh hukum positif yang
berlaku di Indonesia demi terciptanya ketertiban dan kepastian hukum dalam
masyarakat. Ketidaksempurnaan peraturan hukum positif serta pelaksanaannya di
lapangan sering menjadi penghalang terpenuhinya hak dan kewajiban setiap
induvidu dalam masyarakat dengan baik. Yayasan (Stichting) telah ada sebelum
adanya peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Yayasan dan bagi
Yayasan yang telah ada tersebut diharuskan untuk menyesuaikan anggaran
dasarnya agar tetap berstatus badan hukum. Nazhir wakaf berupa Yayasan yang
tidak memiliki status badan hukum tidak dapat menerima wakaf. Pokok
permasalahan yang diangkat oleh penulis dalam penelitian ini adalah
bagaimanakah peran Notaris dalam Wakaf dikaitkan dengan Nazhir yang tidak
berbadan hukum. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian
kepustakaan yang bersifat yuridis normatif dengan bentuk penelitian preskriptif
analitis. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa Notaris dapat berperan
dengan cara memberikan saran untuk dibuatnya suatu perikatan antara pihak yang
hendak mewakafkan harta bendanya dengan pihak yang nantinya akan mengelola
harta benda tersebut. Bentuk perikatannya berupa perjanjian dalam wujud akta
Notaris sehingga memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna dan dapat
dilaksanakan.

Abstract
Wakaf grow and evolve with the expansion of needs that exist in society in
Indonesia, facilitated by the positive law in force in Indonesia for the
establishment of order and rule of law in the society. Imperfections of positive law
and its implementation on the field is often found as a barrier to the fulfillment of
individual rights and obligations in the community. Foundation have existed
before the regulations on the Foundation are made and for the existing Foundation
is required to adjust their statutes in order to keep their legal entity. Nazhir wakaf
in the form of Foundation that doesn?t have legal entity cannot receive wakaf. The
issue raised by the authors in this study is how the role of notary in the course of
wakaf associated with nazhir wakaf which has no legal entity. The research
method used is literature study which is normative juridical in the form of
prescriptive analytical research. Based on the study it is revealed that the notary
may play a role in the implementation of wakaf by giving an advice to a
commitment made between parties who want to hand over their possessions and
who will manage the property. The form of engagement is in the form of a
notarial deed which has the perfect strength of evidence and can be implemented."
2012
T31881
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>