Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 163561 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Novia Eka Kurniasih
"ABSTRAK
Kota Jakarta Timur merupakan wilayah kejadian kebakaran paling tinggi dibanding wilayah kota lainnya. Oleh karena itu, perlu mengetahui wilayah rawan kebakaran, wilayah kejadian kebakaran dan wilayah jangkauan hidran. Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif, keruangan dan uji statistik. Hasil yang diperoleh menunjukan bahwa pola wilayah rawan kebakaran tinggi terletak di bagian utara dengan kondisi bangunan semi permanen tinggi, kerapatan jaringan jalan lokal tinggi dan kepadatan penduduk tinggi. Pola wilayah kejadian kebakaran tinggi terletak di bagian utara dengan kondisi perumahan tidak teratur dan padat penduduk. Pola wilayah jangkauan hidran tinggi terletak di bagian utara dengan kondisi wilayah rawan kebakaran tinggi dan kejadian kebakaran tinggi. Berdasarkan penelitian ini dapat ditunjukan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara wilayah rawan kebakaran dengan wilayah kejadian kebakaran, namun terdapat hubungan yang signifikan antara wilayah jangkauan hidran dengan wilayah rawan kebakaran dan wilayah kejadian kebakaran.

ABSTRACT
Fire occurrence in East Jakarta is the highest among other areas of the city. Therefore, it is necessary to identify the fire-prone regions, fire occurrence regions and the hydrants coverage area. This research used statistical tests, descriptive and spatial analysis. The result showed that the pattern of high fire-prone region is located in the northern part of East Jakarta which dominated by high-rise and semi-permanent building, dense local road networks and high population density. The pattern of high fire occurrence located in the northern part of the area with poorly ordered housing conditions and densely populated. The pattern of fire hydrant with high coverage area located in the northern with high fire-prone regions and high fire occurrence. This research further demonstrated that there is no significant relationship between a fire-prone regions with fire occurrence regions, but there is a significant relationship between the hydrant coverage area with a fire-prone regions and fire occurrence regions."
2016
S64345
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yansen
"Wilayah DKI Jakarta merupakan kota dengan jumlah kejadian kebakaran per tahun yang tinggi dibandingkan wilayah lain di Indonesia. Oleh karena itu, diperlukan kajian tentang variasi dan distribusi kejadian kebakaran sebagai bagian dari mitigasi bencana perkotaan. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis kejadian kebakaran di DKI Jakarta tahun 2017 hingga 2021, menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi kejadian kebakaran, serta menganalisis wilayah rawan kebakaran. Metode yang digunakan adalah overlay, spatial join, scoring, serta analisis spasial deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kejadian kebakaran di DKI Jakarta paling sedikit terjadi di akhir pekan, berhubungan dengan puncak musim hujan dan kemarau, serta cenderung meningkat di masa liburan panjang. Mayoritas objek yang terbakar berupa permukiman dengan sebab berupa gangguan aliran listrik. Kejadian kebakaran di DKI Jakarta memiliki korelasi signifikan dengan unsur-unsur cuaca, kepadatan bangunan, jumlah penduduk berusia 65 tahun ke atas, jumlah penduduk berusia 0-4 tahun, kerapatan jalan, dan kerapatan drainase. Terdapat dua model wilayah rawan kebakaran di DKI Jakarta yang dibuat berdasarkan variabel-variabel tersebut dengan variasi berupa penambahan variabel rata-rata kejadian kebakaran sebelumnya. Hasil pencocokan terhadap data kejadian kebakaran tahun 2017 hingga 2021 menunjukkan bahwa model dengan variabel rata-rata kejadian kebakaran sebelumnya lebih sesuai untuk menggambarkan wilayah rawan kebakaran di DKI Jakarta.

The DKI Jakarta area has a high number of fire incidents per year compared to other regions in Indonesia. Therefore, it is necessary to study the variation and distribution of fire incidents as part of urban disaster mitigation. The purpose of this study is to analyze the fire incidents in DKI Jakarta from 2017 to 2021, to analyze the factors that influence those fire incidents, and to synthesize models of fire-prone areas. The methods used are overlay, spatial join, scoring, and descriptive spatial analysis. The results of this study indicate that fire incidents in DKI Jakarta occured least frequently on weekends, were associated with the peaks of the rainy and dry seasons, and tended to increase during long holidays. The majority of the objects affected were settlements, with the cause being electrical disturbances. Fire incidents in DKI Jakarta have a significant correlation with building density, population aged 65 years and over, population aged 0-4 years, road density, and drainage density. Two models of fire-prone areas in DKI Jakarta were made based on those variables with variations made by adding the average number of previous fire incidents variable. The results from matching fire incident data from 2017 to 2021 show that the model with the average number of previous fire incidents variable is more suitable for describing fire-prone areas in DKI Jakarta."
Depok: Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Raditia Pradana
"Dalam kejadian bencana kebakaran, khususnya di wilayah perkotaan yang memiliki kepadatan bangunan yang tinggi tentunya akan mudahnya api dapat menyebar mengingat terdapat tiga hal yang membuat api muncul, yaitu oksigen, bahan bakar, dan panas. Sifatnya yang mudah menyebar, terlebih pada bangunan yang padat membuat aksi pemadaman oleh pemadam kebakaran dituntut memiliki respons cepat dan ketersediaan air menjadi penting dalam proses pemadaman. Oleh karena itu, tujuan dalam penelitian ini adalah mengidentifikasi sumber air setempat yang bisa digunakan dalam pemadaman dan jangkauan wilayah pelayanan oleh pemadam kebakaran. Kedua hal tersebut akan digabungkan, sehingga menghasilkan apa yang disebut dengan tingkat proteksi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah network analysis dengan jenis closest facility untuk menentukan sumber air terhadap kejadian kebakaran dan service area untuk menentukan jangkauan wilayah pelayanan pos damkar selama waktu tertentu. Tentunya, dalam proses perjalanan tersebut dibutuhkan data jaringan jalan yang dalam hal ini menjadi dasar proses tersebut. Kedua luaran dari metode tersebut akan menghasilkan penilaian per WMK yang digabungkan untuk dilakukan penilaian tingkat proteksi berdasarkan dua hal tersebut dan membandingkan penilaian tersebut dengan lama penanganan kejadian kebakaran nyata. Dalam penelitian tersebut dihasilkan bahwa tidak semua kejadian kebakaran yang sudah terjadi ditangani oleh sumber air setempat. WMK yang kurang akan sumber air untuk pemadaman di Kota Jakarta Timur masih mendominasi. Untuk service area pos damkar selama perjalanan waktu 5 menit, hanya sekitar 2/3 wilayah Kota Jakarta Timur yang terjangkau oleh damkar selama 5 menit. WMK dengan tingkat Baik dan Sangat Baik mendominasi. Hasil gabungan antara keduanya menghasilkan WMK dengan level Baik mendominasi. Selain itu, dari hasil 4 kelas klasifikasi tingkat proteksi menunjukkan bahwa semakin kelas tersebut menuju sangat baik maka rata-rata lama penanganan kejadian kebakaran akan semakin cepat, tetapi perbedaan antar kelas tidak memiliki perbedaan yang signifikan.

In the event of a fire disaster, especially in urban areas with a high building density, it will be easy for the fire to spread given that there are three things that cause the fire, namely oxygen, fuel, and heat. Its easily spread nature, in addition to a dense building makes the extinguishing action by the fire fighter (damkar) required to have a quick response and the availability of water becomes important in the extinguishing process. Therefore, the aim of this study is to identify local water sources that can be used in the extinction and reach of the service area by firefighters. These two things will be combined, resulting in what is called a level of protection. The method used in this study is network analysis with the type of closest facility to determine the water source against a fire incident and service area to establish the reach of the area of damkar post service during a certain time. Of course, the process of travel requires the data of the road network which in this case forms the basis of the process. Both outputs of the method will result in an assessment per WMK combined to assess the level of protection based on the two factors and compare the assessment with the length of handling a real fire incident. The study revealed that not all of the fires that have already occurred are handled by local water sources. For the service of the damkar post area during the 5-minute journey, only about 2/3 of the East Jakarta area was reached by damkar for 5 minutes. WMK with Good and Very Good levels dominated. The combination of the two results resulted in WMK with Good levels dominated. Furthermore, from the results of the four class classification level of protection showed that the more the class goes very well then the average length of fire incident handling will be faster, but the differences between the classes have no significant differences."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Haeropan Daniko Dwiputra
"Meningkatnya luas lahan yang terbakar pada tahun 2021 mempertegas urgensi pembuatan peta wilayah rawan karhutla di Kabupaten Situbondo. Pembuatan peta rawan karhutla di wilayah penelitian dilakukan dengan menggunakan metode SMCA, dengan variabel berupa: tutupan lahan, kehijauan vegetasi, kelembaban vegetasi, suhu permukaan daratan, dan faktor manusia yang diwakili oleh variabel aksesibilitas (jarak dari jaringan jalan) dan jarak dari aktivitas manusia (jarak dari pemukiman, ladang, dan kebun). Digunakan 3 (tiga) persamaan berbeda pada analisis SMCA, persamaan pertama memberikan bobot lebih besar pada faktor manusia, persamaan kedua memberikan bobot lebih besar pada faktor alami, dan persamaan ketiga memberikan bobot seimbang. Dari hasil validasi, model yang dibuat dengan menggunakan persamaan kedua dinilai memiliki kesesuaian yang lebih tinggi dan lebih cocok untuk digunakan pada pembuatan model rawan karhutla. Dari model kerawanan yang telah dihasilkan, didapatkan bahwa sebagian besar wilayah Kabupaten Situbondo memiliki tingkat kerawanan karhutla tinggi dengan luas wilayah sebesar 652,66 km² (39,08%). Luas wilayah dengan tingkat kerawanan menengah, rendah, dan tidak rawan secara berturut-turut, adalah sebesar 532,12 km² (31,87%), 306,46 km² (18,35%), dan 178,65 km² (10,70%). Dari hasil uji statistik dengan regresi logistik ordinal, didapatkan faktor alami memiliki tingkat pengaruh yang lebih tinggi (ψ= 4,824) terhadap kerawanan karhutla dibandingkan dengan faktor manusia (ψ= 1,051).

Research needs to be done to analyze areas prone to forest and land fires in Situbondo Regency because of the high burned area number in 2021. The process of making forest and land fire hazard map is carried out by using the SMCA methode, with forest fire prone variables in the form of type of land cover, greenness of vegetation, vegetation humidity, soil surface temperature, and human factors represented by accessibility (distance from road) and distance from settlements, fields, and gardens. Three different equations were used in the SMCA analysis, the first equation gave greater weight to anthropogenic factors, while the second and third equation gave greater weight to natural factors and the same weight on both factors, respectively. From the model validation results, the model made from the second equation is considered to have a higher suitability to be used in the process of modeling areas prone to forest and land fires in Situbondo Regency. From the vulnerability model that has been generated, it can be concluded that Situbondo Regency is dominated by areas with a high level of vulnerability, with an area of 652,66 km² (39,08%). The total area of middle, low, and non-vulnerable classes are 532,12 km² (31,87%), 306,46 km² (18,35%), and 178,65 km² (10,70%), respectively. From the results of statistical tests using the ordinal logistic regression method, it can be concluded the natural factor of forest and land fires had a higher level of influence (ψ = 4.824) on the vulnerability of forest and land fires rather than the human factor (ψ = 1.051)."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rifai Kurniawan
"Kota Depok memiliki tingkat pertumbuhan dan perkembangan yang cukup pesat. Meningkatnya jumlah penduduk yang sejalan dengan meningkatnya kepadatan penduduk, turut menyebabkan timbulnya wilayah permukiman yang padat. Permukiman padat merupakan salah satu ruang yang paling rawan terhadap bahaya kebakaran. Pembentukan wilayah rawan kebakaran diperlukan sehingga diketahuinya wilayah mana saja yang rawan terhadap bencana kebakaran Kota Depok. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pola wilayah kejadian kebakaran dan pola wilayah rawan kebakaran. Data yang digunakan diantaranya kejadian kebakaran, kepadatan penduduk, respon time, kerapatan jaringan jalan, sumber air, lokasi UPT, dan kepadatan bangunan. Penelitian wilayah rawan kebakaran yang terjadi pada tahun 2018 menggunakan metode overlay, network analisis dan menggunakan analisis spasial serta deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukan wilayah kejadian kebakaran tinggi berada di utara Kota Depok, dan disebabkan oleh konsleting listrik. Sedangkan wilayah rawan kebakaran tinggi pada umumnya memiliki karakteristik kepadatan penduduk tinggi, kerapatan jaringan tinggi, kepadatan bangunan tinggi, respon time lambat dan sumber air rendah

Depok City has a fairly rapid growth and development rate. The increase in population in line with increasing population density also contributes to the emergence of dense residential areas. Dense settlements are one of the spaces most vulnerable to fire hazards. The formation of fire-prone areas is needed so that it knows which areas are prone to the Depok City fire disaster. The purpose of this study was to analyze the patterns of the area of fire and the pattern of areas prone to fire. Data used include fire incidents, population density, response time, road network density, water source, UPT location, and building density. Research on fire-prone areas that occurred in 2018 using the overlay method, network analysis and using spatial and descriptive analysis. The results of this study showed that the area of high fire was in the north of Depok City, and was caused by electrical short circuit. While high fire-prone areas generally have characteristics of high population density, high tissue density, high building density, slow response time and low water sources"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amira Luthfita
"Kabupaten Kubu Raya merupakan salah satu dari 14 Kabupaten/Kota rawan kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Kalimantan Barat dan mengalami kejadian kebakaran setiap tahun. Berdasarkan data Kesatuan Pengelolaan Hutan pada tahun 2018, terdapat sekitar 4406 titik panas yang tersebar di Kabupaten Kubu Raya. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis wilayah rawan kebakaran hutan dan lahan berdasarkan aspek kondisi fisik wilayah yang meliputi ketebalan gambut, tutupan lahan dan curah hujan serta aspek sosial masyarakat yang meliputi kepadatan penduduk, tingkat pendidikan dan jenis lapangan usaha di Kabupaten Kubu Raya. Analisis spasial yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode overlay dengan Sistem Informasi Geografis. Hasil analisis yang telah dilakukan menunjukkan bahwa wilayah di Kabupaten Kubu Raya yang terdeteksi sangat rawan sebesar 12,77 % dengan total luas wilayah 1124,31 km², rawan tinggi yaitu sebesar 26,75 % dengan total luas wilayah 2419,68 km², rawan rendah yaitu sebesar 31,48 % dengan total luas wilayah 3421,38 km², sedangkan tingkat rawan sangat rendah yaitu 29,00 % dengan total luas wilayah 2408,07 km². Hasil pengolahan menunjukkan bahwa Wilayah dengan tingkat kerawanan tertinggi yaitu Kecamatan Rasau Jaya dan wilayah dengan tingkat kerawanan terendah yaitu Kecamatan Kubu.
Kubu Raya Regency is one of 14 regencies / cities prone to forest and land fires in West Kalimantan Province and experiences fires every year. Based on data from the Forest Management Unit in 2018, there are around 4406 hotspots spread across Kubu Raya Regency. The purpose of this study is to analyze areas prone to forest and land fires based on aspects of the physical condition of the area including peat thickness, land cover and rainfall as well as social aspects of society which include population density, education level and type of business field in Kubu Raya Regency. The spatial analysis used in this study uses the overlay method with Geographic Information Systems. The results of the analysis that have been carried out show that the area in Kubu Raya District that was detected was very vulnerable at 12.77% with a total area of ​​1124.31 km², high vulnerable at 26.75% with a total area of ​​2419.68 km², low at risk that is amounting to 31.48% with a total area of ​​3421.38 km², while the level of vulnerability is very low at 29.00% with a total area of ​​2408.07 km². The analysis shows that the area with the highest level of vulnerability is Rasau Jaya District and the area with the lowest level of vulnerability is Kubu District."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Ika Nur Fitriyani
"Peningkatan kebutuhan lahan permukiman mendorong aktivitas manusia yang semakin kompleks, sehingga menimbulkan bencana, salah satunya kebakaran permukiman. Pada tahun 2018-2021, kebakaran permukiman mengalami ekspansi sebesar 14% di Kota Jakarta Timur. Kejadian ini mengakibatkan kerusakan infastrukur dan kerugian ekonomi yang cukup besar serta menyebabkan hilangnya nyawa seseorang. Studi kerentanan bencana menjadi salah satu opsi yang dapat dilakukan dalam upaya mitigasi. Faktor fisik, sosial, dan ekonomi dinilai sebagai faktor penilaian kerentanan bencana yang mengarahkan pada peningkatan dampak bahaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor yang paling berpengaruh dan menganalisis karakteristik wilayah rentan bencana kebakaran permukiman di Kota Jakarta Timur. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analytical Hierarchy Process (AHP) melalui analisis Geographic Information System- based Multicriteria Decision Analysis (GIS-MCDA). Hasil penelitian menunjukan bahwa faktor kerentanan fisik memiliki pengaruh yang lebih tinggi dibandingkan faktor sosial dan ekonomi. Berdasarkan analisis tersebut, wilayah rentan kebakaran permukiman tingkat rendah terdistribusi secara mengelompok pada wilayah yang memiliki lebar jalan 6 m, penggunaan tanah berupa industri, kepadatan penduduk rendah, dan dominasi usia produktif serta dominasi penduduk berjenis kelamin laki-laki. Kemudian pada tingkat sedang memiliki pola menyebar pada karakteristik wilayah dengan kepadatan penduduk sedang dengan material bangunan permukiman semi permanen serta dapat menjangkau hidran kota kurang dari 400 m. Sedangkan, pada tingkat tinggi terdistribusi secara mengelompok pada wilayah dengan karakteristik dekat dengan sumber penyalaan api besar, kepadatan bangunan dan penduduk yang tinggi, serta penggunaan lahan permukiman. Analisis ini memiliki kesesuaian dengan nilai 67% dan termasuk model prediksi cukup baik dari hasil perbandingan kondisi aktual riwayat kejadian kebakaran permukiman tahun 2018-2021. Dengan demikian, penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan kajian lebih lanjut yang berguna dalam menentukan wilayah prioritas untuk penyusunan rencana penanggulangan bencana kebakaran permukiman seperti meningkatkan kapasitas masyarakat.

Complex human activities are encouraged by the growing demand for residential that causing disaster, such as residential fires. Residential fires increased by 14% in East Jakarta City in 2018-2021. This incident resulted in infastructural damage, significant economic loss, and person’s life. One of the choices for mitigation actions is to conduct disaster vulnerability evaluations. Disaster vulnerability assessment elements that increase hazard consequences are evaluated as being physical, social, and economic factors. This study aims to identify the most important factors and analyze the characteristics of vulnerability of residential fires in East Jakarta City. The Analytical Hierarchy Process (AHP) through GIS-MCDA analysis was the method employed in this study. The results showed that physical vulnerability factors had a greater impact than social and economic. Based on this analysis, low-level residential vulnerability areas are clustered with a road width of 6 m, industrial land use, low population density, and dominance of productive age and male population. Then, medium level has dispersed pattern in the characteristics of areas with medium population density also semi-permanent residential building materials and a 400 m or less distance to fire hydrant. Meanwhile, high level are distributed in areas with characteristics close to major fire source, high density of buldings and residents. According to the findings of the comparison on historical intensity of residential fires in 2018-2021, the analysis is valid with a value of 67% and included a fairly to good model prediction. As a result, this research can be considered for additional studies to help identify priority areas for residential fires disaster management plan, such as increasing community capacity."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohamad Riza
"Kebakaran itu bukan hanya menghilangkan harta benda dan tempat tinggal, tetapi juga memakan korban jiwa, Menurut Kepala Dinas Kebakaran DKI Jakarta, setiap tahun terjadi 700 sampai 900 kasus kebakaran yang terjadi di Jakarta. Itu artinya, dalam satu hari terjadi dua atau tiga kali kasus kebakaran.
Berdasarkan catatan statistik Dinas Pemadam Kebakaran, di bandingkan dengan kota - kota lainnya di Indonesia, kota Jakarta menempati angka tertinggi dalam hal frekuensi kejadian kebakaran. Selama 5 tahun terakhir, frekuensi kejadian kebakaran di Jakarta rata - rata 500 sampai 700 kali kebakaran. Dan 80% nya terjadi di lingkungan padat. Berdasarkan data di ketahui bahwa dari 5 wilayah kotamadya di OKI Jakarta yang paling banyak terjadi musibah kebakaran adalah kotamadya Jakarta Barat, Penyebab kebakaran yang utama adalah listrik di tahun 2001 sebanyak 87 kasus dan tahun 2002 sebanyak 105 kasus, terjadi kenaikan 20,68% dan bangunan yang banyak terbakar adalah bangunan perumahan (Sudin Pemadam Kebakaran Jakarta Barat, 2003).
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, penelitian ini menitik beratkan pada wilayah rawan kebakaran di Jakarta Barat. Masalah yang utama dari daerah rawan tersebut adalah kurangnya sarana dan prasarana seperti jalan masuk yang sempit, kelangkaan sumber air serta kurangnya sarana komunikasi. Kesemua ini dapat menghambat tugas dari pasukan pemadam kebakaran. Kondisi ini di tandai dengan padatnya populasi bangunan pada wilyah tersebut, serta bdhan bangunan terbuat dari bahan yang mudah terbakar seperti kayu dan triplek, sehingga mempercepat penjalaran api pada waktu kebakaran. Dari hasil penelitian didapatkan 4 region rawan kebakaran di Jakarta Barat yaitu reg in permukiman, campuran, perdagangan dan region industri. Namun daerah rawan kebakaran di dominasi oleh region permukiman dengan dicirikan dengan permukiman kumuh, jaringan jalan local yang sempit, serta kurangnya sarana dan prasarana pemadam kebakaran dalam hal kualitas maupun kuantitas serta kurangnya sumberdaya.

Fire is not only to make disappear residence and wealth, according to head of OKI fire fighting department, every year any 700 to 800 fire cases in Jakarta. That means, in one day there are twice or three fire cases. Based on firefighting statistic data has shown, Jakarta was occupied the higest in frequency of fire. At 5 years latest, in Jakarta average frequency of fire 500 - 700 and 80% occurred at densely populated environtmen. Among 5 cities in OKI Jakarta , Jakarta Barat has also been occupied the first place on fire. In 2001 to 2002 frequency of fire has increased 5, 91 % or 169 to 179 cases of fire. The main Governing factors of fire is electricity, increased 20,68 % ( 2001 to 2002 ), many housing 1s on fire (Sudin Pemadam Kebakaran, 2003 )
Base on background above, the study will be stressed on extremerely dangerous of fire region in West Jakarta. The main problem of slum area in the city are minimize infrastructure supporting such as narrow street, watl'r supply, communication.Its hampered the fire fighting work, beside the infrastructure behaviour of society also been impeded.This condition signed by densely of building, there no space between it and fuel of house dominated by flammable like wood. It will be accelerated the spread out of fire. The study shown, there are any 4 extremely dangerous of fire region in West Jakarta. The type of it are: settlement, mix, trade and industry. Extremely dangerous of fire region in West Jakarta dominated on settlE~ment region which be characterized dominated by slum area with local street, lacking of firefighting infrastructure (quantity and quality).
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2005
T39420
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
D. Lestari
"Perkembangan kota Jakarta sebagai ibukota negara yang pesat da!arn
waktu yang relatif singkat, menyebabkan perubahan penggunaan tanah
kota dari tanah-tanah yang kosong menjadi permukirnan.
Dernikian pula ha!nya dengan Kotamadya Jakarta Utara dan Jakarta Barat
yang sebagian besar merupakan daerah permukirnan penduduk. Dengan
padatnya permukiman tersebut dimungkinkan tingkat kerawanan
kebakaran permukirnan besar. Kebakaran permukirnan dis ini, karena ada
faktor pendorongnya seperti kualitas bangunan permukiman, kerapatan
bangunan permukirnan, dan jarak permukirnan ke sumber air seperti
hidrant, situ, dan sungai yang cukup jauh.
Masa!ah yang dibahas da!arn pene!itian mi adalah bagairnana persebaran
wilayah rawan kebakaran di Kotarnadya Jakarta Utara dan Jakarta Barat
tahun 1992 - 1997?
Metode penetitian ada!ah den gan rnengk!asifikasikan vaniabet-variabe!dan
data yang kemudian dianalisis dengan overlay pete.
Berdasarkan ove!iay peta tuas kebakaran pernukimén, peta kualitas
bangunan, peta kerapatan bangunan, dan peta jarak pemukiman ke
sum ber air diperoleh:
1. Tahun 1992.
Rawan 1: tidak terdapat di wi!ayah penetitian.
• Rawan 2 : terdapat di kecamatan Penjaringan, Padernangan,
Tanjungpriok, Koja, Cilincing, dan Pa!merah, meliputi 42,86 % dan
se!uruh wilayah penelitian.
• Rawan 3 : terdapat di kecarnatan Ke!apagading, Kebonjeruk,
Kern bangan Cengkareng Kalideres Grogol[petamburan, Tambora,
dan Tamansari, rne!iputi 57,14 % dan se!uruh wilayah pene!itian.
2. Tahun 1993.
Rawan 1 tidak terdapat pada wilayah pene!itian. Rawan 2 terdapat di kecamatan Penjaringan Pademangan,
Tanjungprtok, Koja, Cilincing, Cengkareng, Kalideres, dan Palmerah,
me!iputi 57,14 % dari se!uruh wilayah penelitian.
• Rawan 3 terdapat di kecamatan Kelapagading, Kebonjeruk,
Kembangan, Grogolpetamburan, Tambora, dan Tarnansari, meliputi
42,86 % dari se!uruh wilayah penelitian.
3. Tahun 1994
• Rawan 1 terdapat di kecamatan Kalideres, meliputi 7,14 % dari se!uruh
wi!ayah penelitian.
• Rawan 2 terdapat di kecarnatan Penjaringan, Pademangan,
Tanjungpriok, Koja, Cengkareng, dan Palmerah, meliputi 42,86 % dan
seluruh wi!ayah penelitian.
• Rawan 3 terdapat di kecamatan Kelapagading, Kebonjeruk,
Kembangan, Grogo! Petamburan, Tambora, dan Taman Sari, Cilincing
50 % dari seluruh wi!ayah peneiltian.
4. Tahun 1995
• Rawan 1 tidak terdapat pada wilayah penelitian.
• Rawan 2 terdapat di kecamatan Penjaningan, Tanjungpniok, Ka!ideres,
dan Palrnerah, meliputi 28,57 % dari setuwh wilayah pene!itian.
• Rawan 3 terdapat di kecamatan Pademangan, Koja, Kelapagading,
Cilincing, Kembangan, Kebonjeruk, Cengkareng, Grogolpetamburan,
Tambora, dan Tamansani, meliputi 71,43 % dari seluruh wilayah
penelitian.
5. Tahun 1996
• Rawan 1 tidak terdapat pada wilayah penelitian.
• Rawan 2 terdapat di kecamatan Penjaringan, Kalideres. dan Patmerah,
rne!iputi 21,43 % dari se!uruh wflayah penelitian.
• Rawan 3 terdapat di kecamatan Pademangan, Tanjungpriok, Koja,
Kelapagading, Ci!incing, Cengkareng, Kembangan, Kebonjeruk,
Grogo!petamburan, Tambora, dan Tamansani, rne!iputi 78,57 % dan
seluruh wi!ayah penelitian.
6 Tahun 1997
• Rawan I terdapat di kecamatan Penjaningan, meliputi 7,14 % dan
selunuh wi!ayah penelitian.
• Rawan 2 terdapat di kecamatan Pademangan, Kalideres, dan
Palnierah, meliputi 21,43% dari se!uruh wilayah penelitian.
• Rawan 3 tendapat di kecamatan Tanjungpniok, Koja, Kelapagading,
Cilincing, Cengkareng, Kembangan, Kebonjeruk, Grogo!petambunan,
Tambora, dan Tamansani, meliputi 71,43 % dad se!unuh wi!ayah
penelitian."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1999
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Galih Sang Surya Buana
"ABSTRACT
Petir adalah suatu fenomena alam yang terjadi dalam kehidupan kita. Indikator yang dapat dilihat adalah frekuensi sambaran dan hari guruh. Melalui persentase hari guruh dalam satu tahun didapatkan wilayah rawan sambaran petir. Selain hari guruh, frekuensi sambaran petir dapat menjadi sebab terjadinya gangguan listrik akibat sambaran petir. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui wilayah dengan tingkat kerawanan tertinggi di Bogor dan Depok, serta melihat bagaimana pola dan hubungan frekuensi sambaran petir dengan gangguan listrik. Hasil menunjukkan wilayah paling rawan sambaran petir berada pada grid dalam Kecamatan Kelapa Nunggal sebesar 81,64 . Pola frekuensi sambaran petir bersifat memusat di tengah wilayah penelitian dan memiliki hubungan moderat dengan gangguan listrik.

ABSTRACT
Lightning is a natural phenomenon that occurs in our lives. Indicators that can be seen is the frequency of lightning and thunderstorm days. Through the percentage of thunderstorm days in a year obtained a region prone to lightning strikes. In addition to the thunderstorm days, the frequency of lightning strikes can be the cause of a electrical disruption due to the lightning strike. This study aims to determine the most prone region in Bogor and Depok, and see how the pattern and frequency of lightning strikes relationships with electrical disruption. Results showing the most prone region to lightning strikes are on the grid in the District of Kelapa Nunggal 81,64 . Lightning strike frequency pattern is centered on the middle of the study area and has a moderate relationship with electrical disruption."
2017
S66250
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>