Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 181238 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Zahra Adiyati
"Penyakit ginjal merupakan salah satu penyakit yang banyak ditemukan di kalangan masyarakat Indonesia. Daun dari pohon angsana (Pterocarpus indicus Willd.) merupakan salah satu alternatif yang digunakan secara empiris oleh masyarakat Indonesia untuk mengobati dan mencegah penyakit ginjal. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan secara ilmiah efek nefroprotektif rebusan daun angsana ditinjau dari volume urin, kadar natrium dan kalium urin. Tiga puluh ekor tikus putih jantan Sprague-Dawley dibagi menjadi lima kelompok perlakuan; kelompok 1 sebagai kelompok kontrol normal, kelompok 2 sebagai kelompok induksi, dan kelompok 3,4,5 sebagai kelompok dosis. Dosis rebusan daun angsana yang digunakan berturut-turut adalah 28,8 mg/kg bb, 57,6 mg/kg bb, dan 115,2 mg/kg bb yang diberikan secara oral selama 21 hari dalam dosis tunggal. Antibiotik gentamisin digunakan sebagai senyawa nefrotoksik dengan dosis 80 mg/kg bb yang diberikan secara intraperitonial pada hari ke-15 hingga 21. Efek nefroprotektif diamati dari volume urin, kadar natrium, dan kadar kalium urin. Hasil penelitian menunjukan kelompok yang diberikan dosis 3 (23,04 mg/200 g bb) mengalami penurunan kadar natrium dan peningkatan kadar kalium urin serta memiliki perbedaan bermakna (p<0,05) dengan kelompok induksi sehingga dapat disimpulkan bahwa daun angsana dosis 3 (115,2 mg/kg bb/hari) berpotensi memiliki efek nefroprotektif, namun pengamatan terhadap volume urin 24 jam tidak menggambarkan signifikansi pada efek nefroprotektif.

Kidney disease is a common disease among the people of Indonesia. The leaves from angsana tree (Pterocarpus indicus Willd.) is an alternative used empirically by Indonesian people to treat and prevent kidney diseases. The aim of this study was to demonstrate the scientific nephroprotective effect of water-boiled angsana leaves evaluated from urine volume, urinary sodium and potassium levels which are parameters for renal damage. Thirty white male Sprague-Dawley rats were divided into five treatment groups; group 1 as normal control group, group 2 as induction group, and group 3 to 5 as dose groups. Doses for angsana leaves were variated to 28,8 mg/kg bw; 57,6 mg/kg bw; and 115,2 mg/kg bw which were given orally for 21 days as single doses. The antibiotic gentamicin is used as a nephrotoxic agent at 80 mg/kg given by intraperitoneal injection from day 15 to 21. Nephroprotective effects were observed from levels of urinary output, urinary sodium, and urinary potassium. Obtained results show the group given the highest dose (115,2 mg/kg bw) resulted in decreased sodium levels and increased levels of urinary potassium as well as having a significant difference (p<0,05) with the induction group. It can be concluded that the leaves of angsana at the dose 115,2 mg/kg bw/day has potential nephroprotective properties. Observed 24-hour urine volume, however, did not show significant signs for nephroprotective effects."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2016
S65402
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fikry Dwi Anjan
"Daun angsana (Pterocarpus indicus Willd.) telah banyak digunakan secara empiris untuk mengobati sariawan, antibakteri dan penyakit ginjal. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan secara ilmiah efek nefroprotektif daun angsana pada tikus putih jantan yang diinduksi gentamisin ditinjau dari kadar urea dan kreatinin plasma yang keduanya merupakan parameter fungsi ginjal. Pada penelitian ini, digunakan 30 ekor tikus putih jantan galur Sprague Dawley yang dibagi menjadi 5 kelompok perlakuan yaitu kelompok kontrol normal (aquadest dan aqua p.i.), kelompok induksi (gentamisin 80mg/kg bb/hari i.p), dosis I (rebusan daun angsana 28,8 mg/kg bb/hari), dosis II (rebusan daun angsana 57,6 mg/kg bb/hari), dosis III (rebusan daun angsana 115,2 mg/kg bb/hari). Semua kelompok diberikan perlakuan selama 21 hari. Pada hari ke-15 diberikan injeksi gentamisin selama 7 hari. Pada hari ke-22, pengambilan darah dilakukan melalui sinus orbital. Kadar urea dan kreatinin diukur menggunakan metode berthelot untuk urea dan metode kolorimetri untuk kreatinin. Hasilnya menunjukan pemberian dosis III (rebusan daun angsana 115,2 mg/kg bb/hari) dapat menurunkan kadar urea dan kreatinin plasma serta memiliki perbedaan bermakna (p<0,05) dengan kelompok induksi sehingga dapat disimpulkan bahwa daun angsana dosis III (rebusan daun angsana 115,2 mg/kg bb/hari) memiliki potensi untuk mencegah kerusakan ginjal yang disebabkan oleh gentamisin.

Angsana leaves (Pterocarpus indicus Willd.) has been widely used empirically for treat canker sore, antibacterial and kidney disease. This study aimed to demonstrate the scientific of nephroprotective effect from angsana leaf on male rats induced by gentamicin reviewed from urea and creatinine plasma levels were both parameters of renal function. In this study, thirty male rats strain Sprague Dawley divided into five treatment groups were normal control group (aquadest and aqua p.i.), induction group (80 mg/kg bw/day i.p ), dose I group (28.8 mg/kg bw/day), dose II group (57.6 mg/kg bw/day), dose III group (115.2 mg/kg bw/day). All groups were given treatment for 21 days. At the 15th day, the animals were given gentamicin injection for 7 days. At the 22th day, the blood was collected from sinus orbital. The urea and creatinine plasma levels were measured by berthelot method for urea and colorimetric method for creatinine. The result show dose III (115.2 mg/kg bw/day) was decreased urea and creatinine plasma levels also has significantly different (p<0,05) with induction group. So, stew angsana leaf dose III group (115.2 mg/kg bw/day) has potential to prevent kidney damage by gentamicin induced."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2016
S63374
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rosemary Ceria
"Demam Berdarah Dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue, yang sampai saat ini belum ada antivirus untuk penyakit ini. Angsana (Pterocarpus indicus Willd.) merupakan famili Fabaceae, tidak toksik untuk hewan coba, memiliki khasiat sebagai antibiotik berpotensi untuk menjadi kandidat antivirus. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi ekstrak daun angsana mengeliminasi DENV-2 pada mencit dan toksisitasnya. Uji toksisitas dosis tunggal ekstrak etanol daun angsana (5 mg/kgBB, 50 mg/kgBB, 500 mg/kgBB) diberikan secara i.v pada 24 ekor mencit. Pengamatan dilakukan setiap hari 7-14 hari. Uji potensi ekstrak (dosis 125 mg/kgBB, 250 mg/kgBB, 500 mg/kgBB p.o) terhadap DENV-2 menggunakan 48 ekor mencit yang diinfeksi (i.p) dengan sel K562 terinfeksi DENV-2. Mencit dibagi 2 kelompok, pertama diberikan ekstrak daun angsana (p.o) 2 jam sebelum dan kedua, diberikan ekstrak daun angsana (p.o) 2 jam sesudah infeksi sel K562 terinfeksi DENV-2. Serum diambil 6 jam dan 24 jam setelah infeksi viremia dinilai dengan focus assay. Pengamatan toksisitas dilakukan pada mencit yang diberi ekstrak dosis 500 mg/kgBB p.o 24 jam setelah infeksi diperiksa hati dan ginjal secara makroskopis, mikroskopis dan pengukuran SGPT, SGOT, ureum, kreatinin serum mencit. Hasil pengamatan tidak terlihat gejala toksik yang signifikan pada seluruh kelompok mencit dengan ekstrak yang diberikan secara i.v. Ekstrak etanol daun angsana mempengaruhi pertambahan berat badan mencit, namun pada dosis 500 mg/kgBB yang diberikan i.v, terjadi penurunan berat badan, karena nekrosis di lokasi penyuntikan (ekstrak terlalu pekat), sehingga dosis tidak dilanjutkan lebih tinggi.
Hasil uji potensi ekstrak p.o terlihat ada penurunan titer virus pada dosis 250 dan 500 mg/kgBB pada kelompok yang diberikan ekstrak 2 jam sesudah infeksi sel K562 terinfeksi DENV-2. Secara mikroskopis dan pengukuran kreatinin 24 jam setelah pemberian ekstrak 500 mg/kgBB p.o, ginjal mengalami kerusakan. Sebagai kesimpulan, ekstrak daun angsana secara i.v tidak menimbulkan gejala toksik sampai dosis 500 mg/kgBB. Ekstrak daun angsana juga berpotensi menjadi kandidat anti dengue (250 mg/kgBB dan 500 mg/kgBB p.o), namun secara mikroskopis dan pengukuran kreatinin serum mencit, kelainan ginjal terlihat pada dosis 500 mg/kgBB p.o (24 jam setelah pemberian ekstrak). Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menentukan dosis yang efektif dan subfraksi untuk mendapatkan senyawa yang lebih aman.

Dengue is a disease caused by dengue virus. Until now, there has been no antiviral drug for dengue fever. Angsana (Pterocarpus indicus Willd.) is a family Fabaceae, not toxic to experimental animals, has efficacy as an antibiotics potentially become an antiviral candidate. The aim is to determine the potential of ethanol extract angsana leaves in eliminating DENV-2 in mice and its toxicity. Single dose toxicity of angsana leaves ethanol extract (5mg/kgBW, 50mg/kgBW, 500mg/kgBW) was administered i.v to 24 mice. Observations were made everyday up to 7-14 days later euthanized and necropsy at the end of the observation. A potential extract (dose of 125mg/kgBW, 250mg/kgBW, 500mg/kgBW) against DENV-2, 48 mice were infected (i.p) with K562 cells infected with DENV-2. Mice were divided into 2 groups, the first was given ethanol extract per oral 2 hours before and The second group was given 2 hours (P.O) after infection. Sera taken 6 hours and 24 hours after infection. Viremia was assessed with focus assay using Huh7it-1 cells. Observations of toxicity was also performed in mice given the extract dose of 500mg/kgBW 24 hours after infection. Liver and kidneys were checked macroscopic, microscopically, and serum SGPT, SGOT, urea, creatinine were measured.
The result showed that significant toxic symptoms were not seen in all groups of mice with extract up to 500mg/kgBW) by i.v. The ethanol extract angsana leaves were seen weight gain in mice, but at 500 mg/kg iv, weight loss, due to necrosis at the injection site (extract too thick), so that the dose does not proceed higher. Extract potency test results seen the reduction in viral titer in a dose of 250 and 500 mg/kgBW P.O in the group of mice given 2 hours after infection of K562 cells infected with DENV-2. Microscopic and creatinine observation 24 hours after administration of 500 mg/kg extract P.O, suggested kidney damage. In conclusion, ethanol extract of angsana leaves does not cause toxic symptoms up to 500mg/kgBW). Ethanol extract of angsana leaves also has the potential to be candidates for anti-dengue (250mg/kgBW and 500mg/kgBW P.O), but suggested kidney damage in microscopic and urea, creatinine serum level at dose of 500 mg/kgBW (24 hours after P.O administration of the extract). Further research is needed to determine the effective dose and subfraction to get safe compound."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reyza Tratama Audandi
"Pendahuluan: Terdapat tren peningkatan angka kejadian IBD di empat negara Asia Pasifik (Hong Kong, Jepang, Korea, dan India) dari 0.02 menjadi 6 kasus per 100.000 orang/tahun pada 2008. Pengobatan terapeutik pilihan saat ini menggunakan kortikosteroid dan asam amino salisilat, tetapi efek samping yang diberikan mengkhawatirkan. Ekstrak etanol daun mahkota dewa mengandung senyawa flavonoid yang mampu menghambat proses inflamasi IBD, tetapi pada dosis yang tinggi (50 mg) dapat menyebabkan kematian pada hewan uji mencit. Pemberian ekstrak etanol daun mahkota dewa dalam nanopartikel kitosan dianggap dapat meningkatkan bioavailibilitas obat. Oleh karena itu, penelitian ini ingin membandingkan pemberian ekstrak etanol daun mahkota dewa yang dienkapsulasi nanopartikel kitosan dan tidak dalam menurunkan proses inflamasi di lambung.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain eksperimental. 30 ekor mencit diinduksi DSS kemudian dibagi ke dalam 6 kelompok. Spesimen kemudian diwarnai dengan pewarnaan Hematoksilin-Eosin dan diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 200x untuk mengetahui jumlah fokus sel inflamasi dan hiperplasia. Hasil pengamatan akan diuji statistik menggunakan uji Shapiro-Wilk yang dilanjutkan dengan analisis statistik dengan uji ANOVA atau Kruskal-Wallis.
Hasil: Terdapat perbedaan bermakna (p=0.012) pada jumlah fokus inflamasi dimana perbedaan paling signifikan adalah antara kelompok uji kontrol dengan kelompok uji daun mahkota dewa 12,5 mg yang dienkapsulasi nanopartikel kitosan. Sementara itu, tidak terdapat perbedaan bermakna (p = 0.08) pada jumlah fokus hiperplasia.
Kesimpulan: Pemberian ekstrak etanol daun mahkota dewa yang dienkapsulasi nanopartikel kitosan dibandingkan yang tidak dienkapsulasi signifikan secara statistik untuk menurunkan jumlah fokus inflamasi, tetapi tidak signifikan untuk menurunkan jumlah fokus hiperplasia.

Introduction: Prevalence study from four countries in Asia Pacific (Hong Kong, Japan, Korea, and India) shows escalating number of incidences from 0.02 to 6 cases per 100.000 people/year in 2008. Therapeutic options for these cases are corticosteroid or salicylic acid, but these agents have shown some worrying side effects. Mahkota dewa leaves extract is believed to be one of many alternative herbal options because it contains flavonoid molecules that could inhibit the inflammation progression, but a study explains that mahkota dewa leaves extract in 50 mg dose could lower the survival rate in mice compared with lower dose. Chitosan nanoparticles is available as an encapsulating agent to this extract and believed to be a factor which can increase the extract bioavailability. This study would like to compare mahkota dewa leaves extract which is encapsulated in chitosan nanoparticles and which is not in modulating inflammation process in gaster.
Method: This is an experimental study which utilizes 30 mice induced by DSS. These mice will be divided into 6 groups. The mice underwent decapitation and its gaster tissue collected and stained using hematoxylin-eosin (HE) and observed under microscope with 200x magnification for identifying amount of inflammatory cells foci and hiperplasia foci. The result will be analyzed statistically using Shapiro-Wilk test and continued with one-way ANOVA test or Kruskal-Wallis.
Result: There is significant different (p = 0.012) for amount of inflammation foci. The most significant different is between control groups and mahkota dewa leaves extract encapsulated in chitosan nanoparticles in 12,5 mg dose groups. However, there is not significant different (p = 0.08) for amount of hiperplasia foci.
Conclusion: Applying mahkota dewa leaves extract encapsulated in chitosan nanoparticle compared with those that are not encapsulated is stastistically significant for amount of inflammation foci changes, but not significant for hiperplasia foci amount changes.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ramacil Afsan Awang Notoprawiro
"Kompleksitas operasi transplantasi hati dapat mengakibatkan terjadinya gangguan elektrolit utama tubuh seperti natrium, kalium dan klorida. Ketidakseimbangan elektrolit menyebabkan buruknya prognosis pasien pasca-operasi karena berkaitan dengan kejadian morbiditas seperti gangguan hemodinamik, gangguan neurologis (ensefalopati, kejang, central pontine myelinolysis), dan bahkan kematian. Belum adanya penelitian yang menggambarkan prevalens dan penilaian faktor risiko gangguan elektrolit pada populasi pediatri di Indonesia. Penelitian ini dilakukan untuk melihat prevalens dan menilai faktor risiko terjadinya gangguan elektrolit pada pasien anak pascatransplantasi hati di pusat transplantasi hati Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta Indonesia. Studi kohort retrospektif yang dilakukan di pusat transplantasi hati RSCM Jakarta, Indonesia dan melibatkan seluruh pasien anak yang menjalani transplantasi hati pada periode Desember 2010 sampai Desember 2023. Penilaian bivariat dan multivariat dilakukan untuk menilai faktor risiko yang berhubungan dengan gangguan elektolit pascatransplantasi hati. Sebanyak 78 subyek memenuhi kriteria inklusi dengan 79,5% diantaranya mengalami gangguan elektrolit. Indikasi operasi transplantasi  hati terbanyak adalah atresia bilier  (79,5%). Faktor risiko yang berpengaruh terhadap gangguan elektrolit pada pasien anak pasca operasi transplantasi hati adalah durasi operasi lebih dari 12 jam (RR 1,46 IK 95% 1,21-1,54) dan kreatinin serum (RR 0,64 IK 95% 0,27-0,98) dengan nilai p<0,05. Sebagian besar pasien anak yang menjalani operasi transplantasi hari mengalami gangguan elektrolit. Durasi operasi lebih dari 12 jam dan peningkatan nilai kreatinin serum berhubungan dengan kejadian gangguan elektrolit.

The complexity of liver transplantation surgery can lead to major electrolyte disturbances such as sodium, potassium, and chloride. Electrolyte disturbances can result in poor postoperative patient prognosis due to the association with morbidity events such as hemodynamic disorders, neurological disorders (encephalopathy, seizures, central pontine myelinolysis), and even death. There are no studies that describe the prevalence and risk factors of electrolyte disturbances in the pediatric population in Indonesia.This study was conducted to observe the prevalence and assess the risk factors for electrolyte disturbances in pediatric patients after liver transplantation at the Cipto Mangunkusumo Hospital Liver Transplant Center, Jakarta, Indonesia. Retrospective cohort study conducted at a liver transplant center in Jakarta, Indonesia, involving all pediatric patients who underwent liver transplantation from December 2010 to December 2023. Bivariate and multivariate assessments were performed to evaluate the risk factors associated with post-liver transplantation electrolyte disturbances. A total of 78 subjects met the inclusion criteria, with 79.5% experiencing electrolyte disturbances. The most common indication for liver transplantation surgery was biliary atresia (79.5%). The risk factors affecting electrolyte disturbances in pediatric patients after liver transplantation surgery were operation duration more than 12 hours (RR 1.46, 95% CI 1.21-1.54) and serum creatinine (RR 0.64, 95% CI 0.27-0.98) with a p-value <0.05. Most pediatric patients undergoing liver transplantation experience electrolyte disturbances. An operation duration of more than 12 hours and an increase in serum creatinine levels are associated with the occurrence of electrolyte disturbance."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Riri Nurul Suci
"Artritis reumatoid merupakan penyakit autoimun yang ditandai dengan inflamasi kronik pada daerah persendian. Daun babandotan terbukti memiliki khasiat dalam terapi inflamasi. Tetapi belum ada data terkait efeknya terhadap artritis reumatoid sehingga dapat dijadikan alternatif terapi artritis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek antiartritis ekstrak etanol 70% daun babandotan diamati dari volume edema kaki tikus yang diinduksi complete freund?s adjuvant, serta pengaruh ekstrak terhadap kadar TNF-α dan parameter hematologi darah diamati dari jumlah leukosit, limfosit, granulosit, hemoglobin, eritrosit, dan mean cells volume of RBCs (MCV). Penelitian ini menggunakan 30 tikus putih jantan Sprague-Dawley, dibagi menjadi 6 kelompok. Kelompok kontrol normal dan negatif diberikan CMC 0,5%, kelompok kontrol positif diberikan suspensi metotreksat 0,05 mg/200 g bb, kelompok variasi dosis ekstrak diberikan 6,48 mg; 12,96 mg; dan 25,92 mg/200 g bb. Semua kelompok diinduksi 0,1 ml CFA pada hari ke-1 kecuali kelompok kontrol normal. Bahan uji diberikan satu kali sehari secara oral pada hari ke-29 sampai hari ke-49. Pengukuran volume telapak kaki dilakukan pada hari ke- 1, 29, dan 50. Perhitungan parameter hematologi dilakukan pada hari ke-29 dan 50, serta uji kadar TNF-α dilakukan pada hari ke-50. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pemberian ekstrak etanol 70% daun babandotan, mampu menurunkan volume edema, kadar TNF-α, jumlah leukosit, limfosit, dan granulosit pada kelompok dosis 25,92 mg/200 g BB melalui mekanisme penghambatan sitokin inflamasi seperti TNF-α. Namun pemberian bahan uji tidak signifikan dalam mempengaruhi jumlah hemoglobin, eritrosit, dan MCV.

Rheumatoid arthritis is an autoimmune disease characterized by chronic inflammation in joints. Babandotan leaves is proven to be used in inflammation theraphy, but there is yet any data regarding the effects of the leaves on rheumatoid arthritis. At the same time, the extract can be an alternative arthritis therapy. The aim of this research is to determine the anti-arthritic effect of 70% ethanolic extract of babandotan leaves in terms of reduction in edema volume on rat paw induced by complete freund?s adjuvant (CFA), and the effect of extract to TNF-α and haematological parameters observed the number of leukocytes, lymphocytes, granulocytes, haemoglobin, erythrocytes, and mean cells volume of RBCs (MCV). This research used white male Sprague-Dawley rats which were divided into 6 groups; normal control and negative control groups, both given 0.5% CMC; positive control group, given methotrexate suspension 0.05 mg/200 g bw; the dose variation extract are 6.48 mg; 12.96 mg; 25.92 mg/200 g bw. All the groups were induced with 0.1 ml CFA on day-1, except normal control group. Test material were administered orally once daily on days-29 to 49. Foot-pad volume measurements were performed on days-1, 29, and 50. The number of leukocytes, lymphocytes, granulocytes, haemoglobin, erythrocytes, and mean cells volume of RBCs (MCV) were counted on days-29 and 50, and TNF-α assay were counted on days-50. The results showed that the 70% extract ethanolic of babandotan leaves with a given dose variation have been able decrease edema volume, TNF-α, the number of leukocytes, lymphocytes, granulocytes at 25.92 mg/200 g bw dose groups by inhibit cytokins inflammation. However, administration of the test materials did not significantly influence the number of haemoglobin, erythrocytes, mean cells volume of RBCs (MCV)."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2016
S65695
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syahilda Siti Jamadilla
"Hiperglikemia menginduksi pembentukan spesies oksigen reaktif (ROS) yang dapat meningkatkan stres oksidatif pada patogenesis diabetes nefropati. Ekstrak etanol kulit batang pulosari (Alyxia reinwardtii) diketahui mengandung pulosariosida, skopoletin, flavonoid, alkaloid, tanin, dan saponin yang memiliki efek antidiabetes dan antioksidan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efek ekstrak etanol kulit batang pulosari pada tikus diabetes yang diinduksi oleh pakan tinggi lemak dan streptozotocin dosis rendah. Pada penelitian ini, 24 ekor tikus jantan galur Wistar dibagi menjadi enam kelompok (n = 4), yaitu kelompok normal (CMC Na 0,5%), kelompok negatif (induksi + CMC Na 0,5%), kelompok positif (induksi + Metformin 90 mg/200 g BB), kelompok dosis 1 (induksi + ekstrak 30 mg/200 g BB), dosis 2 (induksi + ekstrak 60 mg/200 g BB), dan dosis 3 (induksi + ekstrak 120 mg/200 g BB). Tikus diinduksi dengan pemberian pakan tinggi lemak yang mengandung 50% pakan standar, 20% tallow, 20% sukrosa, dan 10% mentega selama 28 hari. Kemudian, diberi injeksi streptozotocin 40 mg/kg BB dan nikotinamid 110 mg/kg BB sebanyak dua kali. Setelah kadar glukosa darah mencapai ≥ 280 mg/dL dan stabil selama 3 hari, dilanjutkan dengan pemberian ekstrak selama 21 hari. Parameter kreatinin, urea, 8-OHdG, dan MDA diukur saat sebelum dan sesudah pemberian ekstrak. Kadar kreatinin dan urea diukur menggunakan spektrofotometer UVVis, sedangkan kadar 8-OHdG dan MDA diukur menggunakan ELISA. Ekstrak pulosari secara signifikan dapat menurunkan kadar kreatinin, urea, 8-OHdG, dan MDA (p < 0,05) dan kemampuannya serupa dengan metformin.

Hyperglycemia induces the formation of reactive oxygen species (ROS) which can increase oxidative stress in the pathogenesis of diabetic nephropathy. The ethanol extract of pulosari (Alyxia reinwardtii) bark is known to contain pulosarioside, scopoletin, flavonoids, alkaloids, tannins, and saponins which have antidiabetic and antioxidant effects. This study was conducted to determine the effect of pulosari bark ethanol extract on diabetic rats induced by high-fat diet and low-dose streptozotocin. In this study, 24 male Wistar rats were divided into six groups (n = 4), namely the normal group (CMC Na 0.5%), negative group (induction + CMC Na 0.5%), positive group (induction + Metformin 90 mg/200 g BW), dose group 1 (induction + extract 30 mg/200 g BW), dose 2 (induction + extract 60 mg/200 g BW), and dose 3 (induction + extract 120 mg/200 g BW). Rats were induced by feeding high-fat diet containing 50% standar feed, 20% tallow, 20% sucrose, and 10% butter for 28 days. Then, given injection of streptozotocin 40 mg/kg BW and nicotinamide 110 mg/kg BW twice. After the blood glucose level reached ≥ 280 mg/dL and was stable for 3 days, then the extract is given for 21 days. Creatinine, urea, 8-OHdG, and MDA parameters were measured before and after administration of the extract. Creatinine and urea levels were measured using UV-Vis spectrophotometer, while 8-OHdG and MDA levels were measured using ELISA. Pulosari extract significantly reduced creatinine, urea, 8-OHdG, and MDA levels (p < 0.05) and its ability is similar to metformin. "
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2021
S70522
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Dara Novi Handayani
"Ruang lingkup dan cara penelitian : Minyak buah merah telah dipublikasikan sebagai suplemen antioksidan dan dilaporkan mengandung a-tokoferol dan (3-karoten dalam jumlah cukup tinggi. Produk tersebut merupakan bentuk yang paling umum dikonsumsi untuk pengobatan berbagai penyakit oleh senjumlah besar masyarakat Indonesia. Namun penelitian tentang potensi minyak buah merah sebagai antioksidan dalam mencegah stres oksidatif belum pernah dilakukan, sehingga timbul pemikiran yang melandasi penelitian ini yaitu bagaimana potensi minyak buah merah "Cendrawasih Papua Red Fruit Oil" dalam mencegah sires oksidatif pada tikus yang diinduksi 2-asetilaminofluoren (2-AAF). Penelitian ini menggunakan 24 ekor tikus putih jantan galur Wistar, berumur ± tiga bulan dengan berat badan 160 - 200 gram, yang dibagi secara acak dalam 4 kelompok masingmasing 6 tikus yaitu kelompok yang hanya diberi aquades (kontrol), kelompok yang diberi minyak buah merah (BM), kelompok yang diinduksi 2-AAF(AAF) dan kelompok yang diberi minyak buah merah dan diinduksi 2-AAF(BM+AAF). Penelitian ini menggunakan AAF 40 μg/hari yang diberikan selama 8 minggu untuk menginduksi stres oksidatif. Pemberian minyak buah merah 10 μ/g BB/hari diberikan selama 9 minggu secara oral. Pada kelompok BM+AAF, minyak buah merah mulai diberikan 1 minggu sebelum perlakuan dan diteruskan seiama induksi 2-AAF. Setelah perlakuan 4 minggu, darah diambil dari ekor tikus. Semua tikus dimatikan pada minggu ke-8 dan dilakukan pengambilan organ hati dan darah dari jantung. Parameter stres oksidatif yang diuji adalah kadar MDA dan senyawa karbonil, dan kadar antioksidan endogen yaitu GSH dalam plasma dan hati tikus. Data yang diperoleh diolah secara statistik (SPSS 11) dan dilanjutkan dengan uji Tukey.
Hasil dan Kesimpulan : Hasil pengukuran dalam plasma dan jaringan hati menunjukkan kelompok AAF memiliki kadar senyawa karbonil, MDA lebih tinggi secara bermakna dan kadar GSH lebih rendah secara bermakna dibandingkan kelompok kontrol. Dengan demikian, induksi 2-AAF menyebabkan stres oksidatif. Kadar GSH dan senyawa karbonil plasma dan hati tikus kelompok BM4-AAF tidak berbeda bermakna dibandingkan dengan kelompok AAF pada setiap waktu pengamatan, namun kadar MDA lebih rendah secara bermakna pada minggu ke-8. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian minyak buah merah tidak mampu mencegah kerusakan oksidatif protein maupun penurunan antioksidan GSH, namun memiliki kemampuan mencegah kerusakan oksidatif lipid akibat stress oksidatif. Dan penelitian ini juga terungkap bahwa pemberian minyak buah merah mengakibatkan stress oksidatif yang ditunjukkan oleh kadar GSH yang menurun secara bermakna dan kerusakan oksidatif protein yang cenderung meningkat (p=0.06). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa minyak buah merah "Cendrawasih Papua Red Fruit Oil" yang digunakan pada penelitian ini selain mempunyai kemampuan sebagai antioksidan juga berpotensi menimbulkan stres oksidatif.

Red fruit (Pandanus conoideus lam) oil is natural antioxidant supplement which is reported contain a-tocoferol and 0-carotene . This oil is popular in Indonesia especially in Papua. It is consumed by people for healthiness and for the treatment of diseases. Yet, there has no in vivo study been done to confirm the protective effect of red fruit oil against stress oxidative.
Purpose: In this study we assess the protective effect of "Cendrawasih Papua Red Fruit Oil" on lipid peroxidation, protein damage and antioxidants system in plasma and liver of rats induced by 2-acetylaminofluorene (2-AAF).
Methods : Three-months-old male winstar rats, each weighing about 160-200 grams, where chosen for study and divided randomly into four groups of 6 rats : the aqua (control) given group, the red fruit oil (BM) given group, the 2-acetylaminofluorene (AAF) given group and the red fruit oil -acetylaminofluorene (BM+AAF) given group. 2-AAF at a concentration of 40 μ/day was administered orally for 8 weeks, in order to induce stress oxidative. Red fruit oils supplementation was given orally 10 μL/g BW/day for 9 weeks. For the BM+AAF group, supplementation red fruit oils was given since a week before and continued during induced AAF. After 4 weeks, their blood were collected from tail. After 8 weeks, the rats of both group were sacrificed under light ether anaesthesia. Their blood and liver tissues were taken. Malondialdehida (MDA), carbonyl and glutathione (GSH) were measured as parameters of oxidative stress. The statistical significance of the result was analyzed by Tuckey test.
Results & conclusions : In the plasma and liver homogenates in the AAF given group rats, the levels of carbonyl and MDA were significantly higher and GSH levels were significantly lower compared with those of controls. These result indicated that AAF induction had important effect on stress oxidative, There were no differences in the plasma and liver homogenates of the BM+AAF given group in the GSH and carbonyl levels than those with the AAF group, but MDA Ievels were lower significantly. These result suggested that red fruit oil had no protective effect in protein oxidative damage and GSH levels but had protective effect on lipid peroxidation. The GSH in the plasma and liver homogenates were significantly lower in the BM given group compared to the control group (p"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T17683
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Gusti Made Anggreni
"ABSTRAK
Aktivitas oksidan dan radikal bebas di dalam tubuh yang tidak diimbangi oleh antioksidan dapat menimbulkan penyakit kronik dan degeneratif. Oksidan dan radikal bebas adalah molekul yang reaktif dan tidak stabil karena adanya elektron tidak berpasangan, sedangkan antioksidan adalah senyawa pemberi elektron yang dapat menetralisir oksidan dan radikal bebas. Antioksidan dapat diklasifikasikan menjadi endogen dan eksogen, serta antioksidan eksogen buatan dan alami. Salah satu sumber antioksidan alami yang belum diteliti adalah daun alpukat. Untuk mengetahui ada atau tidaknya aktivitas antioksidan di dalam ekstrak daun alpukat, dilakukan uji secara In Vitro dengan DPPH 2,2-difenil-1-pikril hidrazil sebagai radikal buatan yang larut di dalam pelarut polar dan pengukuran nilai IC50. Untuk mengetahui dosis efektif dari aktivitas antioksidan ekstrak daun alpukat, dilakukan uji secara In Vivo dengan lima kelompok uji tikus putih galur Wistar dan pengukuran kadar MDA Malondialdehid plasma sebagai hasil peroksidasi lipid pada sebelum dan setelah perlakuan. Perlakuan yang diberikan adalah pemberian vitamin C pada kelompok tikus kontrol positif, air pada kelompok tikus kontrol negatif, ekstrak daun alpukat sebanyak 4 mg/200 gram BB, 8 mg/200 gram BB, dan 16 mg/200 gram BB pada kelompok uji tikus pertama, kedua, dan ketiga, serta aktivitas fisik berupa berenang selama 15 menit untuk meningkatkan peroksidasi lipid yang terjadi di dalam tubuh tikus. Berdasarkan hasil penelitian, ekstrak daun alpukat yang dilarutkan di dalam air dan etanol memiliki nilai IC50 yang dikategorikan sebagai aktivitas antioksidan sangat kuat, dan dosis yang dapat menurunkan kadar MDA paling baik adalah sekitar 8 mg per 200 gram BB, walaupun nilai penurunan tersebut tidak bermakna secara statistik.

ABSTRAK
The inequality of the activity of oxidants and free radicals in body with the activity of antioxidants can result in degenerative and chronic diseases. Oxidants and free radicals are reactive molecules with one or more unpaired electrons, meanwhile antioxidants are molecules that can give electrons to make the oxidants and free radicals stable. Antioxidants can be classified into endogenous and exogenous, and also the synthetic and natural of exogenous antioxidants. One of the sources of natural exogenous antioxidants is the avocado leaves. In Vitro test with DPPH as the polar soluble synthetic radical and the measurement of IC50 was done to know the activity of antioxidants in avocado leaves extract. Effective dose of antioxidant activity in avocado leaves extract was known through the In Vivo test using five groups of Wistar albino rats and the measurement of MDA plasm as the result of lipid peroxidation in before and after experiments. The first group of Wistar albino rats was given vitamin C as positive control, the second one was given water as negative control, the third one was given 4 mg per 200 gram weight of Avocado leaves extract, the fourth one was given 8 mg per 200 gram weight of Avocado leaves extract, and the fifth one was given 16 mg per 200 gram weight of Avocado leaves extract, and in the last day of experiments, all of rats had to swim in 15 minutes to increase the lipid peroxidation in their bodies. The result shows that Avocado leaves extracts in water and ethanol have the highest IC50. The best dose of Avocado leaves extract in reducing the MDA plasm is approximately 8 mg per 200 gram weight, though the reduced value is not statistically significant. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70418
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizki Jaka Gustiansyah
"Dalam dunia pengobatan, bahan alam dapat digunakan sebagai upaya preventif, promotif, maupun rehabilitatif. Diduga, kandungan isoflavon dalam susu kacang kedelai sebagai senyawa yang berkhasiat untuk menurunkan kadar asam urat. Tujuan penelitian ini adalah membuktikan secara ilmiah efek pemberian susu kacang kedelai terhadap kadar asam urat darah tikus putih jantan yang dibuat hiperurisemia dengan kalium oksonat. Sejumlah 30 ekor tikus putih jantan Sprague-Dawley dibagi menjadi 6 kelompok, yaitu kelompok kontrol normal dan perlakuan yang diberi larutan CMC 0,5% 3 mL/200 g bb tikus, kelompok pembanding yang diberi suspensi alopurinol 36 mg/200 g bb tikus, serta tiga kelompok bahan uji yang diberi susu kacang kedelai dengan dosis 1, 2, 3 berturut-turut yaitu 2,25 g, 4,5 g, dan 9 g kacang kedelai/200 g bb tikus/hari. Semua kelompok, kecuali kelompok kontrol normal, diinduksi kalium oksonat 50 mg/200 g bb tikus secara intraperitonial. Pengambilan sampel darah pada hari ke delapan dilakukan 2 jam setelah induksi. Pengukuran kadar asam urat dalam plasma dilakukan dengan metode kolorimetri enzimatik dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 520 nm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa susu kacang kedelai 2,25 g/hari dapat menurunkan kadar asam urat tikus (p < 0,05) dengan efektivitas sebesar 25,58%.

In therapeutics world, natural materials can be used as a preventive, promotive, and rehabilitative. Presumably, the content of isoflavones in soy milk as a nutritious compounds for lowering uric acid levels. The purpose of this study is to prove scientifically the effect of giving soy milk on blood uric acid levels of male white rats which made hyperuricemia by potassium oxonate. A number of 30 Sprague-Dawley male white rats were divided into 6 groups: normal control group and treatment control group were given 3 mL/200 g body weight (bw) of rat of 0,5% CMC solution, a comparison group who were given 36 mg/200 g bw of rat of allopurinol's suspension, and the three groups of test substance fed soy milk with a dose of 1, 2, 3 in a row 2,25 g, 4,5 g, and 9 g of soybean/200 g bw of rat/day. All groups, except the normal control group, induced by potassium oxonate 50 mg/200 g bw of rat via intraperitonial. Blood sampling was performed on the eighth day 2 hours after induction. Measurement of plasma levels of uric acid was done with the enzymatic colorimetric method performed with a spectrophotometer UV-Vis at 520 nm wavelength. The results showed that soy milk 2,25 g/day can reduce uric acid levels of rats (p < 0,05) with the effectiveness of 25,58%."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
S42856
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>