Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 138199 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rizki Wibowo
"Skripsi ini membahas tentang perbuatan melawan hukum atas tindakan medis yang dilakukan dokter terhadap pasien tanpa adanya informed consent sebelumnya. Penelitian ini adalah penelitian normatif dengan tipe deskriptif. Hasil dari penelitian ini adalah informed consent merupakan suatu proses yang satu kesatuan dan tidak dapat dipisahkan dan merupakan hal wajib dilakukan oleh dokter kepada pasien. Tindakan medis yang dilakukan oleh dokter tanpa adanya informed consent disebut sebagai perbuatan melawan hukum. Peneliti menyarankan dokter harus bertindak hati-hati dalam melakukan tindakan medis, rumah sakit harus selalu melakukan pengawasan kepada dokter, dan masyarakat supaya bersikap kritis terhadap pelayanan medis.

This thesis discusses the tort of a medical procedure perfomed on patients without their prior informed consent. This research is a normative research with descriptive type. The results of this research is informed consent is a process that is an intergral and inseparable and it is a compulsary to be given form doctor to the patien. Medical procedures perfomed by doctors without any informed consent is called a tort, except the medical procedures do in an emergency. Researchers suggest, doctor shoud be cautious in perfoming a medical procedure, the hospital managers should always supervise the doctors, and the public are expected to be critical of the medical service.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S64766
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Debby Alviniola
"Skripsi ini membahas mengenai informed consent secara lisan dalam tindakan medis. Dalam skripsi ini akan dibahas mengenai perlindungan hukum bagi pasien terhadap informed consent secara lisan, tanggung jawab bagi dokter dan rumah sakit dalam pelaksanaan informed consent secara lisan, dan analisis penerapan informed consent secara lisan dalam Putusan No. 287/Pdt.G/2011/PN.JKT.PST., No. 350/PDT/2012/PT.DKI., dan No. 215 K/PDT/2014. Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk memahami bagaimana informed consent secara lisan dapat diterapkan dalam suatu tindakan medis yang dilakukan oleh dokter terhadap pasien. Penelitian ini berbentuk penelitian yuridis-normatif dengan menggunakan tipe penelitian deskriptif-analitis. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa informed consent secara lisan hanya dapat diterapkan dalam tindakan medis yang tidak berisiko tinggi dan tidak bersifat invasif. Dokter dalam melaksanakan informed consent baik secara lisan maupun tulisan harus memperhatikan serta menghargai kepentingan pasien karena informed consent merupakan salah satu hak asasi yang dimiliki oleh pasien.

This thesis examines the legal protection for patient towards oral informed consent, the responsibilities for the doctors and the hospitals in the implementation of oral informed consent, and the analysis the implementation of oral informed consent in Court Decisions Number 287 Pdt.G 2011 PN.JKT.PST, Number. 350 PDT 2012 PT.DKI, and Number 215 K PDT 2014. The objective of this thesis is to understand how oral informed consent can be implemented on a medical conduct that is done by doctor to patient. This research is in the form of juridical normative research with the type of descriptive analytic. The result of this research is that the oral informed consent can only be implemented on a high risk medical conduct and not invasive. To conduct the informed consent both in oral or in writing, the doctor should consider and respect the patients interest since informed consent is one of the human rsquo s right had by the patient.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rumaisha Aulia Warman
"Skripsi ini membahas tentang ruang lingkup malpraktik medik dan tolak ukur untuk menentukan suatu tindakan medik sebagai malpraktik medik, serta kaitannya dengan perlindungan hukum bagi dokter yang digugat melakukan malpraktik medik. Pembahasan dilakukan melalui analisis putusan 287/PDT.G/2011/PN.JKT.PST perkara antara Tuan Gunawan melawan RSCM. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan bentuk penelitian yuridis normatif. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat 4 (empat) ruang lingkup malpraktik medik, yaitu malpraktik medik dari segi pidana, perdata, disiplin, dan etik profesi. Tolak ukur untuk menentukan suatu tindakan sebagai malpraktik medik adalah standar profesi medik. Tindakan tim dokter RSCM merupakan malpraktik medik, namun gugatan malpraktik medik yang diajukan tidaklah tepat karena dokter tidak dapat dimintai pertanggung jawaban secara perdata. Tindakan tim dokter RSCM merupakan suatu pelanggaran disiplin profesi, sehingga sanksi yang dapat dikenakan adalah sanksi disiplin.

This thesis discusses the scope of medical malpractice, the indicator of medical malpractice, and also its correlation with legal protection for doctors on medical malpractice suit by analyzing Central Jakarta Court Decision Number 287/PDT.G/2011/PN.JKT.PST. This research is qualitative research with juridical normative methode. The result of this research concludes that there are 4 (four) scopes of medical malpractice, which is medical malpractice in criminal law, civil law, disciplinary, and ethic. The act of a doctor will be classified as medical malpractice when it does not meet the standard of medical care. In the case, the act of the doctors is classified as medical malpractice, however their fault can not be suited in civil court. Doctors’ fault are classified as disciplinary infringement with the consequences of disciplinary sanctions.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S61726
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rivian Yuris Ardani
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai pertanggungjawaban perdata dokter mengenai tindakan medis tanpa informed consent. Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk memperoleh pemahaman mengenai bagaimana sebenarnya hak dan kewajiban dokter dan pasien dalam hal terjadi suatu tindakan medis tanpa informed consent.
Penelitian untuk penulisan skripsi ini adalah penelitian kepustakaan dengan pengolahan data secara kualitatif serta bersifat deskriptif. Penelitian ini menemukan bahwa di antara pasien dan dokter terdapat hubungan hukum perdata berupa perikatan. Dalam hal salah satu pihak merasa dirugikan maka yang bersangkutan dapat menuntut dengan dasar gugatan wanprestasi atau perbuatan melawan hukum. Penelitian ini juga menemukan bahwa dokter memiliki kewajiban untuk melaksanakan informed consent sebelum melakukan tindakan medis. Namun demikian, dokter dapat mengesampingkan kewajiban ini dalam keadaan tertentu, misalnya pada pasien gawat darurat.

This thesis talks about physician?s civil liability on medical treatment without informed consent. The purpose of this thesis is to get an understanding about responsibilities and rights of physicians and patient when there is a medical treatment without informed consent.
The research for this thesis writing is a literature research with qualitative data processing and descriptive design. This research found that between physicians and his patient is a civil legal relationship that is obligation. If a party thinks that they have been harmed, they can sue the other party with breach of contract or tort. The research also found that physicians have an obligation to do an informed consent before doing a medical action. But, physician can override that obligation in some circumstances, such as medical emergency.
"
2014
S53549
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Muthiarani
"Informed consent merupakan salah satu unsur paling penting yang harus dipenuhi dalam hubungan antara dokter dan pasien. Apabila informed consent tidak terpenuhi, maka akan timbul konsekuensi bagi dokter. Konsekuensi yang timbul dapat berupa tanggung jawab berdasarkan etik kedokteran, ilmu disiplin kedokteran dan/atau ketentuan hukum yang berlaku. Penelitian ini akan memfokuskan pembahasan terkait pengaturan dan penerapan dari informed consent di Indonesia. Penelitian ini juga akan membahas konsekuensi hukum seperti apa yang dapat dikenakan bagi pihak yang tidak melaksanakan informed consent dengan menganalisis Putusan Pengadilan Tinggi Samarinda Nomor 63/Pdt/2016/PT.Smr. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridisnormatif, dengan meneliti asas-asas dan unsur-unsur yang terkandung dalam peraturan perundang-undangan terkait hukum kesehatan. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berasal dari studi pustaka dan wawancara dalam menganalisis pokok permasalahan. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa ketentuan terkait penerapan informed consent di Indonesia telah terakomodir dalam kode etik profesi dokter dan sejumlah peraturan perundang-undangan. Jika terdapat kesalahan dalam penerapan informed consent, maka dokter dapat dikenakan konsekuensi hukum dari aspek hukum perdata, hukum pidana dan hukum administrasi. Penelitian ini memberikan saran kepada pemerintah untuk memperjelas ketentuan terkait informed consent dengan menegaskan kewajiban dokter untuk memastikan pasien telah memahami penjelasannya dengan baik sebelum memberikan persetujuan.

Informed consent is one of the most important elements that should be applied in the communication between doctors and patients. If informed consent is not done, there will be consequences for the doctors. The consequences accounted are in the forms of duty and professional responsibilities to the code of medical ethics, scientific responsibility to medical disciplines, and also to the law and legal authorities. This study will focus on regulations and implementations of informed consent in Indonesia. This study will also discuss the legal consequences that can be imposed on doctors who neglect informed consent by analysing the Samarinda High Court Decision Number 63/Pdt/2016/PT.Smr. The method used in this research is a juridical-normative approach, by reviewing the principles and constituents contained in the laws and regulations related to medical law and informed consent. This study uses secondary data from literature reviews and interviews to analyse the subject matter. The result of this study indicates that the provisions regarding the implementation of informed consent in Indonesia have been entailed in doctors’ professional code of medical ethics and Indonesian laws and regulations. If there are any errors in the implementation of informed consent, doctors can be subjected to legal consequences from the aspects of civil law, criminal law and administrative law. This study provides suggestions to the government to clarify the provisions regarding informed consent by asserting the doctor's responsibility to ensure that patients understand the explanation well before giving their consent."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irawaty Melissa
"ABSTRAK
Prita Mulyasari mengungkapkan kekecewaannya terhadap pelayanan medis rumah sakit OMNI Internasional melalui surat elektronik. Isi surat elektronik kemudian tersebar luas ke masyarakat sampai diketahui oleh pihak rumah sakit. Kemudian rumah sakit mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum atas dasar penghinaan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1365 dan Pasal 1376 KUHPerdata. Penulis akan membahas mengenai batasan pengertian penghinaan sebagai suatu perbuatan melawan hukum dan penerapan informed consent dalam kaitannya dengan kasus Prita Mulyasari serta analisis putusan Mahkamah Agung No. 300K/PDT/2010. Maka berdasarkan Pasal 1376 KUHPerdata, suatu perbuatan melawan hukum atas dasar penghinaan harus dibuktikan dengan adanya unsur maksud untuk menghina. Peraturan Menteri Kesehatan No.290/MENKES/PER/III/2008, mengatur bahwa dokter wajib mendapatkan informed consent pasien atas tindakan medis yang dilakukan, Kode Etik Kedokteran Indonesia juga mengatur kewajiban dokter untuk memberikan keterangan atau pendapat yang dapat dibuktikan kebenarannya. Pemberian suntikan dan obat-obatan tanpa persetujuan pasien serta hasil laboratorium yang tidak dapat dibuktikan oleh dokter inilah yang menurut penulis tidak sesuai dengan apa yang diatur.

Abstract
Prita Mulyasari expressed her disappointment toward OMNI International hospital?s medical services through electronic mail. The content of the electronic mail later spread to the community and known by the hospital. Hospital reacted by filing law suit against Prita based on tort as provided in Article 1365 and Article 1376 Indonesian Civil Code. In this thesis, the writer will defined the limitation of insulting deed as tort and the application of informed consent in the case of Prita Mulyasari, furthermore the writer will analyze The Verdict of the Supreme Court No.300K/PDT/2010. Article 1376 Indonesian Civil Code required the element of intention of insulting deed as tort to be proven. Regulation of Minister of Health No.290/MENKES/PER/III/2008, stipulates that doctor should obtain an informed consent from the patient before the doctor allowed to conduct any medical treatment, Code of Medical Ethics in Indonesia also stipulates that doctor is obliged to give an explanation and opinion that are subjected to verification. As in the case, the doctor?s conduct, giving injections and medicines without first asking Prita for informed consent and the incapability to verify the laboratory?s result are what the writer highlights and thinks were not conform with the law.
"
2012
S42446
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Brigitta Eva Sonya
"Informed consent merupakan sebuah pondasi sebelum memulai tindakan medis, sebab ia memberikan manfaat perlindungan hukum bagi para pihak dalam perjanjian medis, diantaranya penghormatan hak pasien sebagai individu dan sebagai bukti izin yang memberi kewenangan bagi dokter untuk melakukan tindakan medis. Tipe penelitian ini adalah deskriptif dan preskriptif, dimana Penulis membahas pengaturan serta implementasi dari informed consent sebagai perlindungan hukum bagi dokter dan pasien melalui analisis Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat No. 864/PDT.G/2019/PN JKT.BRT. Bentuk penelitian adalah yuridis-normatif membahas asas dan norma yang diatur dalam peraturan perundang-undangan, dengan menggunakan data sekunder sebagai hasil dari studi kepustakaan dan hasil wawancara kepada narasumber. Dari penelitian ini, ditemukan fakta bahwa pasien yang mendapat tindakan medis, tidak selamanya datang dalam keadaan sadar. Terhadap pasien sadar yang sudah diberikan informed consent juga ditemukan kendala, yakni bagaimana jika terjadi perbedaan antara diagnosis dan kenyataan pada saat tindakan sehingga perlu dilakukan tindakan life saving, hingga perluasan operasi yang sulit didapat jika keadaan pasien tidak sadar. Selain itu penelitian ini juga menemukan adanya inkonsistensi dalam penerapan tanggung jawab rumah sakit terhadap personalianya dalam hal terjadi sengketa medis yang melibatkan informed consent. Penelitian ini menyimpulkan bahwa ketentuan pengenyampingan informed consent dalam life saving yang diatur Pasal 4 Permenkes 290/MENKES/Per/III/2008 pada praktiknya masih ditemukan kendala karena sulitnya pembuktian, dan berpotensi terjadi sengketa medis. Saran yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah kepada pemerintah terkhusus Kementerian Kesehatan agar membuat aturan yang mengharuskan pihak dokter untuk melakukan diskusi kepada sejawat dan/atau meminta persetujuan direktur rumah sakit, dalam hal akan melakukan tindakan medis kedaruratan yang bersifat invasif dan mempengaruhi hidup pasien. Saran ini dimaksudkan agar kedepannya posisi dokter menjadi aman dan pihak pasien mendapat opini tambahan yang menguatkan alasan dari tindakan dokter.

Informed consent is a foundation before starting medical action because it provides the benefits of legal protection for the parties to the medical agreement, including respect for patient rights as individuals and as proof of permission that authorizes doctors to carry out medical actions. This type of research is descriptive and prescriptive, in which the author discusses the arrangement and implementation of informed consent as legal protection for doctors and patients through analysis of the West Jakarta District Court Decision No. 864/PDT.G/2019/PN JKT.BRT. The form of research is juridical-normative discussing the principles and norms regulated, using secondary data and the results of interviews with source person. From this study, it was found that patients who received medical treatment did not always come conscious. Obstacles were also found for conscious patients who had given informed consent, namely what if there was a difference between the diagnosis and the reality at the time of the procedure so that life saving measures were necessary, to the extent of surgery which is difficult to obtain if the patient is unconscious. In addition, this study also found inconsistencies in the implementation of hospital responsibilities towards its personnel in the event of a medical dispute involving informed consent. This study concludes that the provision for waiver of informed consent in life saving regulated in Article 4 of the Permenkes 290/MENKES/Per/III/2008 in practice still encounters obstacles due to the difficulty of proving, and the potential for medical disputes to occur. The advice that can be given from this research is for the government, especially the Ministry of Health, to make rules that require doctors to hold discussions with colleagues and/or seek approval from the hospital director, in terms of carrying out emergency medical procedures that are invasive and affect the patient's life. This suggestion is intended so that in the future the doctor's position will be safe and the patient will receive additional opinions that strengthen the reasons for the doctor's actions."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lavirra Zuchni Amanda
"ABSTRAK
Pembahasan dalam skripsi ini adalah tinjauan malpraktik medis berdasarkan
perbuatan melawan hukum (PMH). Selain itu juga membahas
pertanggungjawaban dokter dalam hal korban malpraktik medis menuntut ganti
rugi dan ruang lingkup ganti rugi yang dapat dituntut oleh korban. Penulisan ini
bertujuan untuk mengetahui gambaran jelas mengenai malpraktik medis dan
perbuatan melawan hukum (PMH), selain itu juga bertujuan untuk mengetahui
pertanggungjawaban dokter dalam hal korban malpraktik medis menuntut ganti
rugi dan mengetahui ruang lingkup ganti rugi yang dapat dituntut oleh korban
malpraktik medis. Penelitian ini berbentuk yuridis normatif, tipe penelitiannya
adalah deskriptif, jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Alat
pengumpulan data yang digunakan berupa studi dokumen atau bahan pustaka dan
wawancara. Analisis data yang digunakan oleh penulis adalah dengan pendekatan
kualitatif. Kesimpulan dari penelitian ini adalah korban malpraktik medis yang
merasa dirugikan dapat menutut ganti kerugian dengan dasar gugatan perbuatan
melawan hukum (PMH) dan dokter wajib bertanggung jawab apabila terbukti
telah melakukan kesalahan. Ganti rugi yang dapat dituntut dapat berupa ganti rugi
materiil dan immateriil.

ABSTRACT
The discussion of this academic thesis is about juridical analysis of medical
malpractice can be classified as unlawful act. It also discusses the responsibility of
the doctor of medical malpractice victims to demand compensation and the scope
of damages that can be claimed by the victim. This research aims to determine a
clear overview of medical malpractice and unlawful act, but it also aims to
determine the responsibility of the doctor of medical malpractice victims sue for
damages and determine the scope of damages that can be claimed by victims of
medical malpractice. This study is normative , the type of research is descriptive ,
the type of data used are primary data and secondary data. Data collection tools
used in the form of study documents or library materials and interviews. Analysis
of the data used by the authors is the qualitative approach. The conclusion of this
study is the victim of medical malpractice who feels aggrieved can menutut claim
for damages on the basis of tort ( PMH ) and the doctor shall be responsible if it is
proved have made a mistake. Compensation may be required can be material and
immaterial damages.
;;"
2016
S65244
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Rumah Sakit Pusat Pertamina; FKUI, 1991
344.041 2 INF
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ruby Ayu Megadewani
"ABSTRAK
Pertanggungjawaban atas perbuatan melawan hukum tidak hanya dapat dilakukan oleh pelaku, namun juga dapat dilakukan oleh orang lain. Tujuannya adalah untuk memberikan perlindungan lebih bagi korban perbuatan melawan hukum, karena tak jarang pelaku perbuatan melawan hukum tidak dapat bertanggung jawab. Hal tersebut sebagaimana perkara yang terjadi antara Haloman Silalahi (Penggugat) melawan Tumbur Yopieter Siregar (Tergugat I) dan Guntur Siregar (Tergugat II). Dimana dalam kasus ini Tergugat II selaku orang tua sekaligus majikan dari Tergugat I dikenakan pertanggungjawaban atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Tergugat I berdasarkan Pasal 1367 ayat (2) dan (3) KUHPerdata. Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui penerapan asas vicarious liability yang dilakukan oleh anak dan bawahan sebagaimana hukum yang berlaku dan doktrin-doktrin yang diakui. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis-normatif, yaitu dilakukan dengan menelaah norma-norma hukum tertulis. Dari penelitian ini terlihat bahwa tanggung-gugat orang tua dan majikan terpenuhi oleh Tergugat II. Namun kedua jenis tanggung-gugat ini selanjutnya akan dibandingkan dengan menggunakan ketentuan-ketentuan yang berlaku dan juga doktrin-doktrin yang diakui.

ABSTRAK
The case law which is used in this thesis, shows of how PT. Blue Bird could be held liable even though it was hard to prove so in the first place. Hence, in order to prove its liability, both parties’ obligations and rights based on Transportation Law have to be considered. Liability for tort not only can be imposed by the offender but also can be imposed by others. The purpose is to give more protection to the victims of tort, because often the tort offender could not be able to responsible. For instance, in the case that occured between Halomoan Silalahi (Plaintiff) against Tumbur Yopieter (Defendant I) and Guntur Siregar (Defendant II). In this case, the Defendant II acted as a parent and as an employer of Defendant I who was imposed liability for tort committed by Defendant I in accordance with Article 1367 (2) and (3) of Indonesia Civil Code. This research purposes to discuss the application of vicarious liability principle of tort committed by children and employee as the aplicable law and recognized donctrines. The method used in this research is normative juridicial method, which is conducted by examining the legal norms.This research shows the liability of parents and employers are fulfilled by Deffendant II. However, these two types of liability will be compared using the applicable law and the recognized doctrines."
2014
S61495
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>