Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 135195 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ghilman Assilmi
"Penelitian ini membahas mengenai makam dan masjid pada masa Kesultanan Banten Abad XVI-XIX Masehi, sumber data terdiri dari kompleks makam di Masjid Agung Banten Lama, Masjid Kasunyatan, dan Masjid Kanari. Penelitian terfokus kepada kajian keletakkan makam pada masjid untuk mengungkapkan
cultural code masyarakat masa Kesultanan Banten yang membedakan antara yang hidup dan yang mati, profan dan sakral, tempat tinggal dan bukan tempat tinggal. Selain itu, dilakukan kajian terhadap bentuk dan ragam hias nisan-nisan Sultan Banten untuk mengetahui identitas serta keistimewaan Sultan berhubungan dengan makamnya. Hasil kajian terhadap bentuk dan ragam hias nisan menunjukkan bahwa tidak ada keistimewaan yang dimiliki sultan berdasarkan nisannya. Sedangkan hasil kajian keletakkan menunjukkan bahwa culutral code masyarakat Kesultanan Banten tidak memperlihatkan pemisahan ruang antara yang hidup dan yang mati, profan dan sakral, tempat tinggal dan bukan tempat tinggal, akan tetapi masjid dianggap sebagai tempat yang paling sakral karena
menjadi acuan yang hidup dan yang mati tersebut.

This research discuss about the relation between tomb and mosque in the Sultanate of Banten XIX-XVI century AD. The source data consists of the tomb in the Great Mosque of Banten Lama, Kasunyatan Mosque and Kanari Mosque.
The research focused on spatial study about tomb in the mosque to express the cultural code of Banten Sultante's society that distinguishes between the living and the dead, the sacred and the profane, living space and refuse space. In addition, researcher conducted a study of shapes and ornamen gravestones Sultan of Banten to determine the identity and privileges associated based on their gravestone. Results of the study indicate that no privilege Sultan based on their gravestone. While the spatial study results that culutral code of Banten Sultante's society showed no separation space between the living and the dead, the profane and the sacred, living space and refuse space, but the mosque is regarded as the most sacred places as a reference the living and the dead.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2016
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ghilman Assilmi
"Penelitian ini membahas mengenai makam dan masjid pada masa Kesultanan Banten Abad XVI –XIX Masehi, sumber data terdiri dari kompleks makam di Masjid Agung Banten Lama, Masjid Kasunyatan, dan Masjid Kanari. Penelitian terfokus kepada kajian keletakkan makam pada masjid untuk mengungkapkan cultural code masyarakat masa Kesultanan Banten yang membedakan antara yang hidup dan yang mati, profan dan sakral, tempat tinggal dan bukan tempat tinggal. Selain itu, dilakukan kajian terhadap bentuk dan ragam hias nisan-nisan Sultan Banten untuk mengetahui identitas serta keistimewaan Sultan berhubungan dengan makamnya. Hasil kajian terhadap bentuk dan ragam hias nisan menunjukkan bahwa tidak ada keistimewaan yang dimiliki sultan berdasarkan nisannya. Sedangkan hasil kajian keletakkan menunjukkan bahwa culutral code masyarakat Kesultanan Banten tidak memperlihatkan pemisahan ruang antara yang hidup dan yang mati, profan dan sakral, tempat tinggal dan bukan tempat tinggal, akan tetapi masjid dianggap sebagai tempat yang paling sakral karena menjadi acuan yang hidup dan yang mati tersebut.

This research discuss about the relation between tomb and mosque in the Sultanate of Banten XIX-XVI century AD. The source data consists of the tomb in the Great Mosque of Banten Lama, Kasunyatan Mosque and Kanari Mosque. The research focused on spatial study about tomb in the mosque to express the cultural code of Banten Sultante’s society that distinguishes between the living and the dead, the sacred and the profane, living space and refuse space. In addition, researcher conducted a study of shapes and ornamen gravestones Sultan of Banten to determine the identity and privileges associated based on their gravestone. Results of the study indicate that no privilege Sultan based on their gravestone. While the spatial study results that culutral code of Banten Sultante’s society showed no separation space between the living and the dead, the profane and the sacred, living space and refuse space, but the mosque is regarded as the most sacred places as a reference the living and the dead."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2016
T45142
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Soemarsaid Moertono
"BUKU KLASIK ini mengupas kedudukan raja dan seni mengelola kekua saan di Jawa masa lampau, mulai dari segi magis-religius raja, struktur kekuasaan, hingga pembiayaan negara. Dapat dibaca, raja Jawa memiliki kekuasaan tak terbatas, namun ia dituntut berlaku adil, bijak sana, dermawan, dan mampu menjaga ketenteraman negara. Dapat dibaca pula, struktur kekuasaan di Jawa sangat rentan pemberontakan sehingga kedudukan raja senantiasa rapuh. Buku ini dapat menjadi latar belakang dalam memahami politik Indonesia sekarang."
Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2017
959.82 SOE n
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Fauzan Amril
"Nisan merupakan salah satu bagian dari makam dengan fungsi sebagai penanda bahwa di tempat tersebut dimakamkan seseorang yang telah meninggal dunia. Dalam penelitian ini dibahas mengenai ragam hias yang terdapat pada nisan khususnya nisan Sultan di Banten Lama. Hasan Muarif Ambary berpendapat bahwa seni rancang bangun dan seni hias adalah produk seni yang bersifat elitis yang diterapkan pada makam raja (necropole), terbatas (bukan kemasan atau kist), karena seni tersebut dimaksudkan juga untuk mengingatkan harkat, martabat, kesaktian, dan magi serta kharisma raja (Ambary, 1995; 103). Berdasarkan pendapat tersebut maka penelitian ini bertujuan untuk membuktikan apakah keistimewaan seorang raja yang nampak pada atribut keseharian, antara lain pakaian, penghormatan, makanan, dan lain-lain, diterapkan pula setelah raja atau sultan meninggal dunia, dalam hal ini pada ragam hias di batu nisannya. Sebelumnya sudah dilakukan penelitian terhadap nisan-nisan di Banten Lama, antara lain yang dilakukan oleh Halina Budi Santoso Azis (1976) dan Eullis Khumaeroh (1999).
Penelitian yang dilakukan oleh Halina menghasil kan tipologi nisan-nisan di Banten, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Eullis mengaitkan antara ragam hias pada nisan di Banten dengan sufisme. Metode yang digunakan pada penelitian ini sebagaimana umumnya digunakan dalam penelitian arkeologi yaitu pengumpulan, pengolahan, dan penafsiran data. Tahap pengumpulan data dilakukan terhadap data kepustakaan dan data lapangan, sebagai data lapangan adalah nisan sultan Banten, dan sebagai data pembanding digunakan nisan kerabat, pejabat kesultanan, serta tokoh agama.
Langkah selanjutnya yaitu membandingkan ragam hias pada nisan sultan dengan ragam hias yang terdapat pada nisan pembanding. Setelah itu dilakukan analisis berkaitan dengan permasalahan yang ingin dijawab, yaitu adakah ragam hias yang hanya digunakan oleh sultan sebagai bentuk keistimewaan baginya. Setelah tahapan-tahapan tersebut dilalui, maka diperoleh kesimpulan bahwa ragam hias yang terdapat pada nisan sultan Banten antara lain motif perbingkaian yang terdiri dari beberapa panil, motif arabesk floralistik yang tersusun dari sulur daun dan, motif arabesk berbentuk geometris berupa pola interlace, inskripsi, medallion dengan roset di dalamnya, daun waru. Sedangkan pada nisan pembanding ditemukan ragam hias antara lain: Berdasarkan perbandingan yang dilakukan dapat diketahui bahwa ragam hias sultan maupun keluarga, pejabat kesultanan, dan tokoh agama tidak terdapat perbedaan, dari bentuk maupun keletakan terdapat kesamaan, sehingga berdasarkan penelitian ini tidak ditemukan ragam hias yang hanya digunakan oleh sultan sebagai bentuk keistimewaan baginya."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2005
S11827
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Toni
"Istiwa adalah salah satu alat untuk mengetahui waktu masuk shalat yang menggunakan petunjuk matahari yang ditemukan pada mesjid-mesjid kuno di Jawa Dalam bahasa Jawa penunjuk matahari ini disebut befzeer, sedangkan istilah istiwa dikenal dalam bahasa Sunda yang berasal dari bahasa Arab (lihat bahasa khat al-istiwa, equator) yang artinya sama dengan khatulistiwa atau paralet. Bahasa Arab yang sebenarnya untuk penunjuk matahari adalah mizala. DipiIihnya istiwa sebagai obyek penelitian, berdasarkan pada keunikannya dibandingkan komponen bangunan rnasjid lainnya Pada obyek ini secara langsung berhubungan dengan gejala alam yaitu sinar matahari untuk mengetahui berfungsinya obyek tersebut. Pembahasan komponen istiwa diharapkan dapat menerangkan beberapa hal, diantaranya penggunaan istiwa sebagai alat penunjuk waktu shalat di rnasa lalu terutama (dari terbit hingga terbenam matahari) dan bentuk - bentuk Istiwa yang ada serta bagaimana penerapan rnedia tersebut pada mesjid-mesjid kuno di Pulau Jawa. Tampaknya cara-cara mengetahui waktu masuk shalat melalui istiwa mulai ditinggalkan dengan digunakannya teknologi yang lebih modern dan rnekanik, yaitu teknologi jam. Akibatnya, istiwa yang berfungsi sebagai alat penunjuk waktu shalat di masa lalu pada mesjid-mesjid kuno, menjadi kurang berfungsi dan kurang terurus penanganannya. Istiwa pada umumnya digunakan pada mesjid ataupun tempat peribadatan untuk shalat lainnya (mushola, saran, langgar dan lain-lain). Ruang lingkup penelitian terhadap istiwa pada mesjid-mesjid di Jawa dibatasi pada periode masa abad XVI hingga abad XIX. Untuk istiwa mesjid-rnesjid kuno di Jawa yang dianggap tertua menunjukkan periode abad XVI. Konsep dasar pembuatan istiwa memang erat tautannya dengan hukum islam, tetapi wujud fisiknya sendiri sesungguhnya bersifat sekuler. la lepas dari ketentuan hukum dan dengan demikian memberi kesempatan kepada si-pembuat untuk mengembangkan daya kreasinya Dari ragam bentuk istiwa dapat disimpulkan persamaan umum yang menandakan dan nnembedakan karakteristik istiwa dibandungkan komponen lainnya yaitu pada kawat penunjuk waktu dalam penampangnya (gnomon)."
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1999
S12030
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Romi
"Penelitian ini dilakukan pada masyarakat Suku Baduy yang terletak di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Penelitian ini mengambil tema tentang ritus kematian, salah satu ritual khusus yang dianggap sakral bagi masyarakat Suku Baduy. Ritus kematian yang dilakukan oleh masyarakat Suku Baduy adalah bentuk ketaatan masyarakat dalam menjalankan aturan adat yang mengharuskan mereka menjalankan prosesi ritual ketika salah seorang dari mereka meninggal dunia. Ritual ini dilakukan bukan hanya sebatas aturan adat yang menjadi acuan masyarakat dalam melakukannya, melainkan sebagai bentuk penghormatan terakhir keluarga terhadap si mayit. Selain itu, ritual kematian dianggap penting karena masyarakat Baduy percaya bahwa ritual kematian diyakini mampu mengantarkan roh si mayit ke tempat suci (Mandala Hiyang), dan tidak tersesat ke tempat larangan (Buana Larang). Ritus kematian masyarakat Suku Baduy dilakukan karena masyarakat percaya bahwa kematian adalah awal dari perjalanan roh si mayit menjalankan kehidupan barunya di tempat lain bersama para leluhur mereka terdahulu. Oleh karena itu, masyarakat Suku Baduy percaya bahwa dengan mentaati semua aturan adat dan mampu menjaga alam semesta titipan leluhur mereka, berharap setelah kematian bisa bersama-sama dengan para leluhur. Interaksi yang dibangun oleh masyarakat Baduy dengan para leluhur adalah dengan cara menjaga alam semesta. Dengan demikian, makna kematian bagi masyarakat Baduy sangat mendalam karena menyangkut keberlangsungan orang hidup dan keberlangsungan roh si mayit dengan para leluhurnya. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan antropologis. Sedangkan teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara dan studi pustaka. Ritus kematian masayarakat Suku Baduy diwarnai berbagai macam simbol yang menunjukan adanya relasi antara orang hidup, orang mati dan alam semesta. Masyarakat Suku Baduy juga memahami bahwa kematian merupakan bagian dari siklus hidup manusia dan sekaligus menunjukan adanya keberlangsungan roh si mayit dengan roh para leluhurnya di tempat suci. Oleh karena itu, relasi yang dibangun masyarakat Suku Baduy antara orang mati dan orang hidup melalui ritus yang dilakukan sebagai bentuk keterjalinan dan memastikan roh si mayit dapat menghadap yang suci dan bisa bertemu dengan para leluhurnya di tempat suci (Mandala Hiyang).

This research was conducted on the Baduy Tribe community located in Kanekes, Leuwidamar, Lebak, Banten. This research takes the theme of the death rite, the special ritual that is considered sacred to the Baduy tribe. The death rite performed by the Baduy people is a form of community obedience in carrying out customary rules that require them to carry out a ritual procession when one of them dies. This ritual is carried out not only to the extent of the customary rules that are the reference for the community in doing so, but as a form of the family's last respect for the dead. In addition, the death ritual is considered important because the Baduy people believe that the death ritual is considered to be able to deliver the spirit of the dead to the holy place (Mandala Hiyang), and not stray to the place of prohibition (Buana Larang). The death rite of the Baduy people was carried out because the people believed that death was the beginning of the mayit living his new life elsewhere with their previous ancestors. Therefore, the people of the Baduy Tribe believe that by obeying all customary rules and being able to maintain the universe entrusted by their ancestors, hope that after death they can be together with the ancestors. The interaction built by the Baduy people with the ancestors was by taking care of the universe. Thus, the meaning of death for the Baduy people is very deep because it concerns on the continuity of the living and the continuity of the spirit of the dead with his ancestors. This research used qualitative methods with anthropological approach. Observation, interviews and literature studies were used in collection data. The death rites of the Baduy people are colored by various simbols that indicate the relationship between the living, the dead and the universe. The Baduy people also understand that death is part of the human life cycle and at the same time shows the continuity of the spirit of the dead with the spirit of his ancestors in the holy place. Therefore, the relationship built by the Baduy tribe between the dead and the living through rites is carried out as a form of intertwining and ensuring that the spirit of the dead can face the holy and can meet his ancestors in the holy place (Mandala Hiyang)."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dalimunthe, Rizky
"Masjid-masjid kuno di Provinsi Banten memiliki sejumlah ornamen yang menarik untuk dikaji secara mendalam. Kajian tersebut ditinjau secara arkeologis dan objek kajiannya adalah ornamen yang ada pada masjid-masjid kuno di Provinsi Banten yang berjumlah 13 masjid. Tujuan kajian adalah untuk menguraikan motif ornamen yang muncul, keletakkannya pada bangunan masjid, dan kecenderungan persebaran dan perkembangannya. Metode yang digunakan berupa klasifikasi dan analogi sejarah. Hasil yang didapat adalah bahwa motif-motif hias yang muncul sebagian besar merupakan motif yang telah dikenal pada masa sebelum Islam datang, yaitu masa Hindu-Buda dan prasejarah. Selain itu, terdapat pula motif hias yang berasal dari Timur Tengah berupa kaligrafi Arab. Motif-motif hiasan tersebut, ada yang berfungsi sebagai hiasan, juga ada yang memiliki makna simbolis. Berdasarkan keletakan masjid, terlihat kecenderungan berlanjutnya gaya ornamentasi masjid dari daerah pusat kesultanan ke masjid-masjid yang letaknya menjauhi pusat kesultanan ke arah selatan dan barat yaitu ke arah wilayah Serang, Pandeglang, Lebak, dan Cilegon.

This research is a study about the style of ornamentation on ancient mosques in Banten province, in terms of the shape, figurative meaning and distribution of ornaments. The research data is all kinds of ornament on the ancient mosques in the province of Banten, whether the architectural or the ornamental. The study was conducted with the aim to elaborate on any ornamental motifs that appear and where it?s placed on the building on the ancient mosques in Banten as well as the tendency of its distribution. Methods used are classification and historical analogy. In conclusion, decorative motifs that appear mostly a motif that has been recognized in the period before Islam came, the prehistoric period and the Hindu- Buddhism. Among those ornate motifs, in addition to there being only to beautify, may also have symbolic meaning. In terms of the style of ornamentation based on mosques location, it appears that the continuing style of ornamentation tendency is visible from the mosques located in central area of the Sultanate, to the mosques away from the center of the empire, to the south and west toward the region of Serang, Pandeglang, Lebak, and Cilegon."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S53620
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Juliadi
Yogyakarta : Ombak, 2007
726.2 J 432 m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Irmawati Marwoto Johan
Depok: Fakultas Ilmu Pengatahuan Budaya Universitas Indonesia, 1992
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Bobby Septian
"Tulisan ini membahas mengenai tata letak dan identitas makam pada masjidmasjid kuno di Jakarta dengan menggunakan dua belas masjid sebagai data yang dikaji. Metode penulisan penelitian ini terdiri dari empat tahap, yaitu formulasi, pengumpulan data, pengolahan data dan interpretasi. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa pada makam di lingkungan masjid-masjid kuno di Jakarta terdapat pola keletakan dan sisi peletakan makam favorit/paling sering dijumpai. Selain itu, diketahui pula identitas orang-orang yang dimakamkan di sana beserta tingkatan identitas sosialnya berdasarkan pembagian ruang dan atribut makam.

This research is discussing about layout and identity of tombs in ancient mosques in Jakarta with utilizing twelve mosques in total as researched data. The method used in this research consist four phases, which are formulation, data collection, data processing and interpretation.  This research results revealed that tombs in ancient mosques in Jakarta have several layout patterns and favorite side of tombs that most often found. Besides of that, also known tombs identity and stratification levels based on space separation and tombs attributes."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>