Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 52375 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Abiputra Prayogi
"ABSTRAK
Pemulihan material yang berasal dari bottom ash hasil pembakaran dari WtE
mempunyai dampak terhadap lingkungan dan nilai ekonomi. Dengan
mengoptimalkan proses pemulihan material, banyak material yang tidak
berguna/bernilai bisa digunakan kembali dengan tujuan yang berguna dan
menguntungkan. Pengunaan bahan kimia dihindari dalam pemulihan material yang
berguna dari bottom ash yang berasal dari WtE. Untuk menanggulangi keterbatasan
pengunaan bahan kimia, percobaan ini menggunakan prinsip perbedaan massa jenis
dari tembaga untuk memisahkan tembaga dan logam berharga lainnya. Lebih lanjut,
percobaan ini juga dimaksudkan untuk menemukan parameter terbaik untuk
digunakan dalam proses pemisahan gold pan dan juga untuk menemukan ukuran
partikel terbaik yang akan menghasilkan jumlah tembaga yang optimal dan juga
material berharga lainnya.
Proses pemulihan diawali dengan preparasi sampel yang mencakup
eliminasi dari kandungan air pada sampel, proses sieving, dan juga separasi magnet.
Proses pemisahan utama adalah proses gold pan yang akan menggunakan dua
parameter kecepatan yang berbeda dan tiga ukuran partikel yang berbeda untuk
menemukan parameter terbaik untuk material berharga yang diinginkan dari bottom
ash. Untuk mendapatkan gambar mikroskopik dari sampel, mikrosop Keyence
Optical Microscope dan Scanning Electron Microscope digunakan dalam
percobaan. Pengunaan XRF juga digunakan untuk mendapatkan komposisi kimia
dari sample.
Hasil percobaan menunjukan bahwa material yang dominan dari WtE
adalah Al, Si, Ca, dan Fe dimana S dan Cl juga ditemukan dalam jumlah yang
banyak. Material yang juga mungkin dapat digunakan kembali juga termasuk
beberapa material ferromagnetic (Cr, Co, dan Ni) dan material tersebut juga bisa
ditemukan dalam bentuk alloying dengan Fe. Material Diamagnetic atau
Paramagnetic (Mg, Ti, Cu, dan Zn), terlebih lagi Cu dapat ditemukan dalam bentuk
metallic fraction dengan bentuk menyerupai kabel dan juga mebentuk alloy dengan
Zn membentuk Cu-Zn atau kuningan. Material yang disebutkan diatas mempunyai
nilai ekonomi di pasar dunia.

ABSTRACT
Material recovery from a municipal solid waste incineration bottom ash has
an environmental and economical value. By optimizing the recovery process, many
of the today not used materials will be able to be reused in many beneficial and
advantageous purposes. Usage of a harmful chemical substance is avoided for the
purpose of a recovery of the useful material from the waste-to-energy (WtE) plant
bottom ash. To overcome the chemical prohibition, this research used a difference
in the density of copper to differentiate the copper and another valuable material
from the others. Moreover, this research also investigates the best parameter to be
used in the gold pan process and also the optimal particle size that will result in the
optimal amount of copper and other valuable material being restored.
The recovery process started with the sample preparation including the
elimination of water content, sieving, and magnetic separation. The primary
separation process is the gold pan process which will be conducted in two different
speed parameter and three different particle size to find the best parameter for any
valuable material from the WtE plant bottom ash sample. To obtain the microscopic
image of the sample, Keyence Optical Microscope and Scanning Electron
Microscope (SEM) are being used. XRF are being used to obtain the chemical
composition of the sample.
The results show that the most dominant material in the WtE plant bottom
ashes are Al, Si, Ca, and Fe while S and Cl are also found in a high amount. The
other possible material to be recovered including ferromagnetic material (Cr, Co,
and Ni) these elements might be finds as alloying element with Fe. Diamagnetic or
paramagnetic metal (Mg, Ti, Cu, and Zn), mostly Cu collected as metallic fraction
in the form of wire and also in alloy with Zn as metallic Cu-Zn or brass. All of the
above-mentioned material are valuable and have an economic value in the market
"
2016
T46357
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Almira Larasati
"ABSTRAK
Waste to Energy Plant (WtE) merupakan cara yang efektif untuk meminimalisir jumlah sampah sampai dengan 80% dalam hitungan massa dan volume. Namun, WtE memproduksi by-products yaitu Bottom ash yang mengakibatkan pencemaran lingkungan. Beberapa cara dilakukan untuk mengatasi pencemaran lingkungan oleh Bottom ash tersebut yang salah satunya adalah metode recycling. Bottom Ash mengandung banyak komposisi kimia termasuk garam, oksida, sulfida, dan elemen-elemen berharga seperti Cu,Ni,Zn,Pb. Research ini dilakukan untuk mendaur ulang Bottom Ash dengan metode yang ramah lingkungan dan terfokus kepada partikel halus yang bersifat non-magnetik. Beberapa metode separasi dilakukan yaitu Pengeringan, Penggerusan, pengayakan, separasi magnetik, dan separasi densitas. Beberapa metode karakterisasi yang dilakukan adalah dengan XRF, EDAX , dan Mikroskop Optik. Hasil yang didapatkan adalah element non magnetik yang berharga Cu, Ti, Zn berhasil terkumpulkan hingga mencapai 30,000ppm Cu, 11,000ppm Ti, dan 15,000ppm Zn setelah proses eksperimen GoldPan. Dari hasil research ini juga didapatkan bahwa Bottom Ash berpotensi untuk menjadi bahan campuran dari semen. Major elemen pada campuran semen pada bottom ash seperti Al, dan Si memenuhi standar kriteria campuran semen sementara Ca masih dibawah kriteria. Selain itu, pada bottom ash terkandung S dan Cl yang tinggi, namun pada eksperimen ini kadar S dan Cl berhasil direduksi sampai dengan 0,4-0,5%.

ABSTRACT
Waste to Energy Plant (WtE) is an effective way to minimize the amount of waste up to 80% in mass and volume. However the bottom ash produced by WtE as by-products causes an enviromental problem as it is usually landfilled. Several ways to overcome this problem has been implemented by many research using a recycling method of the bottom ash. Bottom ash contain several valuable elements such as Cu, Ni, Zn, Pb and many compounds such as silicates, sulfides, salts, and oxides. This research offers an enviromentaly-friendly and inexpensive process to recover bottom ash without producing another waste from the overall process and focuses in non magnetic fine particles of bottom ash. Some separation methods used in this research from drying, milling, sieving, magnetic separation, and density separation process have been conducted. Several materials characterization methods are implemented to investigate chemical composition by using XRF and EDAX method and to study the image representation of recovered bottom ash by using Optical Microscope (OM) and Scanning Electron Microscope (SEM). The results show that several valuable non magnetic elements such as Cu, Ti, and Zn are successfully collected more than 30,000 ppm Cu; 11,000 ppm Ti; and 15,000 ppm Zn after gold pan experiment and there is also a possibility to recover bottom ash into an additional compounds of cement raw material products if the metallic fraction contained in it can be separated and the composition of the additional compounds of cement raw material can be adjusted to fulfill the standard requirement of cement industry. In contrast, Si, Al, and Fe contents are already met the requirement of common cement raw material while Ca content is slightly under the requirement, S and Cl content has also been decreased up to 0,4 ? 0,5 % which is important for raw or mixture cement material requirement."
2016
T46308
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwinanda Akmal Poetranto
"Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui kebutuhan energi yang terjadi menggunakan metode pendekatan eksperimental dengan pemanfaatan lumpur limbah batubara fly ash dan bottom ash (FABA) pada spiral pipe dan circular pipe sebagai pembanding. Kebutuhan energi diperoleh dari model reologi, yaitu hubungan nilai shear rate, shear stress, friction factor, dan Reynolds number (Re). Hasilnya menunjukkan bahwa konsentrasi tinggi dari kedua bahan tersebut mengubah karakteristik aliran menjadi non-Newtonian dengan efek shear-thinning yang signifikan. Fluida dengan konsentrasi yang lebih tinggi memiliki faktor gesekan lebih tinggi pada area laminar, yang meningkatkan resistansi aliran. Fly ash dan bottom ash pada konsentrasi 30%, 40%, dan 50% menunjukkan efek shear-thinning yang semakin kuat (pseudoplastic). Power law index, mendeskripsikan perkiraan sifat slurry dan jarak n = 0,89 ~ 0,96. Konsentrasi tinggi dari kedua fluida kerja ini menunjukkan penyimpangan dari garis Newtonian, menandakan perilaku non-Newtonian, dengan viskositas semu yang menurun seiring peningkatan laju geser untuk seluruh konsentrasi (30%, 40%, dan 50%). Faktor gesekan menurun seiring peningkatan bilangan Reynolds. Spiral pipe lebih menunjukkan perubahan karakteristik aliran dibandingkan circular pipe.

This research aims to determine the energy requirements using an experimental approach by utilizing fly ash and bottom ash (FABA) waste sludge in spiral pipes and circular pipes for comparison. The energy requirements are derived from a rheological model, which is the relationship between shear rate, shear stress, friction factor, and Reynolds number (Re). The results indicate that high concentrations of both materials transform the flow characteristics into non-Newtonian with significant shear-thinning effects. Fluids with higher concentrations have higher friction factors in the laminar region, increasing flow resistance. Fly ash and bottom ash at concentrations of 30%, 40%, and 50% exhibit increasingly strong shear-thinning effects (pseudoplastic). The power law index describes the slurry properties estimation, with the range of n = 0.89 ~ 0.96. High concentrations of these working fluids show deviations from the Newtonian line, indicating non-Newtonian behavior, with apparent viscosity decreasing with increasing shear rate for all concentrations (30%, 40%, and 50%). The friction factor decreases with increasing Reynolds number. The spiral pipe demonstrates more changes in flow characteristics compared to a circular pipe."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anindya Aulia Pratiwi
"ABSTRAK
Pada tahun 2010, total jumlah bottom ash yang diproduksi di Jerman adalah
sebesar 5 juta ton per tahun dan jumlah sampah yang diinserasi adalah 20.6 juta ton per
tahun. Hal ini mengindikasikan bahwa sampah masih merupakan suatu masalah di
Jerman. Walaupun bottom ash sudah sering digunakan sebagai material sekunder, namun
masih belum dapat mengurangi masalah sampah. Penggunaan bottom ash pada konstruksi
dan pembuatan jalan juga dikurangi dimana adanya larangan yang membatasi karena
dapat mengkontaminasi tanah. Salah satu cara untuk mengurangi masalah sampah adalah
dengan memulihkan elemen berharga yang ada pada bottom ash sehingga dapat
digunakan sebagai material sekunder. Dalam beberapa tahun terakhir, sudah banyak
penelitian yang dilakukan untuk memulihkan elemen berharga, namun proses yang
dilakukan masih menggunakan larutan kimia dimana tidak ramah lingkungan.
Suatu proses baru dibutuhkan untuk memulihkan elemen berharga tanpa
menghasilkan sampah lainnya. Pertama-tama, bottom ash dikeringkan untuk mengurangi
kandungan air dan kemudian digiling untuk mengecilkan ukurannya. Setelah itu bottom
ash akan disaring dan dipisahkan menjadi lima fraksi yang berbeda, yaitu 500 μm, 250
μm, 125 μm, 63 μm, dan kurang dari 63 μm. Dikarenakan penelitian ini hanya difokuskan
pada fraksi magnetik, maka proses pemisahan menggunakan magnet juga dilakukan
untuk mengetahui elemen apa saja selain besi yang akan terpisahkan dengan metode ini.
Terakhir proses pemisahan gravitasi dilakukan untuk mendapatkan elemen berharga dari
bottom ash. Observasi menggunakan mikroskop digital dan mikroskop optik juga
dilakukan untuk mengetahui morfologi dari bottom ash. Bottom ash yang telah diproses
kemudian akan dianalisa menggunakan SEM-EDS dan XRF untuk mengetahui kandungan
kimianya. Berdasarkan hasil karakterisasi diketahui bahwa bottom ash mengandung
banyak elemen berharga seperti besi, nikel, kromium, dan kobalt. Elemen yang memiliki
persentase pemulihan terbesar adalah besi dimana persentase beratnya meningkat dari
5.061% menjadi 33.790%. Setelah seluruh proses pemisahan dilakukan diketahui adanya
partikel non magetik, yaitu partikel silikon yang dilapisi dengan lapisan magnetik.

ABSTRACT
The total amount of bottom ash produced in Germany in 2010 was 5 million tons
per year while the total amount of incinerated waste was 20.6 million tons per year[1].
This number indicates that waste is still a big problem in Germany. Even though bottom
ash is widely used as secondary material, it is still not enough to reduce the problem. The
use of bottom ash in construction and roads will also decreases since it is limited by the
regulation due to soil contamination. One way to reduce the problem is to recover the
valuable elements in the bottom ash thus it can be used as secondary material. For the
past few years, many researches have been done to recover the valuable elements.
However, the process that is used to recover the element is using chemical solution, such
as leaching, which is not environmentally friendly.
In order to protect the environment and not produce another waste after the
process, a new recovery process is needed. At first, bottom ash must be dried to reduce
the water content and ball milled to reduce its size. Afterwards, it sieved into five different
fractions, which are 500 μm, 250 μm, 125 μm, 63 μm, and less than 63 μm. This study is
focused on the magnetic fraction of bottom ash separated by magnets to find out, which
elements beside iron can be separated with this technique. In the end, gravity separation
process was done in order to obtain the valuable elements from bottom ash. Bottom ash
was also observed with digital microscope and optical microscope in order to found out
its morphology. Bottom ash that has been processed then will be analysed with SEMEDS
and XRF to discover its chemical content. From both characterizations, it is known
that bottom ash contained many valuable elements such as iron, nickel, chromium, and
cobalt. Element which has the highest recovery percentage is iron, which its weight
percentage is raising from 5.061% to 33.790%. After separation processes, some light
and non-magnetic particles have been observed. These are silicon particle which is
encapsulated with a magnetic layer.;"
2016
T46311
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Muhammad Farhan Fadhila
"Jumlah limbah sangat meningkat setiap hari di masa ini. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk mengolah limbah. Salah satu metode yang paling populer adalah dengan cara membakarnya. Insinerator menghasilkan abu dasar yang mengandung mineral berharga yang dapat diekstraksi kembali dan didaur ulang. Berbagai ukuran dihasilkan dari insinerator, meskipun tujuannya di sini adalah untuk mendapatkan ukuran butiran terbaik dari abu yaitu antara 0,25 – 0,5 mm. Untuk mendapatkan efisiensi yang maksimal dalam meningkatkan pemulihan mineral berharga, khususnya besi pada tesis ini, harus dilakukan kominusi terlebih dahulu, karena ini adalah metode yang meningkatkan derajat pembebasan butir. Pengayakan, klasifikasi, dan pemisahan dilakukan secara bertahap. Jenis pemisahan harus berupa pemisahan magnetik karena tujuan tugas akhir ini adalah untuk meningkatkan kandungan besi dari suatu IBA. Setelah semua persiapan selesai, maka bahan tersebut dapat dilebur untuk melihat berapa banyak besi yang dapat diperoleh kembali dari suatu sampel.

The amount of wastes are tremendously increasing with each passing day in the modern world. There are many possible ways to process wastes treatment. One of the most popular method is incinerating them. The incinerators produce bottom ash that contains valuable minerals that can be re-extracted and recycled. Various sizes are produced from the incinerator, although the aim here is to find the best grain size from the ash that is between 0.25 – 0.5 mm. To properly obtain the maximum efficiency in enhancing the recovery of valuable minerals, specifically iron on this thesis, comminution must be done beforehand, as this is a method that increases the grain’s degree of liberation. Sieving, classification, and separation are done step-by-step. The type of separation must be magnetic separation as the goal of this thesis is to increase the iron content from an IBA.  Once all preparation are done, then the material can be melted in order to see how much iron can be recovered from a sample."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rara Vasya Putri
"Pasca berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PP Nomor 22 Tahun 2021) sebagai peraturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU CK), pengaturan terhadap pengelolaan limbah B3 dan non-B3 mengalami perubahan. Perubahan tersebut salah satunya berlaku terhadap limbah fly ash dan bottom ash (FABA) yang berasal dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Limbah FABA tersebut yang semula berstatus sebagai limbah B3 berubah menjadi limbah non-B3. Perubahan tersebut diyakini karena ukuran konsentrasi zat pencemar di dalam limbah FABA masih berada di bawah ambang batas yang dipersyaratkan pada PP Nomor 22 Tahun 2021. Selain itu, perubahan status limbah FABA tersebut juga tak lepas dari adanya komparasi yang dilakukan terhadap negara-negara yang tidak mengkategorikan limbah FABA sebagai limbah B3. Akan tetapi, perubahan status limbah FABA tersebut juga perlu ditinjau dari sudut pandang lingkungan hidup sebab perubahan status tersebut berakibat pada perubahan pengaturan pengelolaannya, yang dalam hal ini meninggalkan beberapa catatan penting terkait dampak buruk yang dibawa oleh zat-zat pencemar yang dikandungnya, seperti logam berat. Kandungan logam berat yang berbahaya di dalam limbah FABA akan membawa pengaruh buruk bagi kesehatan dan lingkungan hidup jika tidak dikelola secara layak. Dengan menggunakan metode penelitian yang berjenis penelitian hukum doktrinal dan bersifat normatif, penelitian ini akan memberikan analisis tentang bagaimana perubahan pengaturan atas pengelolaan limbah FABA di Indonesia, akibat hukumnya, serta menawarkan sebuah solusi atas prospek pengembangan pengaturan pengelolaan limbah FABA di Indonesia dengan belajar dari pengaturan di Amerika Serikat dan Afrika Selatan.

After the enactment of Government Regulation Number 22 of 2021 on Implementation of Environmental Protection and Management (PP Number 22 of 2021) as the implementing regulation of Law Number 11 of 2020 on Job Creation (UU CK), regulations on hazardous waste and non-hazardous waste management experienced several changes. One of these changes applies to the management of fly ash and bottom ash (FABA) as a waste from coal combustion process in steam power plants. FABA, which originally had the status of hazardous waste, turned into non-hazardous waste. It is believed that this change is because the measure of the concentration of pollutant substances in FABA waste is still below the threshold required in PP Number 22 of 2021. In addition, the change in the status of FABA is also inseparable from the comparisons made to countries that do not categorize FABA as hazardous waste. However, the change in status of FABA also needs to be reviewed from an environmental perspective because the change in status results in a change in its management regulations, which leaves several important notes regarding the adverse effects brought by the pollutant substances it contains, such as heavy metals. The content of dangerous heavy metals in FABA waste will have a negative impact on health and the environment if it is not managed properly. By using research methods that are in the type of doctrinal legal research and normative in nature, this research will provide an analysis about the management regulation changes of FABA in Indonesia, its legal consequences, and offer a solution to the prospects for developing FABA waste management regulation in Indonesia by learning from the regulations in United States and South Africa."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Faried Romdloni
"Limbah elektronik memiliki nilai ekonomis yang cukup baik karena mengandung logam yang berharga,sehingga dibutuhkan pengembangan teknologi untuk pengolahannya,salah satu teknologinya yaitu dengan metode pelindian dan stripping.Limbah elektronik yang berasal dari PCB printed circuit board dilindi dengan menggunakan larutan HCl 0,5 M dan H2O2 0,4 M,lalu ditambahkan dengan karbon aktif,yang kemudian di stripping dengan NaOH dengan konsentrasi 0,5 M, 1,0 M, 1,5M , dan 2,0 M. Kemudian hasil percobaan diuji dengan menggunakan metode AAS Atomic absorption spectroscopy dan metode SEM Scanning Electron Microscopy -EDX energy dispersive X-ray.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan antara konsentrasi NaOH dengan recovery emas, yaitu dengan meningkatkan konsentrasi NaOH maka nilai recovery dari emas akan ikut meningkat,dengan menggunakan larutaan NaOH 2,0 M,recovery yang didapat sebesar 9 ,yang disebabkan karena kurang hadirnya ligan dalam pembentukan ion emas yang stabil dalam larutan.

Electronic waste has good economic value because it contains valuable metal, so it needs technology development for its processing, one of the technology for processing electronic waste is by leaching and stripping method. Electronic waste from PCB printed circuit board is leached by using HCl 0,5 M and H2O2 0,4 M solution, then added with activated carbon, stripping process using NaOH solution with concentration of 0,5 M, 1,0 M, 1,5M, and 2,0 M was conducted in this research. The experimental results were tested by AAS atomic absorption spectroscopy method and SEM Scanning Electron Microscopy EDX energy dispersive X ray.
The results showed that there was a correlation between NaOH concentration with gold recovery.By increasing NaOH concentration, the recovery value of gold would increase too.The best recovery of gold was used 2,0 M NaOH,that resulted 9 recovery of gold.it cause by the lack of presence of ligands in the formation of stable gold ions in solution.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
S69375
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mekkadinah
"Pembangunan dan pertambahan penduduk di Indonesia yang meningkat mendorong peningkatan kebutuhan listrik, yang saat ini masih didominasi pasokan dari sumber PLTU batubara hingga lebih dari 50%. Pengoperasian PLTU batubara menghasilkan limbah fly ash dan bottom ash (FABA) dengan volume timbulan yang sangat besar, namun pengelolaan limbah FABA ini belum sesuai dengan prinsip tingkatan pengelolaan limbah industri yang mengutamakan daur ulang (recycle). Pemanfaatan sudah dilakukan oleh PLTU, namun hanya mampu mengolah 0,11%. Penelitian ini menganalisis kandungan radionuklida dan komposisi kimia limbah FABA melalui analisis komparatif deskriptif dan analisis cost effectiveness, untuk mendapatkan jenis pemanfaatan dan biaya pengelolaan yang efektif dan mampu meningkatkan pemanfaatan dengan menerapkan circular economy. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pemanfaatan untuk aplikasi sederhana seperti paving block menjadi pilihan paling efektif, dengan biaya pengelolaan Rp295.488,00/ton limbah FABA. Kandungan radionuklida yang kecil dalam FABA, meyakinkan pemanfaatan aman untuk aplikasi konstruksi di masyarakat dengan melibatkan masyarakat, sehingga dapat mendorong pemanfaatan 3.240 ton limbah FABA pertahun yang dikelola oleh 1 kelompok usaha yang beranggotakan 6 orang sebagai penerapan circular economy, dan dapat membuka usaha baru juga peluang kerja bagi masyarakat sekitar PLTU batubara.

Population growth and increased development in Indonesia encourages increased demand of electricity, which is currently still dominated by supply from coal-fired power plants, reaching 50%. The operation of a coal-fired power plant produces fly ash and bottom ash (FABA) waste with a very large volume of generation, but the management of this FABA waste is not in accordance with the principles of industrial waste management that prioritizes recycling. PLTU has recycle the FABA waste, but it is only able to process 0.11%. This study analyses the radionuclide content and chemical composition of FABA waste through descriptive comparative analysis and cost-effectiveness analysis, to obtain the types of utilization and management costs that are effective and able to increase usage by implementing a circular economy. This research reflects the fact that utilization for simple applications such as paving blocks is an effective option, with a management cost of Rp295,488.00/tonne of FABA waste. The small radionuclide content in FABA ensures safe use for construction applications in the community by involving the community, so that it can encourage the use of 3.240 ton per year of FABA with a circular economy and can open new businesses as job opportunities for the community around coal fired power plant. "
Depok: Sekolah Ilmu Lingkungan Uiniversitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Danar Saputro
"Dengan semakin meningkatnya pembangunan pembangkit listrik tenaga batubara di Indonesia, maka akan menghasilkan peningkatan produksi limbah abu terbang. Dengan menurunnya penyerapan abu terbang ke pemanfaat mengakibatkan meningkatnya biaya pengelolaan abu terbang. Penelitian ini bertujuan untuk memperbaiki bisnis proses pengelolaan abu terbang dengan pendekatan rekayasa ulang bisnis proses agar mendapatkan hasil yang signifikan. Aspek perbaikan pada bisnis proses yang baru meliputi teknis, peraturan dan finansial. Dengan bisnis proses yang baru ini, abu terbang dikendalikan kualitasnya untuk memenuhi persyaratan pemanfaat, meminimalisir potensi pencemaran dan rata-rata untuk biaya pengelolaan abu terbang mengalami penurunan dari Rp 238.214,-/ton menjadi Rp. 70.869,-/ton dan apabila produk paving blok tersebut laku dipasaran dengan harga 50% dibawah harga pasar maka akan mendatangkan benefit untuk perusahaan untuk pengelolaan abu terbang sekitar Rp 272.131,-/ton. Abu terbang bukan lagi menjadi limbah namun bisa mendatangkan benefit bagi perusahaan yang mendukung keberlanjutan bisnis Pembangkitan.

The increasing development of coal fired power plants in Indonesia, it will be increased production of fly ash. With the decrease in the absorption of fly ash to the beneficiaries, the cost of managing fly ash increases. This study aims to improve the business process of fly ash management by business process re-engineering in order to obtain significant results. Aspects of improvement in the new business process include technical, regulatory and financial. With this new process business, fly ash is controlled by quality to meet user requirements, minimizing potential pollution and the average cost of managing fly ash has decreased from IDR 238,214/ton to IDR 70,869/ton and if the paving block product is sold at the market at a price of 50% below the market price, it will bring benefits to the company for the management of fly ash around IDR 272,131/ton. Fly ash is no longer a waste but it can bring benefits to companies that support the power generation business sustainability."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
New York : McGraw-Hill, 1982
660.28 PRO (1);660.28 PRO (2)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>