Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 23735 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Suwandi
"Treatment Planning System (TPS) merupakan modalitas penting yang menentukan outcome radioterapi. TPS memerlukan input beam data yang diperoleh melalui komisioning yang panjang dan berpotensi terjadi kesalahan. Kesalahan pada tahap ini mengakibatkan terjadinya kesalahan sistematis yang berimplikasi pada kesalahan dosis yang diterima target tumor. Tujuan penelitian ini adalah melakukan verifikasi dosimetri TPS untuk mengetahui rentang deviasi antara dosis hasil perhitungan TPS dengan dosis hasil pengukuran di dalam fantom inhomogen. Penelitian menggunakan obyek uji berupa fantom CIRS model 002LFC yang merepresentasikan thoraks manusia dengan mensimulasikan seluruh tahapan radioterapi berkas eksternal. Fantom dipindai menggunakan CT Scanner, membuat dan mengevaluasi 8 kasus uji yang hampir sama dengan kondisi di praktek klinik, diujikan pada empat center radioterapi. Pengukuran dosis titik menggunakan bilik ionisasi 0,6 cm3. Dosis hasil perhitungan TPS dan dosis hasil pengukuran di fantom dibandingkan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar deviasi pada seluruh kasus uji di keempat center radioterapi berada di dalam rentang toleransi dengan rata-rata deviasi pada center 1, 2, 3 da 4 berturut-turut sebesar -0.17 ± 1.59 %, -1.64 ± 1.92 %, 0.34 ± 1.34 % dan 0.13 ± 1.81 %. Besarnya deviasi di luar rentang toleransi umumnya ditemukan pada kasus uji menggunakan alat pembentuk berkas, menggunakan berkas tengensial dan pada material inhomogen. Dosis hasil pengukuran pada titik nomor 10 (material ekuivalen tulang) pada umumnya cenderung lebih tinggi daripada dosis hasil perhitungan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah semua unit TPS menunjukkan performa yang baik. Algoritma Superposisi memiliki performa kurang baik dibandingkan dengan algoritma Konvolusi maupun Analytic anisotropic algorithm (AAA) dengan rata-rata deviasi berturut-turut sebesar -1.64 ± 1.92 %, -0.17 ± 1.59 % dan -0.27 ± 1.51 %.

The Treatment Planning System (TPS) is an important modality that determines radiotheraphy outcome. TPS requires input beam data obtained through a long commissioning and potentially error occured. Error in this step may result in systematic error which have implication to inacurrate dose in tumor target. The aim of this study to verify the TPS dosimetry to know deviation range between calculated and measurement dose in inhomogen phantom. This research used CIRS phantom 002LFC representing the human thorax and simulated all external beam radiotherapy stage. Phantom was scanned using CT Scanner and planned 8 test case that were similiar to those in clinical practice situation was made, tested in four centers of radiotheraphy. Dose measurement using 0,6 cc ionization chamber. Calculated and measured dose were compared.
The results of this study showed that generally, deviation of all test case at all four centers was within agreement criteria with average deviation about -0.17 ± 1.59 %, -1.64 ± 1.92 %, 0.34 ± 1.34 % dan 0.13 ± 1.81 %. The deviation out of tolerance commonly were found on test case using beam modifier, tangential incidence beam and at inhomogen material. Generally, measured dose at point 10 (bone equivalent material) tend to be larger than the calculated dose.The conclusion of this study was all TPS involved in this riset showed good performance. The Superposition algorithm showed rather poor performance than either Analytic Anisotropic Algoritm (AAA) and Convolution algorithm with average deviation about -1.64 ± 1.92 %, -0.17 ± 1.59 % dan -0.27 ± 1.51 % respectively.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
T45644
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Grace Esterina
"Radioterapi masih menjadi pilihan utama terapi kanker baik di dunia maupun di Indonesia. Pengobatan dengan radioterapi dimulai dengan tahap perencanaan radioterapi pada Treatment Planning System (TPS). Perencanaan radioterapi ini mutlak diperlukan untuk menghidari kecelakaan radiasi berupa over dosis atau under dosis pada pasien. Tujuan dari penelitan ini adalah mengevaluasi ketidakpastian dosimetri pada Teknik 3D-CRT dan IMRT sehingga didapatkan gambaran ketepatan/akurasi dan penyimpangan dosis radiasi yang diterima pasien dengan dosis yang direncanakan di TPS. Penelitian untuk teknik 3D-CRT menggunakan phantom CIRS thorak model 002LFC dan IMRT menggunakan solid water phantom mengikuti protokol standar pengujian sesuai Tecdoc 1583 tahun 2008 dan pengujian sesuai rekomendasi AAPM Task Group 119. Pengukuran dosis dilakukan menggunakan bilik ionisasi volume aktif 0,65 cm3 pada Linac energi 6 MV pada tujuh Linac. Besarnya prosentase titik pengukuran yang berada diluar toleransi ke tujuh Linac berturut-turut adalah sebesar 6,66%, 10%, 17,39%, 10%, 26,66%, 56,66%, 30%. Beberapa Linac melebihi tolerasi karena algoritma TPS tidak mampu memodelkan dengan baik penggunaan wedge. Besarnya deviasi dosis untuk 3D-CRT yang berada diluar rentang toleransi pada umumnya terjadi pada kasus uji empat untuk titik 10, yang pada perencanaannya menggunakan berkas tangensial pada material inhomogen, kasus uji 6 yang menggunakan blok dan material inhomogen. Hasil penelitian pada teknik IMRT dilihat dari nilai confidence limit (CL) yang menggambarkan kesesuaian hasil pengukuran dosis dengan hasil perencanaan. Nilai CL untuk pengukuran dosis titik perencanaan IMRT pada daerah dosis tinggi pada Linac A sampai Linac F berturutturut adalah sebesar 3,95%, 2,83%, 6,30%, 2,33%, 5,49%, 9,27% dengan batasan yang ditetapkan TG 119 adalah 4,07%. Nilai Confidence Limit (CL) hasil pengukuran dosis titik perencanaan IMRT pada daerah dosis rendah pada Linac A sampai Linac F berturut-turut adalah sebesar 4,64%, 3,96%, 4,88%, 5,05%, 3,33%, 10,40% dengan batasan yang ditetapkan TG 119 adalah 4,05%. Hasil pengujian IMRT, Linac yang memakai algoritma AAA secara umum menghasilkan deviasi yang berada dalam rentang toleransi, sedangkan yang memakai algoritma superposisi banyak pengukuran dengan deviasi yang berada di luar rentang toleransi. Kata Kunci : 3D-CRT, IMRT, TG-119, Confidence Limit

Radiotherapy is still the main choice of cancer therapy both in the world and in Indonesia. Radiotherapi’s treatment begins with the radiotherapy planning stage in the Treatment Planning System (TPS). This planning is absolutely necessary to avoid radiation accidents in the form of over dose or under dose to the patient. The purpose of this study was to evaluate the uncertainty of dosimetry in the 3D-CRT and IMRT techniques in order to obtain an overview of the accuracy and the amount of radiation dose deviation received by the patient with the planned dose at the TPS. Research for 3D-CRT technique using phantom CIRS thorax model 002LFC and IMRT using solid water phantom following the standard testing protocol according to Tecdoc 1583 in 2008 and testing according to the recommendations of AAPM Task Group 119. The dose measurement was carried out using an active volume ionization chamber of 0.65 cm3 on Linac energy 6 MV on seven Linac.The magnitude of the deviation of the dose calculated from the TPS with the measured dose for 3D-CRT on the seven Linacs was 6,66%, 10%, 17,39%, 10%, 26,66%, 56,66%, 30%. Some Linacs exceed the tolerance because the TPS algorithm is not able to properly model the use of wedges. The magnitude of the dose deviation for 3D-CRT which is outside the tolerance range generally occurs in the four test case for point 10, which is designed to use tangential beams on inhomogeneous materials, test case 6 using inhomogeneous blocks and materials. The results of research on the IMRT technique, the value of the confidence limit (CL) which describes the suitability of the dose measurement results with the planning results, for dose measurement of IMRT planning points in the high-dose area on Linac A to Linac F respectively 3.95%, 2.83%, 6.30%, 2.33%, 5.49%, 9.27% with the limit set by TG 119 is 4.07%. The Confidence Limit (CL) measurement results of the IMRT planning point in the low dose area in Linac A to Linac F are 4.64%, 3.96%, 4.88%, 5.05%, 3.33%, respectively. 10.40% with the limit set by TG 119 is 4.05%. The result of the IMRT test, Linac using the AAA algorithm generally produces deviations that are within the tolerance range, while those using the superposition algorithm have many measurements with deviations that are outside the tolerance range. Keywords: 3D-CRT, IMRT, TG-119, Confidence Limit."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitriyani
"Treatment Planning System (TPS) merupakan kunci dalam keberhasilan pengobatan radioterapi eksternal, yang secara langsung berdampak pada kualitas rencana perawatan dan ketepatan perhitungan dosis dalam perencanaan. Keluaran dari hasil perencanaan pada TPS berupa kurva DVH. DVH menjadi acuan dalam melihat penyebaran dosis pada target maupun organ sehat. Dalam penelitian ini, dilakukan perbandingan antara DVH hasil dari TPS dengan DVH hasil dari perhitungan analitik. Perbandingan DVH dilakukan dengan langkah awal membuat objek simulasi berupa fantom virtual menggunakan program Matlab dengan berbagai bentuk geometri, yaitu bola, kubus, dan silinder. Perencanaan terhadap objek simulasi dilakukan dengan menggunakan TPS Eclispe. Dari hasil perencanaan dengan menggunakan TPS Eclispe dan hasil perhitungan analitik, diperoleh perbedaan nilai tertinggi terdapat pada objek simulasi kubus untuk penyinaran 1 lapangan, dan pada objek simulasi silinder pada penyinaran 4 lapangan. Sementara pada perbandingan nilai Dmaks dan Dmin, perbedaan terbesar terdapat pada nilai Dmin dengan penyimpangan tertinggi berada pada objek simulasi kubus dan silinder. Tidak terdapat nilai yang sama pada perencanaan ini untuk semua objek simulasi.

Treatment Planning System (TPS) is the key to success of external radiotherapy treatment, which directly impacts the quality of treatment planning and the accuracy of dose calculation in planning. The output of the planning results at the TPS consists of the DVH curve. DVH is the target in looking at the distribution of doses to target and organ at risk. In this study, an experiment was conducted between DVH results from TPS and DVH results from analytical calculation. DVH comparison is done with the initial step of making simulation objects using virtual phantoms using the Matlab program with various geometric shapes, namely are sphere, cube, and cylinder. Planning of the simulation object is done using Eclispe TPS. From the results of planning using TPS Eclispe and analytical calculation results, the value of the assessment of the cube simulation object is obtained for 1 field illumination, and for cylinder simulation objects in 4 fields irradiation. While in determining the value of Dmax and Dmin, the biggest difference is the value of Dmin with the highest deviation in the comparison object of the cube and the cylinder. There are no equal values in this plan for all simulation objects."
Depok: Universitas Indonesia, 2019
T55297
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Wiwid Wicaksono
"Simulasi Pengukuran Treatment Planning System (TPS) menggunakan software ISIS berbasis Operting system LINUX, dan Pengukuran Dosis menggunakan Pesawat Cobalt-60 dengan Detektor bilik Ionisasi farmer 2571 menggunakan Phantom Air berukuran 32 x 32 x 32 cm3 dosis Referensi sebesar 1 Gy pada kedalaman 5 cm dari permukaan. Teknik Source Axis Distance (SAD) pada jarak 80 cm dengan variasi Luas Lapangan 5 x 5 cm2, 10 x 10 cm2,15 x 15 cm2 (untuk lapangan terbuka), 15 x 10 cm2 (menggunakan wedge) dan Variasi kedalaman 2,5 cm, 5 cm, 10 cm, menghasilkan pengukuran distribusi dosis tidaklah beraturan, khususnya untuk posisi off axis, sehingga mutlak diperlukan simulasi pada TPS untuk perhitungan setiap dosis.

Treatment Planning System (TPS) measurement simulation uses LINUX based Operating System ISIS software, and Dosage Measurement of Cobalt-60 instrument with Farmer 2571 Ionization Chamber Detector uses the Phantom Air measuring 32 x 32 x 32 cm3 with 1 Gy reference dosage at 5 cm depth from surface. Source Axis Distance (SAD) technique at a distance of 80 cm with Field Size variations of 5 x 5 cm2, 10 x 10 cm2, and 15 x 15 cm2 (all for open field), and 15 x 10 cm2 (using wedge) and depth variations of 2.5 cm, 5 cm and 10 cm provides unconsider measurement then TPS Simulation very important every dosis calculation."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2002
S28577
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinda Asparul Mijar
"Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi distribusi dosis radioterapi pada kasus kanker payudara dengan Teknik EDW menggunakan simulasi monte carlo. Menggunakan fantom Rando female sebagai objek untuk mendapatkan nilai CT dengan pendekatan jaringan tubuh manusia. Penelitian dilakukan dengan 2 tahap. Tahap 1 commissioning Monte Carlo pada lapangan 10 × 10 dengan sudut wedge 25. Tahap 2 simulasi Monte Carlo menyesuaikan perencanaan pada TPS untuk kasus kanker payudara pada fantom rando. Evaluasi pada dosis titik dilakukan dengan membandingkan nilai dosis pada simulasi Monte Carlo dengan TPS dan pengukuran TLD. Hasil dari commissioning menunjukkan seluruh nilai profile pada kedalaman 10 cm berada dalam batas toleransi IAEA TRS 430. Hasil perbandingan pada fantom rando dengan pengukuran TPS dan TLD untuk organ Breast atas berturut-turut adalah 2,08% dan 5,45% sedangkan untuk Breast bawah adalah 4,59% dan 5,98%, untuk jantung adalah 12,76% dan 13,68%, dan untuk paru-paru adalah 12,76% dan 13,68%. Berdasarkan hasil tersebut hasil simulasi memiliki akurasi data yang cukup baik jika dibandingkan dengan pengukuran pada TPS dan pengukuran yang dilakukan dengan menggunakan TLD.

The research was conducted to evaluate the radiation dose distribution in breast cancer cases using the Electron Dynamic Wedge (EDW) technique through Monte Carlo simulations. The research comprised two phases: Phase 1 involved commissioning Monte Carlo for 10 x 10 field with a 25-degree wedge angle, while phase 2 entailed Monte Carlo simulations to adapt planning on the Treatment Planning System (TPS) for breast cancer cases in the Rando phantom. Point dose evaluation involved comparing dose values in Monte Carlo simulations with those in the TPS and Thermoluminescent Dosimeters (TLD) measurements. Commissioning results demonstrated that all profile values at a depth of 10 cm fell within the tolerance limits of IAEA TRS 430. Comparisons on the Rando phantom between TPS and TLD measurements for the upper breast organ yielded percentages of 2.08% and 5.45%, respectively. For the lower breast, the percentages were 4.59% and 5.98%. Comparisons for the heart resulted in percentages of 12.76% and 13.68%, while for the lungs, they were 12.76% and 13.68%. Based on these findings, the simulation results indicated reasonably good accuracy when compared to both TPS measurements and measurements conducted using TLD."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rendra Dandi Sugandi
"Radioterapi merupakan pengobatan kanker yang menggunakan radiasi pengion untuk mematikan sel kanker tanpa akibat fatal pada jaringan sehat di sekitarnya untuk tujuan kuratif maupun paliatif. 3D-CRT menjadi salah satu teknik yang digunakan untuk penyinaran kanker dengan IMRT dan VMAT sebagai pengembangan teknik radiasi dengan memvariasikan modulasi lapangan dan gantry. Oleh karena itu, prosedur patient-specific quality assurance (PSQA) dibutuhkan untuk memverifikasi dosis perencanaan dengan dosis yang disampaikan ke pasien. PRIMO adalah program simulasi Monte Carlo yang dapat digunakan dalam verifikasi dosimetri plan treatment (TPS) radioterapi dengan cara menghitung distribusi dosis radiasi dan membandingkannya dengan hasil pengukuran. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi performa TPS dan membandingkan hasil perhitungan distribusi dosis TPS dengan simulasi PRIMO Monte Carlo. Perencanaan 3D-CRT, IMRT, dan VMAT dilakukan menggunakan Rando breast phantom pada TPS, kemudian distribusi dosis dibandingkan dengan hasil simulasi PRIMO untuk mendapatkan nilai HI dan CI, serta dapat mengevaluasi dose constraint pada OAR. Evaluasi dosimetrik dosis dari simulasi rekonstruksi pada volume target menghasilkan nilai HI sebesar 0,16 hingga 0,20 untuk perencanaan 3D, 0,08 hingga 0,40 untuk perencanaan IMRT dan 0,14 hingga 0,82 untuk perencanaan VMAT. Serta nilai CI sebesar 0,93 hingga 0,95 untuk perencanaan 3D, 0,81 hingga 0,99 untuk perencanaan IMRT dan 0,67 hingga 0,95 untuk perencanaan VMAT. Perbandingan antara TPS dan Monte Carlo menunjukkan bahwa PSQA yang dilakukan pada 3D-CRT memiliki deviasi HI dan CI yang lebih kecil daripada IMRT dan VMAT. Namun, terdapat penurunan HI dan CI yang signifikan pada simulasi perencanaan IMRT dan simulasi berkas Dynalog VMAT. Dosis yang diterima pada OAR masih berada dalam ambang batas penerimaan yang menandakan sparing yang baik pada jaringan sekitar. Untuk prosedur PSQA, teknik 3D-CRT masih menjadi yang paling aman karena tingkat kompleksitasnya yang lebih rendah dibandingkan dengan IMRT dan VMAT, namun tidak menutup kemungkinan bahwa distribusi dosis yang dihasilkan lebih merata.

Radiotherapy is a cancer treatment that uses ionizing radiation to kill cancer cells without fatal consequences to surrounding healthy tissue for curative and palliative purposes. The 3D-CRT is one of the techniques used for irradiation with IMRT and VMAT as an advanced radiation technique, where radiation doses are administered using variated beam modulation and gantry. Therefore, a patient-specific quality assurance (PSQA) procedure is needed to ensure the accuracy of the treatment plan. PRIMO is a Monte Carlo simulation program that can be used in the verification of radiotherapy treatment plan (TPS) by calculating and comparing the dose distribution with the measurement. This study aims to evaluate the performance of the TPS and compare the results of the TPS dose distribution calculation with the PRIMO Monte Carlo simulation. The planning of 3D-CRT, IMRT, and VMAT was carried out using Rando breast phantom at TPS, and then the dose distribution was compared with the results of PRIMO simulation to obtain HI and CI values and evaluate the dose constraint on OAR. Dosimetric evaluation of the dose from the reconstruction simulation at the target volume resulted in an HI value of 0.16 to 0.20 for 3D planning, 0.08 to 0.40 for IMRT planning, and 0.14 to 0.82 for VMAT planning. As well as a CI value of 0.93 to 0.95 for 3D planning, 0.81 to 0.99 for IMRT planning, and 0.67 to 0.95 for VMAT planning. The TPS and Monte Carlo comparison shows that the PSQA conducted on 3D-CRT has a smaller HI and CI deviation than IMRT and VMAT. However, there was a significant decrease in HI and CI in IMRT planning simulations and Dynalog VMAT file simulations. The dose received at OAR is still within the dose threshold tolerances, indicating good sparring in the surrounding tissues. For the PSQA procedure, the 3D-CRT technique is still the safest due to its lower level of complexity compared to IMRT and VMAT, but the resulting dose distribution may be more even."
Depok: Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mukhlisin
"Gerak tumor akibat pernapasan pasien merupakan masalah yang signifikan dalam pengobatan radioterapi kanker paru-paru, khususnya teknik radioterapi modern Intensity Modulated Radiotherapy (IMRT) dan Volumetric Modulated Arc Therapy (VMAT). Interaksi gerakan antara gerak target tumor dan MLC (interplay effect) memiliki keterbatasan dalam hal modulasi intensitas radiasi, probabilitasnya hanya sebagian kecil Planning Target Volume (PTV) menerima dosis radiasi sesuai perencanaan dosis Treatment Planning System (TPS) pada waktu tertentu.
Penelitian ini melakukan verifikasi dosimetri antara dosis yang direncanakan TPS dan dosis yang diterima volume tumor, akibat adanya interplay effect pada teknik IMRT dan VMAT. Penelitian menggunakan fantom toraks dinamik in-house dengan target tumor bergerak translasi arah superior-inferior dengan variasi amplitudo dan periode gerak tumor sebesar 9,3 mm dan 2,3 sekon, 20 mm dan 3,44 sekon, 30 mm dan 4,22 sekon. Pengukuran dosis titik dengan meletakkan dosimeter TLD-100 LiF:Mg,Ti dan Film Gafchromic EBT2 pada titik tengah target tumor dan organ at risk spinal cord. Penyinaran teknik IMRT menggunakan 7-field dan teknik VMAT menggunakan Rapidarc partial double arc dengan dosis preskripsi (95%) sebesar 200 cGy per fraksi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kehadiran gerak target tumor paru-paru menyebabkan efek dosimetri yang tidak diinginkan berupa underdosage dalam volume tumor. Deviasi dosis rata-rata pada target tumor antara perencanaan dosis TPS dan hasil pengukuran pada teknik IMRT dengan target tumor bergerak statis, bergerak 9,3 mm, bergerak 20 mm, bergerak 30 mm berturut-turut sebesar 0,3% sampai 0,5%, -2,7% sampai -3,0%, -3,7% sampai -4,6%, dan -6,0% sampai -6,6%, sedangkan deviasi dosis pada teknik VMAT berturut-turut sebesar 0,2% sampai 0,9%, -1,6% sampai -1,9%, -2,9% sampai -3,1%, dan -5,0% sampai -5,3%. Hal berbeda, deviasi dosis untuk organ at risk spinal cord pada teknik IMRT berturutturut sebesar -5,6% sampai -1,0%, -6,8% sampai -6,9%, -3,7% sampai -5,9%, dan 0,7% sampai 1,0%, sedangkan deviasi dosis pada teknik VMAT berturut-turut sebesar -1,4% sampai -3,1%, -3,0% sampai -6,3%, -1,6% sampai -4,2%, dan 0,1% sampai 0,9%. Kenaikan amplitudo gerak target tumor menyebabkan dosis yang diterima volume tumor menurun. Namun sebaliknya, adanya kenaikan amplitudo gerak target tumor menyebabkan dosis yang diterima organ at risk spinal cord meningkat.

Tumor motion due to patient's respiratory is a significant problem in radiotherapy treatment of lung cancer, especially in modern radiotherapy treatment of Intensity Modulated Radiotherapy (IMRT) and Volumetric Modulated Arc Therapy (VMAT). The interplay effect is the effect that may occur as the motion of Linac (primarily the MLC) and motion of the tumor target interferes. At delivery dose treatment, a small part of Planning Target Volume (PTV) does not recover dose according to Treatment Planning System (TPS) Prescription.
This investigation was carried out through dosimetry verification between TPS and actual dose by tumor volume due to the interplay effect in IMRT and VMAT treatment. Tumor target of in-house dynamic thorax phantom was designed in linier sinusoidal motion toward superior-inferior direction with amplitude and period variation of tumor motion of 9,3 mm and 2,3s, 20 mm and 3,44s, 30 mm and 4,22s respectively. For point dose measurement, TLD-100 LiF:Mg,Ti and gafchromic EBT2 film detectors were took placed at midpoint of tumor target and spinal cord. IMRT treatment irradiation was applied by 7-fields and VMAT treatment by partial double arc, with prescription dose (95%) of 200 cGy per fraction.
The results showed that the occurrence of lung tumor target motion causes underdosage dosimetry effect in tumor volume. Mean dose deviation of tumor target between TPS and measurement in IMRT treatment by tumor target moves at condition of static, 9,3 mm, 20 mm and 30 mm were 0,3% to 0,5%, -2,7% to -3,0%, -3,7% to -4,6%, and -6,0% to -6,6% respectively while dose deviation in VMAT treatment were 0,2% to 0,9%, -1,6% to -1,9%, -2,9% to -3,1%, and -5,0% to -5,3% respectively. On the other hand, mean dose deviation of spinal cord in IMRT treatment were -5,6% to -1,0%, -6,8% to -6,9%, -3,7% to -5,9%, and 0,7% to 1,0% respectively and in VMAT treatment were -1,4% to -3,1%, -3,0% to -6,3%, -1,6% to -4,2%, and 0,1% to 0,9% respectively. The increment amplitude of tumor target motion reduced dose received by tumor volume and conversely, increased dose received by spinal cord.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2015
T43728
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Diah Lestari
"Radioterapi lapangan kecil mulai banyak digunakan pada radioterapi modern seperti Intensity modulated radiotherapy (IMRT), stereotactic radiosurgery (SRS), dan Volumetric modulated arc therapy (VMAT). Akurasi terhadap pengukuran profil berkas dan percentage depth dose (PDD) menjadi kompleks karena ketidakseimbangan elektron. Oleh karena itu, film Gafchromic EBT2 digunakan untuk dosimeter radioterapi lapangan kecil karena memiliki resolusi spasial yang tinggi. Analisa dosimetri pada film Gafchromic EBT2 sangat dipengaruhi oleh penggunaan resolusi spasial citra. Penggunaan resolusi yang terlalu tinggi dapat menyebabkan noise yang cukup besar sebaliknya resolusi citra yang terlalu rendah tidak mampu menampilkan hasil analisa yang cukup akurat. Dengan demikian penggunaan resolusi citra yang optimum menjadi parameter penting dalam analisa dosimetri pada film Gafchromic EBT2. Resolusi citra yang optimum dapat ditentukan dengan melakukan uji respon terhadap variasi resolusi citra yakni : 50, 75, 100, 150, dan 240 dpi pada saat melakukan scanning film dengan Epson Perfection V700 menggunakan orientasi film landscape. Analisa dosimetri dilakukan menggunakan algoritma MATLAB dan dibandingkan dengan penelitian sebelumnya menggunakan ImageJ, Monte Carlo dan PPC untuk melihat karakteristik dosimetri terhadap penggunaan resolusi. Secara keseluruhan hasil evaluasi menunjukkan kondisi optimum resolusi citra 150 dpi diperoleh pada TPR20,10 dengan S.D. 8.10 % dan dmax dengan S.D 4.78%. Hasil evaluasi profil berkas menunjukkan resolusi optimum untuk FWHM dan Penumbra dicapai pada resolusi 75 dpi dengan S.D. 7.0 2% dan 12.43%. Hasil evaluasi VACF menunjukkan resolusi optimum dicapai pada resolusi 50 dan 75 dpi. Hasil yang diperoleh dari masing-masing parameter dosimetri memiliki kecenderungan optimum pada resolusi citra75 dpi.

Small field radiotherapy were increasing used in modern radiotherapy especially in intensity modulated radiotherapy (IMRT), stereotactic radiosurgery (SRS), and volumetric modulated arc therapy (VMAT). Accurate beam profile and percentage depth dose (PDD) measurements of such as beams were complicated due to the electron disequilibrium. Hence the EBT2 (external beam therapy) Gafchromic film was used for dosimetry small field radiotherapy because of its high spatial resolution. Spatial resolution influence dosimetric analyze for EBT2. More perturbation cause by using high spatial resolution otherwise low image spatial resolution couldn?t determined accurately. Such as, small field radiotherapy required the optimum image resolution for important parameter in dosimetric analyze EBT2. Optimum image resolution could be determine with testing dosimetric characterization to resolution response by 50, 75, 100, 150, and 240 dpi with landscape film orientation during film scanning by Epson Perfection V700. Dosimetric analyze was done by MATLAB algorithm and compare to ImageJ, Monte Carlo and PPC from prior research to evaluate dosimetry characteristic to image resolution. The results show that optimum image resolution was 150 dpi with S.D. 8.10 % and 4.78% for TPR20,10 and dmax respectively. Beam profile evaluation for FWHM dan Penumbra attained for 75 dpi with S.D. 7.0 2% and 12.43%. VACF evaluation show that optimum image resolution rich at 50 and 75 dpi. The result for each dosimetry parameter attained to optimum image resolution at 75 dpi"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
S54792
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>