Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 144627 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Syazili Mustofa
"Penghambatan proliferasi sel diaplikasikan dalam berbagai bidang kedokteran. Banyak di antara penghambatan proliferasi dilakukan dengan cara menghambat sintesis DNA, yaitu mengintervensi pembentukan basa nukleotida purin atau pirimidin. Dalam sintesis purin de novo terdapat peran enzim anhidrase karbonat yang merupakan pemasok CO2 dalam proses karboksilasi. Penghambatan enzim anhidrase karbonat diduga kuat dapat menghambat proliferasi. Pada penelitian ini model proliferasi sel adalah SMDT yang distimulasi dengan PHA, IL-2, serta PHA dan IL-2. Penghambat enzim anhdirase karbonat yang digunakan adalah asetazolamid. Dilakukan analisis efek pemberian asetazolamid pada saat puncak sintesis DNA sel, puncak viabilitas sel, serta analisis terhadap siklus sel. Hasil penelitian ini, asetozolamid menghambat sintesis DNA serta menurunkan viabilitas SMDT yang distimulasi PHA dan IL-2. Terjadi hambatan masuknya progresi SMDT dari fase G0/G1 ke fase S. Penelitian ini menunjukkan bahwa penghambatan enzim anhidrase karbonat dapat menyebabkan hambatan proliferasi sel.

Inhibition of cells proliferation are widely used in various medical fields. Most of cell proliferation inhibition can be done by inhibiting the DNA synthesis, notably by intervening the formation of purine or pyrimidine. In purine de novo synthesis, it was assumed that CO2 plays a role as a source of carbon in carboxylation reaction, one of the pivotal steps in the purine de novo pathways. The aim of this study was to see the acetazolamide potency to inhibit carboxylation reaction. Peripheral blood mononuclear cell (PBMC) was cultured in RPMI-1640 medium and stimulated by phytohemagglutinin (PHA) and interleukin-2 (IL-2), with or without acetazolamide. The effect of acetazolamide addition was observed at the peak of cell proliferation, cells viability, and cell cycle. Statistical analysis was done by one-way ANOVA. Acetazolamide inhibited cell proliferation and viability in PBMC culture stimulated by PHA and IL-2. Cell cycle analysis showed that acetazolamide arrested the progression of PBMC in G0/G1 phase. Inhibition of CO2 production by acetazolamide inhibitory effect to carbonic anhydrase can halt cell proliferation."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T58759
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cicia Firakania
"Proliferasi sel merupakan peningkatan dalam jumlah sel sebagai hasil dari pertumbuhan dan pembelahan sel. Selain terjadi pada sel normal pembelahan sel juga terjadi pada sel kanker yang ditandai dengan proliferasi tak terkendali. Banyak di antara penghambatan proliferasi dilakukan dengan cara menghambat sintesis DNA, yaitu mengintervensi pembentukan basa nukleotida purin atau pirimidin. Mengingat dalam sintesis purin de novo terdapat peran biotin yang merupakan koenzim dalam proses karboksilasi, maka penambahan avidin diduga kuat dapat mengikat biotin dengan afinitas yang sangat tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari potensi avidin dalam kemampuannya mengikat botin untuk menghambat mitosis. Pada penelitian ini SMDT dikultur dalam medium yang distimulasi oleh PHA, IL-2, serta PHA dan IL-2 dengan dan tanpa avidin. Efek dari penambahan avidin ini dilihat pada jam-jam tertentu dan dilakukan analisis terhadap proliferasi, viabilitas, serta siklus sel. Berdasarkan hasil penelitian, avidin menghambat proliferasi SMDT serta menurunkan viabilitas SMDT baik pada kultur yang distimulasi PHA maupun pada kultur yang distimulasi PHA dan IL-2. Penambahan avidin juga menghambat masuknya progresi SMDT yang dikultur selama 72 jam dari fase G0/G1 ke fase S. Penelitian ini menunjukkan bahwa avidin dapat mengikat biotin yang ada dalam medium sehingga proliferasi sel menjadi terhambat.

Cell proliferation is the increment of cell number as a result of cell growth and cell division. Cell division occurs not only in normal cells but also in cancer cells which undergo uncontrolled cell division. Most of the cell proliferation inhibition was done by inhibiting the DNA synthesis by which intervening the formation of purine or pyrimidine nucleotide bases. Considering the role of biotin in purine de novo synthesis as a coenzyme in the carboxylation reaction, it was assumed that avidin can bind biotin with very high affinity. The aim of this research is to study the potential of avidin to bind biotin for inhibit mitosis. In this study PBMC was cultured in a medium that stimulated by PHA, IL-2, PHA and IL-2 with and without avidin. The effect of the addition of avidin was observed at certain hours for the analysis of proliferation, viability, and cell cycle. This study suggest that avidin inhibits proliferation and decreases viability of PBMC both of PBMC stimulated by PHA and stimulated by PHA and IL-2. The addition of avidin also inhibits the entry of progression of PBMC when cultured for 72 hours from phase G0/G1 to S phase. Based on these data, we propose that avidin might bind extracellular biotin in the medium therefore the cell proliferation was inhibited.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ulfah Lutfiah
"Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis perubahan ekspresi mRNA dan aktivitas spesifik H,K-ATPase serta ekspresi mRNA CA 9 dan aktivitas spesifik CA total pada lambung tikus yang diinduksi hipoksia sistemik kronik.
Metode: Penelitian ini menggunakan 25 tikus jantan Sprague-Dawley (Rattus norvegicus). Hewan coba dibagi menjadi 5 kelompok, yaitu kelompok kontrol, hipoksia 1 hari, hipoksia 3 hari, hipoksia 5 hari, dan hipoksia 7 hari. Seluruh hewan coba (kecuali kelompok kontrol) diinduksi hipoksia dengan memberikan 10% O2 dan 90% N2. Setelah diberikan perlakuan induksi, seluruh hewan coba dikorbankan, kemudian jaringan lambung diisolasi, dan digunakan sebagai sampel. Parameter yang diukur adalah ekspresi dan aktivitas spesifik H,K-ATPase dan CA. Ekspresi mRNA diukur menggunakan real time RT-PCR, aktivitas spesifik H,K-ATPase menggunakan fosfat sebagai larutan standar, dan aktivitas spesifik CA total menggunakan p-nitrofenol sebagai larutan standar.
Hasil : Ekspresi mRNA H,K-ATPase berubah mulai hari pertama induksi sampai hari ketujuh. Perubahan tersebut berbeda bermakna (Kruskal-Wallis, p=0,003). Ekspresi mRNA H,K-ATPase meningkat pada hari pertama induksi, dan menurun drastis dari hari ketiga sampai hari ketujuh. Ekspresi tertinggi terjadi pada hari pertama. Aktivitas spesifik H,K-ATPase juga berubah mulai hari pertama induksi sampai hari ketujuh, tetapi perubahan tersebut tidak berbeda bermakna (ANOVA, p=0,126). Aktivitas spesifik H,K-ATPase meningkat pada hari pertama induksi, kemudian mengalami penurunan pada hari ketiga dan kelima, dan naik kembali pada hari ketujuh. Aktivitas tertinggi terjadi pada hari ketujuh. Ekspresi mRNA CA 9 berubah mulai hari pertama induksi sampai hari ketujuh, tetapi perubahan tersebut tidak berbeda nermakna (Kruskal-Wallis, p=0,06). Ekspresi mRNA CA 9 lebih rendah dibanding kontrol, dan ekspresi terendah pada hari ketujuh. Aktivitas spesifik CA total berubah mulai hari pertama induksi sampai hari ketujuh. Perubahan tersebut berbeda bermakna (ANOVA, p=0,003). Aktivitas spesifik CA total menurun pada hari pertama dan ketiga, kemudian meningkat pada hari kelima sampai hari ketujuh. Aktivitas tertinggi terjadi pada hari ketujuh.
Kesimpulan: Kondisi hipoksia menyebabkan terjadinya perubahan ekspresi dan aktivitas enzim pada lambung. Ekspresi mRNA H,K-ATPase dan CA 9 mengalami penurunan, sementara itu, aktivitas spesifik H,K-ATPase dan CA total mengalami penurunan.

Background: The purpose of research is to analyze the alteration of H,K-ATPase mRNA expression and specific activity; CA 9 mRNA expression and total CA specific activity in rat gastric were induced by chronic systemic hypoxic.
Methods: The research used twenty five male Sprague-Dawley rats (Rattus norvegicus). Animals were divided into 5 groups, control, 1, 3, 5, and 7 days hypoxia. All of rats (except the control group) were induced by hypoxia with 10% O2 and 90% N2 supply. After treatment, all of rats were sacrificed, and gastric tissue were isolated and used as samples. Parameter measured were expression and specific activity of H,K-ATPase and carbonic anhydrase. The mRNA expression were measured using real time RT-PCR, specific activity of H,K-ATPase used phosphate as standard solution, and activity of total CA used p-nitrophenol as standard solution.
Results: The expression of mRNA H,K-ATPase changed from the first to seventh day of observation. Change of expression was significant (Kruskal-Wallis, p=0,003). The expression of mRNA H,K-ATPase increased in the first day, and drastically decreased from the third to the seventh day. The highest of expression on the first day. Specific activity of H,K-ATPase was also changed from the first to the seventh day, but not significant (ANOVA, p=0,126). Specific activity of enzyme increased in the first day, decreased in the third and the fifth day, and increased again in the seventh day. The highest of activity on the seventh day. The expression of mRNA CA 9 changed from the first to the seventh day, but not significant (Kruskal-Wallis, p=0,06). The expression of mRNA CA 9 was lower than control, and the lowest on the seventh day. Specific activity of total CA changed from first to seventh day. Change of activity was significant (ANOVA, p=0,003). Specific activity of enzyme decreased in the first and the third day, and increased in the fifth to the seventh day. The highest of activity on the seventh day.
Conclusion: Hypoxia condition caused alteration of gastric?s enzyme expression and activity. The expression of mRNA H,K-ATPase and CA 9 were decreased, whereas, specific activity of H,K-ATPase and total CA were increased.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siska Alicia Farma
"ABSTRAK
Latar Belakang: Keadaan hipoksia akan menimbulkan respons adaptasi untuk mempertahankan homeostasis tubuh. Perubahan fisiologis (peningkatan denyut jantung, nadi, dan frekuensi pernafasan) terjadi untuk menjamin penyediaan oksigen terutama untuk otak. Faktor transkripsi HIF-1 yang penting untuk mengatasi hipoksia, terdiri atas dua subunit yaitu HIF-1α dan HIF-1β yang dalam keadaan hipoksia membentuk heterodimer dan mengatur ekspresi sejumlah gen target untuk mengatasi hipoksia. Hipoksia akan menyebabkan produksi H+ oleh sel meningkat. Paru akan mengurangi keadaan melalui eksresi CO2 dan H2O. Proses ini membutuhkan enzim anhidrase karbonat (CA). Peran EKA yang disintesis di paru diperlukan untuk menaikan tekanan darah.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respons HIF-1α, CA dan EKA pada paru tikus yang mengalami hipoksia sistemik kronik.
Metode: 25 ekor tikus jantan Sprague-Dawley dibagi secara acak dalam 5 kelompok dan 4 kelompok diinduksi hipoksia normobarik sistemik selama 1, 3. 5, dan 7 hari. Dilakukan pengukuran protein HIF-1α (ELISA), ekspresi relatif mRNA HIF-1α, CA9 dan Ace1 (real time RT-PCR satu langkah). Aktivitas enzim CA total dan aktivitas EKA total (metode spektrofotometri).
Hasil: Ekspresi mRNA HIF-1α meningkat pada hari ke 5 induksi hipoksia (ANOVA, p=0,006), protein HIF-1α mengalami peningkatan hingga hari ke 7 hipoksia (ANOVA, p=0,038), dan keduanya berkorelasi sedang dan bermakna (Pearson, R=0,426). Ekspresi mRNA CA9 dan aktivitas CA total meningkat pada hipoksia (p>0,05), dan berkorelasi sedang. Ekspresi mRNA Ace1 meningkat seiring dengan lamanya induksi (p>0,05), sedangkan aktivitas EKA total meningkat pada hari ke 3 hipoksia, dan berkorelasi sangat lemah. Hasil uji korelasi juga menunjukkan hubungan yang kuat antara protein HIF-1α dengan ekspresi mRNA Ace1, namun sangat lemah dengan ekspresi mRNA CA9.
Kesimpulan: Terjadi peningkatan HIF-1α, CA dan EKA selama induksi hipoksia pada paru tikus. Protein HIF-1α meregulasi ekspresi CA9 dan Ace1.

ABSTRACT
Background: Hypoxia will cause adaptation response to maintain the body homeostasis. Physiological changes (increased heart rate, pulse, and respiratory rates) occur to supply oxygen especially brain. The transcription factor HIF-1 is important to overcome hypoxia condition, which composed of two subunits: HIF-1α and HIF-1β to form a heterodimer, and then regulate the expression of a target gene. Hypoxia causes increase H+ production in the cells. Lungs will decrease this condition through CO2 and H2O excretion. This process requires the enzyme carbonic anhydrase (CA). The blood pressure increases during hypoxia and ACE which is synthesized in the lung required increasing the blood pressure through renin angiotensin system (RAS).
Aims: To analyze response of HIF-1α, carbonic anhydrase, and angiotensin converting enzyme in the chronically hypoxia.
Methods: The lung tissues of 25 young male Sprague-Dawley rats were exposed to chronic systemic hypoxia (O2 10%: N290%) for 1, 3, 5, and 7 days. mRNA expression of HIF-1α, CA9, and Ace1 (one step real time RT-PCR). HIF-1α protein was determined with ELISA. The activities of CA and ACE were measured spectrophotometrically.
Results: mRNA expression of HIF-1α increased in 5 days after induction (ANOVA, p=0,006), and protein HIF-1α was found to be the highest at 7 days after induction (ANOVA, p=0,038), and both of them was correlated significant. The highest expression of CA9 and specific activities of total CA were measured in 5 days after induction (p<0,05). Expression of Ace1 increased during induction, but not the specific activities of ACE total. A Strong correlation was found between HIF-1α protein with Ace1 mRNA expression, but not with CA9 mRNA expression.
Conclusions: During chronic hypoxia, an increase HIF-1α, CA and ACE. HIF-1α protein can regulate CA9, and Ace1 expression.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Theodorus Suwendi
"Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi efek pajanan suhu lingkungan terhadap proliferasi sel dan derajat nekrosis dari adenokarsinoma mammae Pada penelitian true experimental parallel design ini mencit mencit yang telah ditransplantasikan dengan adenokarsinoma mammae dibagi menjadi empat grup dengan masing masing grup dipajankan temperatur lingkungan dengan satu dari beberapa rentang suhu tertentu 20 220C 25 270C 32 340C dan 37 390C selama enam jam hari selama dua minggu Grup temperatur 37 390C dieksklusi karena semua subjek pada grup ini mati Analisis sampel berdasarkan metode AgNOR HE Dari hasil analisis AgNOR ditemukan terdapat perbedaan signifikan dalam hal respon proliferasi sel antara ketiga grup temperatur ANOVA p mAgNOR 0 000 p pAgNOR 0 000 Grup temperatur 32 340C menunjukkan respon proliferasi sel yang lebih besar dibandingkan dengan grup temperatur 20 220C Namun analisis HE gagal menunjukkan perbedaan signifikansi dalam hal respon derajat nekrosis antara ketiga grup temperatur nilai tes Mann Whitne Asymp Sig 2 tailed antara grup temperatur 20 220C dan kontrol 25 270C 0 241 dan nilai tes Mann Whitney Asymp Sig 2 tailed antara grup temperatur 32 340C dan kontrol 0 575 Studi AgNOR menunjukkan bahwa respon proliferasi sel adenokarsinoma mammae memiliki korelasi positif terhadap rentang temperatur Di lain pihak studi HE tidak menunjukkan adanya pengaruh temperatur terhadap derajat nekrosis adenokarsinoma mammae pada mencit

This research focuses on identifying the effect of environmental temperature exposure on cell proliferation & degree of necrosis of adenocarcinoma mammae. True experimental design (parallel) research was conducted in which the subjects (mice that have been transplanted with adenocarcinoma mammae) were divided into 4 groups with each group was exposed for 2 weeks (6 hours/day) to a environmental temperature of certain range; 20-220C, 25-270C, 32-340C, & 37-390C. In the process, the last group was excluded since all of the subjects in this group died. Sample analysis based on AgNOR & HE method was then done. From the AgNOR study, it was found that there is a significant difference in cell proliferation response between the remaining three temperature groups (ANOVA: p mAgNOR = 0.000; p pAgNOR = 0.000). The high temperature group (32-340C) shows greater cell proliferation compared to the low temperature group (20-220C). However, HE study failed to show significance in the necrosis response between the three temperature groups (Mann Whitney Test: Asymp. Sig (2-tailed) value between low & control group = 0.241; Asymp. Sig (2-tailed) value between control & high temp group = 0.575). In summary, AgNOR study shows that cell proliferation response in adenocarcinoma mammae shows a positive correlation with the temperature ranges. In contrast, HE study shows that temperature of any range has no effect on the degree of necrosis in mice with adenocarcinoma mammae.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farhan Hilmi Taufikulhakim
"Latar belakang: Kadar karbondioksida (CO2) di atmosfer semakin meningkat dan sudah mendekati batas yang bisa ditoleransi oleh manusia dalam jangka paparan seumur hidup. Berdasarkan fakta tersebut, tentu manusia sudah mulai merasakan dampak dari peningkatan CO2. Pada penelitian ini akan dianalisis mengenai dampak paparan CO2 kadar tinggi terhadap proliferasi peripheral blood mononuclear cells (PBMC) manusia.
Metode: Sampel triplo PBMC dibagi kedalam kelompok uji (paparan CO2 15%) dan kelompok control (paparan CO2 5%) dengan jumlah sel awal tiap well sebanyak 250.000. Kedua kelompok diberikan paparan selama 24 jam dan 48 jam kemudian hasilnya dihitung menggunakan hemositometer.
Hasil: Kelompok sel yang diberikan paparan CO2 15% memiliki tingkat proliferasi yang lebih rendah dibandingkan dengan kelompok kontrol pada 24 dan 48 jam (P<0.001).
Kesimpulan: Paparan CO2 15% diduga menghambat proliferasi PBMC pada 24 dan 48 jam yang ditandai dengan jumlah akhir sel yang lebih rendah disbanding kontrol. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui mekanisme yang mendasarinya yaitu apakah paparan CO2 15% menghambat siklsus sel atau memicu apoptosis yang berperan dalam penurunan proliferasi."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Paramita Widiastuti
"Berbagai cara pendekatan telah dilakukan untuk mengurangi kadar karbondioksida di atmostir, baik secara fisika, kimia, ataupun biologis. Salah satu metode biologis yang dapat digunakan untuk mereduksi karbondioksida adalah pemanfaatan proses fotosintetik oleh mikroorganisme fotosintetik. Mikroorganisme yang dimanfaatkan dalam penelitian ini adalah mikroalga dari jenis Chlorella vulgaris Buitenzorg. Penelitian ini menjadi suatu hal yang menarik karena Chlorella sp, selain dapat mereduksi karbondioksida, ia juga mempunyai beberapa keistimewaan diri yang dapat dimanfaatkan, seperti kandungan klorofilnya, beta karoten, protein, dan sebagainya.
Penelitian ini merupakan kesinambungan dari penelitian-penelitian yang sudah dilakukan di TGP dengan tujuan yang berbeda dari penelitian-penelitian sebelumnya. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengetahui cara mengoptimalkan fiksasi karbondioksida oleh mikroalga Chlorella vulgaris Buitenzorg di dalam suatu fotobioreaktor kolom gelembung. Salah satu tujuan lain dari penelitian ini, adalah melihat pertumbuhan Chlorella vulgaris Buitenzorg pada saat kemampuan fiksasi karbondioksidanya dioptimalkan.
Mengacu pada hasil penelitian sebelumya, maka pada penelitian kali ini dilakukan perlakuan alterasi pencahayaan, yaitu perubahan intensitas pencahayaan untuk mendapatkan fiksasi karbondioksida paling maksimum (IqCO2max,opt) secara simultan sesuai dengan pertambahan sel (N)/biomassa (X) selama masa kultivasi. Pada fotobioreaktor tersebut Chlorella vulgaris Buitenzorg akan dikultivasi dalam medium Beneck sebagai sumber nutrisi pada temperatur 29°C, tekanan operasi 1 atm dengan sumber cahaya lampu Phillip Halogen 20W/12V/50Hz serta dialiri udara yang mengandung CO2 sebesar 10% sebagai carbon source-nya volume reaktor 1 dm3, dan rentang intensitas cahaya yang dipakai adalah 4.5-35 klux.
Penelitian ini juga membandingkan dengan penelitian sebelumnya, yaitu alterasi pencahayaan dengan memakai intensitas cahaya yang maksimum untuk penumbuhan (IuCO2max,opt). Perlakuan alterasi pencahayaan dengan kurva basis fiksasi karbondioksida pada kultivasi Chlorella vulgaris Buitenzorg berhasil meningkatkan fiksasi karbondioksida sampai dua kali lipat bila dibandingkan dengan fiksasi karbondioksida pada saat alterasi pencahayaan dengan kurva basis pertumbuhan. Nilai QCo2 rata-rata pada penelitian ini adalah 12.775 h-1, sedangkan pada penelitian sebelumnya adalah 6.679 h-1. Produksi biomassa (X) yang dihasilkan adalah 5.78 gr/dme3, lebih kecil daripada nilai X dari penelitian sebelumnya, yaitu 16 gr/dm3. Nilai energi cahaya yang dimanfaatkan (Ex) pada penelitian ini adalah 55.5 J/g, sedangkan penelitian sebelumnya lebih kecil yaitu 44.3 J/g. Nilai efisiensi konversi energi cahaya untuk pembentukan biomassa (nbp) pada penelitian ini 0.13%, ini berarti lebih besar dari penelitian sebelumnya, yaitu 0.11%."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2005
S49513
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sophie Yolanda
"Latar belakang: Studi ini dilakukan untuk mempelajari pengaruh pemberian ekstrak akar Acalypha indica Linn terhadap viabilitas relatif dan proliferasi sel sebagai parameter neurogenesis pada kultur jaringan hipokampus tikus pascahipoksia.
Metode: Studi eksperimental in vitro pada 24 kultur primer jaringan sel saraf tikus Sprague Dowley dewasa yang dipajankan terhadap hipoksia dengan gas 5% O2/5% CO2/N2 seimbang selama 24 jam. Pascahipoksia, ekstrak Acalypha indica Linn ditambahkan pada 3 kelompok perlakuan, masing-masing dengan dosis 10, 15, dan 20 mg/mL, sedangkan pada kelompok kontrol tidak ditambahkan apapun. Setiap kelompok terdiri atas 6 sampel. Setelah inkubasi selama 90 jam, viabilitas relatif sel diukur dengan 3-(4,5-dimethylthiazol-2-yl)-2,5-diphenyltetrazolium bromide (MTT), proliferasi sel diukur dengan 5-bromo2â??-deoxy-uridine (BrdU). Data dianalisis dengan menggunakan tes parametrik one way ANOVA yang dilanjutkan dengan analisis post-hoc.
Hasil: Viabilitas relatif sel pada kultur jaringan hipokampus tikus pascahipoksia dengan pemberian ekstrak akar kucing pada dosis 10, 15, dan 20 mg/mL lebih tinggi secara bermakna dibandingkan dengan kontrol (176,95%, 220,62%, 386,02% vs. 100%). Proliferasi sel pada kultur jaringan hipokampus tikus pascahipoksia dengan pemberian ekstrak akar kucing pada dosis 10, 15, dan 20 mg/mL lebih tinggi secara bermakna dibandingkan dengan kontrol (0,132; 0,117; 0,114 vs. 0,096).
Kesimpulan: Ekstrak Acalypha indica Linn dapat meningkatkan viabilitas relatif dan proliferasi sel pascahipoksia in vitro pada dosis 10, 15, dan 20 mg/mL. (Med J Indones 2011; 20:94-9)

Abstract
Background: This research was done to study the infl uence of Acalypha indica Linn root extract towards relative cell viability and proliferation as parameters of neurogenesis in post-hypoxic hippocampal tissue culture.
Methods Experimental in vitro study using 24 primary neuronal cell cultures obtained from adult Sprague Dawley rat exposed to hypoxia with 5% O2/5% CO2/N2 balance gas for 24 hours. Post-hypoxia, Acalypha indica Linn root extract was added at doses of 10, 15, and 20 mg/mL to 3 treatment groups. No treatment was given to the control group. Each group consists of 6 samples. After 90 hours of incubation, relative cell viability was measured by using 3-(4,5- dimethylthiazol-2-yl)-2,5-diphenyltetrazolium bromide (MTT) examination, and cell proliferation was measured by using 5-bromo2â??-deoxy-uridine (BrdU) for cell proliferation. Data was analyzed using one way ANOVA parametric tests, then further analyzed with post-hoc analysis.
Results: The relative cell viability of rat hippocampal tissue culture treated with Acalypha indica Linn root extract with dose of 10, 15, and 20 mg/mL was signifi cantly higher than control (176.95%, 220.62%, and 386.02% vs. 100%). Cell proliferation of rat hippocampal tissue culture treated with Acalypha indica Linn root extract with dose of 10, 15, and 20 mg/mL was signifi cantly higher than control (0.132, 0.117, 0.114 vs 0.096).
Conclusion: Acalypha indica Linn root extract with doses of 10, 15, and 20 mg/mL can increase relative cell viability and proliferation in post-hypoxic hippocampal tissue culture. (Med J Indones 2011; 20:94-9)"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2011
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Susi Rahmiyati
"Hem merupakan komponen penyusun hemoprotein, salah satunya yaitu sitoglobin. Sitoglobin diketahui memegang peranan dalam perkembangan kanker. Saat ini, belum diketahui peran hambatan hem terhadap ekspresi CYGB pada sel lini sel kanker hati, HepG2 Penelitian ini bertujuan untuk melihat kemampuan penghambatan hem dalam mencegah proliferasi sel HepG2. Penghambatan hem dilakukan dengan menggunakan suksinil aseton.  Analisis aktivitas enzim ALAD diukur secara kolorimetrik. Analisis viabilitas dan proliferasi (doubling time) dilakukan dengan menggunakan MTT assay. Analisis ekspresi mRNA CYGB dilakukan dengan qRT-PCR. Ekspresi protein CYGB dianalisis dengan ELISA. Hasil yang diperoleh adalah hambatan sintesis hem pada sel HepG2 dengan menggunakan suksinil aseton berhasil dilakukan. Penurunan sintesis hem berdampak pada menurunnya ekspresi CYGB baik tingkat mRNA maupun protein. Viabilitas dan proliferasi sel HepG2 menurun seiring dengan meningkatnya konsentrasi suksinil aseton. Sebagai kesimpulan, pemberian suksinil aseton mampu menghambat sintesis hem karena menekan ekspresi CYGB yang berdampak pada penurunan viabilitas dan proliferasi sel HepG2.

Hem is a component of hemoprotein, one of which is cytogloblin. Cytoglobin is known to play a role in cancer development. Currently, the role of heme inhibitors on CYGB expression in the liver cancer cell line, HepG2, is unknown. This study aims to see the ability of heme inhibition in preventing HepG2 cell proliferation. Hem inhibition was carried out using succinyl acetone. Analysis of ALAD enzyme activity was measured colorimetrically. Viability and proliferation (doubling time) analyzes were performed using the MTT assay. Analysis of CYGB mRNA expression was performed by qRT-PCR. CYGB protein expression was analyzed by ELISA. The results obtained were thatinhibition of hem synthesis in HepG2 cells using succinyl acetone was successfully carried out. Decreased heme synthesis resulted in decreased CYGB expression both at the mRNA and protein levels. HepG2 cell viability and proliferation decreased with increasing succinyl acetone concentration. In conclusion, succinyl acetone was able to inhibit hem synthesis cause it suppressed CYGB expression which had an impact on reducing the viability and proliferation of HepG2 cells."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Dinda Shezaria Hardy
"Potensi pemanfaatan sel punca mesenkimal dan conditioned medium dalam pengobatan terapi yang tinggi harus diimbangi dengan peningkatan produksi yang memadai. Umumnya menggunakan metode kultur statis (2D), namun produksinya sangat terbatas. Metode kultur dinamis (3D) menggunakan stirred bioreactor merupakan salah satu pilihan yang tepat untuk meningkatkan produksi sel punca dalam skala besar. Selama proses kultur sel, conditioned medium kultur mengandung faktor tumbuh dan sitokin yang disekresikan oleh sel punca mesenkimal. Salah satu sitokin yang disekresikan ialah TGF-β. Sitokin TGF-β berperan penting dalam proliferasi, diferensiasi, dan proses seluler lainnya. Sampai saat ini belum ada penelitian yang menjelaskan tentang pengaruh kultur statis (2D) dan kultur dinamis (3D) terhadap proliferasi sel, total protein conditioned medium dan kadar sekresi sitokin TGF-β pada sel punca mesenkimal asal tali pusat yang dikultur dalam medium alpha-MEM dan disuplementasi 10% thrombocyte concentrated. Tujuan penelitian ini ialah mengetahui pengaruh kultur statis (2D) dan kultur dinamis (3D) terhadap proliferasi sel, kadar total protein conditioned medium, dan sitokin TGF-β pada sel punca mesenkimal asal tali pusat. Penelitian yang dilakukan mencakup proses kultur sel, uji Bradford, Sodium Dodecyl Sulphate Polyacrylamide Gel Electrophoresis (SDS-PAGE), dan uji Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA). Penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan kultur dinamis (3D) dapat memproduksi sel dalam skala besar namun memiliki laju proliferasi yang lebih lama dibandingkan dengan kultur statis (2D). Produksi kadar total protein conditioned medium mengalami fluktuasi, namun secara keseluruhan kultur dinamis (3D) mampu memproduksi dalam skala besar, dan terdapat sekresi sitokin TGF-β oleh sel punca mesenkimal dari kedua metode kultur, namun masih membutuhkan uji lanjutan untuk memastikan bahwa sel pada kultur dinamis (3D) mensekresi sitokin TGF-β lebih banyak

The high potential of mesenchymal and conditioned medium stem cell utilization in therapeutic treatment should be balanced with an adequate increase in production. Generally using static culture method (2D), but production is very limited. Dynamic culture (3D) method using stirred bioreactor is one of the right choices to increase the production of stem cells on a large scale. During the cell culture process, the conditioned culture medium contains growth factors and cytokines secreted by mesenchymal stem cells. One of the cytokines secreted is TGF-β. The TGF-β cytokine plays an important role in proliferation, differentiation, and other cellular processes. Until now there has been no research that explains the effect of static (2D) and dynamic (3D) culture on cell proliferation, total protein conditioned medium and levels of secretion of cytokines TGF-β in mesenchymal stem cells from umbilical cord cultured in alpha-MEM medium and 10% concentrated thrombocyte supplementation. The purpose of this study was to determine the effect of static culture (2D) and dynamic culture (3D) on cell proliferation, levels of total protein in conditioned medium, and cytokine TGF-β in mesenchymal stem cells from the umbilical cord. The research conducted included cell culture process, Bradford test, Sodium Dodecyl Sulphate Polyacrylamide Gel Electrophoresis (SDS-PAGE), and Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) test. This study shows that the use of dynamic culture (3D) can produce cells on a large scale but has a longer proliferation rate than static culture (2D). The total protein content of the conditioned medium fluctuates, but overall dynamic (3D) culture is capable of large-scale production, and there is secretion of the cytokine TGF-β by mesenchymal stem cells from both culture methods, however, further tests are still needed to confirm that the cells in culture dynamic (3D) secretes more of the cytokine TGF-β."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>