Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 116861 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ferry Yama Irawan
"Latar belakang: Menurunkan angka kematian ibu menjadi prioritas program kesehatan global, dan merupakan salah satu target dalam United Nation Millennium Development Goals (MDGs), yaitu menurunkan angka kematian ibu hingga 75% pada tahun 2015. Angka kematian ibu di Indonesia tahun 2012 adalah 359/100.000 kelahiran hidup, dan merupakan salah satu negara dengan angka tertinggi di Asia Tenggara dengan Jakarta memiliki jumlah kematian ibu sebanyak 97 jiwa.
Tujuan : Mengidentifikasi karakteristik kematian ibu di RSCM, meliputi karakteristik sosio-demografi, riwayat obstetri dan medis, serta kondisi klinis pasien saat tiba di rumah sakit.
Metode : Penelitian ini merupakan survey untuk mengetahui data deskriptif kematian maternal menggunakan rekam medis selama rentang waktu penelitian. Dilakukan telaah rekam medis 51 kasus kematian ibu yang terjadi selama 2 tahun dari Januari 2013 hingga Desember 2014 di bagian Obstetri dan Ginekologi, RSCM.
Hasil: Dari 51 kasus kematian maternal, diketahui kelompok usia yang dominan adalah 25-34 tahun (58,8%) dengan mayoritas berpendidikan setingkat SMA (70,6%). Tiga puluh dua (62,8%) subjek dengan paritas lebih dari 2 dan tidak ada subjek yang menggunakan metode kontrasepsi IUD atau implan. Sembilan puluh dua persen subjek melakukan ANC, dengan sebagian besar ≥ 4 kali (33 subjek, 64,7%) dan umumnya dilakukan di bidan (41 subjek, 80,4%). Preeklampsia berat merupakan kelainan dalam kehamilan yang paling banyak dijumpai (26 subjek, 65%). Empat puluh tujuh subjek (92,2%) merupakan pasien rujukan, dengan 10 subjek mengalami eklampsia (19,6%) dan 12 subjek dengan perdarahan (23,5%). Preeklampsia adalah penyebab kematian utama.
Kesimpulan: Karakteristik dominan pada kematian maternal di RSCM adalah Ibu dengan preeklampsia, kelompok umur 25-34 tahun, pendidikan setaraf SMA, ANC di bidan, dan jumlah ANC lebih dari 4 kali.

Background: Reducing maternal mortality is a priority in global health programs, and is one of the targets in the United Nations Millennium Development Goals (MDGs), which is to reduce maternal mortality by 75% by 2015. The maternal mortality rate in Indonesia in 2012 was 359 / 100,000 live births , and is one of the countries with the highest rates in Southeast Asia with 97 maternal death in Jakarta as its capital city.
Objective: Identify characteristics of maternal mortality in tertiary hospitals in Jakarta, including socio-demographic characteristics, previous medical and obstetric history, and patient?s clinical condition on arival to the hospital.
Method: This was a survey to identify descriptive data of maternal mortality using medical records during study period. Manual review of 51 medical records was conducted for 2 years from January 2013 to December 2014 in Department of Obstetric & Gynecology, Cipto Mangunkusumo Hospital.
Results: From 51 maternal mortality, 58,8% was 25-34 years old, with most of them had education at a level of senior high school (70,6%). Thirty two subjects (62,8%) with parity more than 2, there was no history of using IUD or implant as contraception methods. Ninety two percents subjects had antenatal care visits, and mostly ≥ 4 times (33 subjects, 64,7%) and visit midwives (41 subjects, 80,4%). Severe preeclamsia was the dominant comorbid during pregnancy (26 subjects, 65%). Forty seven subjects (92,2%) are referral patients, ten subjects (19,6%) had eclampsia and 12 subjects (23,5%) had hemorrhage. Most of death occured as a result of severe preeclampsia (26 subjects, 50,98%).
Conclusion: Maternal mortality characteristics were identified. Severe preeclamsia was the dominant comorbid during pregnancy, with 25-34 years old group, high school education background, had at least 4 times antenatal care and visit midwife for antenatal care.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fernando, Darrel
"Latar belakang: Angka kematian ibu di Indonesia masih tinggi, yaitu 305 kematian per 100.000 persalinan hidup. Asuhan antenatal adalah salah satu upaya penting untuk mencegah kematian maternal, tetapi harus dilakukan asuhan yang berkualitas.
Tujuan: 1 Menentukan kualitas asuhan antenatal pada kasus dengan kematian maternal di RSCM. 2 Menentukan sebaran sebab kematian maternal di RSCM.
Metode: Dilakukan telaah retrospektif rekam medis pada kasus kematian maternal di RSCM tahun 2008-2016, untuk menentukan sebaran sebab kematian serta Fasyankes yang merujuk. Setelah diidentifikasi Fasyankes yang merujuk dan merupakan tempat pasien menjalani asuhan antenatal, dilakukan survei potong lintang pada Fasyankes tersebut. Pada kunjungan Fasyankes, dilakukan pengambilan data kuantitatif dengan daftar tilik kelengkapan komponen asuhan antenatal, serta pengambilan data kualitatif dengan panduan wawancara.
Hasil: Kelengkapan komponen asuhan antenatal di Fasyankes asal kasus dengan kasus kematian maternal di RSCM baik, yaitu 84-100. Akan tetapi, pelaksanaan asuhan antenatal di Fasyankes masih kurang baik untuk mengidentifikasi penyakit yang mendasari pre-existing conditions dan mendeteksi dini komplikasi pada kehamilan karena tidak rutin dilakukan pemeriksaan fisik umum pada pasien. Sebab kematian tersering di RSCM adalah sebab obstetri langsung 59.8, dengan preeklamsia-eklamsia sebagai kelompok penyebab tersering 38.9.
Kesimpulan: Secara kuantitatif, kelengkapan komponen asuhan antenatal di Fasyankes asal kasus dengan kasus kematian maternal di RSCM baik, tetapi kualitasnya kurang baik untuk mengidentifikasi penyakit yang mendasari pre-existing conditions dan mendeteksi dini komplikasi pada kehamilan.

Background: Maternal mortality rate in Indonesia is still high 305/100.000 live births despite efforts to decrease maternal deaths. Antenatal care is one of the key components to prevent maternal mortality. While quantity of antenatal care is important, it is also crucial to provide good quality health care.
Aim: 1 To determine quality of antenatal care in maternal death cases in RSCM. 2 To determine causes of maternal death in RSCM.
Methods: We conducted a retrospective medical record review on maternal death cases in RSCM from 2008 to 2016, to identify causes of maternal death and the referring healthcare facility. We then conducted a cross-sectional survey to the healthcare facility where the patient performed routine antenatal care. We obtained quantitative data using checklists and qualitative data using interview guides.
Results: The adequacy of antenatal care components in healthcare facilities that referred maternal death cases in RSCM is good, ranging from 84-100. However, the quality is still lacking to identify pre-existing conditions and to predict pregnancy complications, as general physical examination is not routinely conducted. Direct obstetric deaths are still the leading cause of maternal deaths in RSCM 59.8, with preeclampsia-eclampsia as the most frequent group 38.9.
Conclusion: Quantitatively, the components of antenatal care are conducted adequately, however the quality is still lacking to identify pre-existing conditions and to predict pregnancy complications. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mega Lisna
"Penelitian ini membahas mengenai Pengorganisasian akreditasi JCI pengelolaan akreditasi JCI di RSUP Nasional Dr Cipto Magunkusumo Jakarta Tahun 2012. Pengorganiasaian akreditasi JCI berdasarkan pada standar pelaksanaan akreditasi JCI yaitu tahap Initial Assessment, Preparation, Tracer, Implementasi, Evaluasi, Milestone, Mock Survey, Survey akreditasi dan Keputusan akreditasi. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan wawancara mendalam, observasi, dan telaah data sekunder.
Penelitian menunjukkan bahwa pengorganisasian akreditasi JCI di RSCM sudah berjalan cukup optimal. Walaupun dalam Penatalaksanaannya penyelenggara menghadapi banyak tantangan seperti kurangnya dukungan dari Depkes dalam hal pendanaan, besarnya kapasitas dan ruang lingkup rumah sakit, budaya organisasi yang belum sepenuhya berubah dan kurangnya dukungan dari SDM lain diluar kepanitiaan.

This study discuss the organization overview of JCI accreditation in Dr. Cipto Mangunkusumo hospital Jakarta 2012. This JCI accreditation organization based on the JCI standard of organizing which start with Initial assessment, Preparation process, Tracer Method, Implementation of the program, Evaluation, Mock survey and survey accreditation / full survey, the milestone, the decision of accreditation . This study uses qualitative research methods with in-depth interviews, observations, and review of the secondary data.
Research shows that the organization of JCI accreditation already been running optimally, even though in conducting the organization of JCI accreditation, the organizer faced many challenges. Some of these challenge being the obstacles for the success of this program. Research result seen from the result of in-depth interviews, all the tables which indicates factual data, and guidelines for review of secondary data.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ercila Rizky Rolliana
"Latar belakang: Hampir 50% epilepsi adalah wanita terjadi pada usia reproduksi 15-49 tahun. Banyak penelitian menyebutkan bahwa terdapat interaksi antara epilepsi dengan hormon reproduksi wanita. Epilepsi temporolimbik dapat mengganggu regulasi aksis hipothalamus- hipofisis-ovarium (HHO) sehingga mengganggu hormon reproduksi dan pada akhirnya menyebabkan gangguan menstruasi. Oleh karena itu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui perubahan hormon reproduksi yang terjadi pada wanita dengan epilepsis. Pada penelitian ini juga akan dilakukan klasifikasi gangguan menstruasi pada wanita dengan epilepsi berdasarkan kriteria The International Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO), dimana kriteria ini merupakan kriteria baru untuk mendefinisikan perdarahan uterus abnormal.
Metode penelitian: Penelitian ini dilakukan dengan studi potong lintang (cross sectional) untuk mengetahui karakteristik hormon reproduksi dan gangguan menstruasi pada wanita dengan epilepsi di RSUPN Cipto Mangunkusumo pada September hingga Desember 2021. Data primer dan sekunder diperoleh dari rekam medis dan electronic health record (EHR) pada pasien wanita dengan epilepsi dan wanita tanpa epilepsi yang berobat ke RSUPN Cipto Mangunkusumo. Analisis data yang digunakan adalah bivariat Chi Square dan Mann Whitney. Hasil: Pada penelitian ini diperoleh 67 subjek wanita dengan epilepsi dan 50 subjek wanita tanpa epilepsi dengan rata-rata usia wanita dengan epilepsi 29,27  9,26 tahun. Onset terjadinya epilepsi adalah 18,57  9,857 tahun dengan usia menarche adalah 12,85  1,317 tahun. Onset epilepsi setelah menarche banyak terjadi sekitar 70,1%. Epilepsi lobus temporal merupakan sindrom epilepsi terbanyak sekitar 70,8%, dengan sisi kanan terbanyak sekitar 46,8%. Peningkatan hormon reproduksi khususnya hormon luteinizing hormon (LH) 10,1 (0,1-100,3) mIU/mL (p: 0,008) dan hormon estradiol 71,2 (0-3350) pg/mL didapatkan pada wanita dengan epilepsi dibandingkan dengan wanita tanpa epilepsi. Gangguan pada volume darah mentruasi didapatkan pada wanita dengan epilepsi lobus temporal dibandingkan dengan lobus ekstratemporal RR 4,255 (1,188-15,231), dengan nilai p: 0,022.
Kesimpulan: Peningkatan hormon LH dan estradiol pada wanita dengan epilepsi berhubungan dengan bangkitan epileptik yang mengganggu regulasi aksis hipothalamus- hipofisis-ovarium sehingga mengganggu hormon reproduksi.

Background : Approximately 50% of epilepsy occurs in women with the reproductive age of 15-49 years. Many studies said that there is an interaction between epilepsy and female reproductive hormones. Temporolimbic epilepsy can interfere the regulation of the hypothalamic-pituitary-ovarian (HPO) axis so that it interferes reproductive hormones and ultimately causes menstrual disorders. Therefore, this study aimed to determine the changes in reproductive hormones that occur in women with epilepsy. This study will also classify menstrual disorders in women with epilepsy based on the criteria of The International Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO), where this criterion is a new criterion for defining abnormal uterine bleeding.
Method : This study was conducted with a cross sectional study to determine the characteristics of reproductive hormones and menstrual disorders in women with epilepsy at Cipto Mangunkusumo General Hospital from September to December 2021. Primary and secondary data were obtained from medical records and electronic health records (EHR) from women with epilepsy and women without epilepsy who seek treatment at Cipto Mangunkusumo General Hospital. Analysis of the data used Chi Square and Mann Whitney bivariate.
Result : In this study, there were 67 female subjects with epilepsy and 50 female subjects without epilepsy with the average age of women with epilepsy is 29,27  9,26 years. The onset of epilepsy was 18,57  9,857 years with the age of menarche is 12,85  1,317 years. The onset of epilepsy after menarche is mostly about 70.1%. Temporal lobe epilepsy is the most common epilepsy syndrome around 70.8%, with the right side being the most common around 46.8%. Increased reproductive hormones, especially luteinizing hormone (LH) 10.1 (0.1- 100.3) mIU/mL (p: 0.008) and estradiol hormone 71.2 (0-3350) pg/mL were found in women with epilepsy compared to women without epilepsy. Disorders of menstrual blood volume were found in women with temporal lobe epilepsy compared with extratemporal lobe epilepsy RR 4.255 (1.188-15.231), with p value: 0.022.
Conclusion : Elevated LH and estradiol hormones in women with epilepsy are associated with epileptic seizures that disrupt the regulation of the hypothalamic-pituitary-ovarian axis, thereby disrupting reproductive hormones.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sydney Tjandra
"Latar Belakang
Setiap tahun, 13,8 juta kasus neurologis di dunia membutuhkan operasi; di Indonesia, kebutuhan operasi elektif bedah saraf meningkat seiring waktu, diperparah populasi lansia yang bertumbuh, beban penyakit tidak menular, dan dampak pandemi COVID-19. Walaupun optimalisasi penjadwalan operasi elektif sudah diupayakan, disparitas waktu tunggu tetap terlihat. Guna menghindari penjadwalan yang kurang proporsional atau etis, penelitian ini menginvestigasi waktu tunggu operasi elektif bedah saraf dan hubungannya dengan berbagai karakteristik sosiodemografis pasien.
Metode
Penelitian potong lintang ini menganalisis rekam medis pasien operasi bedah saraf elektif di RSCM antara bulan Juli 2021—Desember 2023 secara retrospektif. Selain penyajian data durasi waktu tunggu (keputusan hingga tanggal dilakukannya operasi) secara deskriptif, perbedaan rerata waktu tunggu antarkelompok jenis kelamin, usia, agama, status pernikahan, jarak tempat tinggal, pekerjaan, divisi operasi, dan asuransi kesehatan dianalisis dengan uji yang sesuai. Regresi linear dilakukan dengan karakteristik pasien sebagai prediktor durasi waktu tunggu.
Hasil
Dari 765 data rekam medis yang dianalisis, diperoleh median waktu tunggu selama 16 (1—1109) hari. Pasien perempuan, berusia 40—55, janda/duda, atau berasuransi BPJS menunggu lebih lama dibandingkan kelompok lainnya. Sebaliknya, tidak terdapat perbedaan signifikan antarkategori tempat tinggal dan pekerjaan. Regresi linear menunjukkan asuransi BPJS, jenis kelamin perempuan, dan operasi divisi trauma menjadi prediktor-prediktor signifikan bagi durasi waktu tunggu operasi elektif bedah saraf yang lebih lama di RSCM.
Kesimpulan
Jenis kelamin, usia, status pernikahan, asuransi kesehatan, dan divisi operasi berhubungan dengan waktu tunggu operasi elektif bedah saraf. Determinan sosial perlu dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan penjadwalan.

Introduction
Each year, 13.8 million neurological cases worldwide require surgery; in Indonesia, the need for elective neurosurgery has been increasing over time, compounded by the growing elderly population, the burden of non-communicable diseases, and the COVID- 19 pandemic. Despite optimization efforts made to schedule elective surgeries, inequities in waiting times are still evident. To avoid disproportionate and unethical scheduling, this study investigates the waiting times for elective neurosurgery and their association with various sociodemographic characteristics of patients.
Method
This cross-sectional study retrospectively analyzed randomly-sampled medical records of elective neurosurgery patients at Cipto Mangunkusumo Hospital (RSCM) from July 2021 to December 2023. In addition to presenting the waiting time duration (from decision to surgery date) descriptively, mean differences in waiting times between groups based on gender, age, religion, marital status, residence distance, occupation, surgery division, and health insurance type were appropriately analyzed. Linear regression was performed with patient characteristics as predictors of waiting times.
Results
The median waiting time of 765 analyzed patients was 16 (1–1109) days. Patients who were female, aged 40–55, widowed, or publicly insured waited longer compared to their counterparts. Conversely, no significant differences were found between categories of residence distance and occupation. Linear regression showed that public insurance, female gender, and trauma division surgeries were significant predictors of longer waiting times for elective neurosurgery at RSCM.
Conclusion
Gender, age group, marital status, health insurance, and surgery division are related to the waiting times for elective neurosurgery. Social determinants should be considered in scheduling decision-making.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hardian Gunardi
"Latar Belakang: Obesitas menjadi faktor risiko independen dan faktor prognostik pada kanker payudara primer. Jaringan lemak berlebih akan meningkatkan kadar estrogen dalam darah, sehingga memicu proliferasi sel kanker, terutama sel dengan reseptor estrogen dan progesteron yang positif. Belum ada studi mengenai hubungan antara obesitas dengan karakteristik reseptor hormon kanker payudara primer di Indonesia. Metode: Kami mengumpulkan kasus kanker payudara primer yang terdiagnosis dan menjalani pemeriksaan imunohistokimia di RSUPN Cipto Mangunkusumo tahun 2017. Subyek kemudian dikelompokkan menjadi kelompok obesitas dan nonobesitas. Karakteristik ER dan PR kedua kelompok dibandingkan. Hasil dan Diskusi: Kami memperoleh 202 kasus kanker payudara primer, dengan 89 kasus (44%) obesitas dan 113 kasus (56%) non-obesitas. Rerata IMT dari subyek adalah 24,45 (SD±4,3). Kedua kelompok seragam dari segi usia, status menopause, stadium, gambaran histopatologis, dan derajat keganasan. Tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara obesitas dengan ER maupun PR. Dilakukan analisis korelasi antara IMT dengan persentase ekspresi reseptor hormon, namun tidak ditemukan hubungan yang bermakna. Hasil ini berbeda dengan studi lainnya. Perbedaan hasil dapat disebabkan oleh perbedaan karakteristik subyek dan faktor lain yang dapat mempengaruhi ekspresi reseptor hormon. Kesimpulan: Tidak didapatkan hubungan antara obesitas dan karakteristik reseptor hormon kanker payudara primer RSUPN Cipto Mangunkusumo tahun 2017.
Backgrounds: Obesity is an independent risk factor and prognostic factor of primary breast cancer. Abundant adipose tissue would lead to increment of blood estrogen level, thus promoting proliferation of cancer cell, especially those with positive estrogen receptor (ER) and progesterone receptor (PR). No previous study explained the association between obesity and hormone receptor characteristics of primary breast cancer in Indonesia. Methods: We collected cases of primary breast cancer which are diagnosed and undergone immunohistochemistry examination at Cipto Mangunkusumo General Hospital in 2017. The subjects were divided into obese group and non-obese group. The ER and PR characteristics of both groups were compared. Result and Discussion: We collected 202 cases of primary breast cancer, with 89 cases (44%) in obese group and 113 cases (56%) in non-obese group. The mean body mass index (BMI) of the subjects was 24,45 (SD±4,3). Both groups were similar in terms of age, menopausal status, stage, histopathological morphology and grade. No significant association was found between obesity and ER or PR. We analysed correlation between BMI and the percentage of expressed hormone receptor, but no correlation was found. This finding did not conform with other Western studies. Difference in characteristics of the subjects and other hormonal factors might contribute to the outcome. Conclusion: There was no association between obesity and hormone receptor characteristics of primary breast cancer at Cipto Mangunkusumo General Hospital in 2017."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58942
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdullah Shidqul Azmi
"Latar belakang: COVID-19 telah menyebabkan pandemi dengan angka mortalitas yang signifikan. Indonesia merupakan salah satu negara dengan angka kematian tertinggi akibat COVID-19. Beberapa faktor risiko yang menyebabkan kematian pada pasien COVID-19 memiliki kesamaan dengan faktor risiko pada infeksi SARS-CoV dan MERS- CoV, seperti usia, komorbiditas, kadar neutrofil dan limfosit, d-dimer, serta jumlah lobus paru yang terlibat berdasarkan temuan rontgen toraks.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi proporsi kematian dan faktor- faktor yang memengaruhi mortalitas pasien COVID-19 dalam perawatan ≤ 14 hari, dengan pendekatan komprehensif yang mencakup anamnesis, pemeriksaan fisik dasar, dan pemeriksaan penunjang sederhana yaitu pemeriksaan laboratorium darah dan rontgen toraks.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain retrospektif observasional dengan menganalisis rekam medis pasien COVID-19 yang dirawat di RSUPN Cipto Mangunkusumo dari Januari 2021 hingga Januari 2024. Data dianalisis menggunakan program STATA versi 17.0 melalui metode analisis univariat, bivariat, dan regresi logistik.
Hasil: Sebanyak 142 subjek direkrut dan dianalisis, dengan angka mortalitas selama perawatan mencapai 29,57%. Mayoritas pasien berjenis kelamin laki-laki (58,5%) dan berusia >60 tahun (52,8%), serta sebagian besar mengalami ketergantungan total (85,7%). Sebagian besar subjek memiliki status nutrisi obesitas (43%). Komorbiditas terbanyak adalah diabetes melitus (42,3%), hipertensi (39,4%), dan gangguan ginjal kronis (37,3%), sedangkan mortalitas tertinggi ditemukan pada pasien dengan gangguan ginjal kronis (34%), penyakit jantung koroner (33,3%), dan stroke (29,2%). Faktor signifikan yang memengaruhi mortalitas dalam ≤14 hari meliputi usia (OR 3,17, p = 0,016), D-dimer (OR 3,07, p = 0,015), CRP (OR 5,16, p < 0,001), dan SpO2 (OR 8,64, p < 0,001).
Kesimpulan: Proporsi mortalitas pasien COVID-19 dalam perawatan ≤ 14 hari adalah 29,57%. Mortalitas sebagian besar terjadi pada pasien berusia ≥60 tahun dengan ketergantungan total. Faktor usia, D-dimer, CRP, dan SpO2 terbukti sebagai faktor yang memengaruhi mortalitas pasien COVID-19 selama perawatan.

Background: COVID-19 has caused a pandemic with a significant mortality rate. Indonesia is among the countries with the highest death toll from COVID-19. Several risk factors contributing to mortality in COVID-19 patients are similar to those observed in SARS-CoV and MERS-CoV infections, such as age, comorbidities, neutrophil-to- lymphocyte ratio, D-dimer levels, and the number of lung lobes affected as identified through chest X-ray findings.
Aim: This study aims to identify the proportion of mortality and the factors influencing the mortality of COVID-19 patients within ≤ 14 days of care, using a comprehensive approach that includes medical history, basic physical examination, and simple supporting tests, namely blood laboratory tests and chest X-rays
Methods: This study employs a retrospective observational design by analyzing the medical records of COVID-19 patients treated at RSUPN Cipto Mangunkusumo from January 2021 to January 2024. The data were analyzed using STATA version 17.0 software through univariate, bivariate, and logistic regression analysis methods.
Results: A total of 142 subjects were recruited and analyzed, with a mortality rate of 29.57% during ≤14 days of treatment. Most patients were male (58.5%) and aged over 60 years (52.8%), with the majority experiencing total dependence (85.7%). Obesity was the predominant nutritional status among the subjects (43%). The most prevalent comorbidities included diabetes mellitus (42.3%), hypertension (39.4%), and chronic kidney disease (37.3%). The highest mortality rates were found in patients with chronic kidney disease (34%), coronary artery disease (33.3%), and stroke (29.2%). Significant factors affecting mortality within ≤14 days included age (OR 3.17, p = 0.016), D-dimer (OR 3.07, p = 0.015), CRP (OR 5.16, p < 0.001), and SpO2 (OR 8.64, p < 0.001).
Conclusion: The mortality proportion of COVID-19 patients during ≤14 days of treatment is 29.57%. The majority of mortality occurred in patients over 60 years old with total dependence. Age, D-dimer, CRP, and SpO2 were found to be significant factors influencing mortality in COVID-19 patients during treatment.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
BRM Sarsono
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003
T58775
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dina Prarika
"ABSTRAK
Praktek Kerja Profesi Apoteker di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Puskesmas Kecamatan Jatinegara, dan Apotek Prima Sehat Periode Juli-November 2019

ABSTRACT
Internship at Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital, Puskesmas Kecamatan Jatinegara, and Apotek Prima Sehat Period July-November 2019
"
2020
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Albar Abshar Muhamad
"Tumor odontogenik merupakan jenis tumor yang sering terjadi di regio kepala leher terutama di rongga mulut. Badan Kesehatan Dunia WHO telah membuat klasifikasi yang baru terhadap jenis tumor odontogenik. Kejadian tumor odontogenik di Indonesia dipengaruhi oleh banyak hal di antaranya kondisi demografi, sosioekonomi dan keadaan klinis masing-masing individu. Penelitian mengenai tumor odontogenik masih sangat sedikit dilakukan di Indonesia sehingga penelitian ini bertujuan untuk mengetahui frekuensi dan distribusi tumor odontogenik di Indonesia periode 2012-2015. Analisis dilakukan pada 118 rekam medik pasin tumor odontogenik. Frekuensi dan distribusi dilihat berdasarkan umur, jenis kelamin, lokasi, pekerjaan, pendidikan, diagnosis tumor, jenis perawatan, spesialisi, gambaran histopatologis, lama rawat inap dan tingkat rekurensi. Mayoritas pasien berusia 31-40 tahun 26,27. Tumor odontogenik ditemukan lebih banyak pada laki-laki dengan rasio 1.03:1. Tingkat pendidikan paling banyak adalah tamat SMA, 35 pasien 29,67. Mayoritas pasien tidak bekerja sebanyak 26 pasien 22,03. Ameloblastoma merupakan jenis tumor paling banyak yaitu 101 kasus 85,60. Tumor odontogenik paling banyak ditemukan di rahang bawah sebanyak 102 kasus 86,44. Penanganan tumor paling banyak dilakukan oleh spesialis bedah mulut sebanyak 91 kasus 77,12. Rata-rata lama rawat inap pasien adalah 9,87 7,60 hari. Terjadi 15 kasus rekurensi pada jenis tumor ameloblastoma.

Odontogenic tumor is a common tumor in the head and neck regio especially oral cavity. World Health Organization WHO in 2005 currently reclassify the classification of tumor odontogenic. The incidence of the odontogenic tumor in Indonesia were depends on demographic conditions, socio economic and clinical condition of the patients. The research about odontogenic in Indonesia are currently limited so this research are conducted to see the frequency and distribution of odontogenic tumor in Dr. Cipto Mangunkusumo General Hospital from 2012 2015. 118 medical records was analyzed. Frequency and distribution analyzed concerning age, gender, location of tumor, educational level, occupation, diagnosis, treatment, specialization, histopatologic type, length of stay, and reccurent rate. Most of the patients were 31 40 years old in age 26,27. Odontogenic tumor mostly happen in man with ratio 1.03 1. The educational level of the patients mostly are graduated high school student 29,67 and mostly are not work 22,03. Ameloblastoma is the most common odontogenic tumor 85,60. Mandible is the common site of the odontogenic tumor 86,44. The treatment of the odontogenic tumor mostly done by the oral and maxillofacial surgeon 77,12. Mean of patient length of stay were 9,87 7,60 days. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>