Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 135718 dokumen yang sesuai dengan query
cover
William Chandra
"Pendahuluan. Sel punca mesenkimal merupakan jawaban untuk berbagai penyakit, termasuk orthopedi. Meskipun jumlah terbatas, prosedur invasif, nyeri, dan sel yang relatif sedikit, sumsum tulang masih menjadi sumber utama. Adiposa menjadi alternatif menjanjikan dengan kemampuan sebanding. Dengan meningkatnya harapan hidup, jumlah pasien tua meningkat dan menjadi sangat potensial untuk aplikasi sel punca. Namun, timbul kontroversi mengenai kualitas sel punca pada penuaan.
Metode Penelitian. Penelitian dilakukan di Unit Pelayanan Terpadu Teknologi Kedokteran Sel Punca Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo-Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta sejak Oktober 2015 - Maret 2016. 12 subjek dibagi menjadi tiga kelompok usia; 15-30 tahun, 31-40 tahun, dan 41-55 tahun dan dilakukan pengambilan sumsum tulang krista iliaka posterior dan adiposa, kemudian dilakukan isolasi dan kultur sel punca mesenkimal. Peneliti melakukan analisis karakteristik biologis, waktu penggandaan populasi, diferensiasi osteogenik, dan pewarnaan Alizarin. Seluruh data dianalisis dengan SPSS 20.
Temuan Penelitian. Karakteristik biologis dan pewarnaan Alizarin Red menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna sel punca mesenkimal sumsum tulang dan adiposa pada kelompok usia sama(p>0,05). Waktu penggandaan populasi menunjukkan adanya perbedaan signifikan sel punca mesenkimal sumsum tulang dan adiposa pada kelompok 31-40 tahun(p=0,028) dan 41-55 tahun(p=0,035).
Kesimpulan. Sel punca mesenkimal adiposa menunjukkan karakteristik biologis, waktu penggandaan populasi, dan diferensiasi osteogenik yang konstan. Sel punca mesenkimal sumsum tulang menunjukkan waktu penggandaan populasi yang menurun seiring usia, berbeda dengan karakteristik biologis dan diferensiasi osteogenik. Adiposa dapat menjadi pilihan sumber sel punca mesenkimal pada setiap golongan usia.

Introduction. Mesenchymal stem cell is the answer of many medicine problems, including orthopaedic. Bone marrow is still the main source. Because of limited source, invasive procedure, pain, and relative less cell, adipose will be promising source with equal regenerating and differentiating ability. Along with increasing life expectancy, geriatric population is increasing as well as the potential need for stem cell application. Yet there is still controversy about stem cell quality in aging.
Methods. This study was conducted in Stem Cell Medical Technology Integrated Service Unit Cipto Mangunkusumo General Hospital-Faculty of Medicine Universitas Indonesia, Jakarta, October 2015 - March 2016. 12 patients were divided into 3 age group; 15-30 year, 31-40 year, and 41-55 year. Bone marrow from posterior iliac crest and adipose tissue were collected, mesenchymal stem cell isolation and culture were done subsequently. Biological characterization, Population Doubling Time, osteogenic differentiation, and alizarin red assay were carried out. All data was analyzed using SPSS 20.
Results. No significant difference was observed in biological characteristic and Alizrin red assay of bone marrow and adipose mesenchymal stem cell among age group (p>0.05). There is significant difference in Population Doubling time in 31-40 year group(p=0.000) and 41-55 year group(p=0.000).
Conclusions. Adipose mesenchymal stem cell had steady biological characteristic, Population Doubling Time, and osteosteogenic differentiation. Bone marrow mesenchymal stem cell had increasing population doubling time in increasing age, apart from biological characteristic and osteogenic differentiation. Adipose could be the source of choice in harvesting mesenchymal stem cell at any age.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
William Chandra
"Pendahuluan. Sel punca mesenkimal merupakan jawaban untuk berbagai penyakit, termasuk orthopedi. Meskipun jumlah terbatas, prosedur invasif, nyeri, dan sel yang relatif sedikit, sumsum tulang masih menjadi sumber utama. Adiposa menjadi alternatif menjanjikan dengan kemampuan sebanding. Dengan meningkatnya harapan hidup, jumlah pasien tua meningkat dan menjadi sangat potensial untuk aplikasi sel punca. Namun, timbul kontroversi mengenai kualitas sel punca pada penuaan.
Metode Penelitian. Penelitian dilakukan di Unit Pelayanan Terpadu Teknologi Kedokteran Sel Punca Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo-Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta sejak Oktober 2015 - Maret 2016. 12 subjek dibagi menjadi tiga kelompok usia; 15-30 tahun, 31-40 tahun, dan 41-55 tahun dan dilakukan pengambilan sumsum tulang krista iliaka posterior dan adiposa, kemudian dilakukan isolasi dan kultur sel punca mesenkimal. Peneliti melakukan analisis karakteristik biologis, waktu penggandaan populasi, diferensiasi osteogenik, dan pewarnaan Alizarin. Seluruh data dianalisis dengan SPSS 20.
Temuan Penelitian. Karakteristik biologis dan pewarnaan Alizarin Red menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna sel punca mesenkimal sumsum tulang dan adiposa pada kelompok usia sama(p>0,05). Waktu penggandaan populasi menunjukkan adanya perbedaan signifikan sel punca mesenkimal sumsum tulang dan adiposa pada kelompok 31-40 tahun(p=0,028) dan 41-55 tahun(p=0,035).
Kesimpulan. Sel punca mesenkimal adiposa menunjukkan karakteristik biologis, waktu penggandaan populasi, dan diferensiasi osteogenik yang konstan. Sel punca mesenkimal sumsum tulang menunjukkan waktu penggandaan populasi yang menurun seiring usia, berbeda dengan karakteristik biologis dan diferensiasi osteogenik. Adiposa dapat menjadi pilihan sumber sel punca mesenkimal pada setiap golongan usia.

Introduction. Mesenchymal stem cell is the answer of many medicine problems, including orthopaedic. Bone marrow is still the main source. Because of limited source, invasive procedure, pain, and relative less cell, adipose will be promising source with equal regenerating and differentiating ability. Along with increasing life expectancy, geriatric population is increasing as well as the potential need for stem cell application. Yet there is still controversy about stem cell quality in aging.
Methods. This study was conducted in Stem Cell Medical Technology Integrated Service Unit Cipto Mangunkusumo General Hospital-Faculty of Medicine Universitas Indonesia, Jakarta, October 2015 - March 2016. 12 patients were divided into 3 age group; 15-30 year, 31-40 year, and 41-55 year. Bone marrow from posterior iliac crest and adipose tissue were collected, mesenchymal stem cell isolation and culture were done subsequently. Biological characterization, Population Doubling Time, osteogenic differentiation, and alizarin red assay were carried out. All data was analyzed using SPSS 20.
Results. No significant difference was observed in biological characteristic and Alizrin red assay of bone marrow and adipose mesenchymal stem cell among age group (p>0.05). There is significant difference in Population Doubling time in 31- 40 year group(p=0.000) and 41-55 year group(p=0.000).
Conclusions. Adipose mesenchymal stem cell had steady biological characteristic, Population Doubling Time, and osteosteogenic differentiation. Bone marrow mesenchymal stem cell had increasing population doubling time in increasing age, apart from biological characteristic and osteogenic differentiation. Adipose could be the source of choice in harvesting mesenchymal stem cell at any age.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bagus Pramantha Putra Wijaya
"Pendahuluan: Penelitian in vitro menggambarkan inferioritas osteogenesis SPM adiposa dibandingkan dengan SPM sumsum tulang. Sebaliknya, penelitian in vivo menunjukkan kemiripan potensi osteogenik keduanya. penelitian ini mencoba mengetahui perbedaan kapasitas osteogenik antara keduanya dengan mengukur ekspresi Bone Morphogenetic Protein (BMP)-2 dan BMP Reseptor II, juga proses penyembuhan tulang dengan pengukuran histomorfometri.
Metode: Delapan belas tikus Sprague dawley (SD) dilakukan defek tulang femur 5mm. Tikus dibagi tiga kelompok yang terdiri dari kontrol, implantasi SPM sumsum tulang + Hydroxypatite, dan implantasi SPM adiposa + Hydroxypatite. Tikus dikorbankan pada minggu kedua kemudian penilaian histomorfometri kuantitatif dilakukan dengan Image-J. Paramater yang diukur adalah luas total kalus, % area penulangan, % area kartilago, dan % area fibrosis. Dilakukan penilaian imunohistokimia menggunakan intensitas pewarnaan dan skor Imunoreaktivitas (IRS).
Hasil: Kelompok SPM sumsum tulang menunjukkan ekspresi BMPR II lebih tinggi dibandingkan kelompok lainnya. Ekspresi BMPR II dianalisis dan didapatkan hasil yang signifikan (p= 0,04) dengan median 4.00 ± 2.75. Kelompok SPM sumsum tulang dan adiposa juga menunjukkan proses penyembuhan tulang yang lebih baik dibandingkan kelompok kontrol (p = 0,001). Tidak ada perbedaan yang signifikan antara SPM sumsum tulang dan SPM adiposa yang diukur pada % total area kalus (p = 1.000),% area penulangan (p = 1.000),% kartilago (p = 0,493) dan % fibrosis (p = 0,128).
Diskusi: SPM adiposa memiliki kemampuan penyembuhan tulang yang serupa dengan SPM sumsum tulang. Growth factor dan reseptornya penting namun bukan satu-satunya faktor penyembuhan tulang.

Introduction: In vitro studies describe inferior osteogenesis of Adiposes to Bone Marrow Mesenchymal Stem Cell (MSC). Contrary, in vivo studies showing the resemblance of osteogenic potential between both groups. This study tries to investigate the difference of osteogenic capacity between BMSCs and ASCs by quantifying the expression of Bone Morphogenetic Protein (BMP)-2 and BMP receptor (BMPR) II also the bone healing process by histomorphometry measurement.
Methods: Eighteen Sprague dawley (SD) rats were induced with 5mm femoral bone defect, then divided into three groups that consist of Control, Implementation of BMSC+Hydroxypatite, and Implementation of ASC+Hydroxypatite. They were sacrificed after 2 weeks, then performed histomorphometry assessment with Image-J. The measured paramater were total area of callus, % of osseous area, % of cartilage area, and % of fibrotic area. The immunohistochemistry measurement performed by staining intensity and immunoreactivity score (IRS).
Results: The BMSC group showed higher expression of BMPR II compare to others. The expression of BMPR II was analyzed statistically and showed significant result (p=0.04) with median 4.00 ± 2.75. Both BMSC and ASC group have significantly better bone healing process compared with control group (p=0,001). There are no significant differences between ASC and BMSC measured in %total callus area (p=1.000), %Osseous area (p=1.000), %Cartilage area (p=0.493) and % Fibrous area (p=0.180).
Discussions: ASC bone healing ability are similar to BMSC. Growth factor and its receptor are important but not sole contributing factor for bone healing."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hasibuan, Sukry Asdar Putra
"Pendahuluan. Sel punca mesenkimal (SPM) sangat menjanjikan dalam bidang rekayasa jaringan karena sifatnya yang multipoten, cepat berproliferasi, dan berkemampuan tinggi untuk beregenerasi. SPM sumsum tulang dapat menjadi terapi pilihan nekrosis avaskular (AVN) kaput femur yang banyak diderita oleh pasien lupus eritematosus sistemik (LES) pada masa sekarang ini. SPM sumsum tulang penderita LES mengalami gangguan fenotip, proliferasi, diferensiasi. Terapi SPM pada AVN kaput femur dapat menggunakan donor otologus yang dilaporkan memberikan hasil luaran yang baik dan keamanan yang signifikan. Oleh karena itu, diperlukan penelitian untuk mengetahui potensi, karakteristik, dan diferensiasi SPM sumsum tulang pasien LES yang dihubungkan dengan usia.
Metode. Penelitian ini adalah penelitian in vitro yang meneliti 4 subjek penderita LES di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta. Aspirat SPM sumsum tulang dilakukan isolasi, ekspansi dan diferensiasi. Analisis statistik menggunakan uji korelasi spearman untuk melihat hubungan usia pasien LES dengan waktu konfluensi, jumlah sel konfluens dan waktu diferensiasi osteogenik, kondrogenik, dan adipogenik.
Hasil dan Diskusi. Rerata jumlah sel konfluens adalah 7.44 x 105 ± 3.06 x 105 sel/ml, rerata waktu konfluens adalah 20.75 ± 4.99 hari, median waktu diferensiasi adipogenik yaitu 17.5 hari (rentang 14-21), waktu diferensiasi osteogenik dan kondrogenik yaitu 21 hari. Terdapat korelasi positif bermakna antara usia penderita LES dengan waktu konfluens SPM (p<0.001) dan korelasi negatif bermakna antara usia penderita LES dengan jumlah sel konfluens SPM (p<0.001).
Simpulan. SPM sumsum tulang krista iliaka penderita LES mampu diisolasi, berproliferasi dan berdiferensiasi. SPM sumsum tulang penderita LES memiliki waktu konfluens dan waktu diferensiasi yang lebih lama dan jumlah sel konfluens yang lebih sedikit.

Introduction. Mesenchymal stem cells (MSC) is very promising in the field of tissue engineering because it is multipotent, rapidly proliferate, and high ability to regenerate bone marrow. BM-MSC may be treatment of choice of avascular necrosis (AVN) of femoral head that affects many systemic lupus erythematosus (SLE) patients at the present time. BM-MSC of SLE patients has impairment in phenotype, proliferation, and differentiation. Mesenchymal stem cell therapy on femoral head AVN which use autologous donors are reported deliver good outcomes and safety. Therefore, research is needed to determine the potency, characteristics, and differentiation of BM-MSC in patients with SLE and related with age.
Methods. This study is in vitro study that examined four subjects as SLE patients in Cipto Mangunkusumo Hospital. BM-MSC of SLE patients is performed isolation, expansion and differentiation. Statistical analysis using pearson and spearman correlation test to see the correlation of age of SLE patients with confluence time, the number of confluence cells and differentiation time.
Result and Discussion. Mean of confluent cell numbers is 7.44 x 105 ± 3.06 x 105cells/ml, mean of confluent time is 20.75 ± 4.99 days, median of adipogenic differentiation time is 17.5 days (range 14-21), osteogenic and chondrogenic differentiation time is 21 days. There is a positive correlation between patient?s age with confluence time (p <0.001) and negative correlation with MSC confluence cell count (p <0.001).
Conclusion. BM-MSC form iliac crest in patients with SLE can be isolated, proliferated and differentiated. BM-MSC of SLE patients has longer confluence time and differentiation time and lower confluence cell count.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Panjaitan, Ani Oranda
"Latar Belakang: Uji tube formation merupakan uji paling luas yang digunakan sebagai uji vaskulogenesis/ angiogenesis secara in vitro. Sel punca mesenkimal atau mesenchymal stem cell MSC merupakan sel punca dewasa yang multipoten. Efek parakrinnya terhadap neovaskularisasi sudah banyak diketahui. Secara umum MSC diketahui tidak mengekspresikan penanda permukaan hematopoetik CD34 namun ada pendapat yang menyatakan bahwa MSC secara in vivo mengekspresikan CD34 dan kehilangan ekspresinya saat dikultur secara in vitro. MSC asal lemak dianggap masih memiliki ekspresi CD34 pada kultur in vitro pada pasase awal oleh beberapa ahli. MSC yang paling banyak digunakan dalam uji tube formation adalah BM-MSC padahal ASC juga berpotensi bagi terapi dan rekayasa sel punca. Hingga saat ini potensi vaskulogenesis antara ASC dan BM-MSC masih belum jelas mana yang lebih baik dan apakah ekspresi CD34 mempengaruhi hal ini. Pada penelitian ini kami ingin membandingkan potensi vaskulogenesis antara MSC asal lipoaspirat dengan MSC asal sumsum tulang melalui uji tube formation dan ekspresi CD34.
Hasil: Pengukuran kualitas vaskulogenesis menunjukkan bahwa rerata panjang tube lebih tinggi pada BM-MSC, rerata jumlah loop lebih banyak pada BM-MSC dan rerata jumlah titik percabangan lebih banyak pada BM-MSC. Tidak ditemukan kadar CD34 yang tinggi pada ASC.
Kesimpulan: BM-MSC memiliki kemampuan lebih baik dalam membentuk tube formation dibandingkan dengan ASC. Tidak ditemukan hubungan antara kadar CD34 dengan kemampuan vaskulogenesis MSC.

Objective: Test tube formation is the most widely used method as an in vitro vasculogenesis test. Mesenchymal stem cells MSC is a multipotent adult cells known not expressing CD34 just like endothelial progenitor cells EPC that play a role in vasculogenesis. Adipose derived stem cells MSCs ASC is considered to still express CD34 2 in cultures. Bone Marrow BM MSCs is most widely used MSCs in vasculogensis research. ASC has great potential for stem cell therapy and engineering. The potential of vasculogenesis between ASC and BM MSC remains unclear which one is better and whether CD34 expression affects this. In this study we wanted to compare the potential of vasculogenesis between MSC of lipoaspiric origin and MSC from bone marrow through tube formation test and CD34 expression. Tube formation assay is the most widely used method as an in vitro vasculogenesis test. Mesenchymal stem cells MSCs are multipotent adult cells. known not to express CD34 surface marker which is expressed by haemapoietic stem cells, but according to some experts bone marrow mesenchymal stem cells BM MSCs express CD34 in vivo and lose its expression when they are cultured in vitro, while adipose derived stem cells ASCs still have CD34 expression in the early passages when cultured in vitro. BM MSCs are the most widely used MSC, but ASCs are also used in stem cell therapy and tissue engineering for angiogenesis purposes. Until now the potential of vasculogenesis between ASCs and BM MSCs is still unclear. Expression of CD34 is also unknown whether effecting the quality of tube formation. In this study we wanted to compare the potential of vasculogenesis between ASC and BM MSCs through tube formation test and CD34 expression.
Results: Measurements of vasculogenesis quality showed higher tube length, number of loops and mean number of branch points on BM MSC. Both BM MSCs and ASCs showed low CD34 levels.
Conclusion: BM MSCs showed better tube formation ability compared with ASCs. No association was found between CD34 levels and MSC vasculogenesis capability.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ali Abdullah
"Isolasi sel punca mesenkimal (SPM) dari darah perifer (DP) menutupi kekurangan yang ditemukan pada isolasi dari sumsum tulang (ST). Jumlah darah yang banyak dapat diperoleh dari sirkulasi perifer dan teknik pengambilannya lebih tidak traumatik dibandingkan pengambilan dari sumsum tulang. Namun, jumlahnya sedikit di dalam darah. Diperlukan suatu kondisi untuk meningkatkan hasil isolasi dari darah perifer. Restriksi kalori meningkatkan kemampuan self-renewal dari sel punca intestinal, sel punca otot dan regenerasi saraf, menjaga kemampuan regenerasi jangka panjang pada sel punca hematopoetik. Belum terdapat penelitian yang mempelajari efek intermittent atau prolonged fasting pada SPM darah perifer dan sumsum tulang, maka diperlukan penelitian untuk mempelajari efek fasting terhadap kemampuan proliferasi dan diferensiasi SPM. Penelitian ini menggunakan kelinci (n=27) yang dibagi menjadi tiga kelompok; setiap kelompok terdiri dari 9 kelinci. Kelompok pertama sebagai kontrol diberikan makan dan minum ad lib. Kelompok kedua mendapat perlakuan intermittent fasting (7 siklus), dan kelompok ketiga mendapat perlakuan prolonged fasting (4 siklus). Sampel diambil dari darah perifer dan sumsum tulang femur. Dilakukan isolasi kultur untuk menilai kemampuan proliferasi (waktu konfluensi dan jumlah sel) dan diferensiasi (kualitatif dan kuantifikasi) dari masing-masing kelompok sampel. Sel punca mesenkimal pada ketiga kelompok penelitian mampu diisolasi, berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi osteoblas. Persentasi keberhasilan kultur primer dari kelompok kontrol: DP 14.28%, dan ST 28.57%; kelompok IF: DP 44.44% dan ST 33.33%; dan kelompok PF: DP 55.55%, dan ST 44.44%. Rerata waktu konfluensi kelompok kontrol: DP 17 hari dan ST 31 hari; kelompok IF: DP 15 hari dan ST 26 hari; dan kelompok PF: DP 15.6 hari dan ST 20 hari (DP p=0.592, dan ST p=0.408). Rerata jumlah sel konfluensi kelompok kontrol: DP 108 x103/mL dan ST 274 x103/mL; kelompok IF: DP 182 x103/mL dan ST 115.3 x103/mL ; dan kelompok PF: DP 65.6 x103/mL dan 139 x103/mL ST (DP p=0.282 dan ST p=0.502). Rerata kuantifikasi optik densitometri pada diferensiasi osteoblas kelompok kontrol: DP 0.154 OD dan ST 0.169 OD; kelompok IF: DP 0.240 OD dan ST 0.207 OD; dan, kelompok PF: DP 0.157 OD dan ST 0.167 OD (DP p=0.044 dan ST p=0.074). Uji posthoc kuantifikasi optik densitometri diferensiasi osteoblas didapatkan perbedaan bermakna pada kelompok IF DP (p=0.046). Perlakuan intermittent dan prolonged fasting memiliki efek dalam meningkatkan ekspansi SPM ke darah perifer. Kuantifikasi diferensiasi osteoblas SPM-DP perlakuan IF lebih tinggi dibandingkan kontrol. Diharapkan ada penelitian lanjutan yang mengevaluasi efek intermittent fasting pada sampel darah perifer manusia terhadap kemampuan SPM dalam hal ekspansi, proliferasi dan diferensiasi menjadi osteoblas.

Isolation of mesenchymal stem cells (MSC) from peripheral blood (PB) was considered giving more advantages compared to isolation from bone marrow (BM). Large amounts of blood can be taken from peripheral circulation by less invasive extraction technique than BM. However, MSC isolated from PB can only be achieved in a small amount. Some conditioning of the subjects are needed in order to improve the isolation products from PB. Calorie restriction increases the self-renewal ability of intestinal stem cells, muscle stem cells and nerve regeneration, and maintain the long-term regeneration ability of hematopoietic stem cells. There has not been any studies that explore the effects of intermittent or prolonged fasting on MSC of PB and BM. The aim of this study is investigating the effect of fasting on the ability of MSC proliferation and differentiation. This study used rabbits (n = 27) which were divided into three groups; each group consists of 9 rabbits. The first group as a control was given food and drink ad lib. The second group received intermittent fasting (7 cycles), and the third group received prolonged fasting (4 cycles). Samples were taken from the peripheral blood and femoral bone marrow. Culture isolation was performed to assess the proliferation (confluency time and cells number) and differentiation (qualitative and quantitative) abilities of each sample group. Mesenchymal stem cells in all groups were able to be isolated, proliferate and differentiate to osteoblast. The successful rate of primary culture from control group: PB 14.28% and BM 28.57%; IF group: PB 44.44% and BM 33.33%; and PF group: PB 55.55% and BM 44.44%. The mean of confluence time from control group: PB 17 days and BM 31 days; IF group: PB 15 days and BM 26 days; and PF group: DP 15.6 days and ST 20 days (PB p=0.592, and BM p=0.408). The mean of confluence cells number: PB 108 x103/mL and BM 274 x103/mL; IF group: PB 182 x103/mL and BM 115.3 x103/mL ; and PF group: PB 65.6 x103/mL and 139 x103/mL ST (PB p=0.282 and BM p=0.502). The mean of optical densitometry quantification from osteoblast differentiation in control group: : PB 0.154 OD and BM 0.169 OD; IF group: PB 0.240 OD and BM 0.207 OD; and, PF group: PB 0.157 OD and BM 0.167 OD (PB p=0.044 dan BM p=0.074). Posthoc analyis from optical densitometry quantification of osteoblast differentiation showed significant difference on IF PB group (p=0.046). Intermittent and prolonged fasting treatment gave increasing effect of MSC expansion into peripheral blood. MSC-PB osteoblast differentiation quantification was higher in IF treatment compared to control. It is hoped that further studies will evaluate the effect of intermittent fasting on human peripheral blood samples in the ability of SPM in terms of expansion, proliferation and differentiation into osteoblasts. We suggest that there will be further studies conducted to evaluate the effect of intermittent fasting on the ability of MSC's expansion, proliferation, and differentiation into osteoblasts from human peripheral blood samples."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Starifulkani Arif
"Latar Belakang. Sumsung tulang merupakan sumber sel punca mesenkimal SPM yang paling banyak digunakan selain jaringan lemak sebagai sumber pengganti yang menjanjikan. Peningkatan penggunaan SPM membutuhkan kemampuan untuk melakukan subkultur pasase SPM. Untuk mengumpulkan dan menyimpan SPM dalam waktu tertentu tanpa mengubah karakter SPM maka dilakukan kriopreservasi.
Penelitian ini bertujuan meningkatkan pemahaman efek pasase terhadap penuaan sel punca mesenkimal sumsum tulang dan jaringan lemak yang dikriopreservasi.Metode. Penelitian ini merupakan studi analitik observasional yang dilaksanakan di UPT-TK Sel Punca RSCM FKUI April 2016 - September 2016. Sampel penelitian adalah sel punca mesenkimal sumsum tulang dan jaringan lemak pasase pertama yang dikriopreservasi 1 dan 2 kali. Dilakukan pengukuran terhadap ukuran sel, viabilitas sel, population doubling time PDT, colony forming unit dan penghitungan persentase sel yang menua. Data pasase dianalisis dengan multiple comparison ANOVA dengan Tukey HSD correction dan student t-test menggunakan program SPSS 23.
Hasil. Terdapat perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok kriopreservasi SPM sumsum tulang dalam PDT, viabilitas, dan ukuran sel pada P6 dengan p

Introduction. Bone marrow is still the gold standard source of MSC, but adipose tissue became a promising alternative source. Passage and cryopreservation are effective ways to multiply, pool and store MSC without altering its function.
The aim of this research was to enhance the knowledge of the effect of passage on senescence profile of cryopreserved human bone marrow and adipose derived MSC.Method. This research was an observational analytic study to analyze population doubling time PDT, cell size, viability, colony forming unit and percentage of senescent cells and done in UPT ndash TK Sel Punca RSCM FKUI, during April to September 2016. The samples were bone marrow and adipose MSC at passage one, which were cryopreserved for the first and second time. Cryopreservastion groups were analyzed using student t test while inter passage was analyzed using ANOVA test.
Result. There were significant differences between both cryopreserved bone marrow groups in PDT, viability and cell size in P6, p
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Taufik Akbar
"Latar Belakang: Penatalaksanaan defek tulang dengan terapi regeneratif seperti penggunaan sekretom berpotensi mengatasi kekurangan, seperti morbiditas donor, dari pencangkokan tulang autologus. Namun hingga saat ini belum ada penelitian yang meneliti perbedaan kemampuan pertumbuhan tulang dari sekretom asal sel punca tali pusat, jaringan lemak, dan sumsum tulang.
Metode: Penelitian ini adalah penelitian eksperimental hewan menggunakan 63 tikus, dibagi menjadi 5 kelompok besar, yaitu kelompok sekretom sel punca mesenkimal (SPM) asal tali pusat, jaringan lemak, sumsum tulang, kontrol tanpa tindakan, dan kontrol dengan hidroksiapatit. Setiap tikus dioperasi sesuai dengan tindakannya, kelompok perlakuan diberi perlakuan sekretom yang sesuai dan hidroksiapatit dan kemudian kalus yang terbentuk diperiksa 2 minggu kemudian. Pemeriksaan luaran menggunakan histopatologi, berupa histomorfometri (area penulangan, fibrosis dan kartilago) dan pulasan immunohistokimia Bone Morphonegetic Protein (BMP)-2, dan pemeriksaan Enzyme Linked Immunoabsorbent Assay (ELISA) protein Indian Hedgehog (Ihh).
Hasil: Kelompok yang mendapatkan sekretom asal SPM jaringan lemak memiliki area penulangan terbanyak, sedangkan kedua kelompok kontrol terendah (p<0,001), kelompok sekretom asal SPM sumsum tulang memiliki area kartilago terbanyak (p=0,134), dan kedua kelompok kontrol memiliki area fibrosa terbanyak (p=0,198). Skor BMP-2 tertinggi tampak pada kelompok sekretom asal SPM adiposa dan paling rendah pada kelompok kontrol (p<0.001). Kadar protein Ihh secara bermakna paling tinggi pada kelompok sekretom asal SPM sumsum tulang, dan paling rendah pada kelompok kontrol (p<0.001)
Kesimpulan: Sekretom memiliki kemampuan osteogenitas, dengan sekretom asal SPM jaringan adiposa yang memiliki kemampuan penulangan tertinggi pada tikus dengan defek tulang kritis, dibandingkan dengan kelompok sekretom lainnya dan kelompok yang tanpa diberikan tindakan

Introduction: The management of bone defects with regenerative therapy using a secretome, for example, is promising and potentially may outweigh the shortcoming of autologous bone graft therapy such as donor morbidity. However, not many studies have compared the differences in the capabilities of bone growth from secretome derived from umbilical cord, adipose and bone marrow stem cell.
Methods: This research is an experimental animal study using 63 rats. A total of 63 rats were divided into 5 major groups (umbilical cord, adipose, bone marrow stem cell secretomes, control without treatment, and control with hydroxyapatite). Each mice was treated accordingly and the harvesting was done after 2 weeks. All samples were examined histopathologically using histomorphometry (ossification, fibrosis, and cartilage area) and Bone Morphogenetic Protein (BMP)-2 immunohistochemistry staining and Enzyme Linked Immunoabsorbent Assay (ELISA) Indian Hedgehog (Ihh) protein
Results: The percentage of ossification area was significantly highest in the adipose stem cell secretome group, and the lowest in both control group (p<0.001). The highest percentage of cartilage area was seen in the bone marrow stem cell secretome group (p=0.134) and the highest percentage of fibrous area was seen in both control group (p=0.198). The highest BMP-2 score was seen in the adipose stem cell secretome group and the lowest was in the control group (p<0.001). Level of Ihh protein was significantly highest in the bone marrow stem cell group group and lowest in the control group (p<0.001)
Conclusion: Secretome had osteogenic inducing ability, with adipose stem cell-derived secretomes having the highest bone density in mice with critical bone defects, compared to the other secretome groups and the control group.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ihsan Oesman
"Pendahuluan: Efek hiperglikemik dan produk Advanced Glycation Endproduct (AGE) dari diabetes mellitus (DM) sering dikaitkan dengan komplikasi muskuloskeletal seperti neuropati perifer dan tendinopati Achilles pada regio pergelangan kaki. Hal ini beresiko menimbulkan efek lanjutan berupa perubahan struktur berjalan, kekakuan sendi hingga luka tukak telapak kaki. Tatalaksana tendinopati DM hingga saat ini terbatas pada pengurangan gejala lanjutan tanpa meningkatkan proses regenerasi tendon, sehingga dibutuhkan penelitian untuk menilai efek terapi dari sekretom dan eksosom SPM dalam hal perbaikan struktur tendon. Hal ini diwakili oleh penggunaan hewan coba tikus SD yang telah terinduksi menjadi tendinopati DM. Metode: Studi ini melibatkan fase studi pilot pertama, kedua, dan penelitian utama. Tikus SD diperoleh dan diberikan diet tinggi lemak (HFD) dan pemberian larutan fruktosa 55% selama delapan minggu. Diabetes diinduksi menggunakan injeksi streptozotocin (STZ) intraperitoneal berbagai dosis. Studi pilot pertama bertujuan untuk menentukan volume cairan yang dapat diinjeksikan ke area peritendon. Sementara itu, studi pilot kedua bertujuan untuk mengidentifikasi dosis STZ yang efektif. Dalam fase penelitian utama, tikus diabetes menerima injeksi lokal eksosom, sekretom, atau kombinasinya. Setelah perawatan, tikus dieutanasia, dan tendon Achilles dianalisis secara histopatologi dan imunohistokimia. Hasil dan Diskusi: Studi pilot pertama menyimpulkan bahwa 0,8 ml merupakan volume cairan optimal yang dapat diinjeksikan ke area peritendon. Sementara itu, studi pilot kedua menunjukkan bahwa setelah 8 minggu HFD, pemberian fruktosa, dan injeksi STZ, kelompok STZ 26 mg/kg memiliki kadar glukosa 220,54 ± 9,11 mg/dL, dan kelompok STZ 30mg/kg memiliki 213,88 ± 8,99 mg/dL dengan perbedaan paling signifikan dalam skor Bonar diamati di kelompok STZ 30mg/kg, hal ini menunjukkan keberhasilan induksi hewan coba. Pada penelitian utama setelah pemberian sekretom, eksosom, atau kombinasi, kadar TGF-β dan IL-6 dan skor Bonar tidak menunjukkan perbedaan signifikan antar kelompok. Analisis pasca intervensi mengungkapkan perbedaan signifikan dalam kadar IL-6 dan Col-1, dimana pada kelompok perlakuan terdapat penurunan IL-6 yang signifikan pada hari ke-14 dan peningkatan Col-1 yang signifikan pada hari ke-21 dibandingkan dengan kelompok kontrol. Kesimpulan: Penelitian ini menunjukkan bahwa kombinasi diet HFD, pemberian fruktosa, dan dosis injeksi STZ 30 mg/kg efektif menciptakan hewan model tendinopati DM. Skor Bonar yang tinggi pada kelompok STZ mengindikasikan kerusakan tendon signifikan. TGF-β dan IL-6 tidak menunjukkan perbedaan signifikan antar kelompok, namun IL-6 meningkat pada hari ke-14 dan Col-1 pada hari ke-21 pada kelompok intervensi secara signifikan, menunjukkan potensi terapi eksosom dan sekretom pada penyembuhan tendon.

Introduction: The hyperglycemic effects and Advanced Glycation Endproduct (AGE) of diabetes mellitus (DM) are often associated with musculoskeletal complications such as peripheral neuropathy and Achilles tendinopathy in the region of the legs and ankles. It is one of the risks of developing advanced negative effects such as changes in walking structure, stiffness of the joints to ulcer wounds on the the ankle. The management of DM tendinopathy to date is limited to reducing advanced symptoms without enhancing tendon regeneration process, therefore, further research is needed to assess the therapeutic effects of MSC secretomes and exosomes in terms of tendon structure improvement. It is represented by the use of SD rats induced into DM
tendinopathy.
Methods: This study involves two pilot study phases and the main research. SD mice were obtained and given a high-fat diet (HFD) and given 55% fructose solution foreight weeks. Diabetes is induced by injection of streptozotocin (STZ). The first phase of the pilot study aims to determine the volume of liquid injected into the peritendon area, and the second phase aims to identify an effective dose of STZ to induce DM. In the main study, diabetic mice received local injections of exosomes, secretomes, or a combination of them. After treatment, the rats were euthanazied, and the Achilles tendon was analysed histopathologically and immunohistochemically.
Results and Discussion: The first pilot study concluded that 0.8 ml was the optimal fluid volume that could be injected into the peritendon area. Meanwhile, the second pilot study showed that after 8 weeks of HFD, fructose administration, and injection of STZ, the STZ 26 mg/kg group had a glucose level of 220.54 ± 9.11 mg/dL, and the STZ 30 mg/kg group had 213.88 ± 8.99 mg/dL with the most significant difference in Bonar score was observed in the STZ 30mg/kg group, this indicates successful induction of experimental animals. In the main study after administering secretome, exosome, or a combination of the two, the levels of TGF-β and IL-6 and the Bonar score did not show significant differences between groups. Post-intervention analysis revealed significant differences in IL-6 and Col-1 levels, in which the treatment group there was a significant decrease in IL-6 on day 14 and a significant increase in Col-1 on day 21 compared to the control group.
Conclusion: This study shows that a combination of HFD, fructose administration, and STZ 30mg/kg are effective in creating animal model for diabetic Achilles tendinopathy. A high Bonar score in the STZ group indicates significant tendon damage. TGF-β and IL-6 did not show significant differences between the groups, but IL-6 increased on day 14 and Col-1 on day 21 in the intervention groups significantly, indicating the potential for exosome and secretome therapy on tendon healing.
Keyword: diabetic Achilles tendinopathy, Sprague Dawley rats, exosome and secretome combination, bone marrow mesenchymal stem cel
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ariyani Noviantari
"Latar Belakang : Penyakit neurodegeneratif disebabkan oleh regenerasi neuron yang rendah. Pemberian sel punca mulai dikembangkan untuk meningkatkan regenerasi sistem saraf pusat. Sel Punca Mesenkim SPM mampu berdiferensiasi menjadi berbagai tipe sel sehingga dapat dimanfaatkan sebagai sel terapi. Proliferasi dan diferensiasi sel punca neuron diregulasi gen endogen dan faktor neurotrofik seperti nerve growth factor NGF , brain-derived neurotrophic factor BDNF dan neurotrophin-3 NT-3 . Namun, peran NT-3 sendiri dalam diferensiasi SPM belum banyak diketahui, sehingga penelitian ini dilakukan untuk mempelajari peran NT-3 pada diferensiasi SPM dari sumsum tulang tikus menjadi neuron pada tahap awal dan tahap lanjut.
Metode : SPM diisolasi dari sumsum tulang tikus, kemudian dikultur dan dipropagasi dalam Minimum Essential Medium Eagle MEM , 10 Fetal Bovine Serum FBS dan 1 antibiotic-antimycotic. Induksi neuron dilakukan pada SPM pasase keempat dalam MEM, 2 FBS, 1 insulin like growth factor N2 dan NT-3 dengan konsentrasi 20, 25, 30 ng/mL dan kontrol selama 7 hari. Dilakukan imunositokimia Nestin sebagai penanda tahap awal dan MAP-2 pada tahap lanjut diferensiasi neuron. Data yang didapat adalah rata-rata persentase jumlah sel Nestin positif dan sel microtubule associated protein-2 MAP-2 positif pada setiap konsentrasi. Analisis statistik menggunakan program SPSS dengan uji one-way ANOVA.
Hasil : Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna pada persentase jumlah sel Nestin positif pada SPM dengan penambahan NT-3 20, 25 dan 30 ng/mL selama 7 dan 14 hari dibandingkan dengan kontrol p

Background : Neurodegenerative diseases showed partial or limited regeneration process. Transplantation of stem cells has been improve regeneration of the central nervous system. The mesenchymal stem cells MSCs can differentiate into various cell types including neurons that can be used for cell therapy. Proliferation and differentiation of neural stem cells are regulated by endogenous gene and neurotrophic factors such as nerve growth factor NGF , brain derived neurotrophic factor BDNF and neurotrophin 3 NT 3 . The aim of this research is to investigate the role of NT 3 in differentiation of MSC into neurons at the early stage and at the late stage.
Methods : MSCs were isolated from rat bone marrow, cultured and propagated in Minimum Essential Medium Eagle MEM , 10 Fetal Bovine Serum FBS and 1 antibiotic antimycotic. MSCs were induced for neuron differentiation induction medium MEM, 2 FBS, 1 insulin like growth factor N2 and NT 3 20, 25, 30 ng mL for 7 and 14 days control induction medium without NT 3. The immunocytochemistry of Nestin was performed on day 7 and MAP 2 was performed on day 14. All experiment were done triplicated. Five random high power field was documented. The data obtained is the average percentage of the number of Nestin and MAP 2 positive cells at each concentration. Statistical analysis using SPSS with one way ANOVA test.
Results : The results showed a significant difference in the percentage of Nestin positive cells in MSCs with NT 3 20, 25 and 30 ng mL for 7 days compared to controls p
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T55613
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>